NAMA :
SAIFUL ANWARUDIN
NIM :
13410002
MAKUL :
AQIDAH-AKHLAQ DI MADRASAH
KELAS : A
Sifat-sifat
Allah SWT
Dalam pembelajaran akidah atau tauhid, kita tidak akan terlepas dari
pembahasan mengenai sifat-sifat Allah, yaitu sifat wajib, sifat mustahil, serta
sifat jaiz bagi-Nya. Adapun sifat-sifat tersebut secara sederhana adalah
sebagai berikut:
Sifat Wajib Allah
1.
Wujud (Ada) 11.
Sama’ (Maha Mendengar)
2.
Qidam (Terdahulu) 12.
Bashar (Maha Melihat)
3.
Baqa’ (Kekal) 13.
Kalam (Maha Berfirman)
4.
Mukhalafatu lil Hawadits (Berbeda dengan
makhluk-Nya) 14. Qadiran (Yang Maha
Kuasa)
5.
Qiyamuhu binafsihi (Berdiri sendiri) 15.
Muridan (Yang Maha Berkehendak)
6.
Wahdaniyah (Maha Esa) 16.
‘Aliman (Yang Maha Mengetahui)
7.
Qudrat (Maha Kuasa) 17.
Khayyan (Yang Maha Hidup)
8.
Iradat (Maha Berkehendak) 18.
Sami’an (Yang Maha Mendengar)
9.
Ilmu (Maha Mengetahui) 19.
Bashiran (Yang Maha Melihat)
10.
Hayat (Maha Hidup) 20.
Mutakaliman(Yang Maha Berfirman)
Sifat Mustahil Allah
1.
Adam (Tidak ada) 11.
Summun (Tuli)
2.
Hudus (Baru) 12.
‘Umyun (Buta)
3.
Fana (Lenyap/rusak) 13.
Bukmun (Bisu)
4.
Mumatsalatu lil hawadits (Menyamai makhluk) 14. ‘Ajizan (Yang
lemah)
5.
Qiyamuhu bighairihi (Mendapat bantuan yang lain) 15. Mukrahan (Yang terpaksa)
6.
A’addudun (Berbilang) 16.
Jahilan (Yang bodoh)
7.
‘Ajzun (Lemah) 17.
Mayyitan (Yang mati)
8.
Karahah (Terpaksa) 18.
Asamma (Yang tuli)
9.
Jahlun/Baladah (Bodoh) 19.
A’ma (Yang buta)
10.
Mautun (Mati) 20.
Abkama (Yang bisu)
Sifat Jaiz Allah
Jaiz artinya mungkin. Menurut istilah sifat jaiz bagi Allah SWT adalah sifat
yang mungkin dilakukan atau mungkin tidak dilakukan oleh Allah SWT. Sifat jaiz
Allah hanya satu, yakni “Allah mungkin berbuat sesuatu atau mungkin tidak
berbuat sesuatu sesuai kehendak-Nya”. Semua kejadian di dunia ini adalah
kehendak Allah SWT. Apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, apa yang tidak
dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Allah SWT memiliki kebebasan dalam
melakukan segala sesuatu, manusia tidak dapat mengatur apapun yang akan
diperbuat dan dikehendaki Allah SWT, seperti contoh:
a.
Menciptakan makhluk.
b.
Mendatangkan rahmat atau musibah kepada hamba-Nya.
c.
Menjadikan manusia pandai, bodoh, kaya, miskin,
dll.
Di bawah ini adalah beberapa penjelasan dari sifat wajib Allah, yaitu:
wujud
mempercayai bahwa Allah SWT itu wujud (ada) merupakan akidah atau keyakinan
yang diharuskan bagi setiap pemilik akal sehat. Dalam hal ini, seluruh syariat
samawi mengajak kita mengenali hakikat tersebut. Siapa saja yang mengingkari
atau meragukan adanya Allah SWT -- setelah ia menganalisis dan menelaah – maka
ia dapat dikategorikan sebagai salah satu dari dua kemungkinan: kafir
pembangkang lagi sombong atau orang yang hilang akal pikirannya.
Pada hakikatnya, sifat al-wujud bagi Allah SWT adalah sifat pertama
yang ditetapkan oleh akal dan dikenal secara aksioma, sekalipun akal itu tidak
mampu membayangkan Zat-Nya dan hakikat sifat-Nya. Wujud (ada) adalah kebalikan
dari tidak ada (al-adam).
Ilmu
Allah SWT. Maha Mengetahui terhadap seluruh obyek pengetahuan. Dengan Ilmu-Nya,
Dia mengetahui secara detil terhadap segala apa yang berlaku di bumi yang
paling rendah sampai yang ada di langit yang paling tinggi. Semuanya tidak
pernah ada yang luput dari jangkauan Ilmu-Nya walaupun sebesar atom, baik yang
ada di langit maupun yang ada di bumi, bahkan Dia tahu gerakan dan merayapnya
semut hitam yang ada di batu hitam yang keras pada malam yang gelap gulita. Dia
mengetahui gerak atom di ruang angkasa. Dia Maha Mengetahui segala rahasia dan
yang sangat tersembunyi. Dia melihat suara dan bisikan hati serta
rahasi-rahasia hati nurani dengan Ilmu-Nya yang Qadim dan Azali, di mana Dia
senantiasa menyandang sifat-sifat Azali, bukan dengan ilmu baru yang diperoleh
dalam Dzat-Nya dengan cara bertempat dan berpindah-pindah.
Ø Pengaruh Perhatian
terhadap Sifat al-Ilmu
Siapa saja yang mencamkan sifat al-Ilmu
Allah SWT dan asma-Nya, pasti mendapati bahwa Allah SWT Maha Mengetahui dan
Menguasai segala sesuatu. Pengetahuan Allah tidaklah terbatas pada hal-hal yang
tampak dengan jelas, tetapi juga yang tidak tampak. Allah mengetahui segala
sebab musabab, seluk-beluk pemikiran, perasaan, dari dan akan ke mana, yang
terjadi dan akan terjadi. Siapa saja yang mengamati dengan jeli dan baik,
pastilah dapat mewujudkan tiga perkara sebagai berikut:
1.
Tidak akan merasa khawatir bahwa amal baiknya
ataupun niat baiknya –yang dirahasiakannya—akan sia-sia dan tidak akan mendapat
pahala.
2.
Tidak akan meremehkan perbuatan dosa sekecil apa
pun, sekalipun amalan dosa tersebut tidak meninggalkan bekas atau pengaruh nyata.
3.
Akan mengetahui dengan pasti tentang perbedaan
yang nyata antara ilmu Allah dan ilmu makhluk-makhluk-Nya, betapapun luas
pengetahuan makhluk itu.
Perbedaan ilmu Allah dengan ilmu
makhluk-makhluk-Nya terletak pada hal-hal sebagai berikut:
a.
Ilmu makhluk-Nya terbatas jumlah dan bentuknya,
sedangkan ilmu Allah tidak terbatas dari segi tempat, jumlah, maupun bentuknya.
b.
Ilmu makhluk-Nya terbatas hanya mengetahui apa
yang dapat terjangkau oleh pancaindera, baik yang dzahir, yang batin, atau yang
dapat dianalisis dengannya. Sedangkan ilmu Allah dapat menjangkau segala
sesuatu, baik yang dzahir maupun yang batin, tidak ada yang tersembunyi
bagi-Nya.
c.
Ilmu makhluk-Nya didapat setelah adanya sesuatu,
sedangkan ilmu Allah tidak didapat dari sesuatu apa pun.
Iradat
Allah SWT. adalah yang menghendaki alam raya. Yang mengelola sarwa jagat
yang serba baru. Sehingga tidak pernah ada sesuatu pun yang berlaku dalam sarwa
kekuasaan-Nya kecuali karena keputusan Qadha’, Qadar-Nya,
kebijakan hukum dan Iradat (Kehendak-Nya), baik sesuatu itu sedikit atau
banyak, kecil atau besar, baik atau buruk, marabahaya atau manfaat, iman atau
kufur, mengetahui atau tidak mengetahui, untung atau rugi, lebih atau kurang,
taat atau maksiat. Maka apa yang dikehendaki-Nya akan terjadi dan apa yang
tidak dikehendaki-nya tidak akan terjadi. Dia adalah Pencipta awal dan yang
mengembalikan seperti semula, Dia Maha berbuat apa yang dikehendaki-Nya. Tiada
yang bisa menolak terhadap apa yang menjadi keputusan hukum-nya dan tidak ada
yang bisa menyalahkan keputusan-Nya. Tidak ada tempat berlari bagi seorang
hamba dari kemaksiatan yang telah ia lakukan kecuali karena pertolongan dan
rahmat-Nya. Tidak ada kekuatan bagi seorang hamba untuk berbuat taat kepada
Allah kecuali karena Kehendak dan Keinginan-Nya. Maka kalau misalnya manusia,
jin, malaikat dan setan berkumpul untuk bersama-sama menggerakan atau
menghentikan atom di alam ini dengan tanpa Kehendak dan Keinginan-Nya, niscaya
mereka tidak akan mampu melaksanakannya. Sifat Iradat-Nya adalah terkait
dengan Dzat-nya, termasuk juga sekuruh sifat-sifat-Nya yang lain. Dia
senantiasa menyandang sifat Iradat, Dia berkehendak sejak zaman Azali,
karena wujudnya segala sesuatu sesuai dengan waktu yang telah direncanakan dan
ditentukan sebelumnya, sehingga semua diwujudkan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan sejak zaman Azali, dengan tanpa terlambat sedikit pun atau lebih
awal dari waktu yang telah ditentukan. Bahkan semua ini sesuai dengan Ilmu dan Iradat-Nya
tanpa perubahan dan pergantian. Dia mengatur segala sesuatu dengan tanpa
struktur pemikiran, dan tanpa menunggu waktu, karena Dia tidak disibukkan oleh
urusan-urusan yang ada.
Sama’ dan Bashar
Allah SWT. Maha Mendengar (Sama’) dan Melihat (Bashar), tidak
pernah ada sesuatu yang luput dari Pendengaran-Nya meskipun hal itu
tersembunyi, tidak ada yang tersembunyi dari Penglihatan-Nya sekalipun itu
halus. Pendengaran-Nya tidak terhalangi oleh jauhnya jarak, dan Penglihatan-Nya
tidak terhambat oleh kegelapan. Dia melihat tanpa biji mata dan pelupuk mata.
Dia mendengar tanpa daun telinga dan alat pendengaran, sebagaimana Dia
mengetahui tanpa kalbu dan Dia memegang tanpa anggota badan. Dia menciptakan
tanpa alat, karena Sifat-sifat-Nya tidak seperti sifat-sifat makhluk,
sebagaimana Dzat-Nya tidak sama dengan dzat makhluk.
Kalam
Sesungguhnya Allah SWT Maha
Berbicara (Al-Mutakallim), Maha memerintah dan Melarang, memberi janji
yang menyenangkan dan memberi ancaman. Semua itu dilakukan dengan Kalam-Nya
yang Azali lagi Qadim, yang terkait dengan Dzat Allah, yang tidak sama atau
mirip dengan pembicaraan makhluk. Sebab Kalam-Nya tidak menggunakan suara yang
muncul dari getaran udara atau akibat benturan atau gesekan antara benda yang
satu dengan yang lain, tidak pula dengan huruf yang bisa dituturkan dengan gerakan
bibir dan lidah.
Sesungguhnya A-Qur’an, Taurat, Injil dan Zabur adalah Kitab-kitab-Nya yang
diturunkan kepada Rasul-Nya. sesungguhnya Al-Qur’an yang dibaca dengan lisan,
yang tertulis dalam mushaf dan yang dihafal dalam hati sanubari, meski demikian
ia adalah tetap Qadim yang terkait dengan Dzat Allah yang Qadim,
yang tidak dapat dipisah pisahkan dengan memindahkan pada hati dan kertas.
Sesungguhnya Musa a.s. mendengar kalam Allah dengan tanpa suara dan huruf,
sebagaimana orang-orang bijak di akhirat nanti akan melihat Dzat Allah dengan
tanpa terdiri dari elemen (jauhar) maupun sifat yang ada pada jisim (‘aradh).
Apabila Dia memiliki sifat-sifat ini, maka Dia hidup dengan Sifat Hayat,
mengetahui dengan Sifat Ilmu, kuasa dengan Sifat Qudrat,
berkehendak dengan Sifat Iradat, mendengar dengan Sifat Sama’,
melihat dengan Sifat Bashar, berbicara dengan Sifat Kalam, tidak
sekedar dengan Dzat-Nya.
Wahdaniyah
Ketika kita memikirkan jagat raya ini, baik kejadian maupun seperangkat
aturannya dalam mengatur tata letak maupun cara kerja segenap makhluk di
dalamnya, maka kita merasa kagum. Yang ada di angkasa berupa bintang, rembulan,
matahari, dan planet-planet lain, atau yang di bumi berupa gunung, lautan,
fauna, dan flora, yang semuanya tidak saling berbenturan. Setiap planet
mempunyai aturan dan gerak masing-masing. Penelitian terhadap jagat raya ini
menunjukan bahwa semuanya tunduk pada satu aturan, dan semuanya merupakan
ciptaan yang sangat sempurna. Hal ini menunjukan bahwa Penciptanya adalah Esa,
sebab apabila Pencipta dan Pengatur jagat raya ini lebih dari satu, pasti akan
terjadi keributan yang mengakibatkan berbenturannya satu planet denga planet
lain sehingga rusaklah jagat raya. Inilah makna sifat yang di dalam ilmu tauhid
disebut wahdaniyah bagi Allah SWT, atau disebut juga tauhid Rububiyah.
Artinya adalah Esa, tidak ada yang menyekutui-Nya dalam kekuasaan, penciptaan,
serta pemerintahan.
Adanya Allah Yang Maha Esa, Maha Pencipta, Maha Pengatur segalanya, yang
tidak ada sekutu dalam rububiyah-Nya, maka secara logika mengharuskan
hanya Dia yang berhak dituju dalam peribadahan. Pengesaan Allah di dalam
beribadah di dalam ilmu tauhid disebut tauhid uluhiyah. Denga demikian,
terjalin ikatan antara tauhid uluhiyah dan tauhid rububiyah, yang
disatukan dalam istilah al-wahdaniyah “Pengesaan”.
Sifat wahdaniyah merupakan sifat Allah yang diseru oleh seluruh
rasul dan nabi. Sifat tersebut dapat diterima akal secara aksioma oleh siapa
saja yang mau sejenak menengok hakikat Rabbaniyah. Kita mengimani dengan
sepenuhnya bahwa Allah adlah Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Di
tangan-Nyalah terletak kekuasaan dan pengendalian segala makhluk di jagat raya.
Dia Maha Menguasai segala sekutu. Di tangan-Nya terletak segala urusan dan
perkara. Kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya.
Dengan demikian, terkumpul di dalam akidah kita hal-hal berikut:
a.
Asas tauhid rububiyah, yaitu Dialah ar-Rabb
langit dan bumi, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam penciptaan, pemeliharaan,
maupun pemanjangannya.
b.
Asas tauhid uluhiyah, yaitu pengakuan bahwa
hanya bagi Allah sajalah hak memerintah dan melarang, membuat aturan dan
menghukum. Hanya Dialah yang berhak dituju dan disembah, tidak menyekutukan-Nya
dengan apa pun. Dengan landasan tauhid uluhiyah, kita menyembah Allah
tanpa menyekutukan-Nya dengan apa pun sesuai dengan perintah-Nya tanpa menambah
atau menguranginya. Tauhid uluhiyah mengharuskan kita melaksanakn syariat Allah
SWT dalam segala perilaku, baik secara personal maupun kelompok. Allahlah yang
menciptakan makhluk, maka Dialah yang berhak menghukum. Ibadah kepada Allah
berarti menaati apa yang diperintah-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya.
Setiap hukum yang menyalahi atau yang bertentangan dengan hukum Allah berarti
menentang hukum Allah. Bila manusia taat kepada selain Allah, maka ia termasuk
syirik, yang bertentangan dengan tauhid uluhiyah. Sedangkan jika hal
tersebut dalam rangka mengikuti hawa nafsu, maka ia merupakan potret
penyembahan hawa nafsu.
Mukhalaftu lil-hawadits
Kita telah mengetahui dengan yakin bahwa setiap yang ada pasti ada yang
mengadakannya. Oleh karena itu, secara logika kita dapat menetapkan bahwa
tidaklah mungkin al-Khaliq Yang Mahakuasa termasuk materi yang mempunyai
sifat-sifat buatan atau yang semisalnya. Sebagaimana sangat mustahil al-Khaliq
itu memiliki istri, memiliki anak, butuh makan, butuh minum, butuh istirahat,
butuh tempat, dan butuh waktu, sebab Dialah yang menciptakan itu semua.
Bagaimana mungkin Dia juga membutuhkan semua itu? Jika al-Khaliq itu menyerupai
atau dapat diserupakan dengan apa saja di jagat raya, maka tentu Dia pun
membutuhkan pencipta. Mahasuci Allah dari anggapan demikian. Semua itu adalah
penjelasan makna sifat yang di dalam istilah tauhidd disebut “Sifat
bertentangan dengan kejadian” (mukhalafatu lil-hawadits).
Seluruh agama samawi mengajarkan penyucian al-Khaliq SWT. oleh
karena itu, tidak mungkin Tuhan digambarkan dalam sosok manusia, hewan, atau
apa saja yang ada di jagat raya ini. Sifat-sifat makhluk menunjukan adanya kejadian
dan itu menuntut adanya yang menjadikan, mempunyai permulaan, dan ada akhirnya.
Maka, wajiblah sifat al-Khaliq tidak ada permulaan bagi-Nya (al-Qidam)
dan tidak ada pula akhir bagi-Nya (al-Baqa). Di dalam asmaul husna
--yang terdapat di dalam riwayat yang masyhur-- Dia disebut al-Awwalu wa
al-Akhiru, artinya tidak ada yang mendahului-Nya dan tidak ada pula yang
mengakhiri-Nya.
Dalam hubungan ini, tampak adanya perbedaan yang sangat mencolok antara
akidah kaum muslimin dan akidah para penganut akidah yang menyimpang, yaitu
dalam tiga hal berikut:
a.
Prinsip Allah sebagai Zat Maha Menjadi Tujuan.
b.
Prinsip kemustahilan Allah beranak-pinak.
c.
Prinsip keesaan rububiyah dan uluhiyah-Nya dengan
sifat sempurna.
Qudrah
Kita mengetahui secara aksioma bahwa al-Khaliq Yang Mahaagung, Yang
Menciptakan segala sesuatu di jagat raya, harus memiliki kekuatan dan
kemampuan. Jika tidak, maka mustahil Dia dapat menciptakan segala-galanya di
jagat raya ini.
Al-Qudrah ‘kemampuan’ merupakan sifat yang dengan
sendirinya mempunyai pengaruh. Misalnya, mengadakan sesuatu yang mungkin,
meniadakannya, atau berbuat sesuatu terhadapnya.
Satu hal yang perlu digarisbawahi ialah, qudrah Allah dan
kekuatan-Nya tidak sama dengan qudrah dan kekuatan manusia. Sebab,
qudrah dan kekuatan-Nya adalah sempurna, tidak bergantung pada sesuatu apa pun
dan merupakan sifat uluhiyah. Sedangkan qudrah dan kekuatan manusia
terbatas lagi tidak sempurna.
Hayat
Hakikat dari pengaturan alam semesta ini telah memaksa –rela atau
tidak—para pakar ilmu alam untuk mengakui adanya satu kekuatan yang menguasai
alam raya. Mereka menamakan kekuatan yang mahadahsyat itu dengan sebutan
“Alam”. Dalam hal ini, mereka menghindari penelitian ilmiah yang objektif. Bila
kita menanyakan rahasia dunia ini kepada mereka, maka mereka hanya menjawab,
“itulah alam”.
Sementara itu, cendekiawan yang telah diterangi oleh keimanan akan berkata,
“Ada ‘sumber kekuatan’ yang menguasai dan mampu menciptakan kehidupan,
sebagaimana Dia juga ampu mematikan. Hidup merupakan sifat sempurna yang
mendasari sifat al-Ilmu, al-Iradah, serta al-Hikmah. Oleh karena
itu, tidak mungkin ‘kekuatan’ tersebut merupakan benda padat, dan secara logika
Dia harus merupakan ‘kekuatan’ yang mempunyai sifat al-Hayat atau
hidup”.
Hidup bagi “Kekuatan” itu –yang ditetapkan berdasarkan logika maupun
syariat—tidak mungkin disamakan dengan hidup kita sebagai makhluk, sebab
kehidupan kita mempunyai awal dan akhir, sedangakan hidup Allah azali dan
abadi. Hidup kita juga memerlukan syarat demi kelangsungannya, seperti makan
dan minum, sedangkan hidup-Nya tidak memerlukan bantuan siapa pun dan apa pun.
Siapa saja yang hidupnya memerlukan bantuan, maka berarti kekurangan. Adapun
Allah adalah mutlak Zat dan sifat-sifat-Nya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, Abu Hamid. 1999. Tauhidullah: Risalah Suci Hujjatul Islam. Surabaya:
Risalah Gusti.
Al-Maidani, Abdurrahman Hasan Habanakah. 1998. Pokok-pokok Akidah Islam.
Jakarta: Gema Insani
Press.
Fatih, Mukhlisul. 2012. Pengetahuan Islam Anak Muslim. Yogyakarta:
Oval.
BAB
II
PEMBAHASAN
Sifat-sifat yang wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah SWT
termasuk dalam aqidah yang 50 atau disebut dengan sifat yang 50.
Yang termasuk aqoidul khomsina (aqidah yg 50) adalah :
1. 20 sifat yang wajib bagi Allah
2. 20 sifat yang mustahil bagi Allah
3. 4 sifat yang wajib bagi rasul
4. 4 sifat yang mustahil bagi rasul
5. 1 sifat yang jaiz bagi Allah
6. 1 sifat yang Jaiz bagi rasul
A. Pengertian
1. Pengertian sifat wajib bagi Allah
Sifat wajib bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada dzat Allah sebagai kesempurnaan bagi-Nya. Allah adalah kholiq, dzat yang memiliki sifat yang tidak mungkin sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk-Nya
Sifat-sifat wajib bagi Allah itu diyakini melalui akal ( wajib aqli) dan berdasarkan dalil naqli ( Al Qur’an dan Hadits).
2. Pengertian sifat mustahil bagi Allah
Sifat mustahil bagi Allah adalah sifat yang tidak akan pernah ada pada dzat Allah SWT., sifat mustahil ini dinafikan oleh sifat-sifat yang wajib bagi Allah, dengan dalil aqal maupun dalil naqli.
3. Pengertian sifat jaiz bagi Allah
Sifat jaiz bagi Allah adalah sifat yang boleh ada pada dzat Allah dan boleh juga tidak ada pada dzat Allah.
B. Pembagian
Sifat-sifat yang wajib ada 20 sifat yang terbagi dalam 4 sifat global.
a. Sifat nafsiyah ( نفسية)
Sifat nafsiyah yang wajib bagi Allah adalah sifat wujud saja dan maknanya adalah pasti adanya. Mustahil bagi Allah bersifat ‘adam (tidak ada).
Dalil yang bisa didatangkan sebagai penjelasan bahwa Allah bersifat wujud adalah dengan mengatakan alam ini. Mengapa didalilkan dengan alam??.
Alam adalah baharu atau makhluk, artinya alam ini ada setelah diciptakan oleh Allah, dan secara otomatis aqal akan mengatakan bahwa “ ALLAH ADA, DAN DIA YANG MENGADAKAN ALAM INI”. Karena, yang diciptakan akan ada yang menciptakan. Bisa diqiyaskan, dengan mengatakan tidak mungkin sepotong roti ada tanpa ada yang membuatnya. Seperti itu pula alam, takkan ada jika tidak diciptakan oleh Allah. Karena Allah pencipta alam semesta.
Artinya : ”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia beristawa di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.( Al-A’râf: 54).
b. Sifat salbiyah
sifat yang menolak segala sifat-sifat yang tidak layak dan patut bagi Allah SWT, sebab Allah Maha sempurna dan tidak memiliki kekurangan.
Yang termasuk sifat salbiyah Allah adalah :
1. Qidam (terdahulu)
Sifat qidam (dahulu) adalah wajib bagi Allah. Artinya, bahwa Allah tidak ada permulaan bagi Nya dan wujud Allah tidak didahului sifatNya.
Allah berfirman :
Artinya : “ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Hadiid:3)
Lawan dari sifat qidam bagi Allah adalah hudus (baharu). Artinya sesuatu yang ada dikarenakan ketiadaannya sebelum ada tersebut.
Apabila Allah tidak merupakan dzat yang bersifat qidam, maka pasti Allah adalah dzat yang baharu. Sedangkan keberadaan yang baharu pasti ada yang membaharukan. Maka mustahil bagi Allah akan baharu, karena tidak ada yang membaharukan Allah. Jika adalah Allah itu baharu maka Allah akan membutuhkan pembaharu, dan pembaharu akan membutuhkan pembaharu yang diatasnya, maka kejadian ini adalah mustahil pada dzat Allah, karena Allah wajib bersifat wujud dan qidam dan mustahil bersifat baharu.
2. Baqo’ (kekal)
Sifat baqo’ adalah sifat yang wajib adanya didalam zat Allah. Artinya, bahwa Allah tidak ada akhir bagi Nya (kekal). Lawan dari sifat baqo’ adalah fana’ (binasa). Jika adalah Allah itu baharu niscaya akan berakhir , tersirnalah sifat qidam dan wujudnya Allah dan ini adalah mustahil pada dzat Allah taala.
Allah berfirman :
Artinya : ”Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (al-Qashash: 88).
3. Mukholafatuhu lil hawadis (tidak menyerupai makhlukNya)
Wajib bagi Allah memiliki sifat mukholafatuhu lil hawadis artinya tidak menyerupai makhluk. Maka, sifat ketidaksamaan Allah dengan makhluk merupakan suatu ibarat mengenai hilangnya sifat jism, sifat benda, sifat kulli (keseluruhan), sifat juz’I (sebagian) dan beberapa hal yang menetap pada Allah taala.
Apabila terlintas dalm hati kata-kata bahwa : kalaulah Allah itu tidak merupakan jism, benda, mempunyai bagian, maka bagaimana pula hakikat Allah ? maka jawabannya adalah :”tidak ada yang mampu mengerti akan hakikat Allah, kecuali Allah sendiri. Sebagai mana yang ditegaskan didalam al-quran :
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah dan Allahlah yang maha mendengar lagi maha melihat.” (Asy syura:11)
Oleh karena itu, Allah bukanlah jism yang bisa digambarkan atau benda yang sangat terbatas oleh ruang dan waktu.
Allah tidak mempunyai tangan, mata, telinga, dan lain-lain seperti yang dipunyai makhluk, karena Allah tidak menyerupai benda yang dapat diukur dan dapat dibagi-bagi.
Adapun lawan dari sifat ini adalah mumatsalah (menyerupai), karena jika Allah menyerupai niscaya Allah adalah baharu, dan ini adalah mustahil.
4. Qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri)
Wajib bagi Allah bersifar “qiyamuhu binafsihi(berdiri sendiri)”. Arti sifat ini dijelaskan melalui dua perkara.
1. Bahwa Allah tidak membutuhkan ruang yang akan ditempati.
2. Allah tidak membutuhkan ketentuan (aturan-aturan)
Lawan dari sifat ini adalah bahwa Allah bersifat qiyamu lighoirihi (berdiri dengan selainnya) artinya Allah membutuhkan ruang dan ketentuan. Apabila Allah mempunyai sifat seperti ini, maka sudah pastilah Allah tidak mempunyai sifat ma’ani dan ma’nawi yang wajib ada bagi Allah. Dan ini adalah batal.
Artinya : ”Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (al-Ankabut : 6).
5. Wahdaniyah (esa)
Wajib bagi Allah bersifat wahdaniyah dalam 3 perkara :
1. Wahdaniyah dalam sifat
2. Wahdaniyah dalam dzat
3. Wahdaniyah dalam af’al (perbuatan)
Dengan sifat wahdaniyah ini, maka akan menolak pada kam yang lima :
1. “Kam Muttasil” didalam dzat, ialah tersusunnya Allah dari beberapa bagian.
2. “Kam Munfasil” didalam dzat, ialah bilangan yang sekiranya terdapat tuhan kedua dan seterusnya. (point 1 dan 2 tertolak oleh sifat tunggal dzat)
3. “Kam muttashil” didalam sifat, ialah bilangan bagi sifat Allah dalam satu jenis seperti sifat qudrat dan sebagainya.
4. “Kam Munfasil” didalam sifat, ialah bila selain Allah mempunyai sifat yang menyerupai sifat Allah. Seperti zaid mempunyai sifat kuasa, dimana dengan sifat ini ia bisa mewujudkan atau meniadakan sesuatu. Dan sifat2 yang lain seperti iradat dan ilmu. (kedua poin ini juga ternafikan oleh tinggalnya sifat Allah)
5. “Kam Munfasil” dalam perbuatan, ialah apa yang dinisbatkan kepada selain Allah dengan jalan mencari dan meilih atau bekerja dan berusaha. Dan kam ini tertolak oleh sifat tunggal Allah didalam Af’al.
Adapun lawan wahdaniyah adalah ta’addud (berbilang).
Artinya : “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ’Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (al-Anbiya’: 22).
Banyaknya tuhan akan mengakibatkan hancurnya alam (alam tidak mungkin terbentuk).karena, adakalanya keduanya bersepakata atau adakalanya berselisih. Apabila keduanya bersepakat, tidak mungkin keduanya bisa mewujudkan ala mini secara bersamaan agar tidak terjadi pada dua reaksi pada satu sasaran. Dan tidak pula dapat mewujudkan ala mini dengan cara bergantian. Tidak mungkin bersekutu didalam mewujudkan alam dengan cara mendapatkan bagian setengan dan yang lain setengah. Dengan adanya persekutuan maka tampaklah kelemahan masing-masing.
Jika keduanya bertentangan sengan cara salah satu ingin mengadakan alam dan yang lain tidak, maka tidaklah mungkin dapat tercapai kehendak keduanya. Dan ini adalah mustahil bagi Allah Taala.
c. Sifat ma’ani
Yang termasuk sifat ma’ani adalah
1. Qudrat
Wajib bagi Allah mempunyai sifat qudrah. Dan sifat ini merupakan aplikasi dari sifat wujud yang telah dahulu dan selalu menetap pada dzat Allah. Dengan sifat qudrat ini, Allah akan mewujudkan atau meniadakan segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendakNya.
Sifat qudrat mempunyai tujuh ta’alluq (kebergantungan), yaitu :
a. Ta’alluq shuluhi qadim (kebergantungan yang bersifat lazim dizaman dahulu), yaitu lazim memiliki sifat qudrat dizaman dahulu yang mewujudkan dan atau meniadakan sesuatu pada saat hal itu mungkin adanya.
b. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan mewujudkan kemungkinan yang sebelumnya tidak ada.
c. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan meniadakan kemungkinan setelah wujudnya kemungkinan tersebut.
d. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan mewujudkan kemungkinan, seperti kebangkitan dari kubur.
Dan tiga ta’alluq qabdliah (kebergantungan yang ada dalam genggaman Allah),yaitu :
e. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan berlangsungnya perkara yang meungkin tetap tidak ada atau pada saat ada kemungkinan untuk wujud dan sebelum wujudnya.
f. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan berlangsungnya wujud yang mungkin, setelah tidak adanya.
g. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan berlangsungnya kemungkian tidak berwujud setelah wujudnya. Artinya, kemungkinan itu ada kemudian tidak ada.
Artinya : ”Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (al-Fatir: 44).
Lawan dari sifat qudrat adalah lemah (‘ajzu). Dan dalil sifat qudrat yang wajib bagi Allah adalaj wujud alam semesta ini. Apabila sifat qudrat, niscaya Allah lemah. Dan apabila Allah lemah, maka tak akan terwujud sesuatu. Dengan kata lain, semua dari makhluk ini tidak aka nada. Sedangkan tidak wujudnya sesuatu dari semua makhluk adalah mustahil, karena akan bertentangan dengan perasaan dan kenyataan yang telah ada. Hal ini tidak akan pernah mungkin terjadi, karena alam ini telah wujud.
2. Irodat
Wajub bagi Allah mempunyai sifat Iradat (berkehendak). Dengan sifat ini Allah menentukan perkara yang mungkin dengan sifat iradat itu, dalam arti sebagian perkara yang mungkin wujudnya. Adakalanya Allah mewujudkan atau meniadakan sesuatu sesuai dengan iradatnya.
Artinya : ” Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia.” (an-Nahl: 40).
Lawan dari sifat iradat adalah karohah (terpaksa) berarti tidak adanya sifat iradat.
Ta’alluqnya sifat iradat dan segala yang mungkin memiliki kesamaan dengan sifat qudrat-Nya. Akan tetapi, ta’alluqNya sifat qudrat merupakan ta’alluq yang mewujudkan dan meniadakan. Sedangkan ta’alluqnya sifat iradat adalah ta’alluq yang menentukan. Oleh karena itu, sifat iraadat tidak ada ta’alluqnya dengan perkara yang wajib dan mustahil.
Termasuk hal yang mungkin adalah perkara baik dan buruk. Oleh karena itu, tidak ada suatu kebaikan atau keburukan yang terjadi pada makhluk (seluruhnya), kecuali sengan iradat Allah. Karena tidak akan mungkin bila sesuatu yang terjadi pada makhluk ini secara terpaksa diadakan oleh Allah.
Berbeda dengan kaum mu’tazilah yang mengatakan bahwa sifat iradat Allah tidak ada ta’alluqnya dengan kebaikan dan keburukan.
Dalil ketetapan sifat iradat bagi Allah adalah adanya ala mini. Jelaslah jika Allah tidak mempunyai sifat iradat, sudah pasti Allah terpaksa. Jika Allah terpaksa, maka Allah tidak mempunyai sifat qudrat.
3. Ilmu
Wajib bagi Allah mempunyai sifat ilmu, yaitu sifat yang telah ada dan terdahulu serta menetap pada dzat Allah. Dengan sifat ilmu ini, Allah mengetahui sifat sifat yang wajib, mungkin, dan yang mustahil adanya dengan segala macam rincian yang terliput oleh Nya.
Oleh karena itu pula Allah mengetahui secara rinci pula mengetahui sesuatu dan tidak terbatas, seperti kesempurnaan sifat Nya mengatur nafas seluruh penghuni surga.
Adapun ta’alluq sifat ilmu hanya satu, yaitu ta’alluq dengan pelksanaan yang terdahulu. Dengan demikian, Allah mengetahui semua maklumat yang meliputi apa saja yang berlaku/ berjalan dimuka bumi sampai diatas langit.dan sekecil apapun dari yang melata dimuka bumi dan langit tidak akan terlepas dari pengetahuanNya.
Lawan dari sifat ilmu adalah jahil (bodoh).
Dalil ketetapan sifat ilmu yang wajib bagi Allah adalah adanya ala mini. Jelasnya, apabila Allah tidak bersifat ilmu, sudah jelas Allah mempunyai sifat bodoh. Dan itu adalah mustahil bagi Allah.
Artinya : “Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al An’aam:59]
4. Hayat
Wajib bagi Alah mempunyai sifat hayat atau hidup. Sifat ini yang membenarkan bahwa Allah mempunyai sifat ilmu, qudrat, iradat, sama’, basher dan kalam. Hidup disini terdapat pada zat Allah dan tidak disertai ruh seperti makhluk.
Lawan dari sifat ini adalah maut (mati). Rasa kantuk ataupun tidur tidak akamn ada pada Allah, begitu pula dengan kerusakan ataupun kematian.
Dengan adanya ala mini, jelaslah apabila Allah tidak mempunyai sifat hayat, maka pasti Allah bersifat maut. Dan jika Allah mempunyai sifat tersebut, maka Allah tidak akan kuasa, tidak menghendaki dan tidak mengetahui. Sedangkan tidak adanya Allah, akan tetapi mempunyai sifat qudrat, iradat, dan ilmu adalah muhal (mustahil)dan jika demikian, niscaya tidak akan wujud sesuatu dari alam semesta ini serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Artinya : ”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (al-Baqarah: 255).
Sifat ini tidak ada ta’alluqnya. Hanya saja, sifat hayat merupakan syarat logis didalam menetapkan sifat-sifat ma’ani. Maksudnya, dari wujudnya sifat ini menjadi kepastian akan wujudnya sifat-sifat ma’ani.
5. 6. Sama’ dan bashor
Wajib bagi Allah mempunyai sifat sama’ dan bashor (mendengar dan melihat). Kedua sifat ini adalah sifat yang dahulu dan menetap pada dzat Allah. Dengan kedua sifat ini, maka akan menjadi jelas semua yang ada, baik berbentuk zat, suara, warna dan lainnya.
Ta’alluq sifat sama’ dan bashor ada tiga
1. ta’alluq yang bersifat pelaksanaan (yang dahulu) yaitu hubungan sifat sama’dan bashor dengan dzat dan sifat Allah.
2. Ta’alluq yang bersifat perencanaan (yang dahulu), yaitu hubungan sifat sama’dan bashor dengan kita sebelum kita ada.
3. Ta’alluq yang bersifat pelaksanaan (yang baru), yaitu hubungan sifat sama’ dan bashor dengan kita setelah kita ada. Jadi hubungan sifat sama’ dan bashor hanyalah satu, sedangkan sifat adalah banyak dan hakikat-hakikat sama’ dan bashorpun berbeda-beda.
Artinya : “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku Maha mendengar dan Maha melihat”. (Thaha: 46).
Artinya : “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (as-Syura: 11).
Adapun lawan dari sifat sama’ dan bashor adalah tuli dan buta. Sifat tuli dan buta mustahil bagi Allah karena ini adalah sifat kekurangan sedangkan Allah maha sempurna dan tidak ada kekurangan sedikitpun.
7. Kalam
Wajib bagi Allah mempunyai sifat kalam (berbicara). Kalam Allah bukan dengan huruf dan tidak pula dengan suara. Teetapi Allah sendiri yang berkuasa mengucapkannya.
Mustahil bagi Allah bersifat bisu. Artinya tidak adanya sifat kalam dalam dzat Allah.
Artinya : ”…Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”. (An-Nisâ: 164).
Adanya firman ALLAH menjadi bukti bagi kita bahwa ALLAH memperhatikan kita sebagai hamba-Nya. Dengan perantara nabi dan rasul, ALLAH membimbing manusia untuk melakukan amal saleh sesuai yang diajarkan dalam kitab ALLAH.
Dari firman ALLAH juga, kita dapat mengetahui sejarah dan kisah umat-umat terdahulu, sehingga kita dapat mengambil hikmah, mengikuti yang haq dan meninggalkan yang bathil.
d. Sifat ma’nawi
Sifat Ma`nawiyah adalah sifat-sifat yang melazimi dari sifat Ma`ani, dengan kata lain sifat Ma`nawiyah adalah sifat yang wujud disebabkan adanya sifat Ma`ani, seperti Allah memiliki sifat kuasa, maka lazimlah Allah itu keadaannya Kuasa.
yang termasuk sifat ma’nawiyah adalah
1. Qadiran (maha Kuasa), adalah sifat yang selalu menetap pada qudrat Allah. Lawan dari qadiran adalah ‘ajizan(sangat lemah).
2. Muridan (maha Berkehendak), adalah sifat yang melazimi sifat iradat Allah. Lawan dari iradat adalah karihan (terpaksa)
3. ’alimann (maha Mengetahui), yang melazimi sifat ‘ilmu Allah. Lawan dari ‘aliman adalan jaahilan (bodoh).
4. Hayyan (maha hidup), yang melazimi sifat haayat Allah. Lawan dari hayyan adalah mayyitan (mati).
5. Sami’an (maha mendengar), yang melazimi sifat sama’ Allah. Lawan dari sami’an adalah a’ma (tuli)
6. Bashiran (maha melihat), yang melazimi sifat bashor Allah. Lawan dari bashiran adalah ashomma (buta)
7. Takliman (maha berbicara), yang melazimi sifat kalam Allah. Lawan dari takliman adalah abkam (bisu).
SIFAT SIFAT JAIZ BAGI ALLAH
Disamping sifat sifat wajib dan mustahil bagi allah ada lagi sifat boleh atau sifat jaiz yang dimiliki oleh Allah. Boleh atau mungkin bagi Allah menjadikan sesuatu itu ”ada” atau boleh atau mungkin membuatnya ”tidak ada”, maksudnya disini boleh melakukannya atau meninggalkannya. Allah sangat berkuasa untuk membuat sesuatu atau meninggalkannya. Contohnya, boleh atau mungkin bagi Allah menciptakan langit, bumi dan matahari dll dan dilain pihak boleh atau mungkin juga bagi Allah untuk tidak menciptakannya.
Tidak wajib bagi Allah membuat sesuatu seperti menghidupkan atau mematikan tapi Allah mempunyai hak muthlaq untuk memnghidupkan atau mematikan.
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan” (dengan Dia). (al-Qashash 6).
Yang termasuk aqoidul khomsina (aqidah yg 50) adalah :
1. 20 sifat yang wajib bagi Allah
2. 20 sifat yang mustahil bagi Allah
3. 4 sifat yang wajib bagi rasul
4. 4 sifat yang mustahil bagi rasul
5. 1 sifat yang jaiz bagi Allah
6. 1 sifat yang Jaiz bagi rasul
A. Pengertian
1. Pengertian sifat wajib bagi Allah
Sifat wajib bagi Allah adalah sifat yang harus ada pada dzat Allah sebagai kesempurnaan bagi-Nya. Allah adalah kholiq, dzat yang memiliki sifat yang tidak mungkin sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk-Nya
Sifat-sifat wajib bagi Allah itu diyakini melalui akal ( wajib aqli) dan berdasarkan dalil naqli ( Al Qur’an dan Hadits).
2. Pengertian sifat mustahil bagi Allah
Sifat mustahil bagi Allah adalah sifat yang tidak akan pernah ada pada dzat Allah SWT., sifat mustahil ini dinafikan oleh sifat-sifat yang wajib bagi Allah, dengan dalil aqal maupun dalil naqli.
3. Pengertian sifat jaiz bagi Allah
Sifat jaiz bagi Allah adalah sifat yang boleh ada pada dzat Allah dan boleh juga tidak ada pada dzat Allah.
B. Pembagian
Sifat-sifat yang wajib ada 20 sifat yang terbagi dalam 4 sifat global.
a. Sifat nafsiyah ( نفسية)
Sifat nafsiyah yang wajib bagi Allah adalah sifat wujud saja dan maknanya adalah pasti adanya. Mustahil bagi Allah bersifat ‘adam (tidak ada).
Dalil yang bisa didatangkan sebagai penjelasan bahwa Allah bersifat wujud adalah dengan mengatakan alam ini. Mengapa didalilkan dengan alam??.
Alam adalah baharu atau makhluk, artinya alam ini ada setelah diciptakan oleh Allah, dan secara otomatis aqal akan mengatakan bahwa “ ALLAH ADA, DAN DIA YANG MENGADAKAN ALAM INI”. Karena, yang diciptakan akan ada yang menciptakan. Bisa diqiyaskan, dengan mengatakan tidak mungkin sepotong roti ada tanpa ada yang membuatnya. Seperti itu pula alam, takkan ada jika tidak diciptakan oleh Allah. Karena Allah pencipta alam semesta.
Artinya : ”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia beristawa di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.( Al-A’râf: 54).
b. Sifat salbiyah
sifat yang menolak segala sifat-sifat yang tidak layak dan patut bagi Allah SWT, sebab Allah Maha sempurna dan tidak memiliki kekurangan.
Yang termasuk sifat salbiyah Allah adalah :
1. Qidam (terdahulu)
Sifat qidam (dahulu) adalah wajib bagi Allah. Artinya, bahwa Allah tidak ada permulaan bagi Nya dan wujud Allah tidak didahului sifatNya.
Allah berfirman :
Artinya : “ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Hadiid:3)
Lawan dari sifat qidam bagi Allah adalah hudus (baharu). Artinya sesuatu yang ada dikarenakan ketiadaannya sebelum ada tersebut.
Apabila Allah tidak merupakan dzat yang bersifat qidam, maka pasti Allah adalah dzat yang baharu. Sedangkan keberadaan yang baharu pasti ada yang membaharukan. Maka mustahil bagi Allah akan baharu, karena tidak ada yang membaharukan Allah. Jika adalah Allah itu baharu maka Allah akan membutuhkan pembaharu, dan pembaharu akan membutuhkan pembaharu yang diatasnya, maka kejadian ini adalah mustahil pada dzat Allah, karena Allah wajib bersifat wujud dan qidam dan mustahil bersifat baharu.
2. Baqo’ (kekal)
Sifat baqo’ adalah sifat yang wajib adanya didalam zat Allah. Artinya, bahwa Allah tidak ada akhir bagi Nya (kekal). Lawan dari sifat baqo’ adalah fana’ (binasa). Jika adalah Allah itu baharu niscaya akan berakhir , tersirnalah sifat qidam dan wujudnya Allah dan ini adalah mustahil pada dzat Allah taala.
Allah berfirman :
Artinya : ”Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (al-Qashash: 88).
3. Mukholafatuhu lil hawadis (tidak menyerupai makhlukNya)
Wajib bagi Allah memiliki sifat mukholafatuhu lil hawadis artinya tidak menyerupai makhluk. Maka, sifat ketidaksamaan Allah dengan makhluk merupakan suatu ibarat mengenai hilangnya sifat jism, sifat benda, sifat kulli (keseluruhan), sifat juz’I (sebagian) dan beberapa hal yang menetap pada Allah taala.
Apabila terlintas dalm hati kata-kata bahwa : kalaulah Allah itu tidak merupakan jism, benda, mempunyai bagian, maka bagaimana pula hakikat Allah ? maka jawabannya adalah :”tidak ada yang mampu mengerti akan hakikat Allah, kecuali Allah sendiri. Sebagai mana yang ditegaskan didalam al-quran :
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Allah dan Allahlah yang maha mendengar lagi maha melihat.” (Asy syura:11)
Oleh karena itu, Allah bukanlah jism yang bisa digambarkan atau benda yang sangat terbatas oleh ruang dan waktu.
Allah tidak mempunyai tangan, mata, telinga, dan lain-lain seperti yang dipunyai makhluk, karena Allah tidak menyerupai benda yang dapat diukur dan dapat dibagi-bagi.
Adapun lawan dari sifat ini adalah mumatsalah (menyerupai), karena jika Allah menyerupai niscaya Allah adalah baharu, dan ini adalah mustahil.
4. Qiyamuhu binafsihi (berdiri sendiri)
Wajib bagi Allah bersifar “qiyamuhu binafsihi(berdiri sendiri)”. Arti sifat ini dijelaskan melalui dua perkara.
1. Bahwa Allah tidak membutuhkan ruang yang akan ditempati.
2. Allah tidak membutuhkan ketentuan (aturan-aturan)
Lawan dari sifat ini adalah bahwa Allah bersifat qiyamu lighoirihi (berdiri dengan selainnya) artinya Allah membutuhkan ruang dan ketentuan. Apabila Allah mempunyai sifat seperti ini, maka sudah pastilah Allah tidak mempunyai sifat ma’ani dan ma’nawi yang wajib ada bagi Allah. Dan ini adalah batal.
Artinya : ”Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (al-Ankabut : 6).
5. Wahdaniyah (esa)
Wajib bagi Allah bersifat wahdaniyah dalam 3 perkara :
1. Wahdaniyah dalam sifat
2. Wahdaniyah dalam dzat
3. Wahdaniyah dalam af’al (perbuatan)
Dengan sifat wahdaniyah ini, maka akan menolak pada kam yang lima :
1. “Kam Muttasil” didalam dzat, ialah tersusunnya Allah dari beberapa bagian.
2. “Kam Munfasil” didalam dzat, ialah bilangan yang sekiranya terdapat tuhan kedua dan seterusnya. (point 1 dan 2 tertolak oleh sifat tunggal dzat)
3. “Kam muttashil” didalam sifat, ialah bilangan bagi sifat Allah dalam satu jenis seperti sifat qudrat dan sebagainya.
4. “Kam Munfasil” didalam sifat, ialah bila selain Allah mempunyai sifat yang menyerupai sifat Allah. Seperti zaid mempunyai sifat kuasa, dimana dengan sifat ini ia bisa mewujudkan atau meniadakan sesuatu. Dan sifat2 yang lain seperti iradat dan ilmu. (kedua poin ini juga ternafikan oleh tinggalnya sifat Allah)
5. “Kam Munfasil” dalam perbuatan, ialah apa yang dinisbatkan kepada selain Allah dengan jalan mencari dan meilih atau bekerja dan berusaha. Dan kam ini tertolak oleh sifat tunggal Allah didalam Af’al.
Adapun lawan wahdaniyah adalah ta’addud (berbilang).
Artinya : “Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ’Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (al-Anbiya’: 22).
Banyaknya tuhan akan mengakibatkan hancurnya alam (alam tidak mungkin terbentuk).karena, adakalanya keduanya bersepakata atau adakalanya berselisih. Apabila keduanya bersepakat, tidak mungkin keduanya bisa mewujudkan ala mini secara bersamaan agar tidak terjadi pada dua reaksi pada satu sasaran. Dan tidak pula dapat mewujudkan ala mini dengan cara bergantian. Tidak mungkin bersekutu didalam mewujudkan alam dengan cara mendapatkan bagian setengan dan yang lain setengah. Dengan adanya persekutuan maka tampaklah kelemahan masing-masing.
Jika keduanya bertentangan sengan cara salah satu ingin mengadakan alam dan yang lain tidak, maka tidaklah mungkin dapat tercapai kehendak keduanya. Dan ini adalah mustahil bagi Allah Taala.
c. Sifat ma’ani
Yang termasuk sifat ma’ani adalah
1. Qudrat
Wajib bagi Allah mempunyai sifat qudrah. Dan sifat ini merupakan aplikasi dari sifat wujud yang telah dahulu dan selalu menetap pada dzat Allah. Dengan sifat qudrat ini, Allah akan mewujudkan atau meniadakan segala sesuatu kemungkinan yang sesuai dengan kehendakNya.
Sifat qudrat mempunyai tujuh ta’alluq (kebergantungan), yaitu :
a. Ta’alluq shuluhi qadim (kebergantungan yang bersifat lazim dizaman dahulu), yaitu lazim memiliki sifat qudrat dizaman dahulu yang mewujudkan dan atau meniadakan sesuatu pada saat hal itu mungkin adanya.
b. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan mewujudkan kemungkinan yang sebelumnya tidak ada.
c. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan meniadakan kemungkinan setelah wujudnya kemungkinan tersebut.
d. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan mewujudkan kemungkinan, seperti kebangkitan dari kubur.
Dan tiga ta’alluq qabdliah (kebergantungan yang ada dalam genggaman Allah),yaitu :
e. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan berlangsungnya perkara yang meungkin tetap tidak ada atau pada saat ada kemungkinan untuk wujud dan sebelum wujudnya.
f. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan berlangsungnya wujud yang mungkin, setelah tidak adanya.
g. Ta’alluqnya sifat qudrat dengan berlangsungnya kemungkian tidak berwujud setelah wujudnya. Artinya, kemungkinan itu ada kemudian tidak ada.
Artinya : ”Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (al-Fatir: 44).
Lawan dari sifat qudrat adalah lemah (‘ajzu). Dan dalil sifat qudrat yang wajib bagi Allah adalaj wujud alam semesta ini. Apabila sifat qudrat, niscaya Allah lemah. Dan apabila Allah lemah, maka tak akan terwujud sesuatu. Dengan kata lain, semua dari makhluk ini tidak aka nada. Sedangkan tidak wujudnya sesuatu dari semua makhluk adalah mustahil, karena akan bertentangan dengan perasaan dan kenyataan yang telah ada. Hal ini tidak akan pernah mungkin terjadi, karena alam ini telah wujud.
2. Irodat
Wajub bagi Allah mempunyai sifat Iradat (berkehendak). Dengan sifat ini Allah menentukan perkara yang mungkin dengan sifat iradat itu, dalam arti sebagian perkara yang mungkin wujudnya. Adakalanya Allah mewujudkan atau meniadakan sesuatu sesuai dengan iradatnya.
Artinya : ” Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia.” (an-Nahl: 40).
Lawan dari sifat iradat adalah karohah (terpaksa) berarti tidak adanya sifat iradat.
Ta’alluqnya sifat iradat dan segala yang mungkin memiliki kesamaan dengan sifat qudrat-Nya. Akan tetapi, ta’alluqNya sifat qudrat merupakan ta’alluq yang mewujudkan dan meniadakan. Sedangkan ta’alluqnya sifat iradat adalah ta’alluq yang menentukan. Oleh karena itu, sifat iraadat tidak ada ta’alluqnya dengan perkara yang wajib dan mustahil.
Termasuk hal yang mungkin adalah perkara baik dan buruk. Oleh karena itu, tidak ada suatu kebaikan atau keburukan yang terjadi pada makhluk (seluruhnya), kecuali sengan iradat Allah. Karena tidak akan mungkin bila sesuatu yang terjadi pada makhluk ini secara terpaksa diadakan oleh Allah.
Berbeda dengan kaum mu’tazilah yang mengatakan bahwa sifat iradat Allah tidak ada ta’alluqnya dengan kebaikan dan keburukan.
Dalil ketetapan sifat iradat bagi Allah adalah adanya ala mini. Jelaslah jika Allah tidak mempunyai sifat iradat, sudah pasti Allah terpaksa. Jika Allah terpaksa, maka Allah tidak mempunyai sifat qudrat.
3. Ilmu
Wajib bagi Allah mempunyai sifat ilmu, yaitu sifat yang telah ada dan terdahulu serta menetap pada dzat Allah. Dengan sifat ilmu ini, Allah mengetahui sifat sifat yang wajib, mungkin, dan yang mustahil adanya dengan segala macam rincian yang terliput oleh Nya.
Oleh karena itu pula Allah mengetahui secara rinci pula mengetahui sesuatu dan tidak terbatas, seperti kesempurnaan sifat Nya mengatur nafas seluruh penghuni surga.
Adapun ta’alluq sifat ilmu hanya satu, yaitu ta’alluq dengan pelksanaan yang terdahulu. Dengan demikian, Allah mengetahui semua maklumat yang meliputi apa saja yang berlaku/ berjalan dimuka bumi sampai diatas langit.dan sekecil apapun dari yang melata dimuka bumi dan langit tidak akan terlepas dari pengetahuanNya.
Lawan dari sifat ilmu adalah jahil (bodoh).
Dalil ketetapan sifat ilmu yang wajib bagi Allah adalah adanya ala mini. Jelasnya, apabila Allah tidak bersifat ilmu, sudah jelas Allah mempunyai sifat bodoh. Dan itu adalah mustahil bagi Allah.
Artinya : “Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al An’aam:59]
4. Hayat
Wajib bagi Alah mempunyai sifat hayat atau hidup. Sifat ini yang membenarkan bahwa Allah mempunyai sifat ilmu, qudrat, iradat, sama’, basher dan kalam. Hidup disini terdapat pada zat Allah dan tidak disertai ruh seperti makhluk.
Lawan dari sifat ini adalah maut (mati). Rasa kantuk ataupun tidur tidak akamn ada pada Allah, begitu pula dengan kerusakan ataupun kematian.
Dengan adanya ala mini, jelaslah apabila Allah tidak mempunyai sifat hayat, maka pasti Allah bersifat maut. Dan jika Allah mempunyai sifat tersebut, maka Allah tidak akan kuasa, tidak menghendaki dan tidak mengetahui. Sedangkan tidak adanya Allah, akan tetapi mempunyai sifat qudrat, iradat, dan ilmu adalah muhal (mustahil)dan jika demikian, niscaya tidak akan wujud sesuatu dari alam semesta ini serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada.
Artinya : ”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (al-Baqarah: 255).
Sifat ini tidak ada ta’alluqnya. Hanya saja, sifat hayat merupakan syarat logis didalam menetapkan sifat-sifat ma’ani. Maksudnya, dari wujudnya sifat ini menjadi kepastian akan wujudnya sifat-sifat ma’ani.
5. 6. Sama’ dan bashor
Wajib bagi Allah mempunyai sifat sama’ dan bashor (mendengar dan melihat). Kedua sifat ini adalah sifat yang dahulu dan menetap pada dzat Allah. Dengan kedua sifat ini, maka akan menjadi jelas semua yang ada, baik berbentuk zat, suara, warna dan lainnya.
Ta’alluq sifat sama’ dan bashor ada tiga
1. ta’alluq yang bersifat pelaksanaan (yang dahulu) yaitu hubungan sifat sama’dan bashor dengan dzat dan sifat Allah.
2. Ta’alluq yang bersifat perencanaan (yang dahulu), yaitu hubungan sifat sama’dan bashor dengan kita sebelum kita ada.
3. Ta’alluq yang bersifat pelaksanaan (yang baru), yaitu hubungan sifat sama’ dan bashor dengan kita setelah kita ada. Jadi hubungan sifat sama’ dan bashor hanyalah satu, sedangkan sifat adalah banyak dan hakikat-hakikat sama’ dan bashorpun berbeda-beda.
Artinya : “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku Maha mendengar dan Maha melihat”. (Thaha: 46).
Artinya : “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (as-Syura: 11).
Adapun lawan dari sifat sama’ dan bashor adalah tuli dan buta. Sifat tuli dan buta mustahil bagi Allah karena ini adalah sifat kekurangan sedangkan Allah maha sempurna dan tidak ada kekurangan sedikitpun.
7. Kalam
Wajib bagi Allah mempunyai sifat kalam (berbicara). Kalam Allah bukan dengan huruf dan tidak pula dengan suara. Teetapi Allah sendiri yang berkuasa mengucapkannya.
Mustahil bagi Allah bersifat bisu. Artinya tidak adanya sifat kalam dalam dzat Allah.
Artinya : ”…Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”. (An-Nisâ: 164).
Adanya firman ALLAH menjadi bukti bagi kita bahwa ALLAH memperhatikan kita sebagai hamba-Nya. Dengan perantara nabi dan rasul, ALLAH membimbing manusia untuk melakukan amal saleh sesuai yang diajarkan dalam kitab ALLAH.
Dari firman ALLAH juga, kita dapat mengetahui sejarah dan kisah umat-umat terdahulu, sehingga kita dapat mengambil hikmah, mengikuti yang haq dan meninggalkan yang bathil.
d. Sifat ma’nawi
Sifat Ma`nawiyah adalah sifat-sifat yang melazimi dari sifat Ma`ani, dengan kata lain sifat Ma`nawiyah adalah sifat yang wujud disebabkan adanya sifat Ma`ani, seperti Allah memiliki sifat kuasa, maka lazimlah Allah itu keadaannya Kuasa.
yang termasuk sifat ma’nawiyah adalah
1. Qadiran (maha Kuasa), adalah sifat yang selalu menetap pada qudrat Allah. Lawan dari qadiran adalah ‘ajizan(sangat lemah).
2. Muridan (maha Berkehendak), adalah sifat yang melazimi sifat iradat Allah. Lawan dari iradat adalah karihan (terpaksa)
3. ’alimann (maha Mengetahui), yang melazimi sifat ‘ilmu Allah. Lawan dari ‘aliman adalan jaahilan (bodoh).
4. Hayyan (maha hidup), yang melazimi sifat haayat Allah. Lawan dari hayyan adalah mayyitan (mati).
5. Sami’an (maha mendengar), yang melazimi sifat sama’ Allah. Lawan dari sami’an adalah a’ma (tuli)
6. Bashiran (maha melihat), yang melazimi sifat bashor Allah. Lawan dari bashiran adalah ashomma (buta)
7. Takliman (maha berbicara), yang melazimi sifat kalam Allah. Lawan dari takliman adalah abkam (bisu).
SIFAT SIFAT JAIZ BAGI ALLAH
Disamping sifat sifat wajib dan mustahil bagi allah ada lagi sifat boleh atau sifat jaiz yang dimiliki oleh Allah. Boleh atau mungkin bagi Allah menjadikan sesuatu itu ”ada” atau boleh atau mungkin membuatnya ”tidak ada”, maksudnya disini boleh melakukannya atau meninggalkannya. Allah sangat berkuasa untuk membuat sesuatu atau meninggalkannya. Contohnya, boleh atau mungkin bagi Allah menciptakan langit, bumi dan matahari dll dan dilain pihak boleh atau mungkin juga bagi Allah untuk tidak menciptakannya.
Tidak wajib bagi Allah membuat sesuatu seperti menghidupkan atau mematikan tapi Allah mempunyai hak muthlaq untuk memnghidupkan atau mematikan.
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan” (dengan Dia). (al-Qashash 6).
0 Comments:
Post a Comment