Header Ads

23 December 2016

Takdir



 

Definisi Takdir
Takdir atau qadar menurut arti bahasa maksudnya ukuran, batasan atau ketentuan.
Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan serba berukuran (Al-Qamar 54:59). 
Taqdir menurut istilah ialah  peraturan yang dibuat Tuhan untuk segala yang maujud di alam semesta, yang merupakan undang-undang umum atau kepastian-kepastian yang berkaitan di dalamnya antara sebab dengan musababnya atau antara sebab dan akibatnya.[1]
Abu Hanifah : takdir adalah “ ketetapan Allah atas segala makhluknya yang mencakup baik buruknya”
Para ulama memahami takdir sebagai ketetapan Allah yang bersifat azali, akan tetapi di sisi lain mereka juga mengakui adanya takdir pada manusia diciptakan di dalam kandungan (berkaitan dengan umur, rizki, ajal, bahagia, susah bagi manusia), yang mengandung arti hadits atau baru dan bukan azali, sebuah pemahaman yang bertentangan dengan pemahaman yang pertama. Takdir juga dibagi menjadi dua hal yang saling berlawanan (binary oposition), yaitu tetap  (mubram, hatami, dan musayyar) dan berubah (ghairu mubram atau mu’allaq, ghairu hatami, mukhayyar). Hal ini mengandaikan adanya sesuatu (di dunia ini) yang yang tidak bisa berubah. Padahal segala sesuatu yang ada didunia ini saling pengaruh mempengaruhi dan akan hancur, yang ini berarti segala sesuatu itu bisa berubah dan akan selalu berubah hingga sampai pada kehancurannya.[2]
Seperti firman Allah dalam Q.S. Ar-Ra’du: 11 bahwasannya,

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ (11

Artinya:
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.(13: 11)
Pada arti surat yang digarisbawahi menjelaskan bahwa, hal tersebut berkaitan dengan peristiwa alami, yang berada di luar ikhtiar manusia. Namun nasib umat manusia, baik individu maupun sosial, berada di tangan manusia sendiri dan hendaknya manusia tidak berharap bahwa Allah akan menyerahkan utusan penentuan nasib tersebut kepada para malaikat. Seandainya akan terjadi perubahan dalam sistem masyarakat seperti perubahan kondisi masyarakat yang rusak menjadi masyarakat baik dan sistem keadilan menggantikan kezaliman, maka hendaknya manusia tidak menunggu mukjizat dari Allah Swt.
 Nasib setiap masyarakat ditentukan oleh anggota masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang baik akan mendapat curahan berkah dari Allah Swt, dan sebaliknya masyarakat yang menyimpang mendapat murka dan azab Tuhan.
Suatu taqdir dapat diketahui setelah dilakukan oleh manusia, apakah itu taqdir baik atau buruk. Namun manusia dapat menjalankan perbuatan untuk memperoleh taqdir baik dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah.
Selain itu, dalam Al-Qur’an, masalah qadar atau takdir berkali-kali disebutkan, antara lain: “…Segala sesuatu itu di sisi Tuhan adalah dengan ketentuan takdir.”  (Q.S. Ar-Ra’d: 8); “Dan tidak ada sesuatu apa pun. Melainkan di sisi Kami-lah perbendahraannya dan Kami turunkan itu dengan takdir yang dipastikan” (Q.S. Al-Hijr: 21); “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdir.” (Q.S. Al-Qamar: 49)
Yang dapat diambil kesimpulan dari ayat-ayat yang tertera di atas itu bahwa maksud dan makna kadar atau takdir itu ialah suatu peraturan yang tertentu yang telah dibuat oleh Allah swt. untuk segala yang ada dalam alam semesta yang maujud ini. Jadi peraturan-peraturan tersebut adalah yang merupakan undang-undang umum atau kepastian-kepastian yang diikatkan di dalamnya antara sebab dengan musababnya, juga antara sebab dan akibatnya.
Takdir dapat juga dipahami sebagai “hukum Allah”. Hukum yang ditetapkan dan dibangun berdasarkan “kekuatan, daya, potensi”, “ukuran”, dan “batasan” tertentu yang ada pada sesuatu. Setiap unsur terkecil di alam semesta memiliki hukum atau takdirnya masing-masing yang telah dijelaskan maupun dituliskan pula oelh Allah di lauh Mahfudz.
Definisi Freewill (Kehendak Bebas)
Kehendak bebas atau freewill adalah kemampuan untuk menyeleksi suatu langkah tindakan sebagai sarana pemenuhan sejumlah hasrat.
Menurut para filosof, freewill adalah kepasitas tertentu dari pola pikir rasional untuk memilih sejenis tindakan dari berbagai alernatif atau pilihan-pilihan yang ada”. Atau “kemampuan pola pikir untuk membuat pilihan atau memilih satu dari banyak pilihan”.
Sedangkan menurut para psikolog, freewill adalah seperangkat kemampuan internal untuk mengontrol perilaku individu.
Dalam pandangan islam, manusia memiliki sikap freewill yaitu tabiat memilih yang dilakukan manusia (makhluk Allah) yang dianugerahkan otak untuk berfikir, dengan memilah atau memilih hal yang diperbolehkan untuk dilaksanakan maupun yang dijauhi oleh diri manusia. Freewill  terbagi menjadi dua, yaitu
a)      Perbuatan yang merupakan Freewill manusia
Suatu perbuatan manusia yang akan dimintai pertanggungjawbannya, karena atas dasar memilih perbuatan yang baik maupun yang buruk.
Sebagai contoh: *        kehendak/ keputusan seorang wanita muslim tetap istiqomah mengenakan jilbab di Negara minoritas Islam.

b)      Perbuatan di luar kontrol manusia yang terjadi pada diri kita (Qodho)
Merupakan kehendak Alloh yang tidak akan dimintai pertanggung jawaban.
Sebagai contoh: *        perkiraan seorang dokter untuk kelahiran seorang anak bisa jadi tepat bisa pula meleset, karena hal tersebut merupakan karunia Allah.
Manusia dikaruniai Allah akal, yang digunakan untuk berfikir. Dengan berfikir manusia hendaknya dapat memilih kehendak yang baik atau positif maupun yang buruk atau negatif.
Setelah Memahami Konsep Takdir dan Frewill diharapkan,
  1. Hendaknya mengamati dan mengenali (recognize) perbuatan-perbuatan kita yang masih ada upaya untuk bisa dipilih dan selalu mengkaitkan perbuatan kita dengan hukum-hukum Allah (ikhtiar). Hal ini disebabkan Allah akan menghisab semua perbuatan yang bisa kita pilih dan upayakan.
  2. Berusaha lebih proaktif dan merencanakan secara matang mengenai perbuatan yang akan kita lakukan. Hal ini perlu dilakukan agar kita tidak melakukan maksiat atau kesalahan di sisi Allah
  3. Manusia memiliki free will dan Allah akan meminta pertanggung jawaban perbuatan yang bisa kita pilih
  4. Perbuatan-perbuatan yang tidak ada pilihan bagi kita dan tidak berasal dari kita, maka itu sudah ditetapkan oleh Allah (Qodho Allah). Manusia tidak akan dimintai pertanggung jawaban mengenai perbuatan ini. Kita harus menerima Qodho Allah dengan senang hati, meskipun itu buruk atau baik bagi kita.
  5. Setelah kita mengetahui pemahaman mengenai free will dan Qodho Allah ini, maka seharusnya keimanan kita semakin kuat dan menjadikan kita untuk lebih bekerja keras dan di saat yang sama kita tidak perlu khawatir akan apa yang terjadi pada kita nantinya. Asalkan kita bekerja keras sesuai dengan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, maka kita akan lebih dimudahkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kita.
  6. Fokus perhatian utama seorang muslim adalah di dalam kehidupan dirinya, dia harus waspada terhadap pilihan-pilihan dia.
  Referensi:
1)      Sirait, Sangkot, Tauhid, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga, 2013)
2)       Chirzin, Muhammad, Konsep & Hikmah Akidah Islam, (Yogyakarata: Mitra          Pustaka), 1997
3)      Pokdja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Tauhid, (Yogyakarta: Pokdja Akademik UIN Sunan Kalijaga), 2005



[1] Muhammad Chirzin, Konsep & Hikmah Akidah Islam, (Yogyakarata: Mitra Pustaka), hal. 105
[2] Pokdja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Tauhid, (Yogyakarta: Pokdja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005), hal. 41 dan 44

0 Comments:

Post a Comment