Header Ads

23 December 2016

ASMA AL-HUSNA AL-MALIK

ASMA AL-HUSNA
AL-MALIK
(Maha Raja/yang Maha Berkuasa)
Oleh:
Eka Ilmi Utami (13410053)
PAI / IV B

A.   Pengertian Asma Al-Husna
Asma Al-husna adalah nama-nama Allahyang indah dan baik. Asma berarti nama dan husna berarti yang baikatau yang indah,jadi asmaul husna adalah nama-nama milik Allah yang baik lagi indah.
Asmaul husna secara harfiah adalah nama-nama, sebutan, gelar dan agung sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Nama-nama Allah yang agung dan mulia itu merupakan suatu kesatuanyang menyatu dalam kebesaran dankehebatan milik Allah.
Para ulama berpendapat bahwa kebenaranadalahkonsistensidengan kebenaran yang lain. Dengan cara ini,umat muslim tidak akan mudah menulis “Allah adalah.......... “ ,karena tidak ada satu hal pun yang dapat disetarakan dengan Allah, akan tetapi harus mengerti dengan hati dan keterangan Al-qur’an tentang Allah ta’ala. Pembahasan berikut hanyalah pembahasan yang disesuaikan dengan konsep akal kita yang sangat terbatas ini. Semua kata yang ditujukan pada Allah harus dipahami keberbedaannya dengan penggunaan wajar kata-kata itu. Allah itu tidak dapat dimisalkan atau dimiripkan dengan segala sesuatu, seperti tercantum dalam surat Al-Ikhlas : “ Katakanlah: Dia-lah allah, yang Maha esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan , dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia”. (Al-Ikhlas 112 : 1-4)
Para ulama menekankan bahwa Allah adalah sebuah nama kepada Dzat yang pasti ada namanya. Semua nilai kebenaran mutlak hanya ada (dan bergantung) pada-Nya.

B.   Al-Malik
Ø  Pengertian Al-Malik
Setelah Ar-rahman dan Ar-Rahim, sifat allah yang menyusul keduanya adalah Al-Malik, yang secara umum diartikan raja atau penguasa. Kata “Malik” terdiri dari huruf-huruf Mim, Lam, Kaf yang rangkaiannya mengandung makna kekuatan dan keshahihan. Kata itu pada mulanya berarti ikatan dan penguatan. Kata ini terulang dalam al-qur’an sebanyak lima kali.
Al-Malik mengandung arti penguasaan terhadap sesuatu disebabkan oleh kekuatan pengendaian dan keshahihannya. “Malik” yang biasa diterjemahkan dengan raja adalah “yang menguasai dan menangani perintah dan larangan, anugerah dan pencabutan” dan karena itu biasanya kerajaan terarah kepada manusia, tidak kepada barang yang sifatnya tidak dapat menerima perintah dan larangan.
Dalam Al-qur’an tanda-tanda kepamilikan kerajaan adalah kehadiran banyak pihak kepada-Nya untuk memohon agar dipenuhi kebutuhannya atau untuk menyampaikan persoalan-persoalan besar agar dapat tertanggulangi. Alla SWT melukiskan betapa Yang Maha Kuasa itu melayani kebutuhan makhluknya. Firman-Nya : “Setiap yang dilangit dan di bumi bermohon kepada-Nya. Setiap saat Dia dalam kesibukan (memenuhi kebutuhan mereka).” (Q.s. Ar-Rahman: 55 : 29)
Allah juga Penguasa dan raja dalam kehidupan dunia. Bukankah telah ditegaskan oleh-Nya bahwa, “Allah yang menganugerahkan kerajaan-Nya (di dunia ini) kepada siapa Dia kehendaki dan Dia Maha luas anugerah-Nya lagi Maha Mengetahui” (Q.s. Al-Baqarah 2 :247). Namun sekali lagi ditegaskan bahwa kekuasaan dan kerajaanNya di dunia ini, tidak dirasakan oleh semua makhluk serta tidak menonjol di hari kemudian nanti. Karena itu di dunia ini ada saja diantara mereka yang membangkang bahkan ada saja yang mengaku sebagai Tuhan.
Allah adalah Raja dn Penguasa lahir dan batin.
Imam Ghozali menjelaskan arti “malik”yang merupakan salah satu asma’ Al-husna dengan menyatakan bahwa “Malik” adalah, “Yang tidak butuh pada zat dan sifat-Nya segala yang wujud, bahkan Dia adalah yang butuh kepada-Nya segala sesuatu yang menyangkut segala sesuatu, baik pada zatnya, sifatnya, wujudnya dan kesinambungan eksistensnya. Bahkan wujud segala sesuatu, bersumber dari-Nya. Maka segala sesuatu selain-Nya menjadi milik-Nya dalam zat dan sifat-Nya dan membutuhkan-Nya. Demikian itulah Raja yang mutlak”.
Di sini terlihat kaitan yang erat antara kerajaan dan kekayaan.
Ada perbedaan antara “Malik” yang berarti “raja” dan “Malik” yang diartikan “pemilik”. Seorang pemilik, belum tentu seorang raja,sebaiknya pemilikan seramg raja biasanya melebihi pemilikan pemilik yang bukan raja.[1]
Para hamaba Allah yang mengenal mereka, dan menemukan makna nama Tuhan di dalam diri mereka sendiri, akan tenang dalammenghadapi gejolakkarena memercayai nasib mereka, kedudukan mereka yang tinggi, danketenaran yang mereka miliki. Orang-orang yang menjadikan raja-raja duniawi sebagai tuhan tidak berharap pada Tuan dari tuan mereka. Semuanya akan mengetahui bahwa mereka (raja-raja dunia) tidak memiliki kekuasaan apa-apa di kerajaan ilahi ini, tetapi ada Penguasa mutlak yang melihat “ seekor semut hitam yang merayap di atas batu hitam di malam hari yang gelap gulita”,demikian perasaan tersembunyiyang melintas di dalam akala dan hati. Segala yang ada pada kita dan segala yang kita lakukan disaksikan dan dicatat; semuanya akan dierhitungkandi hri kiamat.
Orang yang mengenal al-Malik, meskipun dia itu orang raja, akan menyadari bahwa dia tidak lebih dari seorang penggembala yang untuk sementara ditugaskan menjaga ternak yang bukan miliknya. Atas keikhlasan, kerja keras, da pengabdiannya dia boleh berharap imbalan pada majikannya. Jika dia seorang pengembala yang buruk, yang membunuh dan memakan anak domba, meminum semua susunya, membiarkan serigala menyerang ternak itu, tentu dia akan dihukum. Jika tugasnya sebgai penggembaa berakhir, dia harus memberikan pertanggungjawaban. Lebih baik membereskan tugas sebelum tiba hari yang di dalamnya mereka harus tunduk.
‘Abd Al-Malik adalah orang yang merasa cukup dengan Tuhannya. Di tidak membutuhkan apapun dan siapapun kecuali dari Tuhannya. Manusia yang mencapai tingkatan seperti itu diberikan kekuatan dan kekuasaan atas kehidupan dan perbuatan mereka sendiri. Tuhan menetapkan mereka sebagai khalifah-Nya, penguasa di wilayah mereka sendiri, karena kerejaan mereka adalah dirinya sendiri. Yang menjadi urusan kita adalah lidah kita, mata kita, tangan kita, dan anggota badan kita yang lain. Bala tentara kita adalah ambisi kita, hasrat kita, nafsu kita, amarah kita. Jika kita mampu mengendalikannya, dan jika semua itu patuh kepada kita, tentu Allah akan mengizinkan kita untuk menguasai kehidupan manusia lain. Oleh karena itu, ‘Abd al- Malik seorang hamba yang telah diberikan kekuatan dan kekuasaan atas kehidupan dan perbuatanmereka sendiri maupun atas kehidupan orang lain sesuai dengan aturan dan kehendak Allah. Manifestasi nama ya Malik, Raja seluruh alam semesta, pada diri seorang hamba Allah adalah sifat paling itabah dan paling kuat yang ada dalam diri manusia.
Jika seseorang benar-benar mencapai tingkatan dimana Tuhan sudah cukup baginya dan tetap mengingat nama ini, niscaya dia akan dikagumi dan dihormati oleh setiap orang.[2]

Ø  Alasaan mengapa Dia lebih berhak menjadi Raja di hari kiamat.
Allah telah mengkhususkan diri-Nya bahwa Dia adalah zat yang merajai pada hari kiamat dalam surat al-Fatikhah. Allah berfirman: “Maliki yaum ad-diin.” Dalam qiraat yang lain “Maliki yaum ad-diin.” Dua qiraat tersebut sama benarnya.
Adapun alasan yang membuatAllah melebihkan diri-Nya sebagai Raja pada hari kiamat adalah:
Pertama: Karena pada hari itu Allah menggantikan langit dan bumi dengan langit dan bumi lainnya. “(Yaitu) pada hari ketika bumi diganti dengan bumi yang lain (demikian pula) dan mereka semuanya (di padang Makhsyar) berkumpul menghadap kehadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.” (Q.Sibrahim : 48) sampai Allah mengingatkan kepada para hamba bahwalangit dan bumi adalah kepunyaan-Nya, Allah yang memiliki keduanya.
Kedua: Di kehidupan dunia ini, manusia mempunyai kesamaan sifat (dengan Allah) yaitu memiliki. Manusia memiliki barang dagangan, istana-istana, kebun-kebun,emaas dan perak, tapi masalahnya mereka akan kehilangan yang mereka miliki itu, atau semua barang milik itu akan hilang dengan meninggalkannya. Dengan demikian ia adalah pemilik yang semu, sebagai pinjaman dan harus dikembalikan. Di hari kiamat, semua itu bukan lagi miliknya.pada hari itu manusia akan dikumpulkan dalam keadaan telanjang, tak beralas kaki, dan belum khitan.

Ø  Orang yang Paling Sombong di Hadapan Allah adalah yang Menamakan Dirinya Raja Diraja.
Hal yang wajib dilakukan oleh orang yang mengetahui bahwa Allah adalah Zat yang mempunyai segala sesuatu adalah tunduk kepada keagungan dan kekuasaan Allah. Oleh karena itu Allah akan murka kepada setiap orang yang menamakan dirinya dengan raja diraja, hakim dari segala hakim, atau penguasa dari semua penguasa. Karena yang berhak mendapatkan julukan tersebut hanyalah Allah sendiri. Telah dijelaskan dalam dua kitab Shahih Bukhari dan Muslim, diriwayatkan dari Abu Hurairah: Rasullulah SAW bersabda, “Sesungguhnya nama yang paling jelek yang dipakai oleh seseorang besok pada hari kiamat adalah nama raja diraja.” (HR. Bukhari: 6205 dan 6206)[3]

Ø  Pujian Rosullulah saw kepada Tuhannya dengan Menggunakan Nama al-Mulk (Raja)
Rasullulah saw selalu memuji Allah dengan menggunakan nama al-Mulk, seakan-akan hal itu adalah merupakan pengakuan beliau bahwa Dia adalah Zat yang mempunya seluruh kerajaan.[4]

Ø  Manfaat Al-Malik
Tidak ada yang berkuasa daripada-Nya. Jika didunia ini kita banyak menjumpai orang yang berkuasa, memiliki kewenangan dan jabatan 6yang tinggi, memiliki kewenangan dan kekuasaan mengatur segala sesuatu, maka Allah lebih kuat dan lebih berkuasa dari semua itu.
Manfaat dari Al-Malik diantaranya:
1.      Meningkatkan wibawa dan daya kepemimpinan.
Apabila seseorang mewiridkan membaca Yaa Malik sebanyak-banyknya atau minimal 100 x secara ritin setiap hari sesudah sholat wajib, niscaya Allah akan membangkitkan sifat kepemimpinan padanya. Setiap orang akan merasa segan dan tunduk padanya, gerak geriknya berwibawa, ucapannya mengandung pengaruh yang menyebabkan orangcenderung untuk tunduk dan mematuhinya.
2.      Memudahkan meniti karir atau meraih jabatan tertentu.
3.      Mendapat kemuliaan di hari kebangkitan.
Orang yang mewiridkan alimat “Yaa Malik”,  di hari berbangkit atau padang mahsyar kelak akan dijadikan Allah sebagai orang yang mulia dan terhormat, Allah akan memperlakukannya sebagai raja yang mulia, bebas dari kekalutan, kehinaan dan kepanikan yang banyak dialami manusia di hari itu. Allah memuliakannya sebagaimana ia memuliakan Allah selama hidup di dunia. Jika di dunia ini kita banyak menjumpaiorang yang berkuasa dan memiliki kewenangna melakukan sesuatu, maka di padang Mahsyar Dialah Allah penguasa tunggal, tidak ada yang berkuasa selain Dia, di hari itu Dia akan memberi kemuliaan dan penghormatan kepada siapa yang Ia kehendaki.
Ø  Implikasi Al-Malik
Dia lah Pemilik alam semesta, Pemilik selurh makhluk, dan Mahakuasa. Allah satu-satunya Penguasa seluruh alam semesta, baik alam nyata maupun alam ghaib, dan Penguasa seluruh makhluk sejak awal hingga akhir. Tak ada yang serupa dengan-Nya karena Dia-lah Pencipta Kerajaan-Nya yang diciptakan-Nya dari ketiadaan. Hanya Dialah yang mengetahui luas Kerajaan-Nya, jumlah penduduk-Nya, dan kekuatan pasukan-Nya.
Implikasi dari Al-Malik bagi seorang hamba Allah yang mengenal Tuan mereka, denagn menemukan nama Tuhan di dalam diri mereka sendiri, akan bersikap tenang, dalam menghadapi gejolak karena memercayai nasib mereka, kedudukan mereka yang tinggi, dan ketenaran yang mereka miliki. Serta dalam diri mereka akan merasa bahwa semua hanya milik Allah, Dialah penguasa satu-satunya. Oleh sebab itu mereka akan senantiasa tetap bertawakkal kepada Allah walaupun terdapat banyak harta, jabata, kekuasaan yang dimilikinya, karena mereka menyadari bahwa itu semua adalah titipan Allah yang perlu dipertanggungjawabkan kelak di akhirat, sehingga mereka tidak terlena dengan gemerlap dunia yang fana ini.



DAFTAR PUSTAKA
Shihab, M. Quraish. Menyingkap Tabir Ilahi. Jakarta: Lentera Hati, cet. ke-7, 2005.
Al-Jerrahi, Syekh Tosun Basyrak.Asmaul Husna Makna dan Khasiat. Jakarta: SERAMBI ILMU SEMESTA, cet. ke-3, 2004
Al-Asyqar, Umar Sulaiman.Asma’ al-Husna al-Hadiyah ila Allah wa al-Ma’rifah bihi. Jakarta: Qisthi Press, cet. ke-17, 2010),





[1] M. Quraish Shihab, Menyingkap Tabir Illah, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), cet. ke-7, hal. 27-30.
[2] Syekh Tosun Basyrak al-Jerrahi ,Asmaul Husna Makna dan Khasiat, (Jakarta: SERAMBI ILMU SEMESTA, 2004), cet. ke-3, hal. 37-39.

[3] Prof. Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar, Asma’ al-Husna al-Hadiyah ila Allah wa al-Ma’rifah bihi, (Jakarta: Qisthi Press, 2010), cet. ke-17, hal. 46-47.
[4] Ibid, hal.47

0 Comments:

Post a Comment