FUNGSI
ETIKA, AGAMA, DAN BUDAYA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAQ
Makalah ini
dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah
AQIDAH
AKHLAQ DI MADRASAH DAN SEKOLAH
NAMA :
AHMAD
SYAFII ( 13410154)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN
KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
SEMESTER GENAP
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
Akhlak
adalah salah satu hal yang cukup sering dibahas dalam banyak dirkusus. Mulai
dari agama, filsafat hingga keilmuan lainnya, akhlak menjadi tema yang cukup
diminati banyak orang.
Jika dilihat
dari sudut pandang agama misalnya, kita dapat melihat bagaimana sebenarnya
tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah memperbaiki akhlak manusia. hal itu
tertera dalam salah satu surat dalam alquran yaitu surat Al Ahzab ayat 21
ôs)©9
tb%x.
öNä3s9
Îû
ÉAqßu
«!$#
îouqóé&
×puZ|¡ym
`yJÏj9
tb%x.
(#qã_öt
©!$#
tPöquø9$#ur
tÅzFy$#
tx.sur
©!$#
#ZÏVx.
ÇËÊÈ
Artinya : “Sesungguhnya telah ada
pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah”.
sebagai
satu hal yang urgent dalam agama islam, akhlak memang harus diajarkan
dalam pendidikan agama islam. karena akhlak ini lah yang merupakan sentral dari
ajaran islam.
para
peserta didik harus dapat benar-benar mengilhami akhlak dalam kehidupan
kesehariannya. Selama ini penjelasan akhlak dalam sekolah baik itu smp/sma
ataupun MTs/MA hanya dijelaskan di taraf normatifnya belaka. Materi akidah akhlak
yang dijelaskan dalam sekolah-sekolah hanya berupa dogma-dogma agama yang kaku.
Hal itu membuat siswa menjadi tidak begitu tertarik dengan materi akidah akhlak
terlebih pai sebagai mata pelajaran.
Untuk
itu diperlukan sebuah perubahan materi yang disampaikan dikelas. Materi-materi
yang selama ini disampaikan harus dikembangkan agar para siswa tidak merasa
bosan dengan materi yang ada. Pengembangan itu dapat berupa melihat akhlak dari
berbagai perspektif.
Dalam
makalah ini kami akan mencoba melihat akhlak dari tiga sisi yang berbeda.
Ketiga sisi tersebut adalah : agama, etika dan budaya. Kami akan mencoba
menganalisa bagaimana fungsi dari ketiga hal tersebut (agama, etika, dan
budaya) dalam pembentukan akhlak. Namun sebelumnya kami juga akan mencoba
menjelaskan istilah istilah tersebut dalam berbagai varian perspektif. Hal ini
diharapkan dapat membantu guru dalam mengembangkan materi yang ada, sehingga
ada bahan-bahan pendalam materi bagi guru nantinya.
Sehingga
diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan sumbangsih keilmuan bagi
pengembangan materi aqidah akhlak dalam pembelajaran pai. Sehingga kami
berharap materi-materi yang ada dalam pembelajaran pai menjadi lebih menarik
dan berkembang.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian dari akhlak,
etika, agama, dan budaya?
2. Bagaimana pandangan menurut
alquran-hadits tentang akhlak, etika, agama, dan budaya?
3. Bagaimana pandangan menurut para
ahli/ulama tentang akhlak, etika, agama, dan budaya?
4. Bagaimana pandangan masyarakat tentang,
akhlak, etika, agama dan budaya?
5. Bagaimana fungsi dari etika, agama, dan
budaya dalam pembentukan akhlak?
C.
TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian
dari akhlak, etika, agama, dan budaya.
2. Mahasiswa dapat mengetahui pandangan
menurut alquran-hadits tentang akhlak, etika, agama, dan budaya.
3. Mahasiswa dapat mengetahui pandangan
masyarakat tentang, akhlak, etika, agama dan budaya.
4. Mahasiswa dapat mengatahui pandangan
masyarakat tentang, akhlak, etika, agama dan budaya.
5. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari
etika, agama, dan budaya dalam pembentukan akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN.
1. AKHLAK
Akhlak
secara etimologis adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi
pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa
yang berarti menciptakan[1].
Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan)
dan khalq (ciptaan).
Kesamaan
tersebut mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya
keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia).
dengan kata lain, perlaku seseorang bisa dianggap memiliki nilai akhlak yang
hakiki ketika perilaku tersebut didasarkan pada kehendak khaliq (Allah). [2]
2. ETIKA
Sedangkan
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ethos dalam bentuk tunggal
dan ta etha dalam bentuk jamak. Ethos memiliki banyak pengertian
antara lain adat, akhlak, watak, sikap, dan lain-lain, sedang ta etha memiliki arti adat kebiasaan.. Etika adalah
bagian dari cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang
menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John
Of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat
praktis (practical philosophy).
Ada
istilah lain yang terkadang disama artikan dengan etika namun sebenarnya
berbeda maknanya. Kata itu adalah etiket dan moral.
Ada
perbedaan antara etika dan etiket. Perbedaan tersebut dapat diringkas menjadi
sebagai berikut :[3]
Etika
a.
Selalu
berlaku walaupun tidak ada saksi mata.
Contoh : larangan untuk mencuri tetap
ada walaupun tidak ada yang melihat kita mencuri.
b.
Bersifat
jauh lebih absolut atau mutlak.
Contoh : “Jangan Mencuri” adalah
prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
c.
Memandang
manusia dari segi dalam.
Contoh : Walaupun bertutur kata baik,
pencuri tetaplah pencuri. Orang yang berpegang teguh pada etika tidak mungkin
munafik.
d.
Memberi
norma tentang perbuatan itu sendiri.
Contoh : Mengambil barang milik orang
lain tanpa izin orang tersebut tidak diperbolehkan.
Etiket
a.
Hanya
berlaku dalam pergaulan. Etiket tidak berlaku saat tidak ada orang lain atau
saksi mata yang melihat.
Contoh : Sendawa di saat makan
melakukan perilaku yang dianggap tidak sopan. Namun, hal itu tidak berlaku jika
kita makan sendirian, kemudian sendawa dan tidak ada orang yang melihat
sehingga tidak ada yang beranggapan bahwa kita tidak sopan.
b.
Bersifat
relatif.
Contoh : Yang dianggap tidak sopan
dalam suatu kebudayaan bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contoh
memandang orang tua ketika sedang berbicara. Di dunia timur memandang wajah orang
tua yang sedang memarahi dianggap tidak baik sedangkan di barat jika orang tua
sedang memarahi malah harus memandang wajahnya.
c.
Hanya
memandang manusia dari segi lahiriah saja.
Contoh : Banyak penipu dengan maksud
jahat berhasil mengelabui korbannya karena penampilan dan tutur kata mereka
yang baik.
d.
Etiket
menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan oleh manusia.
Misalnya : Memberikan sesuatu kepada
orang lain dengan menggunakan tangan kanan.
Sedangkan
perbedaan etika dan moral secara ringkasnya dapat dijelaskan bahwa etika
merupakan penelaahan terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, etika adalah
wilayah filosofinya. sedangkan moral adalah segala hal yang menjadi objek dari
telaahnya etika.
3. AGAMA
Ada
banyak tafsiran mengenai pengertian dari agama. Secara etimologi agama bukan
berasal dari bahasa arab. Agama berasal dari bahasa sansekerta yaitu a
yang berarti tidak dan gama yang berarti kacau, atau bisa diartikan
tidak kacau atau tidak membuat kekacauan[4].
Ada pula yang menyatakan bahwa agama berasal dari kata a yang berarti
tidak dan gam yang berarti pergi. Artinya bahwa dalam agama itu ada
nilai-nilai universalitas yang abadi, tetap dan tidak berubah/pergi[5].
Ada juga yang mengartikan agama berasal dari kata a yang berarti
awang-awang, kosong hampa, ga yang berarti yang berarti tempat, dan ma
yang berarti matahari, terang atau sinar. Artinya adalah agama merupakan
pelajaran yang menguraikan tata cara yang semuanya penuh misteri kareana Tuhan
dianggap bersifat rahasia.
Bila diterjemahkan ke dalam bahasa
inggris akan menjadi religious. Kata ini berasal dari bahasa lain religio
atau religi.
Menurut
Olaf Scuhman baik religion maupun religio, keduanya berasal dari
akar kata yang sama, yaitu religare yang berarti “mengikat kembali”,
atau dari kata relegere yang berarti “menjauhkan, menolak, melalui”.
Arti yang kedua, relegere dipegang oleh filosof Romawi Cicero dan Teolog
Protestan Karl Barth, dan sebab itu mereka melihat religio sebagai usaha
manusia yang hendak memaksa Tuhan untuk memberikan sesuatu, lalu manusia
menjauhkan diri lagi.
Sedangkan
arti yang pertama, religare, dipegang oleh Gereja Latin (Roma Katolik).
Erasmus dari Rotterdam (1469-1539) menyatakan bahwa paham ini dikaitkan dengan
sikap manusia yang benar terhadap Tuhan. Benar pula, karena ajara-ajaran agama
memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia yang mempercayainya. Agama (religio)
dalam arti religare juga berfungsi untuk merekatkan pelbagai unsur dalam
memelihara keutuhan diri manusia, diri orang per orang atau diri sekelompok
orang dalam hubungannya terhadap Tuhan, terhadap sesama manusia, dan terhadap
alam sekitarnya.[6]
Sementara
Sayyed Hossein Nasr mengatakan “religare” yang berarti “mengikat”
merupakan lawan dari “membebaskan”. Ajaran Sepuluh Perintah (Ten
Commandments) yang membentuk fondasi moralitas Yahudi dan Kristen terdiri
dari sejumlah pernyataan “janganlah kamu”, yang menunjukkan suatu pembatasan
dan bukan pembebasan.[7]
Agama
juga disebut dengan istilah din. Dalam bahasa Semit, din berarti undang-undang atau hukum. Dalam
bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang,
balasan, kebiasaan.[8]
Bila
lafal din disebutkan dalam rangkaian din-ullah, maka dipandang
datangnya agama itu dari Allah, bila disebut dinunnabi dipandang nabilah
yang melahirkan dan menyiarkan, bila disebut dinul-ummah, karena
dipandang manusialah yang diwajibkan memeluk dan menjalankan. Ad-din
bisa juga berarti syari’ah: yaitu nama bagi peraturan-peraturan dan
hukum-hukum yang telah disyari’atkan oleh Allah selengkapnya atau
prinsip-prinsipnya saja, dan dibedakan kepada kaum muslimin untuk
melaksanakannya, dalam mengikat hubungan mereka dengan Allah dan dengan
manusia. Ad-din juga berarti millah, yaitu mengikat. Yaitu ikatan
antara manusia dan Tuhannya.
Thabathabai
membedakan antara din dengan millat dan syariat.
Menurutnya syariat adalah jalan yang harus ditempuh setiap umat atau
nabi, seperti syariat nabi ibrahim, isa, musa muhammad dll. Sedangkan din
adalah sunnah dan jalan ketuhanan untuk seluruh umat manusia. jika syariat
memungkinkan untuk dinasakh mansukh, maka din tidak dapat dinasakh
mansukh. Sedangkan millat adalah tradisi yang hidup dan berjalan dalam
sebuah komunitas.[9]
4. BUDAYA
Kata
budaya berasal dari bahasa Sansekertta yaitu kata Buddhayah, kata Buddhayah
adalah bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti sebagai hal hal yang
berkaitan dengan budi atau akal manusia. Sedangkan dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut dengan Culture, kata Culture sendiri berasal
dari kata latin colere yang berarti mengola atau mengerjakan.[10]
Budaya
(cultuur = bahasa belanda, culture = bahasa inggris, tsaqafah
= bahasa arab) berasal dari bahasa latin colere yang artinya mengolah,
mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan.
B. PANDANGAN ALQURAN DAN HADITS
1. AKHLAK
dalam
surah al qolam ayat 4 disebutkan :
y7¯RÎ)ur
4n?yès9
@,è=äz
5OÏàtã
ÇÍÈ
Artinya:” Dan Sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Ayat ini menjelaskan tentang nabi
muhammad saw. Dimana beliau adalah makhluk yang memiliki sebaik-baiknya akhlak.
Dalam hadits juga disebutkan.
إِنَّمَا
بُعِثْتُ لاُتَمِّمَ مَكَارِمَ الاَخْلَاقِ
Artinya :” Sesungguhnya aku diutus,
(tiada lain, kecuali) supaya menyempurnakan akhlak”. HR. Ahmad; lihat
as-silsilah ash-shahiihah)
2. AGAMA.
dalam
surah almaidah ayat 3 disebutkan :
ôMtBÌhãm
ãNä3øn=tæ
èptGøyJø9$#
ãP¤$!$#ur
ãNøtm:ur
ÍÌYÏø:$#
!$tBur
¨@Ïdé&
ÎötóÏ9
«!$#
¾ÏmÎ/
èps)ÏZy÷ZßJø9$#ur
äosqè%öqyJø9$#ur
èptÏjutIßJø9$#ur
èpysÏܨZ9$#ur
!$tBur
@x.r&
ßìç7¡¡9$#
wÎ)
$tB
÷Läêø©.s
$tBur
yxÎ/è
n?tã
É=ÝÁZ9$#
br&ur
(#qßJÅ¡ø)tFó¡s?
ÉO»s9øF{$$Î/
4
öNä3Ï9ºs
î,ó¡Ïù
3
tPöquø9$#
}§Í³t
tûïÏ%©!$#
(#rãxÿx.
`ÏB
öNä3ÏZÏ
xsù
öNèdöqt±ørB
Èböqt±÷z$#ur
4
tPöquø9$#
àMù=yJø.r&
öNä3s9
öNä3oYÏ
àMôJoÿøCr&ur
öNä3øn=tæ
ÓÉLyJ÷èÏR
àMÅÊuur
ãNä3s9
zN»n=óM}$#
$YYÏ
4
Ç`yJsù
§äÜôÊ$#
Îû
>p|ÁuKøxC
uöxî
7#ÏR$yftGãB
5OøO\b}
¨bÎ*sù
©!$#
Öqàÿxî
ÒOÏm§
ÇÌÈ
Artinya: “Diharamkan bagimu
(memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan
(diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka
barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
C. PANDANGAN PARA AHLI.
1. AKHLAK
Imam
al-Ghazali mendefinisikan akhlak dalam kitabnya Ihya 'Ulumuddin adalah suatu
perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan
sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah dan
ringan, tanpa perlu dipikirkan dan atau direncanakan sebelumnya[11].
Istilah
lain dikemukakan oleh Prof. Dr. Ahmad Amin. Ia mengatakan bahwa akhlak ialah
kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu bila dibiasakan akan sesuatu
maka kebiasaannya itu di sebut akhlak. Contohnya bila kehendak itu dibiasakan
memberi, maka kebiasaan itu ialah akhlak dermawan[12].
Menurut
Imam Maskawaih akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong seseorang
melakukan tindakan – tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan
pertimbangan. Keadaan ini terbagi menjadi dua: ada yang berasal dari tabi’at
aslinya, dan ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang – ulang.
Boleh jadi pada mulanya tindakan – tindakan itu melalui pikiran dan
pertimbangan, kemidian dilakukan terum – menerus maka jadilah suatu bakat dan
akhlak[13]
2. ETIKA
Menurut
Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian
etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika
dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau
tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner and Custom yang artinya
membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang
melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat
dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Dalam
Dalam
buku kamus istilah pendidikan dan umum dinyatakan bahwa etika adalah
bagian filsafat yang mengajarkan tentang keluhuran budi (baik buruk)[14].
Sedangkan menurut I Geda AB Wiranata, etika merupakan refleksi manusia tentang
apa yang dilakukan dan dikerjakan[15].
Etika adalah tempat bagi usaha manusia untuk menjawab suatu pertanyaan manusia
yang amat fundamental. Etika sering disebut filsafat moral. Etika membantu
manusia menyuluhi kesadaran moralnya dan turut serta mencari pemecahan yang
dapat dipertanggungjawabkannya. Etika juga membantu mencari alasan mengapa
suatu perbuatan harus dilakukan atau sebaliknya tidak untuk dilakukan.
Dalam
istilah lain Ahmad Amin mengemukakan bahwa etika adalah ilmu yang menjelaskan
baik dan buruk, dan menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia,
menyatakan tujuan yang harus ditempuh oleh manusia di dalam perbuatan mereka
dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh
manusia itu sendiri[16].
Etika
dibagi menjadi dua macam yaitu etika deskriptif dan etika normatif.
1.
Etika
deskriptif adalah etika dimana objek yang dinilai adalah sikap dan perilaku
manusia dalam mengejar tujuah hidupanya sebagaimana adanya, ini tercermin pada
situsi dan kondisi yang telah membumi di masyarakat secara turun temurun.[17]
2.
Etika
normatif yaitu sikap dan perilaku manusia atau masyarakat yang sesuai dengan
norma dan moralitas yang ideal. Etika ini secara umum dinilai memenuhi tuntutan
dan perkembangan dinamika serta kondisi masyarakat. Ada tuntutan yang menjadi
acuan bagi umum atau semua pihak dalam menjalankan kehidupannya[18]
3. AGAMA.
Ada
banyak sekali pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa yang dapat
kami rangkum adalah:
H Agus
Salim menyatakan agama adalah ajaran tentnag kewajiban dan kepatuhan terhadap
aturan, petunjuk perintah yang diberikan oleh allah kepada manusia lewat
utusan-utusannya dan oleh rasul-rasulnya yang diajarkan kepada manusia melalui
pendidikan dan teladan[19]
dalam
istilah lain, Supardi Suparlan mengemukakan bahwa agama adalah suatu sistem
keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok
atau masyarakat dalam mengintervensi dan memberi respon terhadap apa yang
dirasakan dan diyakini sebagai yang ghaib dan suci.[20]
Harun
Nasution mengemukakan pelbagai pengertian tentnag agama yang dikemukakan
sejumlah ahli, dia menjelaskan ada 8 hal[21]:
1.
Pengakuan
terhadap adanya hubungan manusia dan kekuatan ghoib yang harus dipatuhi.
2.
Pengakuan
terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia
3.
Pengikatan
diri pada suatu bentuk hidup yang mengandun gpengakuan pada suatu sumber yan
gberada diluar manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia
4.
Kepercaayaan
pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu
5.
Suatu
sistem tingkah laku yang berasal dari sesuatu yang ghaib
6.
Pengakuan
terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada kekuatan
ghaib.
7.
Pemujaan
terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasan takut
terhadap kekuatan misterius yang terdapat di alam sekitar manusia
8.
Ajaran-ajaran
yang diwahyukan tuhankepada manusia melalui seorang rasul
4. KEBUDAYAAN
Ada
banyak sekali pengertian kebudayaan yang dikemukakan oleh para ahli, namun
disini kami hanya menampilkan beberapa pengertian yang sering dikutip :
1. E.B Taylor
Dalam
bukunya yang berjudul primitive culture, dia mendifinisikan bahwa
kebudayaan adalah keseluruhan kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu
pengetahuan kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan kemauan yang
lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Dr M Hatta
Hatta dengan singkat mengatakan bahwa
kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa.
3. Prof. Dr Koentjaraningrat
Pegertian
dari Koentjaraningrat sering sekali dijadikan rujukan dari pengertian budaya.
Kebudayaan menurutnya adalah keseluruah manusia dari kelakuan dan hasil
kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar
dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Koentjaraningrat
membagi wujud kebudayaan menjadi tiga macam :[22]
1.
Wujud
kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan dan sebagainya.
2.
Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat.
3.
Wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
B. PANDANGAN PUBLIK
1. AKHLAK
Akhlak
dilihat dari kacamata publik biasa diartikan sebagai sesuatu yang istimewa.
Dalam bahasa yang biasa dipakai masyarakat akhlak sering disamakan dengan
istilah sopan santun atau tatakrama. akhlak dimaknai semacam sifat yang
dimiliki oleh orang yang nantinya akan menentukan karakter dari orang tersebut.
untuk
dapat hidup dengan baik ditengah masyarakat, seseorang seharusnya memiliki akhlak
yang baik. Dengan memiliki akhlak yang baik orang lain akan merasa nyaman hidup
dengannya. Berbeda dengan orang yang memiliki akhlak buruk, orang lain akan
merasa risih hidup bersamanya. Jika hal ini diteruskan maka akan mengganggu
eksistensi dari orang yang memiliki akhlak buruk tersebut dan akan berakibat
dari terbuangnya dia dari kehidupan masyarakat.
2. ETIKA.
Dalam
pandangan masyarakat, etika sering kali dipandang sama dengan moral atau norma.
Etika dimaknai sebagai aturan yang harus ditaati oleh semua orang. biasanya
etika dimaknai sebagai seperangkat aturan yang tidak tertulis yang mana aturan
tersebut mengikat setiap orang dan aturan tersebut bisa bersifat universal juga
bisa bersifat lokal.
3. AGAMA.
Agama
bagi pandangan publik biasa dimaknai sebagai sesuatu yang taken for granted.
Sesuatu yang tidak dapat diubah lagi. Kebanyakan orang menganggap Agama adalah
semacam pesan dari Tuhan yang mengikat setiap manusia yang didalamnya terdapat
aturan-aturan hitam putih (benar salah).
Padahal
di dalam agama tidak hanya wilayah aturan-aturan hitam putih saja yang dibahas,
masih sangat luas wilayah kajian-kajian agama yang harus dipahami oleh
masyarakat. Dan ini biasanya dikarenakan kurangnya pengetahuan dari para guru
agama/kiai yang mengajar. Selain itu juga pandangan yang sempit tentang agama dapat
memancing keluarnya amarah dengan cepat apabila melihat hal-hal yang dianggap
bertentangan dengan ajaran agama yang dipahaminya.
4. BUDAYA.
Budaya
dalam pandangan masyarakat sangat dipandang sempit sekali. Istilah budaya
biasanya hanya dikorelasikan dengan produk-produk kesenian yang ada
dimasing-masing daerah. Budaya biasanya hanya dimaknai seperti tari-tarian,
lukisan dan lain sebagainya yang biasanya bersifat tradisi.
Padahal
budaya tidak hanya dimaknai sesempit itu. Memang itu merupakan bagian dari
budaya namun bukan itu yang substantif. Seharusnya pembahasan yang dilakukan
itu menyangkut tentang nilai-nilai filosofis yang ada di dalam sebuah karya
budaya, bukan hanya nilai-nilai estetikanya saja.
C. FUNGSI ETIKA, AGAMA DAN BUDAYA DALAM
PEMBENTUKAN AKHLAK
Dari
uraian panjang diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan bahwa akhlak sebagai
ruh dari semangat keislaman harus dihidupkan dalam pendidikan islam. peserta
didik harus diajarkan bagaimana memiliki akhlak yang baik. Karena dengan akhlak
yan baik akan membawa kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Jika
dilihat akhlak sebagai bagian dari sisi psikis manusia, maka tentunya akhlak
tidak dapat berdiri sendiri. Dia harus dibentuk oleh faktor-faktor luar non
bawaan. Faktor-faktor inilah yang akan menentukan bagaimana bentuk dari akhlak
itu. Apakah menjadi baik ataukah malah menjadi buruk.
Faktor
yang paling menentukan dari pembentukan akhlak ada tiga yaitu etika, agama, dan
budaya.
Fungsi
dari ketiga hal itu adalah sebagai berikut:
1. Sebagai spirit utama pembentukan
akhlak.
Akhlak
seharusnya terbentuk dari ketiga hal tersebut (etika, agama, dan budaya).
Ketiga hal itu merupakan perwujudan dari tiga sifat utama, yaitu baik-buruk,
benar-salah, dan indah-tidak indah. Akhlak harus bisa merangkum ketiga pasang
sifat tersebut. Jangan sampai hanya mengambil salah satunya tanpa memperdulikan
yang lainnya.
Terkadang
dalam pembentukannya akhlak manusia hanya terbentuk dari salah satu hal
tersebut. Misal hanya terbentuk dari agama saja. Maka nilai yang dibentuk dalam
diri peserta didik hanya tentang benar-salah saja. Nilai-nilai kebudayaan yang
ada di dalam masyarakat dengan garangnya di babat habis. Kehidupan dipandang
kaku hanya tentang peraturan-peraturan yang rigid. Hal itu tentu akan mereduksi
secara besar-besaran makna islam sebenarnya. Tentu ini akan menjadikan islam
menjadi dilihat buruk dimata masyarakat. Untuk itu fungsi etika dan budaya
dalam pembentukan akhlak yang islami menjadi sangat penting. Etika dan budaya
harus juga menjadi dasar dalam pembentukan akhlak islami.
Begitu
pula sebaliknya, jika akhlak yang dibentuk hanya berdasar pada etika (sifat
etika adalah rasional) maka akan ada kekeringan dalam diri manusia. hal ini
juga sudah disampaikan jauh oleh seorang filosof bernama imanuel kant. Dia
berpendapat memang bisa saja seorang hidup dengan menggunakan rational ethic
(akal murni), namun itu belum cukup menurut kant. Memang manusia akan terikat
dengan peraturan yang dibuat oleh dirinya sendiri. Namun hal itu juga bisa
membuat manusia menjadi tidak terarah. Untuk itu diperlukan kekuatan diluar
dirinya yang dianggap lebih kuat. Disinilah peran agama dan ketuhanan. Sifat
misterius dari agama akan membuat manusia menjadi tidak kering hidupnya. Dia
akan terus mencari kebenaran itu dan dia akan terarahkan dengan jelas
kehidupannya.
2. Sebagai pembatas dalam bertindak untuk
kemaslahatan
Sebelumnya
sudah disinggung bahwa dalam agama ada peraturan-peraturan yang harus di laksanakan. Peraturan ini
tentunya bukan hanya peraturan langit yang tidak membumi. Peraturan ini
tentunya dapat menjawab permasalah-permasalahan yang ada di masyarakat. Untuk
itu peran agama sangat sentral dalam mengendalikan akhlak manusia.
3. Sebagai pemandu dalam kehidupan
bermasyarakat.
Hidup
manusia tidak akan pernah lepas dari budaya. Kebudayaan merupakan hal yang
tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Untuk hidup di dalam
masyarakat tentunya kita harus tahu bagaimana budaya-budaya yang ada di dalam
masyarakat tersebut. Untuk itu akhlak juga harus dikenalkan dengan
budaya-budaya yang ada dimasyarakat.
Peserta
didik harus dikenalkan dengan kebudayaan yang ada dimasyarakatnya. Jangan
sampai dia menjadi anti terhadap kebudayaan daerahnya. Hal ini akan membuat dia
menjadi terasingkan dari masyarakatnya. Dan nilai-nilai dakwah yang islami akan
runtuh apabila nilai-nilai budaya tidak diakomodir.
Untuk
itu perlu adanya pengertian tentang kebudayaan. Bagaimana peserta didik harus
dididik tentang nilai-nilai keagamaan yang diajarkan rasulullah namun tidak
melupakan nilai-nilai budaya yang ada disekitarnya. Sehingga nantinya akhlak
yang terbentuk dalam diri peserta didik benar-benar bisa menjadi akhlak yang
terpuji. Benar-benar menjadi akhlak yang insan kamil.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat
disimpulkan bahwa :
1.
Akhlak
memiliki posisi penting dalam diri peserta didik. Akhlak yang terbentuk di
dalam diri peserta didik akan menentukan bagaimana tingkah lakunya di
masyarakat.
2.
Dalam
pembentukannya akhlak tidak dapat berdiri sendiri. Dia harus di bentuk dari
tiga faktor, yaitu etika, agama dan budaya. Ketiga hal itu adalah representasi
dari nilai baik-buruk, benar-salah, dan indah-tidak indah.
3.
Dalam
pembentukannya, ketiga faktor itu tidak dapat ditinggalkan salah satunya.
Meninggalkan salah satunya akan menjadikan akhlak tidak sempurna. Untuk itu
ketiga hal itu harus sangat diperhatikan dalam pembentukan akhlak.
4.
Peserta
didik harus dididik menjadi manusia yang berakhlak mulia. Akhlak insan kamil.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbas Z. Arifin, 1957, Perkembangan
Fikiran Terhadap Agama, Medan : firma islamiah
Al-Ghozali, 2000, Mengobati penyakit
Hati tarjamah Ihya``Ulum Ad-Din, dalam Tahdzib al-Akhlaq wa Mu`alajat Amradh
Al-Qulub, Bandung: Karisma
Amin Ahmad, 1995, Etika (Ilmu
Akhlaq) Jakarta: PT Bulan Bintang
Asmaran, 1994, Pengantar Studi
Akhlak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Bisri, Munawwir, 1999, Kamus
Indonesia Kamus Al Bisri: Indonesia - Arab Arab – Indonesia Surabaya:
Pustaka Progresif
Ghozali A. Moqshid, 2009, Argumen
Pluralisme Agama Depok: Katakita
Ilyas Yunahar, 1999, Kuliah Akhlaq
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muslich, 1998, Etika Bisnis:
Pendekatan Substantif Dan Fungsional, Yogyakarta: Lukman Offset
Nasr S. Hossein, 2003, The Heart Of
Islam, Bandung : Mizan
Nasution Harun, 2005, Islam Di
Tinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (
UI Press)
Salim Agus, 1967, Tauhid, Taqdir,
Dan Tawakkal, Jakarta Tintaemas
Sastrapradja M, 1981, Kamus Istilah
Pendidikan Dan Umum Surabaya: Usaha Nasional
Schuman Olaf, 1996, Keluar Dari
Benteng Pertahanan, Jakarta : GM Grasindo
Suparlan Supardi, 1933 “kata pengantar”
dalam Roland Robeston, Agama Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologis,
Jakarta Rajawali Press
Tahdzibul akhlak wa tahdzibul ‘arok.
Wiranata I Gede AB, 2005, Dasar-Dasar
Etika Dan Moralitas (Pengantar Kajian Etika Profesi Hukum) Bandung :
PT Citra Aditya Bhakti
Diakses dari http://sciencebooth.com/2013/05/11/perbedaan-etika-dan-etiket/
pada hari Senin tanggal 23 Februari 2015 pukul 08:20 WIB.
Dikutip dari http://ridwanaz.com/umum/akademik/pengertian-budaya/
pada hari Senin 23 Februari 2015 pukul 13:55
[1] Adib Bisri, dan Munawwir A. Fatah Kamus Indonesia Kamus Al Bisri:
Indonesia - Arab Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif) 1999 hlm
173
[2] Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) 1999
hlm 1
[3] Diakses dari http://sciencebooth.com/2013/05/11/perbedaan-etika-dan-etiket/
pada hari Senin tanggal 23 Februari 2015 pukul 08:20 WIB.
[4] Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Fikiran Terhadap Agama, (Medan
: firma islamiah) 1957, hlm 19
[5] Harun Nasution, Islam Di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta
: Penerbit Universitas Indonesia ( UI Press)) 2005 hlm 1
[6] Olaf Schuman, Keluar Dari Benteng Pertahanan, (Jakarta : GM
Grasindo), 1996 hlm 5
[7] Seyyed Hossein Nasr, the heart of islam, (Bandung : Mizan) 2003
hlm 355
[8] Adib Bisri, dan Munawwir A. Fatah Kamus Indonesia Kamus Al Bisri:
Indonesia - Arab Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif) 1999 hlm 215
[9] Abd Moqshid Ghozali Argumen Pluralisme Agama (Depok: Katakita) 2009
hlm 46
[10] Dikutip dari http://ridwanaz.com/umum/akademik/pengertian-budaya/
pada hari Senin 23 Februari 2015 pukul 13:55
[11] Al-Ghozali, Mengobati penyakit Hati tarjamah Ihya``Ulum Ad-Din,
dalam Tahdzib al-Akhlaq wa Mu`alajat Amradh Al-Qulub, (Bandung: Karisma)
2000, hlm 31.
[12]Asmaran, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada) 1994 hlm 1-2
[14]M Sastrapradja, Kamus Istilah Pendidikan Dan Umum (Surabaya:
Usaha Nasional) 1981 hlm 144
[15]I Gede AB Wiranata, Dasar-Dasar Etika Dan Moralitas (Pengantar
Kajian Etika Profesi Hukum) (Bandung : PT Citra Aditya Bhakti) 2005 hlm
81-82
[16] Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlaq) (Jakarta: PT Bulan Bintang) 1995
hlm 3.
[17] Muslich, Etika Bisnis: Pendekatan Substantif Dan Fungsional (Yogyakarta:
Lukman Offset), 1998 cet 1 hlm 1-2
[18] Ibid.
[19] H Agus Salim, Tauhid, Taqdir, Dan Tawakkal (Jakarta Tintaemas) 1967
hlm 6
[20] Supardi Suparlan, “kata pengantar” dalam Roland Robeston, Agama
Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologis, (Jakarta Rajawali Press) 1933
hlm v
[21] Abd Moqshid Ghozali Argumen Pluralisme Agama (Depok: Katakita)
2009 hlm 49
[22] Ibid hlm 31
0 Comments:
Post a Comment