Header Ads

23 December 2016

AL-BAQI (YANG MAHA KEKAL)

AL-BAQI
(YANG MAHA KEKAL)

A.    Pengertian Asma Allah Al-Baqi
                        . Al-Baqi berasal dari akar kata dalam bahasa Arab yaitu ba’, qa’, ya’ yang berarti berkesinambungan atau tanpa akhir. Berbeda dengan makhluk-Nya yang berawal dari sebuah penciptaan dan berakhir ketika mengalami kematian. Allah adalah Mahakekal dengan abadi dan azali. Abadi merupakan masa mendatang yang tidak ada akhirnya. Dan azali merupakan masa lalu yang tidak berakhir pada suatu saat yang pertama.
                        Allah adalah Dia yang wujud-Nya kekal, berkesinambung tanpa akhir, sedang wujud lainnya tidak bersinambung.[1] “Dan jangan (pula) engkau sembah Tuhan yang lain selain Allah. Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Segala keputusan menjadi wewenang-Nya, dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan.” (Al-Qashash. 88)


B.     Makna Asma Allah Al-Baqi
                        Segalanya yang ada di alam ini pasti akan habis. Langit, bumi, bulan, bintang, matahari, dan semua yang diciptakan Allah ketika masanya nanti pasti akan binasa. Sebagaimana kisah Nabi Ibrahim AS yang mencari Tuhan dengan menggunakan akal dan pikirannya yang dijelaskan dalam Firman Allah dalam QS. Al-An’am. 76-78:
                        76. ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) ia berkata, “inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “aku tidak suka kepada yang terbenam.”
                        77. lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “inilah Tuhanku.” Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.”
                        78. kemudin ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “inilah Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, ”wahai kaumku! Sungguh, aku terlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
                        Hingga pada akhirnya Nabi Ibrahim meyakini bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam. Awal dari mengenal agama adalah mengenal Allah. Bila kita ingin mengenal Allah, mulailah dengan mengenal diri kita dan mengenal alam, seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim.
                        Selain dunia dan seisinya ini yang binasa, umat-umat terdahulu yang tidak berimanpun juga dibinasakan dengan kekuasaan Allah. Adapun kaum Ad dibinasakan dengan angin yang sangat dingin dan sangat kencang. Allah menimpakan angin tersebut selama tujuh malam dan delapan hari secara terus menerus hingga mereka mati tanpa tersisa. Kemudian kaum Tsamudpun dibinasakan dengan kejadian yang sangat luar biasa. Hingga mereka semua mati tanpa tersisa.
                        “Dan demikianlah kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.” (QS. Thaha. 127)
                        Semua yang kita miliki di dunia ini pasti akan habis. Harta, suami, istri, anak tidakkah kita miliki dengan abadi. Yang kekal itu al-baqiyah ash-shalihah yang berarti menyucikan Allah, mengesakan-Nya, dan mengagungkan-Nya dengan lidah dan perbuatan.
                        “Harta dan anak - anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi. 46)
                        Dunia ini hanyalah sebuah tempat persinggahan bagi para pelancong yang tinggal sebentar lalu pergi.[2] Dunia ini adalah ladang bagi kita untuk menanam berbagai perbuatan kita. Entah yang kita tanam itu adalah hal yang baik atau yang buruk. Kemudian kita akan memanennya di akhirat nanti, tentunya sesuai dengan apa yang kita tanam sebelumnya. Bagi orang-orang yang mendapat petunjuk Allah, beriman dan beramal sholeh, mereka akan berada di tempat terbaik yaitu di surga yang kekal.


C.     Meneladani Asma Allah Al-Baqi
            Menurut M. Quraisy Shihab, untuk meneladani sifat Al-Baqi Allah tersebut kita harus berupaya untuk hidup kekal sesuai kemampuan kita sebagai makhluk. Kita harus mempunyai prinsip untuk mengabdi kepada Allah dan mengesakan-Nya. Prinsip ini merupakan ciri agama Allah kepada para Nabi yang menjadikan mereka dan pengikut-pengikutnya hidup berkesinambungan dan dikekalkan Allah. Sebagaimana firman Allah QS. Ash-Shaffat. 75-78:
75. sesungguhnya Nuh telah menyeru kami, maka sesungguhnya sebaik-baik yang memperkenankan ( adalah kami ).
76. dan kami telah menyelamatkannya dan keluarganya dari bencana yang besar.
77. dan kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan.
78. dan kami abadikan untuk Nuh itu (pujian yang baik) di kalangan orang - orang yang datang kemudian.

                        Prinsip ini juga dijadikan oleh Nabi Ibrahim AS sebagai kalimatan baqiyatan, yaitu yang dijelaskan pada QS. Az-Zukhruf. 28:
   “Dan (Ibrahim) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu .”
   Selain itu, untuk meneladani sifat Al-Baqi tersebut kita bisa mengaitkan segala aktivitas dan motivasinya dengan sifat Allah Al-Baqi Yang Maha Esa itu. Karena segala aktivitas yang tidak dikaitkan dengan Allah, pasti tidak akan ditemui di hari kekekalan.
   “Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.” (QS. Al-Furqan. 23)
   Amal yang dimaksud adalah amal-amal baik yang mereka kerjakan di dunia. Amal-amal itu tidak dibalas oleh Allah karena mereka tidak beriman. Jadi amal-amal tersebut akan sia-sia. Lain halnya bila kita beriman dan meneladani sifat Al-Baqi, maka kita akan mendapat kasih sayang dan kemurahan-Nya. Misalnya membangun sarana umum yang akan terus digunakan dalam waktu yang lama, seperti membangun jembatan, sekolah, rumah sakit, dll merupakan sarana untuk mengabdi kepada Allah dan kita akan memperoleh keabadian di akhirat.


D.    Implikasi Atas Orang Yang Mengimani Asma Allah Al-Baqi
            Bagi orang yang percaya bahwa Allah itu yang Mahakekal, maka ia akan menyadari dengan sepenuh hati bahwa hanya Allah lah yang kekal, sedang langit bumi beserta segala isinya ini akan binasa. Kemudian dari keyakinannya tersebut akan tampak perilaku seperti di bawah ini:
ü  Selalu berkhusnudzon terhadap Allah, karena semua yang Dia berikan kepada kita pasti yang terbaik untuk kita. Meski kadang kita menyangkanya bahwa hal itu buruk, tapi Allah lah yang lebih mengetahui yang terbaik bagi kita daripada diri kita sendiri.
ü  Mawas diri, karena kita harus selalu siap untuk menghadapi kematian. Entah kapan, dimana, dan sedang melakukan apa, kematian itu pasti akan datang. Itu semua tergantung dari apa yang kita usahakan selama ini. Apabila yang kita usahakan itu baik, maka akan berbuah baik, begitupun sebaliknya.
ü  Bersyukur terhadap segala yang diberikan Allah kepada kita, karena apa yang kita miliki semuanya hanya titipan Allah. Serta kita tidak boleh menyalahgunakan apa yang kita miliki.
ü  Bersabar, karena sebagai hamba Allah yang lemah kita hanya memohon pertolongan kepada-Nya dan untuk diberi kesabaran ketika menghadapi ujian hidup.
ü  Bertanggung jawab terhadap segala apa yang dikerjakan, karena semua amal kita di dunia ini akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di hari akhirat nanti.
ü  Selalu menjaga kesehatan, agar dapat beribadah dan bekerja dengan sebaik-baiknya untuk meraih ridho Allah.
ü  Tidak serakah, karena di dalam harta yang kita miliki ini ada haknya orang fakir dan miskin.
ü  Bersedekah, untuk membersihkan harta kita dan untuk membantu saudara-saudara kita yang memang membutuhkan uluran tangan kita.
ü  Tidak terlena dengan keindahan dan kemegahan dunia, karena semuanya itu hanya bersifat sementara dan tidak mungkin kita bawa mati. Yang akan kita bawa mati adalah amal kita selama di dunia yang fana ini.
ü  Segera bertaubat kepada Allah ketika melakukan perbuatan dosa, bertekad tidak pernah mengulanginya lagi,serta senantiasa berbuat kebajikan.
ü  Tidak membeda-bedakan antar sesama manusia. Karena semua manusia di hadapan Allah sama, yang membedakannya adalah ketaqwaannya.
ü  Lebih menghargai waktu, karena waktu yang telah berlalu tidak akan kembali lagi. Kita juga tidak pernah tau kapan waktu kita akan berakhir.
ü  Menyadari akan keterbatasan akal kita, karena kita tidak mampu melihat hal gaib.
ü  Istiqomah untuk melakukan ibadah dan berbuat kebaikan, sebagai bekal kita di akhirat nanti.

  
E.     Khasiat Asma Allah Al-Baqi
Orang beriman yang membaca Ya Baqi sebanyak 113 kali setiap hari akan mendapatkan kesehatan dan kekayaan, amal dan harta mereka akan aman, dan diharapkan bahwa mereka akan mendapatka kasih sayang dan kemurahan Allah pada hari kiamat.[3]
Jika seseorang yang menderita rasa takut yang sangat membaca Ya Baqi sebanyak 113 kali setiap malam ketika hendak tidur, niscaya ia akan terbebas dari rasa takut tersebut.[4]
Menyebut asmaul husna itu adalah sangat terpuji, karena kita ingat selalu kepada Allah dengan berbagai sebutan yang sembilan puluh sembilan itu.[5]
Setelah menghafal asma Allah tersebut, kemudian kita akan mampu memahami mengenai isi kandungan maknanya hingga kita mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, kita akan terbiasa berdo’a pada Allah dengan asma baqi Allah dan menjiwai akan makna asma Allah tersebut.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali. 1999. Asma’ Al Husna: Rahasia Nama-Nama Indah Allah. Bandung: Mizan
Al-Kumayi, Sulaiman. 2006. Kecerdasan 99: Cara Meraih Kemenangan Dan Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Nama Allah. Jakarta: Hikmah
Hasan, M. Ali. 1997. Memahami dan Meneladani Asmaul Husna. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Maidani, Abdurrahman Hasan Habanakah Al. 1992. Pokok-Pokok Aqidah Islam. Jakarta: Gema Insani Press
Shihab, M. Quraish. 2008. Asma’ Al Husna: Dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati
Sirait, Sangkot. 2013. Tauhid dan Pembelajarannya. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Uin Sunan Kalijaga



[1] Sulaiman Al-Kumayi, Kecerdasan 99: Cara Meraih Kemenangan Dan Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Nama Allah, (Jakarta: Hikmah, 2006), hlm. 327.
[2] Sulaiman Al-Kumayi, Kecerdasan 99: Cara Meraih Kemenangan Dan Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Nama Allah, (Jakarta: Hikmah, 2006), hlm. 327.
[3] Sulaiman Al-Kumayi, Kecerdasan 99: Cara Meraih Kemenangan Dan Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Nama Allah, (Jakarta: Hikmah, 2006), hlm. 329.
[4] ‘ibid.
[5] M. Ali. Hasan,. Memahami dan Meneladani Asmaul Husna. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), hlm. 4.

0 Comments:

Post a Comment