AL
‘ALIM (ASMAUL HUSNA) dan IMPLIKASINYA
Ditulis
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akidah
Akhlak di Madrasah dan Sekolah
Dosen
: Dr. Sangkot Sirait
Disusun
Oleh:
Nur Fathonah
13410066
IV / PAI C
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015
KATA PENGANTAR
Syukur
Alhamdulillah saya panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat, taufik dan hidayah- Nya sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Sholawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa dan menyebarkan agama Islam.
Makalah
ini berjudul “ AL ‘ALIM (ASMAUL HUSNA) ”. Makalah ini berisikan materi
dan hal- hal yang berkaitan dengan salah satu asma yang ada dalam Asmaul Husna
yaitu Al ‘Alim.
Penulisan
dan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Sangkot Sirait selaku
dosen mata kuliah Akidah Akhlak di Madrasah dan Sekolah yang telah memberikan
bimbingan dan dukungannya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
ini.
Saya
juga mengucapkan terima kasih kepada teman- teman yang ikut berpartisipasi
dalam pembuatan makalah ini.
Demikianlah
makalah ini saya buat semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam
meningkatkan pemahaman tentang asma Allah Al ‘Alim dalam Asmaul Husna. Saya
menyadari bahwa makalah ini belum sempurna sehingga perlu adanya kritik dan
saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah dikemudian hari.
Yogyakarta, 22 Februari 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... 1
DAFTAR ISI..................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 3
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 4
C. Tujuan Masalah............................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 5
A. Pengertian Al ‘Alim...................................................................................................... 5
B. Nasihat Yang Terkandung dalam Al’ Alim ................................................................. 6
C. Kaitan Al ‘Alim dengan Asma Yang Lain................................................................... 7
D. Khasiat Yang Terkandung Dalam Al ‘Alim................................................................. 8
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 10
A. KESIMPULAN............................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Bagi
Allah, tidak ada yang tersembunyi. Serapat-rapat manusia menyimpan rahasia,
Allah pasti mengetahuinya. Sekelebat mata yang berkhianat, Allah mengetahuinya.
Niat hati yang tersimpan rapi, Allah pun
mengenalinya. Lebih jauh dari itu, rahasia di balik rahasiapun, diketahui-Nya.
Sesuatu yang sudah mengendap lama atau yang telah terlupakan oleh manusia,
serta segala yang kini telah berada di bawah sadarnya, Allah tetap
mengetahuinya. Sungguh, Allah bahkan telah mengetahui segala sesuatu sebelum
terjadi, karena Dialah yang membuat rencana, Dia pula eksekutornya. Tidak hanya itu, bahkan Allah-lah sumber
dari segala sumber ilmu. Dia tidak saja sekadar tahu, tapi Dia adalah sumber
pengetahuan. Perlu diketahui bahwa ilmu Allah itu bukan hasil dari sesuatu,
tapi segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini merupakan hasil dari
ilmu-Nya. Allah berfirman: “Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan
di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah
melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqarah: 255). Meskipun
demikian, Allah tidak mau memonopoli ilmu-Nya sendiri. Dia mau berbagi kepada
makhluk-Nya, terutama kepada manusia. Khusus dalam hal ini, manusia dibebaskan
menyandang gelar aliim bagi mereka
sampai pada kualifikasi tertentu. Orang yang berpengetahuan boleh
disebut aliim, sama dengan Asma yang disandang Allah. Akan tetapi harus
disadari bahwa ilmu manusia tetaplah tak sebanding dengan ilmu Allah, bahkan
tidak ada apa-apanya.
Ilmu yang diharap tentu saja ilmu yang menimbulkan
dampak positif dalam kehidupan, yaitu ilmu yang melahirkan amal shalih yang
sesuai dengan petunjuk Ilahi. Ilmu inilah yang akan menimbulkan kesadaran
tentang jatidiri manusia yang merasa dhaif di hadapan Allah swt. Dalam
pandangan islam, ilmu yang hakiki adalah ilmu yang mengantarkan pemiliknya
kepada iman, dan ketundukan kepada Allah swt. Maka dari itu, melalui makalah ini saya akan kupas
sedikit banyak mengenai Al ‘Alim yang semoga dapat menjadi acuan pembaca dan
para ilmuwan dalam mendapat dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam
bidang agama agar sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Al ‘Alim ?
2. Apa Nasihat Yang
Terkandung dalam Al’ Alim ?
3. Apa Kaitan Al ‘Alim
dengan Asma Yang Lain ?
4. Apa Khasiat Yang
Terkandung Dalam Al ‘Alim ?
5. Apa Implikasi Al
‘Alim?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui
Pengertian dari Al ‘Alim.
2. Untuk mengetahui
Nasihat Yang Terkandung dalam Al’ Alim.
3. Untuk mengetahui
Kaitan Al ‘Alim dengan Asma Yang Lain.
4. Untuk mengetahui
Khasiat Yang Terkandung Dalam Al ‘Alim.
5. Untuk mengetahui
Implikasi Al ‘Alim.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al ‘Alim
Kata Alim terambil dari kata “ ilm” yang menurut
pakar- pakar bahasa berarti “menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya”. Bahasa Arab menggunakan semua kata yang tersusun dari huruf-
huruf “ain”, “lam”, “mim” dalam berbagai bentuknya untuk menggambarkan
sesuatu yang sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Misalnya
saja mengenai kata “alamat” (alamat) yang berarti tanda yang jelas bagi
sesuatu atau nama jalan yang mengantar seseorang menuju tujuan yang pasti.
“Ilmu” demikian juga halnya, ia diartikan sebagai suatu pengenalan yang sangat
jelas terhadap suatu objek. Allah SWT dinamai Alim karena
pengetahuan- Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal yang
sekecil apapun.
Dalam Al Qur’an ditemukan banyak sekali ayat- ayat yang
menggunakan akar kata yang sama dengan Asma’ AlHusna yang dibahas ini. Kata “
‘Alim “ Al Quran ditemukan sekitar 154- 166 kali yang terdapat pada 43
surat, suatu pengulangan yang cukup banyak. Di samping itu terdapat pula sekian
banyak kata “Alim” yang menunjuk pada Allah SWT, sebagaimana banyak juga
yang menunjuknya-Nya dengan menggunakan redaksi “A’lam” (Lebih
mengetahui). Banyaknya ayat serta beraneka ragamnya bentuk yang digunakan itu,
menunjukkan betapa luas dan banyak ilmu Allah SWT.
Ilmu-Nya mencakup seluruh wujud.
“Ïlmu Tuhanku meliputi segala sesuatu” (Q.s Al-An’am 6:80). “Pada sisi Allah
kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri dan
Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun
yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula) dan tidak jatuh sebutir bijipun
dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan
tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Q.s. Al-An’am 6:59).
Segala aktivitas lahir dan bathin
manusia diketahui-Nya. “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa
yang disembunyikan oleh hati”(Q.s. Ghafir 40:19), bahkan jangankan rahasia,
yang “lebih tersembunyi dari rahasia”, yakni hal-hal yang telah dilupakan oleh
manusia dan yang berada di bawah sadarnyapun diketahui oleh Allah SWT. “Jika
kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia (mengetahuinya serta)
mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi (dari rahasia)” (Q.s Thaha
20:19). Apapun yang terjadi, telah diketahui-Nya
sebelum terjadi, “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula)
pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum
Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah.” (Q.s. Al-Hadid 57:22).
Pengetahuan semua makhluk bersumber
dari pengetahuan-Nya, “Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di
belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan
apa yang dikehendaki-Nya” (Q.s. Al-Baqarah 2:255). Allah “mengajar dengan qalam”, yakni
mengajar manusia melalui upaya mereka dan “mengajar apa yang mereka tidak
diketahui”, tanpa usaha mereka, tetapi langsung sebagai curahan rahmat-Nya. Begitu
informasi-Nya dalam Q.s. Al-Alaq.
B. Nasihat Yang Terkandung dalam Al’ Alim
Hampir bukan suatu rahasia kalau manusia dapat memiliki
sifat ‘yang mengetahui’, namun pengetahuan manusia berbeda dengan pengetahuan
Allah Ta’ala.
Pertama,
dari banyaknya objek pengetahuan. Betapapun luasnya pengetahuan seseoramg hamba
itu masih terbatas. Allah mengetahui segala sesuatu ,manusia tidak mungkin
dapat mendekati pengetahuan Allah. Pengetahuan mereka hanya bagian kecil dari
setetes samudera ilmu-Nya. “Tidaklah kamu beri pengetahuan melainkan
sedikit” (Q.s Al Isra’17: 58). “Katakanlah, Kalau sekiranya lautan
menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku ,meskipun kami datangkan
tambahan sebanyak itu (pula)” (Q.s Al Kahfi 18: 109).
Kedua,
bahwa kasyaf (melihat dengan mata batin) seseorang hamba itu,
bagaimanapun jelasnya, kejelasan pengetahuan manusia tidak mungkin dapat
mencapai kejelasan ilmu Allah. Pensaksian manusia yang paling jelaas terhadap
sesuatu, hanya bagaikan melihatnya dibalik tabir yang halus, tidak dapat
menembus objek yang disaksikan sampai ke batas terakhir.
Ketiga,
ilmu Allah bukan hasil dari sesuatu, tetapi sesuatu itulah yang merupakan hasil
dari ilmu-Nya. Sedangkan ilmu manusia dihasilkan dari adanya sesuatu. Untuk hal
yang ini Al Ghazali memberi contoh dengan pengetahuan pemain catur dan
pengetahuan pencipta permainan catur. Sang pencipta adalah penyebab adanya
catur, sedangkan keberadaan catur adalah sebab pengetahuan pemain. Pengetahuan
Pencipta mendahului pengetahuan pemain, sedang pengetahuan pemain diperoleh
jauh sesudah pengetahuan pencipta catur. Demikianlah pula ilmu Allah dan ilmu
manusia, pengetahuan Allah Swt akan segala sesuatu mendahului adanya segala
sesuatu itu, dan menyebabkan adanya segala sesuatu itu, sedangkan pengetahuan
kita tidaklah seperti itu.
Keempat,
ilmu Allah tidak berubah dengan perubahan objek yang diketahui Nya. Itu berartu
tidak ada kebetulan disisi Allah, karena pengetahuan-Nya tentang apa
yang akan terjadi dan saat kejadiannya sama saja disisi-Nya.
Kelima,
Allah mengetahui tanpa alat, sedang ilmu manusia diraihnya dengan panca indera,
akal dan hatinya, dimana semuanya didahului oleh ketidaktahuan. “Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur
(dengan menggunakannya untuk meraih ilmu)” (Q.s An Nahl 16: 78).
Keenam,
ilmu Allah kekal, tidak hilang dan tidak pula dilupakan-Nya. Tuhanmu sekali-kali
tidak lupa.
Perbedaan manusia terjadi berkat pengetahuan, karena
pengetahuan merupakan salah satu sifat Allah Swt. Namun pengetahuan itu lebih
mulia, yang objek- objeknya lebih mulia, dan objek pengetahuan yang paling
mulia adalah Allah Ta’ala. Begitu pula, mengetahui Allah Ta’ala adalah
pengetahuan yang paling manfaat, sedangkan pengetahuan tentang segala sesuatu
lainnya mulia hanya karena ia adalah tentang tindakan-tindakan Allah Swt., atau
pengetahuan tentang cara yang membawa manusia ebih dekat dengan Allah Ta’ala
dan memudahkan dalam mendekat kepada-Nya. Semua pengetahuan yang selain
pengetahuan itu tidak dapat mengklaim bahwa dirinya mulia dan banyak berjasa.
C. Kaitan Al ‘Alim dengan Asma Yang Lain.
Al- ‘Alim artinya (Allah) Maha Mengetahui. Tanpa ilmu
tentu tidak mungkin mengetahui sesuatu. Jadi, dapat kita bayangkan bagaimana
luas dan dalamnya ilmu Allah itu. Ilmu Allah yang melimpah pada hamba-hamba-Nya
tidak seberapa, hanya sekelumit kecil sebagaimana telah diuraikan al- Isra’
:85. Banyak orang yang membusungkan dada karena hasil penemuannya, kecuali
orang yang benar-benar beriman kepada Allah ada tali kendalinya. Dalam Al
Qur’an kita lihat al-’Alim itu dipadukan dengan asma lainnya:
Pertama, Al ‘Alim Al Hakim artinya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana.
Ilmuwan mendapat tempat terhormat di mata manusia dan dimata Allah. Sebab,
apapun masalah yang dihadapi harus dipecahkan persoalannya dengan ilmu.
Menemukan penyebab suatu penyakit harus dengan ilmu. Begitu juga pengobatannya
harus dengan ilmu. Orang dapa melihat televisi, radio, pesawat terbang, satelit
dan sebagainya, semuanya dengan ilmu pengetahuan. Dari masalah yang kecil
sampai yang besar, semuanya diselesaikan dengan ilmu pengetahuan. Karena
ilmuwan mendapat tempat terhormat dalam masyarakat, maka ada diantara ilmuwan
yang kkurang atau tidak bijaksana sama sekali dalam menyelesaikan suatu
persoalan. Mungkin karena kesombongan telah melekat pada dirinya, mungkin pula
karena ilmunya terlalu tinggi, sehingga masalah yang sederhana tidak dapat
diselesaikan dengan bijaksana. Allah Maha Arif-Bijaksana dalam menetapkan suatu
sangsi hukum dan berbagai macam cobaan terhadap hamba-hamba-Nya, karena
ilmu-Nya sangat luas dan dalam, sehingga manusia tidak dapat menjangkau, apa
yang dikehendaki Allah dalam ketentuannya itu.
Kedua, As- Sami’ Al ‘Alim artinya Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui
(Ilmuwan Agung), masih mau mendengar pengaduan dan permohonan hamba-Nya,
apalagi dari orang yang tertindas (yanag dizalim), sangat didengar dan kemudian
dikabulkan. Kita mungkin pernah mendengar ada ilmuwan yang tidak berkenan
mendengar pendapat orang lain, karena merasa dirinya melebihi dari orang yang
mengeluarkan pendapat itu. Ada orang atau sekelompok orang yang menyampaikan
isi hati nurani mereka pada pakarnya, termasuk anggota DPR (Dewan Perwakilan
Rakyat), tetapi tidak semua didengar dalam arti hakiki, karena tidak ada tindak
lanjutnya. Adapula segolongan orang yang membela hak-hak asasi manusia dengan
sungguh-sungguh, tetapi tidak semuanya didengar dengan baik. Allah adalah
Ilmuwan Agung dan Maha Pendengar yang baik, tetapi kebanyakan manusia tidak mau
meneladani-Nya.
Ketiga, Al- Wasi’ Al ‘Alim artinya Allah Maha Luas Lagi Maha Mengetahui. Pada
umumnya ilmuwan sangat lapang dadanya dan sangat luas pandangannya. Tetapi ada
juga satu -dua yang kurang lapang dadanya menerima kritikan apalagi kecaman,
tidak bersedia memaafkan kesalahan orang, karena harga diri dan alasan lainnya.
Orang yang kurang kuat imannya dadanya biasanya sempit, tidak toleran. Malahan
adakalanya memaksakan kehendaknya kepada orang lain atas dasar ilmu yang
dimilikinya. Orang yang dekat dengan Allah, imannya kuat dan pemikirannya pun
jernih, sehingga apa pun yang dihadapinya dengan lapang dada. Ilmuwan yang
lapang dadanya luas wawasannya, biasanya menjadi orang yang arif dan bijak
dalam menghadapi dan menyelesaikan suatu persoalan.
Keempat, Al ‘Alim
Al Halim artinya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. Orang ‘alim(‘ulama, cendekiawan), biasanya
bertutur kata sopan-santun, tidak mau menyakiti hati orang lain. Sebab, dalam
segala gerak-geriknya dia dituntun oleh ilmunya. Dia merasa tabu melakukan
sesuatu yang dapat mengganggu perasaan orang lain. Tetapi ada juga diantara
ilmuwab yang kurang sopan-santunnya menghadapi orang awam dan menganggapnya
rendah dan terhadap ilmuwan lain punada yang bersikap demikian. Umpamanya
karena dia lebih senior (tua), ilmunya lebih terpakai atau karena dia mempunyai
disiplin ilmu yang langka pada suatu daerah (negara). Bila ada orang yang berpeilaku
demikian, berarti dia tidak bercermin kepada sifat Allah Yang Maha Mengetahui
(Ilmuwan Agung) Lagi Maha Penyantun dalam kebiasaannya sehari-hari. Padahal Al
Quran itu dibaca, ditelaah dan dipahami maknanya untuk diteladani dan
diamalkan.
Kelima, Al Aziz Al ‘Alim artinya Allah Maha Perkasa Lagi Maha Mengetahui. Orang
yang perkasa yang berkuasa dan berilmu biasanya bijaksana, sopan, lapang dada,
mau mendengar pendapat orang lain, walaupun ada di antaranya tidak demikian.
Sebaliknya penguasa (pemimpin) yang tidak berilmu, bukan pakar, biasanya
tindakannya dikendalikan oleh nafsu, kehendak pribadinya, sehingga jauh dari
kebenaran ajaran agama. Ada juga kemungkinan dia dikendalikan oleh orang yang
mendampinginya. Sangat beruntung, sekiranya diarahkan kepada jalan yang
menguntungkan umat (rakyat). Oleh karena itu, hendaknya, penguasa/pemimpin
dipilih dan diangkat dari kalangan ilmuwan (cendekiawan), agar pemimpin itu
tidak menyalahkan kekuasaan dan keperkasaannya. Alangkah baiknya bila kekuasan
(keperkasaan) dan ilmuwan menyatu dalam diri seseorang. Tetapi tidak tertutup
kemungkinan juga ilmuwan yang perkasa (berkuasa) dapat menyalahgunakan ilmunya
itu untuk merusak umat manusia. Kalau sampai ada yang dijumpai dalam suatu
negara, maka hal itu akan lebih parah lagi, sebab disamping ilmu yang dia
punyai dia juga memegang tampuk kekuasaan untuk menjalankan misinya yang tidak
terpuji itu. Kuncinya adalah, kembali kepada ajaran Allah dan tuntutan-Nya.
Keenam, Al Fatah Al ‘Alim artinya Allah Maha Membuka Pintu Tobat(Rahmat) Lagi Maha
Mengetahui. Membuka pintu dapat juga kita pahami dengan memberi kesempatan,
memberi peluang. Memberi kesempatan (peluang) untuk mendapatka sesuatu sifatnya
menguntungkan, atau kesempatan untuk mengetahui kesalahan. Kalau sudah diberi
kesempatan untuk memperbaiki kesalahan, maka perbuatan yang telah lalu dianggap
tidak ada dan dimulai dengan hidup baru. Dalam bahasa sehari-hari barangkali
juga dapat dikatakan dengan sifat “terbuka”, tidak menutup diri. Orang yang
terbuka banyak teman dan disenangi, sebaliknya orang yang tertutup tidak banyak
teman dan dibenci.
Alangkah janggalnya sekiranya manusia ini tidak maau
bersifat dengan sifat Allah itu, yaitu menjadi ilmuwan yang terbuka, mau
dikritik dan ditegur.. Demikian juga secara terbuka dapat menimpulkan kebenaran
penemuannya kepada orang banyak. Berbeda sekiranya ilmu itu merusak seperti
senjata kimia yang mematikan dan obat-obatan yang dapat merusak akal dan fisik
manusia. Begitu juga menyampaikan kebenaran ilmu Allah dapat secara terbuka, yaitu
seluruh firman Allah yang ada dalam Al Quran. Jangan sampai ada pemikiran,
bahwa ada diantara ayat-ayat yang tidak boleh diulas dan diterangkan kepada
umat, karena dianggap ayat pplitik dan sebagainya.
D. Khasiat Yang Terkandung Dalam Al ‘Alim
Ism ini berkhasiat untuk mendatangkan ilmu pengetahuan
dan ma’rifat. Barangsiapa berdzikir dengannya secar rutin, maka ia akan
mengenal Allah dengan sebenarnya sesuai dengan-Nya. Dan barangsiapa membacanya
seratus kali secara rutin tiap-tiap selesai shalat fardhu, niscaya ia akan
menjadi seoarang yang ahli kasyaf (yang bisa memandang dengan mata bathin) dan
memiliki iman yang kuat.
E. Implikasi
Al 'Alim
1. Menyadari
bahwa Allah itu Maha Mengetahui
2. Sebagai
ilmuwan maupun orang yang berilmu, sebaiknya mempunyai ilmu yang dapat bermanfaat untuk semua
3. Selalu
menyadari bahwa kita mempunyai
keterbatasan dibanding apa yang telah Allah semua ketahui
4. Manusia
diberi akal untuk berfikir dan berpengetahuan
5. Sebaiknya
orang yang berilmu / berpengetahuan jangan puas atas apa yang telah dicapai
6. Jangan
sombong dengan semua yang telah
kita peroleh, karena sesungguhnya Allah lebih Maha Mengetahui
7. Menyadari
bahwa Allah itu paling sempurna
8. Istiqomah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata Alim terambil dari kata “ ilm” yang menurut
pakar- pakar bahasa berarti “menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya”. Bahasa Arab menggunakan semua kata yang tersusun dari huruf-
huruf “ain”, “lam”, “mim” dalam berbagai bentuknya untuk menggambarkan
sesuatu yang sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Misalnya
saja mengenai kata “alamat” (alamat) yang berarti tanda yang jelas bagi
sesuatu atau nama jalan yang mengantar seseorang menuju tujuan yang pasti.
“Ilmu” demikian juga halnya, ia diartikan sebagai suatu pengenalan yang sangat
jelas terhadap suatu objek. Allah SWT dinamai Alim karena
pengetahuan- Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal yang
sekecil apapun.
Hampir bukan suatu rahasia kalau manusia dapat memiliki
sifat ‘yang mengetahui’, namun pengetahuan manusia berbeda dengan pengetahuan
Allah Ta’ala. Pertama, dari banyaknya objek pengetahuan. Kedua,
bahwa kasyaf (melihat dengan mata batin) seseorang hamba itu,
bagaimanapun jelasnya, kejelasan pengetahuan manusia tidak mungkin dapat
mencapai kejelasan ilmu Allah. Ketiga, ilmu Allah bukan hasil dari
sesuatu, tetapi sesuatu itulah yang merupakan hasil dari ilmu-Nya. Keempat,
ilmu Allah tidak berubah dengan perubahan objek yang diketahui Nya. Itu berartu
tidak ada kebetulan disisi Allah, karena pengetahuan-Nya tentang apa
yang akan terjadi dan saat kejadiannya sama saja disisi-Nya. Kelima,
Allah mengetahui tanpa alat, sedang ilmu manusia diraihnya dengan panca indera,
akal dan hatinya, dimana semuanya didahului oleh ketidaktahuan. Keenam,
ilmu Allah kekal, tidak hilang dan tidak pula dilupakan-Nya. Tuhanmu
sekali-kali tidak lupa.
Al- ‘Alim artinya (Allah) Maha Mengetahui. Tanpa ilmu
tentu tidak mungkin mengetahui sesuatu. Jadi, dapat kita bayangkan bagaimana
luas dan dalamnya ilmu Allah itu. Ilmu Allah yang melimpah pada hamba-hamba-Nya
tidak seberapa, hanya sekelumit kecil sebagaimana telah diuraikan al- Isra’
:85. Banyak orang yang membusungkan dada karena hasil penemuannya, kecuali
orang yang benar-benar beriman kepada Allah ada tali kendalinya. Dalam Al
Qur’an kita lihat al-’Alim itu dipadukan dengan asma lainnya
Ism ini berkhasiat untuk mendatangkan ilmu pengetahuan
dan ma’rifat. Barangsiapa berdzikir dengannya secar rutin, maka ia akan
mengenal Allah dengan sebenarnya sesuai dengan-Nya. Dan barangsiapa membacanya
seratus kali secara rutin tiap-tiap selesai shalat fardhu, niscaya ia akan
menjadi seoarang yang ahli kasyaf (yang bisa memandang dengan mata bathin) dan
memiliki iman yang kuat.
DAFTAR PUSTAKA
Ali
Hasan, M.1997. Memahami dan Meneladani Asmaul Husna.PT Raja Grafindo: Jakarta.
Ghazali,
al.1999. Al Asma al Husna (Rahasia nama-nama Indah Allah). Penerbit Mizan
Mahmud Samiy, Al Ustadz. 1993. Menyelami Rahasia
nama-nama Allah yang Indah. Pustaka Hidayah
Quraish Shihab, M. 2005. Menyingkap Takbir Ilahi (asma al
husna dalam perspektif Al Quran). Lentera Hati: Jakarta
0 Comments:
Post a Comment