Header Ads

23 December 2016

AL ‘ALIM (ASMAUL HUSNA) dan IMPLIKASINYA

AL ‘ALIM (ASMAUL HUSNA) dan IMPLIKASINYA
Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Akidah Akhlak di Madrasah dan Sekolah
Dosen : Dr. Sangkot Sirait


Disusun Oleh:
Nur Fathonah
13410066
IV / PAI C

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS  ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2015


KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah- Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah membawa dan menyebarkan agama Islam.
Makalah ini berjudul “ AL ‘ALIM (ASMAUL HUSNA) ”. Makalah ini berisikan materi dan hal- hal yang berkaitan dengan salah satu asma yang ada dalam Asmaul Husna yaitu Al ‘Alim.
Penulisan dan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Sangkot Sirait selaku dosen mata kuliah Akidah Akhlak di Madrasah dan Sekolah yang telah memberikan bimbingan dan dukungannya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman- teman yang ikut berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Demikianlah makalah ini saya buat semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya dalam meningkatkan pemahaman tentang asma Allah Al ‘Alim dalam Asmaul Husna. Saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna sehingga perlu adanya kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah dikemudian hari.

Yogyakarta, 22 Februari 2015

Penulis







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................... 1
DAFTAR ISI..................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................ 3
A. Latar Belakang.............................................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah......................................................................................................... 4
C. Tujuan Masalah............................................................................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................. 5
A. Pengertian Al ‘Alim...................................................................................................... 5
B. Nasihat Yang Terkandung dalam Al’ Alim ................................................................. 6
C. Kaitan Al ‘Alim dengan Asma Yang Lain................................................................... 7
D. Khasiat Yang Terkandung Dalam Al ‘Alim................................................................. 8
BAB III PENUTUP.......................................................................................................... 10
A. KESIMPULAN............................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 11

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bagi Allah, tidak ada yang tersembunyi. Serapat-rapat manusia menyimpan rahasia, Allah pasti mengetahuinya. Sekelebat mata yang berkhianat, Allah mengetahuinya. Niat hati yang tersimpan rapi, Allah pun mengenalinya. Lebih jauh dari itu, rahasia di balik rahasiapun, diketahui-Nya. Sesuatu yang sudah mengendap lama atau yang telah terlupakan oleh manusia, serta segala yang kini telah berada di bawah sadarnya, Allah tetap mengetahuinya. Sungguh, Allah bahkan telah mengetahui segala sesuatu sebelum terjadi, karena Dialah yang membuat rencana, Dia pula eksekutornya. Tidak hanya itu, bahkan Allah-lah sumber dari segala sumber ilmu. Dia tidak saja sekadar tahu, tapi Dia adalah sumber pengetahuan. Perlu diketahui bahwa ilmu Allah itu bukan hasil dari sesuatu, tapi segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini merupakan hasil dari ilmu-Nya. Allah berfirman: “Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (Al-Baqarah: 255). Meskipun demikian, Allah tidak mau memonopoli ilmu-Nya sendiri. Dia mau berbagi kepada makhluk-Nya, terutama kepada manusia. Khusus dalam hal ini, manusia dibebaskan menyandang gelar aliim bagi mereka  sampai pada kualifikasi tertentu. Orang yang berpengetahuan boleh disebut aliim, sama dengan Asma yang disandang Allah. Akan tetapi harus disadari bahwa ilmu manusia tetaplah tak sebanding dengan ilmu Allah, bahkan tidak ada apa-apanya.
Ilmu yang diharap tentu saja ilmu yang menimbulkan dampak positif dalam kehidupan, yaitu ilmu yang melahirkan amal shalih yang sesuai dengan petunjuk Ilahi. Ilmu inilah yang akan menimbulkan kesadaran tentang jatidiri manusia yang merasa dhaif di hadapan Allah swt. Dalam pandangan islam, ilmu yang hakiki adalah ilmu yang mengantarkan pemiliknya kepada iman, dan ketundukan kepada Allah swt. Maka dari itu, melalui makalah ini saya akan kupas sedikit banyak mengenai Al ‘Alim yang semoga dapat menjadi acuan pembaca dan para ilmuwan dalam mendapat dan mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang agama agar sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Al ‘Alim ?
2. Apa Nasihat Yang Terkandung dalam Al’ Alim ?
3. Apa Kaitan Al ‘Alim dengan Asma Yang Lain ?
4. Apa Khasiat Yang Terkandung Dalam Al ‘Alim ?
5. Apa Implikasi Al ‘Alim?


C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian dari Al ‘Alim.
2. Untuk mengetahui Nasihat Yang Terkandung dalam Al’ Alim.
3. Untuk mengetahui Kaitan Al ‘Alim dengan Asma Yang Lain.
4. Untuk mengetahui Khasiat Yang Terkandung Dalam Al ‘Alim.
5. Untuk mengetahui Implikasi Al ‘Alim.









BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Al ‘Alim
Kata Alim terambil dari kata “ ilm” yang menurut pakar- pakar bahasa berarti “menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya”. Bahasa Arab menggunakan semua kata yang tersusun dari huruf- huruf “ain”, “lam”, “mim” dalam berbagai bentuknya untuk menggambarkan sesuatu yang sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Misalnya saja mengenai kata “alamat” (alamat) yang berarti tanda yang jelas bagi sesuatu atau nama jalan yang mengantar seseorang menuju tujuan yang pasti. “Ilmu” demikian juga halnya, ia diartikan sebagai suatu pengenalan yang sangat jelas terhadap suatu objek. Allah SWT dinamai Alim karena pengetahuan- Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal yang sekecil apapun.
Dalam Al Qur’an ditemukan banyak sekali ayat- ayat yang menggunakan akar kata yang sama dengan Asma’ AlHusna yang dibahas ini. Kata “ ‘Alim “ Al Quran ditemukan sekitar 154- 166 kali yang terdapat pada 43 surat, suatu pengulangan yang cukup banyak. Di samping itu terdapat pula sekian banyak kata “Alim” yang menunjuk pada Allah SWT, sebagaimana banyak juga yang menunjuknya-Nya dengan menggunakan redaksi “A’lam” (Lebih mengetahui). Banyaknya ayat serta beraneka ragamnya bentuk yang digunakan itu, menunjukkan betapa luas dan banyak ilmu Allah SWT.
Ilmu-Nya mencakup seluruh wujud. “Ïlmu Tuhanku meliputi segala sesuatu” (Q.s Al-An’am 6:80). “Pada sisi Allah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula) dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (Q.s. Al-An’am 6:59).
Segala aktivitas lahir dan bathin manusia diketahui-Nya. “Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati”(Q.s. Ghafir 40:19), bahkan jangankan rahasia, yang “lebih tersembunyi dari rahasia”, yakni hal-hal yang telah dilupakan oleh manusia dan yang berada di bawah sadarnyapun diketahui oleh Allah SWT. “Jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia (mengetahuinya serta) mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi (dari rahasia)” (Q.s Thaha 20:19). Apapun yang terjadi, telah diketahui-Nya sebelum terjadi, “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (Q.s. Al-Hadid 57:22).
Pengetahuan semua makhluk bersumber dari pengetahuan-Nya, “Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya” (Q.s. Al-Baqarah 2:255). Allah “mengajar dengan qalam”, yakni mengajar manusia melalui upaya mereka dan “mengajar apa yang mereka tidak diketahui”, tanpa usaha mereka, tetapi langsung sebagai curahan rahmat-Nya. Begitu informasi-Nya dalam Q.s. Al-Alaq.
B. Nasihat Yang Terkandung dalam Al’ Alim
Hampir bukan suatu rahasia kalau manusia dapat memiliki sifat ‘yang mengetahui’, namun pengetahuan manusia berbeda dengan pengetahuan Allah Ta’ala.
Pertama, dari banyaknya objek pengetahuan. Betapapun luasnya pengetahuan seseoramg hamba itu masih terbatas. Allah mengetahui segala sesuatu ,manusia tidak mungkin dapat mendekati pengetahuan Allah. Pengetahuan mereka hanya bagian kecil dari setetes samudera ilmu-Nya. “Tidaklah kamu beri pengetahuan melainkan sedikit” (Q.s Al Isra’17: 58). “Katakanlah, Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku ,meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” (Q.s Al Kahfi 18: 109).
Kedua, bahwa kasyaf (melihat dengan mata batin) seseorang hamba itu, bagaimanapun jelasnya, kejelasan pengetahuan manusia tidak mungkin dapat mencapai kejelasan ilmu Allah. Pensaksian manusia yang paling jelaas terhadap sesuatu, hanya bagaikan melihatnya dibalik tabir yang halus, tidak dapat menembus objek yang disaksikan sampai ke batas terakhir.
Ketiga, ilmu Allah bukan hasil dari sesuatu, tetapi sesuatu itulah yang merupakan hasil dari ilmu-Nya. Sedangkan ilmu manusia dihasilkan dari adanya sesuatu. Untuk hal yang ini Al Ghazali memberi contoh dengan pengetahuan pemain catur dan pengetahuan pencipta permainan catur. Sang pencipta adalah penyebab adanya catur, sedangkan keberadaan catur adalah sebab pengetahuan pemain. Pengetahuan Pencipta mendahului pengetahuan pemain, sedang pengetahuan pemain diperoleh jauh sesudah pengetahuan pencipta catur. Demikianlah pula ilmu Allah dan ilmu manusia, pengetahuan Allah Swt akan segala sesuatu mendahului adanya segala sesuatu itu, dan menyebabkan adanya segala sesuatu itu, sedangkan pengetahuan kita tidaklah seperti itu.
Keempat, ilmu Allah tidak berubah dengan perubahan objek yang diketahui Nya. Itu berartu tidak ada kebetulan disisi Allah, karena pengetahuan-Nya tentang apa yang akan terjadi dan saat kejadiannya sama saja disisi-Nya.
Kelima, Allah mengetahui tanpa alat, sedang ilmu manusia diraihnya dengan panca indera, akal dan hatinya, dimana semuanya didahului oleh ketidaktahuan. “Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur (dengan menggunakannya untuk meraih ilmu)” (Q.s An Nahl 16: 78).
Keenam, ilmu Allah kekal, tidak hilang dan tidak pula dilupakan-Nya. Tuhanmu sekali-kali tidak lupa.
Perbedaan manusia terjadi berkat pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu sifat Allah Swt. Namun pengetahuan itu lebih mulia, yang objek- objeknya lebih mulia, dan objek pengetahuan yang paling mulia adalah Allah Ta’ala. Begitu pula, mengetahui Allah Ta’ala adalah pengetahuan yang paling manfaat, sedangkan pengetahuan tentang segala sesuatu lainnya mulia hanya karena ia adalah tentang tindakan-tindakan Allah Swt., atau pengetahuan tentang cara yang membawa manusia ebih dekat dengan Allah Ta’ala dan memudahkan dalam mendekat kepada-Nya. Semua pengetahuan yang selain pengetahuan itu tidak dapat mengklaim bahwa dirinya mulia dan banyak berjasa.

C. Kaitan Al ‘Alim dengan Asma Yang Lain.
Al- ‘Alim artinya (Allah) Maha Mengetahui. Tanpa ilmu tentu tidak mungkin mengetahui sesuatu. Jadi, dapat kita bayangkan bagaimana luas dan dalamnya ilmu Allah itu. Ilmu Allah yang melimpah pada hamba-hamba-Nya tidak seberapa, hanya sekelumit kecil sebagaimana telah diuraikan al- Isra’ :85. Banyak orang yang membusungkan dada karena hasil penemuannya, kecuali orang yang benar-benar beriman kepada Allah ada tali kendalinya. Dalam Al Qur’an kita lihat al-’Alim itu dipadukan dengan asma lainnya:
Pertama, Al ‘Alim Al Hakim artinya Allah Maha Mengetahui Lagi Maha Bijaksana. Ilmuwan mendapat tempat terhormat di mata manusia dan dimata Allah. Sebab, apapun masalah yang dihadapi harus dipecahkan persoalannya dengan ilmu. Menemukan penyebab suatu penyakit harus dengan ilmu. Begitu juga pengobatannya harus dengan ilmu. Orang dapa melihat televisi, radio, pesawat terbang, satelit dan sebagainya, semuanya dengan ilmu pengetahuan. Dari masalah yang kecil sampai yang besar, semuanya diselesaikan dengan ilmu pengetahuan. Karena ilmuwan mendapat tempat terhormat dalam masyarakat, maka ada diantara ilmuwan yang kkurang atau tidak bijaksana sama sekali dalam menyelesaikan suatu persoalan. Mungkin karena kesombongan telah melekat pada dirinya, mungkin pula karena ilmunya terlalu tinggi, sehingga masalah yang sederhana tidak dapat diselesaikan dengan bijaksana. Allah Maha Arif-Bijaksana dalam menetapkan suatu sangsi hukum dan berbagai macam cobaan terhadap hamba-hamba-Nya, karena ilmu-Nya sangat luas dan dalam, sehingga manusia tidak dapat menjangkau, apa yang dikehendaki Allah dalam ketentuannya itu.
Kedua, As- Sami’ Al ‘Alim artinya Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui (Ilmuwan Agung), masih mau mendengar pengaduan dan permohonan hamba-Nya, apalagi dari orang yang tertindas (yanag dizalim), sangat didengar dan kemudian dikabulkan. Kita mungkin pernah mendengar ada ilmuwan yang tidak berkenan mendengar pendapat orang lain, karena merasa dirinya melebihi dari orang yang mengeluarkan pendapat itu. Ada orang atau sekelompok orang yang menyampaikan isi hati nurani mereka pada pakarnya, termasuk anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), tetapi tidak semua didengar dalam arti hakiki, karena tidak ada tindak lanjutnya. Adapula segolongan orang yang membela hak-hak asasi manusia dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak semuanya didengar dengan baik. Allah adalah Ilmuwan Agung dan Maha Pendengar yang baik, tetapi kebanyakan manusia tidak mau meneladani-Nya.
Ketiga, Al- Wasi’ Al ‘Alim artinya Allah Maha Luas Lagi Maha Mengetahui. Pada umumnya ilmuwan sangat lapang dadanya dan sangat luas pandangannya. Tetapi ada juga satu -dua yang kurang lapang dadanya menerima kritikan apalagi kecaman, tidak bersedia memaafkan kesalahan orang, karena harga diri dan alasan lainnya. Orang yang kurang kuat imannya dadanya biasanya sempit, tidak toleran. Malahan adakalanya memaksakan kehendaknya kepada orang lain atas dasar ilmu yang dimilikinya. Orang yang dekat dengan Allah, imannya kuat dan pemikirannya pun jernih, sehingga apa pun yang dihadapinya dengan lapang dada. Ilmuwan yang lapang dadanya luas wawasannya, biasanya menjadi orang yang arif dan bijak dalam menghadapi dan menyelesaikan suatu persoalan.
Keempat, Al ‘Alim  Al Halim artinya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. Orang ‘alim(‘ulama, cendekiawan), biasanya bertutur kata sopan-santun, tidak mau menyakiti hati orang lain. Sebab, dalam segala gerak-geriknya dia dituntun oleh ilmunya. Dia merasa tabu melakukan sesuatu yang dapat mengganggu perasaan orang lain. Tetapi ada juga diantara ilmuwab yang kurang sopan-santunnya menghadapi orang awam dan menganggapnya rendah dan terhadap ilmuwan lain punada yang bersikap demikian. Umpamanya karena dia lebih senior (tua), ilmunya lebih terpakai atau karena dia mempunyai disiplin ilmu yang langka pada suatu daerah (negara). Bila ada orang yang berpeilaku demikian, berarti dia tidak bercermin kepada sifat Allah Yang Maha Mengetahui (Ilmuwan Agung) Lagi Maha Penyantun dalam kebiasaannya sehari-hari. Padahal Al Quran itu dibaca, ditelaah dan dipahami maknanya untuk diteladani dan diamalkan.
Kelima, Al Aziz Al ‘Alim artinya Allah Maha Perkasa Lagi Maha Mengetahui. Orang yang perkasa yang berkuasa dan berilmu biasanya bijaksana, sopan, lapang dada, mau mendengar pendapat orang lain, walaupun ada di antaranya tidak demikian. Sebaliknya penguasa (pemimpin) yang tidak berilmu, bukan pakar, biasanya tindakannya dikendalikan oleh nafsu, kehendak pribadinya, sehingga jauh dari kebenaran ajaran agama. Ada juga kemungkinan dia dikendalikan oleh orang yang mendampinginya. Sangat beruntung, sekiranya diarahkan kepada jalan yang menguntungkan umat (rakyat). Oleh karena itu, hendaknya, penguasa/pemimpin dipilih dan diangkat dari kalangan ilmuwan (cendekiawan), agar pemimpin itu tidak menyalahkan kekuasaan dan keperkasaannya. Alangkah baiknya bila kekuasan (keperkasaan) dan ilmuwan menyatu dalam diri seseorang. Tetapi tidak tertutup kemungkinan juga ilmuwan yang perkasa (berkuasa) dapat menyalahgunakan ilmunya itu untuk merusak umat manusia. Kalau sampai ada yang dijumpai dalam suatu negara, maka hal itu akan lebih parah lagi, sebab disamping ilmu yang dia punyai dia juga memegang tampuk kekuasaan untuk menjalankan misinya yang tidak terpuji itu. Kuncinya adalah, kembali kepada ajaran Allah dan tuntutan-Nya.
Keenam, Al Fatah Al ‘Alim artinya Allah Maha Membuka Pintu Tobat(Rahmat) Lagi Maha Mengetahui. Membuka pintu dapat juga kita pahami dengan memberi kesempatan, memberi peluang. Memberi kesempatan (peluang) untuk mendapatka sesuatu sifatnya menguntungkan, atau kesempatan untuk mengetahui kesalahan. Kalau sudah diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahan, maka perbuatan yang telah lalu dianggap tidak ada dan dimulai dengan hidup baru. Dalam bahasa sehari-hari barangkali juga dapat dikatakan dengan sifat “terbuka”, tidak menutup diri. Orang yang terbuka banyak teman dan disenangi, sebaliknya orang yang tertutup tidak banyak teman dan dibenci.
Alangkah janggalnya sekiranya manusia ini tidak maau bersifat dengan sifat Allah itu, yaitu menjadi ilmuwan yang terbuka, mau dikritik dan ditegur.. Demikian juga secara terbuka dapat menimpulkan kebenaran penemuannya kepada orang banyak. Berbeda sekiranya ilmu itu merusak seperti senjata kimia yang mematikan dan obat-obatan yang dapat merusak akal dan fisik manusia. Begitu juga menyampaikan kebenaran ilmu Allah dapat secara terbuka, yaitu seluruh firman Allah yang ada dalam Al Quran. Jangan sampai ada pemikiran, bahwa ada diantara ayat-ayat yang tidak boleh diulas dan diterangkan kepada umat, karena dianggap ayat pplitik dan sebagainya.

D. Khasiat Yang Terkandung Dalam Al ‘Alim
Ism ini berkhasiat untuk mendatangkan ilmu pengetahuan dan ma’rifat. Barangsiapa berdzikir dengannya secar rutin, maka ia akan mengenal Allah dengan sebenarnya sesuai dengan-Nya. Dan barangsiapa membacanya seratus kali secara rutin tiap-tiap selesai shalat fardhu, niscaya ia akan menjadi seoarang yang ahli kasyaf (yang bisa memandang dengan mata bathin) dan memiliki iman yang kuat.

E. Implikasi Al 'Alim

1. Menyadari bahwa Allah itu Maha Mengetahui
2. Sebagai ilmuwan maupun orang yang berilmu, sebaiknya mempunyai ilmu yang dapat bermanfaat untuk semua
3. Selalu menyadari bahwa kita mempunyai keterbatasan dibanding apa yang telah Allah semua ketahui
4. Manusia diberi akal untuk berfikir dan berpengetahuan
5. Sebaiknya orang yang berilmu / berpengetahuan jangan puas atas apa yang telah dicapai
6. Jangan sombong dengan semua yang telah kita peroleh, karena sesungguhnya Allah lebih Maha Mengetahui
7. Menyadari bahwa Allah itu paling sempurna
8. Istiqomah
















BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata Alim terambil dari kata “ ilm” yang menurut pakar- pakar bahasa berarti “menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya”. Bahasa Arab menggunakan semua kata yang tersusun dari huruf- huruf “ain”, “lam”, “mim” dalam berbagai bentuknya untuk menggambarkan sesuatu yang sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Misalnya saja mengenai kata “alamat” (alamat) yang berarti tanda yang jelas bagi sesuatu atau nama jalan yang mengantar seseorang menuju tujuan yang pasti. “Ilmu” demikian juga halnya, ia diartikan sebagai suatu pengenalan yang sangat jelas terhadap suatu objek. Allah SWT dinamai Alim karena pengetahuan- Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal yang sekecil apapun.
Hampir bukan suatu rahasia kalau manusia dapat memiliki sifat ‘yang mengetahui’, namun pengetahuan manusia berbeda dengan pengetahuan Allah Ta’ala. Pertama, dari banyaknya objek pengetahuan. Kedua, bahwa kasyaf (melihat dengan mata batin) seseorang hamba itu, bagaimanapun jelasnya, kejelasan pengetahuan manusia tidak mungkin dapat mencapai kejelasan ilmu Allah. Ketiga, ilmu Allah bukan hasil dari sesuatu, tetapi sesuatu itulah yang merupakan hasil dari ilmu-Nya. Keempat, ilmu Allah tidak berubah dengan perubahan objek yang diketahui Nya. Itu berartu tidak ada kebetulan disisi Allah, karena pengetahuan-Nya tentang apa yang akan terjadi dan saat kejadiannya sama saja disisi-Nya. Kelima, Allah mengetahui tanpa alat, sedang ilmu manusia diraihnya dengan panca indera, akal dan hatinya, dimana semuanya didahului oleh ketidaktahuan. Keenam, ilmu Allah kekal, tidak hilang dan tidak pula dilupakan-Nya. Tuhanmu sekali-kali tidak lupa.
Al- ‘Alim artinya (Allah) Maha Mengetahui. Tanpa ilmu tentu tidak mungkin mengetahui sesuatu. Jadi, dapat kita bayangkan bagaimana luas dan dalamnya ilmu Allah itu. Ilmu Allah yang melimpah pada hamba-hamba-Nya tidak seberapa, hanya sekelumit kecil sebagaimana telah diuraikan al- Isra’ :85. Banyak orang yang membusungkan dada karena hasil penemuannya, kecuali orang yang benar-benar beriman kepada Allah ada tali kendalinya. Dalam Al Qur’an kita lihat al-’Alim itu dipadukan dengan asma lainnya
Ism ini berkhasiat untuk mendatangkan ilmu pengetahuan dan ma’rifat. Barangsiapa berdzikir dengannya secar rutin, maka ia akan mengenal Allah dengan sebenarnya sesuai dengan-Nya. Dan barangsiapa membacanya seratus kali secara rutin tiap-tiap selesai shalat fardhu, niscaya ia akan menjadi seoarang yang ahli kasyaf (yang bisa memandang dengan mata bathin) dan memiliki iman yang kuat.
















DAFTAR PUSTAKA
Ali Hasan, M.1997. Memahami dan Meneladani Asmaul Husna.PT Raja Grafindo: Jakarta.
Ghazali, al.1999. Al Asma al Husna (Rahasia nama-nama Indah Allah). Penerbit Mizan
Mahmud Samiy, Al Ustadz. 1993. Menyelami Rahasia nama-nama Allah yang Indah. Pustaka Hidayah

Quraish Shihab, M. 2005. Menyingkap Takbir Ilahi (asma al husna dalam perspektif Al Quran). Lentera Hati: Jakarta

0 Comments:

Post a Comment