Header Ads

23 December 2016

FUNGSI ETIKA, AGAMA, DAN BUDAYA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAQ


Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah
AQIDAH AKHLAQ DI MADRASAH DAN SEKOLAH
NAMA :
AHMAD SYAFII ( 13410154)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
SEMESTER GENAP
2014/2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
Akhlak adalah salah satu hal yang cukup sering dibahas dalam banyak dirkusus. Mulai dari agama, filsafat hingga keilmuan lainnya, akhlak menjadi tema yang cukup diminati banyak orang.
Jika dilihat dari sudut pandang agama misalnya, kita dapat melihat bagaimana sebenarnya tujuan diutusnya Nabi Muhammad SAW adalah memperbaiki akhlak manusia. hal itu tertera dalam salah satu surat dalam alquran yaitu surat Al Ahzab ayat 21
                 
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
sebagai satu hal yang urgent dalam agama islam, akhlak memang harus diajarkan dalam pendidikan agama islam. karena akhlak ini lah yang merupakan sentral dari ajaran islam.
para peserta didik harus dapat benar-benar mengilhami akhlak dalam kehidupan kesehariannya. Selama ini penjelasan akhlak dalam sekolah baik itu smp/sma ataupun MTs/MA hanya dijelaskan di taraf normatifnya belaka. Materi akidah akhlak yang dijelaskan dalam sekolah-sekolah hanya berupa dogma-dogma agama yang kaku. Hal itu membuat siswa menjadi tidak begitu tertarik dengan materi akidah akhlak terlebih pai sebagai mata pelajaran.
Untuk itu diperlukan sebuah perubahan materi yang disampaikan dikelas. Materi-materi yang selama ini disampaikan harus dikembangkan agar para siswa tidak merasa bosan dengan materi yang ada. Pengembangan itu dapat berupa melihat akhlak dari berbagai perspektif.
Dalam makalah ini kami akan mencoba melihat akhlak dari tiga sisi yang berbeda. Ketiga sisi tersebut adalah : agama, etika dan budaya. Kami akan mencoba menganalisa bagaimana fungsi dari ketiga hal tersebut (agama, etika, dan budaya) dalam pembentukan akhlak. Namun sebelumnya kami juga akan mencoba menjelaskan istilah istilah tersebut dalam berbagai varian perspektif. Hal ini diharapkan dapat membantu guru dalam mengembangkan materi yang ada, sehingga ada bahan-bahan pendalam materi bagi guru nantinya.
Sehingga diharapkan dengan adanya makalah ini dapat memberikan sumbangsih keilmuan bagi pengembangan materi aqidah akhlak dalam pembelajaran pai. Sehingga kami berharap materi-materi yang ada dalam pembelajaran pai menjadi lebih menarik dan berkembang.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian dari akhlak, etika, agama, dan budaya?
2. Bagaimana pandangan menurut alquran-hadits tentang akhlak, etika, agama, dan budaya?
3. Bagaimana pandangan menurut para ahli/ulama tentang akhlak, etika, agama, dan budaya?
4. Bagaimana pandangan masyarakat tentang, akhlak, etika, agama dan budaya?
5. Bagaimana fungsi dari etika, agama, dan budaya dalam pembentukan akhlak?
C. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari akhlak, etika, agama, dan budaya.
2. Mahasiswa dapat mengetahui pandangan menurut alquran-hadits tentang akhlak, etika, agama, dan budaya.
3. Mahasiswa dapat mengetahui pandangan masyarakat tentang, akhlak, etika, agama dan budaya.
4. Mahasiswa dapat mengatahui pandangan masyarakat tentang, akhlak, etika, agama dan budaya.
5. Mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari etika, agama, dan budaya dalam pembentukan akhlak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN.
1. AKHLAK
Akhlak secara etimologis adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat. Berakar dari kata khalaqa yang berarti menciptakan1. Seakar dengan kata khaliq (pencipta), makhluq (yang diciptakan) dan khalq (ciptaan).
Kesamaan tersebut mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (Tuhan) dengan perilaku makhluq (manusia). dengan kata lain, perlaku seseorang bisa dianggap memiliki nilai akhlak yang hakiki ketika perilaku tersebut didasarkan pada kehendak khaliq (Allah). 2
2. ETIKA
Sedangkan Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ethos dalam bentuk tunggal dan ta etha dalam bentuk jamak. Ethos memiliki banyak pengertian antara lain adat, akhlak, watak, sikap, dan lain-lain, sedang ta etha memiliki arti adat kebiasaan.. Etika adalah bagian dari cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral.Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John Of Damascus (abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical philosophy).
Ada istilah lain yang terkadang disama artikan dengan etika namun sebenarnya berbeda maknanya. Kata itu adalah etiket dan moral.
1 Adib Bisri, dan Munawwir A. Fatah Kamus Indonesia Kamus Al Bisri: Indonesia - Arab Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif) 1999 hlm 173
2 Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq (Yogyakarta: Pustaka Pelajar) 1999 hlm 1
Ada perbedaan antara etika dan etiket. Perbedaan tersebut dapat diringkas menjadi sebagai berikut :3
Etika
a. Selalu berlaku walaupun tidak ada saksi mata.
Contoh : larangan untuk mencuri tetap ada walaupun tidak ada yang melihat kita mencuri.
b. Bersifat jauh lebih absolut atau mutlak.
Contoh : “Jangan Mencuri” adalah prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar lagi.
c. Memandang manusia dari segi dalam.
Contoh : Walaupun bertutur kata baik, pencuri tetaplah pencuri. Orang yang berpegang teguh pada etika tidak mungkin munafik.
d. Memberi norma tentang perbuatan itu sendiri.
Contoh : Mengambil barang milik orang lain tanpa izin orang tersebut tidak diperbolehkan.
Etiket
a. Hanya berlaku dalam pergaulan. Etiket tidak berlaku saat tidak ada orang lain atau saksi mata yang melihat.
Contoh : Sendawa di saat makan melakukan perilaku yang dianggap tidak sopan. Namun, hal itu tidak berlaku jika kita makan sendirian, kemudian sendawa dan tidak ada orang yang melihat sehingga tidak ada yang beranggapan bahwa kita tidak sopan.
b. Bersifat relatif.
Contoh : Yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Contoh memandang orang tua ketika sedang berbicara. Di dunia timur memandang wajah orang tua yang sedang memarahi dianggap tidak baik sedangkan di barat jika orang tua sedang memarahi malah harus memandang wajahnya.
c. Hanya memandang manusia dari segi lahiriah saja.
3 Diakses dari http://sciencebooth.com/2013/05/11/perbedaan-etika-dan-etiket/ pada hari Senin tanggal 23 Februari 2015 pukul 08:20 WIB.
Contoh : Banyak penipu dengan maksud jahat berhasil mengelabui korbannya karena penampilan dan tutur kata mereka yang baik.
d. Etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan oleh manusia.
Misalnya : Memberikan sesuatu kepada orang lain dengan menggunakan tangan kanan.
Sedangkan perbedaan etika dan moral secara ringkasnya dapat dijelaskan bahwa etika merupakan penelaahan terhadap aktivitas kehidupan sehari-hari, etika adalah wilayah filosofinya. sedangkan moral adalah segala hal yang menjadi objek dari telaahnya etika.
3. AGAMA
Ada banyak tafsiran mengenai pengertian dari agama. Secara etimologi agama bukan berasal dari bahasa arab. Agama berasal dari bahasa sansekerta yaitu a yang berarti tidak dan gama yang berarti kacau, atau bisa diartikan tidak kacau atau tidak membuat kekacauan4. Ada pula yang menyatakan bahwa agama berasal dari kata a yang berarti tidak dan gam yang berarti pergi. Artinya bahwa dalam agama itu ada nilai-nilai universalitas yang abadi, tetap dan tidak berubah/pergi5. Ada juga yang mengartikan agama berasal dari kata a yang berarti awang-awang, kosong hampa, ga yang berarti yang berarti tempat, dan ma yang berarti matahari, terang atau sinar. Artinya adalah agama merupakan pelajaran yang menguraikan tata cara yang semuanya penuh misteri kareana Tuhan dianggap bersifat rahasia.
Bila diterjemahkan ke dalam bahasa inggris akan menjadi religious. Kata ini berasal dari bahasa lain religio atau religi.
Menurut Olaf Scuhman baik religion maupun religio, keduanya berasal dari akar kata yang sama, yaitu religare yang berarti “mengikat kembali”, atau dari kata relegere yang berarti “menjauhkan, menolak, melalui”. Arti yang kedua, relegere dipegang oleh filosof Romawi Cicero dan Teolog Protestan Karl Barth, dan sebab itu mereka melihat religio sebagai usaha manusia yang hendak memaksa Tuhan untuk memberikan sesuatu, lalu manusia menjauhkan diri lagi.
4 Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Fikiran Terhadap Agama, (Medan : firma islamiah) 1957, hlm 19
5 Harun Nasution, Islam Di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia ( UI Press)) 2005 hlm 1
Sedangkan arti yang pertama, religare, dipegang oleh Gereja Latin (Roma Katolik). Erasmus dari Rotterdam (1469-1539) menyatakan bahwa paham ini dikaitkan dengan sikap manusia yang benar terhadap Tuhan. Benar pula, karena ajara-ajaran agama memang mempunyai sifat mengikat bagi manusia yang mempercayainya. Agama (religio) dalam arti religare juga berfungsi untuk merekatkan pelbagai unsur dalam memelihara keutuhan diri manusia, diri orang per orang atau diri sekelompok orang dalam hubungannya terhadap Tuhan, terhadap sesama manusia, dan terhadap alam sekitarnya.6
Sementara Sayyed Hossein Nasr mengatakan “religare” yang berarti “mengikat” merupakan lawan dari “membebaskan”. Ajaran Sepuluh Perintah (Ten Commandments) yang membentuk fondasi moralitas Yahudi dan Kristen terdiri dari sejumlah pernyataan “janganlah kamu”, yang menunjukkan suatu pembatasan dan bukan pembebasan.7
Agama juga disebut dengan istilah din. Dalam bahasa Semit, din berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan.8
Bila lafal din disebutkan dalam rangkaian din-ullah, maka dipandang datangnya agama itu dari Allah, bila disebut dinunnabi dipandang nabilah yang melahirkan dan menyiarkan, bila disebut dinul-ummah, karena dipandang manusialah yang diwajibkan memeluk dan menjalankan. Ad-din bisa juga berarti syari’ah: yaitu nama bagi peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang telah disyari’atkan oleh Allah selengkapnya atau prinsip-prinsipnya saja, dan dibedakan kepada kaum muslimin untuk melaksanakannya, dalam mengikat hubungan mereka dengan Allah dan dengan manusia. Ad-din juga berarti millah, yaitu mengikat. Yaitu ikatan antara manusia dan Tuhannya.
Thabathabai membedakan antara din dengan millat dan syariat. Menurutnya syariat adalah jalan yang harus ditempuh setiap umat atau nabi, seperti syariat nabi ibrahim, isa, musa muhammad dll. Sedangkan din adalah
6 Olaf Schuman, Keluar Dari Benteng Pertahanan, (Jakarta : GM Grasindo), 1996 hlm 5
7 Seyyed Hossein Nasr, the heart of islam, (Bandung : Mizan) 2003 hlm 355
8 Adib Bisri, dan Munawwir A. Fatah Kamus Indonesia Kamus Al Bisri: Indonesia - Arab Arab – Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif) 1999 hlm 215
sunnah dan jalan ketuhanan untuk seluruh umat manusia. jika syariat memungkinkan untuk dinasakh mansukh, maka din tidak dapat dinasakh mansukh. Sedangkan millat adalah tradisi yang hidup dan berjalan dalam sebuah komunitas.9
4. BUDAYA
Kata budaya berasal dari bahasa Sansekertta yaitu kata Buddhayah, kata Buddhayah adalah bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti sebagai hal hal yang berkaitan dengan budi atau akal manusia. Sedangkan dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut dengan Culture, kata Culture sendiri berasal dari kata latin colere yang berarti mengola atau mengerjakan.10
Budaya (cultuur = bahasa belanda, culture = bahasa inggris, tsaqafah = bahasa arab) berasal dari bahasa latin colere yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan dan mengembangkan.
B. PANDANGAN ALQURAN DAN HADITS
1. AKHLAK
dalam surah al qolam ayat 4 disebutkan :
    
Artinya:” Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”.
Ayat ini menjelaskan tentang nabi muhammad saw. Dimana beliau adalah makhluk yang memiliki sebaik-baiknya akhlak. Dalam hadits juga disebutkan.
Ø¥ِÙ†َّÙ…َا بُعِØ«ْتُ لاُتَÙ…ِِّÙ…َ Ù…َÙƒَارِÙ…َ الاَØ®ْÙ„ََÙ‚ِ
Artinya :” Sesungguhnya aku diutus, (tiada lain, kecuali) supaya menyempurnakan akhlak”. HR. Ahmad; lihat as-silsilah ash-shahiihah)
2. AGAMA.
dalam surah almaidah ayat 3 disebutkan :
9 Abd Moqshid Ghozali Argumen Pluralisme Agama (Depok: Katakita) 2009 hlm 46
10 Dikutip dari http://ridwanaz.com/umum/akademik/pengertian-budaya/ pada hari Senin 23 Februari 2015 pukul 13:55
            
             
               
              
        
Artinya: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
C. PANDANGAN PARA AHLI.
1. AKHLAK
Imam al-Ghazali mendefinisikan akhlak dalam kitabnya Ihya 'Ulumuddin adalah suatu perangai (watak, tabiat) yang menetap kuat dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya, secara mudah dan ringan, tanpa perlu dipikirkan dan atau direncanakan sebelumnya11.
11 Al-Ghozali, Mengobati penyakit Hati tarjamah Ihya``Ulum Ad-Din, dalam Tahdzib al-Akhlaq wa Mu`alajat Amradh Al-Qulub, (Bandung: Karisma) 2000, hlm 31.
Istilah lain dikemukakan oleh Prof.Dr. Ahmad Amin. Ia mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu bila dibiasakan akan sesuatu maka kebiasaannya itu di sebut akhlak. Contohnya bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan itu ialah akhlak dermawan12.
Menurut Imam Maskawaih akhlak adalah suatu keadaan bagi jiwa yang mendorong seseorang melakukan tindakan – tindakan dari keadaan itu tanpa melalui pikiran dan pertimbangan. Keadaan ini terbagi menjadi dua: ada yang berasal dari tabi’at aslinya, dan ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang – ulang. Boleh jadi pada mulanya tindakan – tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemidian dilakukan terum – menerus maka jadilah suatu bakat dan akhlak13
2. ETIKA
Menurut Aristoteles: di dalam bukunya yang berjudul Etika Nikomacheia, Pengertian etika dibagi menjadi dua yaitu, Terminius Technicus yang artinya etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. dan yang kedua yaitu, Manner and Custom yang artinya membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (in herent in human nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku atau perbuatan manusia.
Dalam
Dalam buku kamus istilah pendidikan dan umum dinyatakan bahwa etika adalah bagian filsafat yang mengajarkan tentang keluhuran budi (baik buruk)14. Sedangkan menurut I Geda AB Wiranata, etika merupakan refleksi manusia tentang apa yang dilakukan dan dikerjakan15. Etika adalah tempat bagi usaha manusia untuk menjawab suatu pertanyaan manusia yang amat fundamental. Etika sering disebut filsafat moral. Etika membantu manusia menyuluhi kesadaran moralnya dan turut serta mencari pemecahan yang dapat
12Asmaran, Pengantar Studi Akhlak (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada) 1994 hlm 1-2
13Tahdzibul akhlak wa tahdzibul ‘arok. hlm.31
14M Sastrapradja, Kamus Istilah Pendidikan Dan Umum (Surabaya: Usaha Nasional) 1981 hlm 144
15I Gede AB Wiranata, Dasar-Dasar Etika Dan Moralitas (Pengantar Kajian Etika Profesi Hukum) (Bandung : PT Citra Aditya Bhakti) 2005 hlm 81-82
dipertanggungjawabkannya. Etika juga membantu mencari alasan mengapa suatu perbuatan harus dilakukan atau sebaliknya tidak untuk dilakukan.
Dalam istilah lain Ahmad Amin mengemukakan bahwa etika adalah ilmu yang menjelaskan baik dan buruk, dan menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus ditempuh oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat oleh manusia itu sendiri16.
Etika dibagi menjadi dua macam yaitu etika deskriptif dan etika normatif.
1. Etika deskriptif adalah etika dimana objek yang dinilai adalah sikap dan perilaku manusia dalam mengejar tujuah hidupanya sebagaimana adanya, ini tercermin pada situsi dan kondisi yang telah membumi di masyarakat secara turun temurun.17
2. Etika normatif
etika normatif yaitu sikap dan perilaku manusia atau masyarakat yang sesuai dengan norma dan moralitas yang ideal. Etika ini secara umum dinilai memenuhi tuntutan dan perkembangan dinamika serta kondisi masyarakat. Ada tuntutan yang menjadi acuan bagi umum atau semua pihak dalam menjalankan kehidupannya18
3. AGAMA.
Ada banyak sekali pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, beberapa yang dapat kami rangkum adalah:
H Agus Salim menyatakan agama adalah ajaran tentnag kewajiban dan kepatuhan terhadap aturan, petunjuk perintah yang diberikan oleh allah kepada manusia lewat utusan-utusannya dan oleh rasul-rasulnya yang diajarkan kepada manusia melalui pendidikan dan teladan19
dalam istilah lain, Supardi Suparlan mengemukakan bahwa agama adalah suatu sistem keyakinan yang dianut dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh
16 Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlaq) (Jakarta: PT Bulan Bintang) 1995 hlm 3.
17 Muslich, Etika Bisnis: Pendekatan Substantif Dan Fungsional (Yogyakarta: Lukman Offset), 1998 cet 1 hlm 1-2
18 Ibid.
19 H Agus Salim, Tauhid, Taqdir, Dan Tawakkal (Jakarta Tintaemas) 1967 hlm 6
suatu kelompok atau masyarakat dalam mengintervensi dan memberi respon terhadap apa yang dirasakan dan diyakini sebagai yang ghaib dan suci.20
Harus Nasution mengemukakan pelbagai pengertian tentnag agama yang dikemukakan sejumlah ahli, dia menjelaskan ada 8 hal21:
1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dan kekuatan ghoib yang harus dipatuhi.
2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan ghaib yang menguasai manusia
3. Pengikatan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandun gpengakuan pada suatu sumber yan gberada diluar manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia
4. Kepercaayaan pada suatu kekuatan ghaib yang menimbulkan cara hidup tertentu
5. Suatu sistem tingkah laku yang berasal dari sesuatu yang ghaib
6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada kekuatan ghaib.
7. Pemujaan terhadap kekuatan ghaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat di alam sekitar manusia
8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan tuhankepada manusia melalui seorang rasul
4. KEBUDAYAAN
Ada banyak sekali pengertian kebudayaan yang dikemukakan oleh para ahli, namun disini kami hanya menampilkan beberapa pengertian yang sering dikutip :
1. E.B Taylor
Dalam bukunya yang berjudul primitive culture, dia mendifinisikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan kompleks, yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan kepercayaan, kesenian, moral, hukum adat istiadat, dan
20 Supardi Suparlan, “kata pengantar” dalam Roland Robeston, Agama Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologis, (Jakarta Rajawali Press) 1933 hlm v
21 Abd Moqshid Ghozali Argumen Pluralisme Agama (Depok: Katakita) 2009 hlm 49
kemauan yang lain, serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2. Dr M Hatta
Hatta dengan singkat mengatakan bahwa kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa.
3. Prof. Dr Koentjaraningrat
Pegertian dari Koentjaraningrat sering sekali dijadikan rujukan dari pengertian budaya. Kebudayaan menurutnya adalah keseluruah manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan yang semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Koentjaraningrat membagi wujud kebudayaan menjadi tiga macam :22
1. Wujud kebudayaan sebagai kompleks ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat.
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
B. PANDANGAN PUBLIK
1. AKHLAK
Akhlak dilihat dari kacamata publik biasa diartikan sebagai sesuatu yang istimewa. Dalam bahasa yang biasa dipakai masyarakat akhlak sering disamakan dengan istilah sopan santun atau tatakrama. akhlak dimaknai semacam sifat yang dimiliki oleh orang yang nantinya akan menentukan karakter dari orang tersebut.
untuk dapat hidup dengan baik ditengah masyarakat, seseorang seharusnya memiliki akhlak yang baik. Dengan memiliki akhlak yang baik orang lain akan merasa nyaman hidup dengannya. Berbeda dengan orang yang memiliki akhlak buruk, orang lain akan merasa risih hidup bersamanya. Jika hal ini diteruskan maka akan mengganggu eksistensi dari orang yang memiliki akhlak buruk tersebut dan akan berakibat dari terbuangnya dia dari kehidupan masyarakat.
2. ETIKA.
22 Ibid hlm 31
Dalam pandangan masyarakat, etika sering kali dipandang sama dengan moral atau norma. Etika dimaknai sebagai aturan yang harus ditaati oleh semua orang. biasanya etika dimaknai sebagai seperangkat aturan yang tidak tertulis yang mana aturan tersebut mengikat setiap orang dan aturan tersebut bisa bersifat universal juga bisa bersifat lokal.
3. AGAMA.
Agama bagi pandangan publik biasa dimaknai sebagai sesuatu yang taken for granted. Sesuatu yang tidak dapat diubah lagi. Kebanyakan orang menganggap Agama adalah semacam pesan dari tuhan yang mengikat setiap manusia yang didalamnya terdapat aturan-aturan hitam putih (benar salah).
Padahal di dalam agama tidak hanya wilayah aturan-aturan hitam putih saja yang dibahas, masih sangat luas wilayah kajian-kajian agama yang harus dipahami oleh masyarakat. Dan ini biasanya dikarenakan kurangnya pengetahuan dari para guru agama/kiai yang mengajar. Selain itu juga pandangan yang sempit tentang agama dapat memancing keluarnya amarah dengan cepat apabila melihat hal-hal yang dianggap bertentangan dengan ajaran agama yang dipahaminya.
4. BUDAYA.
Budaya dalam pandangan masyarakat sangat dipandang sempit sekali. Istilah budaya biasanya hanya dikorelasikan dengan produk-produk kesenian yang ada dimasing-masing daerah. Budaya biasanya hanya dimaknai seperti tari-tarian, lukisan dan lain sebagainya yang biasanya bersifat tradisi.
Padahal budaya tidak hanya dimaknai sesempit itu. Memang itu merupakan bagian dari budaya namun bukan itu yang substantif. Seharusnya pembahasan yang dilakukan itu menyangkut tentang nilai-nilai filosofis yang ada di dalam sebuah karya budaya, bukan hanya nilai-nilai estetikanya saja.
C. FUNGSI ETIKA, AGAMA DAN BUDAYA DALAM PEMBENTUKAN AKHLAK
Dari uraian panjang diatas dapat kita tarik beberapa kesimpulan bahwa akhlak sebagai ruh dari semangat keislaman harus dihidupkan dalam pendidikan islam. peserta didik harus diajarkan bagaimana memiliki akhlak yang baik.
Karena dengan akhlak yan baik akan membawa kehidupan masyarakat yang lebih baik.
Jika dilihat akhlak sebagai bagian dari sisi psikis manusia, maka tentunya akhlak tidak dapat berdiri sendiri. Dia harus dibentuk oleh faktor-faktor luar non bawaan. Faktor-faktor inilah yang akan menentukan bagaimana bentuk dari akhlak itu.apakah menjadi baik ataukah malah menjadi buruk.
Faktor yang paling menentukan dari pembentukan akhlak ada tiga yaitu etika, agama, dan budaya.
Fungsi dari ketiga hal itu adalah sebagai berikut:
1. Sebagai spirit utama pembentukan akhlak.
Akhlak seharusnya terbentuk dari ketiga hal tersebut (etika, agama, dan budaya). Ketiga hal itu merupakan perwujudan dari tiga sifat utama, yaitu baik-buruk, benar-salah, dan indah-tidak indah. Akhlak harus bisa merangkum ketiga pasang sifat tersebut. Jangan sampai hanya mengambil salah satunya tanpa memperdulikan yang lainnya.
Terkadang dalam pembentukannya akhlak manusia hanya terbentuk dari salah satu hal tersebut. Misal hanya terbentuk dari agama saja. Maka nilai yang dibentuk dalam diri peserta didik hanya tentang benar-salah saja.nilai-nilai kebudayaan yang ada di dalam masyarakat dengan garangnya di babat habis. Kehidupan dipandang kaku hanya tentang peraturan-peraturan yang rigid. Hal itu tentu akan mereduksi secara besar-besaran makna islam sebenarnya. Tentu ini akan menjadikan islam menjadi dilihat buruk dimata masyarakat. Untuk itu fungsi etika dan budaya dalam pembentukan akhlak yang islami menjadi sangat penting. Etika dan budaya harus juga menjadi dasar dalam pembentukan akhlak islami.
Begitu pula sebaliknya, jika akhlak yang dibentuk hanya berdasar pada etika (sifat etika adalah rasional) maka akan ada kekeringan dalam diri manusia. hal ini juga sudah disampaikan jauh oleh seorang filosof bernama imanuel kant. Dia berpendapat memang bisa saja seorang hidup dengan menggunakan rational ethic (akal murni), namun itu belum cukup
menurut kant. Memang manusia akan terikat dengan peraturan yang dibuat oleh dirinya sendiri. Namun hal itu juga bisa membuat manusia menjadi tidak terarah. Untuk itu diperlukan kekuatan diluar dirinya yang dianggap lebih kuat. Disinilah peran agama dan ketuhanan. Sifat misterius dari agama akan membuat manusia menjadi tidak kering hidupnya. Dia akan terus mencari kebenaran itu dan dia akan terarahkan dengan jelas kehidupannya.
2. Sebagai pembatas dalam bertindak untuk kemaslahatan
Sebelumnya sudah disinggung bahwa dalam agama ada peraturan-peraturan yang harus di laksanakan. Peraturan ini tentunya bukan hanya peraturan langit yang tidak membumi. Peraturan ini tentunya dapat menjawab permasalah-permasalahan yang ada di masyarakat. Untuk itu peran agama sangat sentral dalam mengendalikan akhlak manusia.
3. Sebagai pemandu dalam kehidupan bermasyarakat.
Hidup manusia tidak akan pernah lepas dari budaya. Kebudayaan merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat. Untuk hidup di dalam masyarakat tentunya kita harus tahu bagaimana budaya-budaya yang ada di dalam masyarakat tersebut. Untuk itu akhlak juga harus dikenalkan dengan budaya-budaya yang ada dimasyarakat.
Peserta didik harus dikenalkan dengan kebudayaan yang ada dimasyarakatnya. Jangan sampai dia menjadi anti terhadap kebudayaan daerahnya. Hal ini akan membuat dia menjadi terasingkan dari masyarakatnya. Dan nilai-nilai dakwah yang islami akan runtuh apabila nilai-nilai budaya tidak diakomodir.
Untuk itu perlu adanya pengertian tentang kebudayaan. Bagaimana peserta didik harus dididik tentang nilai-nilai keagamaan yang diajarkan rasulullah namun tidak melupakan nilai-nilai budaya yang ada disekitarnya. Sehingga nantinya akhlak yang terbentuk dalam diri peserta didik benar-benar bisa menjadi akhlak yang terpuji. Benar-benar menjadi akhlak yang insan kamil.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Akhlak memiliki posisi penting dalam diri peserta didik. Akhlak yang terbentuk di dalam diri peserta didik akan menentukan bagaimana tingkah lakunya di masyarakat.
2. Dalam pembentukannya akhlak tidak dapat berdiri sendiri. Dia harus di bentuk dari tiga faktor, yaitu etika, agama dan budaya. Ketiga hal itu adalah representasi dari nilai baik-buruk, benar-salah, dan indah-tidak indah.
3. Dalam pembentukannya, ketiga faktor itu tidak dapat ditinggalkan salah satunya. Meninggalkan salah satunya akan menjadikan akhlak tidak sempurna. Untuk itu ketiga hal itu harus sangat diperhatikan dalam pembentukan akhlak.
4. Peserta didik harus dididik menjadi manusia yang berakhlak mulia. Akhlak insan kamil.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas Z. Arifin, 1957, Perkembangan Fikiran Terhadap Agama, Medan : firma islamiah
Al-Ghozali, 2000, Mengobati penyakit Hati tarjamah Ihya``Ulum Ad-Din, dalam Tahdzib al-Akhlaq wa Mu`alajat Amradh Al-Qulub, Bandung: Karisma
Amin Ahmad, 1995, Etika (Ilmu Akhlaq) Jakarta: PT Bulan Bintang
Asmaran, 1994, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Bisri, Munawwir, 1999, Kamus Indonesia Kamus Al Bisri: Indonesia - Arab Arab – Indonesia Surabaya: Pustaka Progresif
Ghozali A. Moqshid, 2009, Argumen Pluralisme Agama Depok: Katakita
Ilyas Yunahar, 1999, Kuliah Akhlaq Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Muslich, 1998, Etika Bisnis: Pendekatan Substantif Dan Fungsional, Yogyakarta: Lukman Offset
Nasr S. Hossein, 2003, The Heart Of Islam, Bandung : Mizan
Nasution Harun, 2005, Islam Di Tinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia ( UI Press)
Salim Agus, 1967, Tauhid, Taqdir, Dan Tawakkal, Jakarta Tintaemas
Sastrapradja M, 1981, Kamus Istilah Pendidikan Dan Umum Surabaya: Usaha Nasional
Schuman Olaf, 1996, Keluar Dari Benteng Pertahanan, Jakarta : GM Grasindo
Suparlan Supardi, 1933 “kata pengantar” dalam Roland Robeston, Agama Dalam Analisa Dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta Rajawali Press
Tahdzibul akhlak wa tahdzibul ‘arok.
Wiranata I Gede AB, 2005, Dasar-Dasar Etika Dan Moralitas (Pengantar Kajian Etika Profesi Hukum) Bandung : PT Citra Aditya Bhakti
Diakses dari http://sciencebooth.com/2013/05/11/perbedaan-etika-dan-etiket/ pada hari Senin tanggal 23 Februari 2015 pukul 08:20 WIB.
Dikutip dari http://ridwanaz.com/umum/akademik/pengertian-budaya/ pada hari Senin 23 Februari 2015 pukul 13:55

0 Comments:

Post a Comment