Header Ads

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

04 September 2016

ALQURAN DAN WAHYU

Hasil gambar untuk ALQURAN DAN WAHYU
1
Modul II ALQURAN DAN WAHYU Oleh: Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, M.A. A. PENGERTIAN WAHYU DAN ALQURAN Al-Wahy atau wahyu adalah kata masdar (infinitif); dan kata itu menunjukkan dua pengertian dasar, yaitu: tersembunyi dan cepat. Oleh sebab itu, maka dikatakan wahyu ialah pemberitahuan secara tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan kepada orang yang diberitahu tanpa diketahui orang lain. Menurut ilmu bahasa, wahyu ialah : isyarat yang cepat dengan tangan dan sesuatu isyarat yang dilakukan bukan dengan tangan. Juga bermakna surat, tulisan, sebagaimana bermakna pula, segala yang kita sampaikan kepada orang lain untuk diketahuinya. Wahyu itu ialah : yang dibisikkan kedalam sukma, diilhamkan dan isyarat cepat yang lebih mirip kepada dirahasiakan daripada dilahirkan. Pengertian wahyu dalam arti bahasa meliputi: 1. Ilham sebagai bawaan dasar manusia, seperti wahyu terhadap ibu Nabi Musa: ٚأٚح ١ بٕ إ ٌٝ أ ِٛعٝ أ أسضع ١ٗ ...
"Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: "Susuilah dia... " (al Qasas [28]:7). Ilham yang berupa naluri pada binatang, seperti wahyu kepada lebah: ٚأٚحٝ سبه إ ٌٝ إ حٌ أ اتخزٞ ا جٌببي ب ١ٛتب ٚ ا شٌجش ٚ بِّ ٠عششْٛ
Dan Tuhanmu telah mewahyukan (ilhamkan) kepada lebah: 'Buatlah sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di rumah-rumah yang didirikan manusia. (an-Nahl [16]:68).
2. Isyarat yang cepat melalui rumus dan kode, seperti isyarat Zakaria yang
2
diceritakan Qur'an:
فخشج ع ٍٝ لٛ ا حٌّشاة فؤٚحٝ إ ١ٌٙ أ عبحٛا بىشة ٚعش ١ب
"Maka keluarlah dia dari mihrab, lalu memberi isyarat kepada mereka: 'Hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang. "' (Maryam [19]:11).
3. Bisikan dan tipu daya setan untuk menjadikan yang buruk kelihatan indah dalam diri manusia.
... ١ٌٛحٛ إ ٌٝ أٚ ١ٌآئٙ ١ٌجبد ٌٛو ٚإ أطعت ّٛ إ ىٔ شٌّشوْٛ ٚإ ا شٌ ١بط ١
"Sesungguhnya syaitan-syaitan itu membisikkan kepada kawankawannya agar mereka membantah kamu." (al-An`am [6]:121). ٚوز هٌ جع بٍٕ ىٌ بٟٔ عذٚا ش ١بط ١ الإ ظٔ ٚا جٌ ٠ٛحٟ بعضٙ إ ٌٝ بعض
صخشف ا مٌٛي غشٚسا
"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan dari jenis manusia dan dari jenis jin; sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia." (al-An'am [61:112).
4. Berupa suatu perintah untuk dikerjakan.
إر ٠ٛحٟ سبه إ ٌٝ ا لٌّآئىت أ ٟٔ عِى فثبتٛا ا زٌ ٠ آ ِٛإ
"Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: 'Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman. "' (al-Anfal [8]:12).
Sedangkan menurut istilah, wahyu ialah : sebutan bagi sesuatu yang dituangkan dengan cara yang cepat dari Allah kedalam dada Nabi-nabi-Nya, sebagaimana dipergunakan juga untuk lafadz Alquran. Dapat diartikan juga bahwa wahyu Allah kepada nabi-nabi-Nya adalah : pengetahuan-pengetahuan yang Allah tuangkan ke dalam jiwa Nabi, untuk mereka sampaikan kepada manusia untuk
3
menunjuki dan memperbaiki mereka di dalam dunia serta membahagiakan mereka diakhirat. Oleh sebab itu para ulama berpendapat mengenai cara turunnya wahyu Allah yang berupa Qur'an kepada Jibril dengan beberapa pendapat:
1. Bahwa Jibril menerimanya secara pendengaran dari Allah dengan lafalnya yang khusus.
2. Bahwa Jibril menghafalnya dari lauhul mahfuz.
3. Bahwa maknanya disampaikan kepada Jibril, sedang lafalnya adalah lafal Jibril, atau lafal Muhammad s.a.w.
Pendapat pertama itulah yang benar; dan pendapat itu yang dijadikan pegangan oleh Ahlus Sunnah wal Jama'ah, serta diperkuat oleh hadis Nawas bin Sam'an yakni:
Hadis dari Nawas bin Sam’an r.a. yang mengatakan: Rasulullah s.a.w. berkata: Apabila Allah hendak memberikan wahyu mengenai suatu urusan, Dia berbicara melalui wahyu, maka langit pun tergetarlah dengan getaran atau dia mengatakan dengan goncangan yang dahsyat karena takut kepada Allah ‘azza wa Jalla. Apabila penghuni langit mendengar hal itu, maka pingsan dan jatuh bersujudlah mereka itu kepada Allah. Yang pertama sekali mengangkat muka di antara mereka itu adalah Jibril, maka Allah membicarakan wahyu itu kepada Jibril menurut apa yang dikehendakiNya. Kemudian Jibril berjalan melintasi para malaikat. Setiap kali dia melalui satu langit, maka bertanyalah kepadanya malaikat langit itu: Apakah yang telah dikatakan oleh Tuhan kita wahai Jibril? Jibril menjawab: Dia mengatakan yang
4
hak dan Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar. Para malaikat itu semuanya pun mengatakan seperti apa yang dikatakan Jibril. Lalu Jibril menyampaikan wahyu itu seperti diperintahkan Allah azza wa jalla. (HR. Thabrani). b. Alquran Alquran menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr.Subkhi Al-Shalih berarti "bacaan", asal katanya adalah "qara 'a ". Kata A1-Qur'an itu berbentuk masdar dengan arti isim maf’ul yaitu "maqru "' (yang dibaca). Sedangkan menurut istilah Alquran ialah : "Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan yang ditulis di mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya adalah ibadah, dimulai dari al-Fatihah dan diakhir dengan al-Nas. Dengan demikian kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidaklah dinamakan Alquran. B. CARA ALQURAN DIWAHYUKAN Nabi Muhammad SAW dalam hal menerima wahyu mengalami bermacam-macam cara dan keadaan, diantaranya
1. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi dengan rupanya yang asli. Hal ini tersebut dalam Alquran.
ٚ مٌذ سآ ضٔ تٌ أخشٜ ع ذٕ عذسة ا تٌّٕٙٝ
"Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya (Jibril) pada kali yang lain. Ketika (ia berada) di Sidratul Muntaha ". (QS. an-Najm :13-14)
2. Malaikat memasukkan wahyu kedalam hatinya. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW tidak melihat sesuatu apapun, hanya beliau merasa bahwa itu sudah berada saja dalam kalbunya. Mengenai hal ini Nabi mengatakan :
5
ٚ بِ وب بٌشش أ ٠ى الله إلا ٚح ١ب أٚ ٚساء حجبة أٚ ٠شع سعٛلا ف ١ٛحٟ بئر بِ
٠شبء إ ع ٍٟ حى ١ُ
Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.". (QSAsySyuu’ra : 51) 3. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi Muhammad SAW berupa seorang laki-laki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar akan kata-kata itu. 4. Wahyu datang kepadanya seperti gemerincing lonceng. Cara yang seperti inilah yang amat berat yang dirasakan oleh Nabi. Kadang-kadang pada keningnya bercucuran keringat, terkadang disaat beliau mengendarai unta, untanya berhenti dan terduduk karena merasakan beban yang teramat berat. 5. Allah berbicara kepada Nabi dari belakang hijab, baik dalam keadaan nabi yang sadar (jaga), sebagaimana sewaktu beliau Isra', ataupun dalam keadaan tidur seperti yang diriwayatkan oleh Turmudzi melalui sebuah hadits dari Muadz. 6. Melalui mimpi yang benar. 7. Israfil turun membawa beberapa kalimat wahyu, sebelum Jibril datang membawa wahyu Alquran. 8. Segolongan ahli ilmu berpendapat, bahwa ada lagi satu cara wahyu itu diturunkan, yaitu Allah berbicara langsung dengan Nabi dengan bertatap muka tanpa hijab. Adapun pendapat ini berdasarkan faham bahwa Nabi Muhammad dapat melihat Allah dengan mata kepalnya. Hal inilah yang kemudian banyak diperselisihkan oleh para ulama. Karena `Aisyah menolak pendapat bahwa Rasulullah SAW dapat melihat Allah
C. HIKMAH ALQURAN DITURUNKAN BERANGSUR-ANGSUR.
6
Dari beberapa sumber yang ada menyebutkan bahwa Alquran itu diturunkan secara berangsur-angsur dalam masa 22 tahun 2 bulan 22 hari. Selama 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah. Turunnya Alquran secara berangsur-angsur sudah barang tentu ada hikmah yang terkandung dibalik semua itu. Hikmah turunnya Alquran secara berangsur-angsur diantaranya. 1. Agar lebih mudah dimengerti dan diamalkan. Apabila A1-Qur'an yang berisikan perintah dan larangan diturunkan sekaligus, maka niscaya manusia akan merasa kesulitan untuk mengamalkannya. Hal ini disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah r.a. 2. Turunnya suatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi. Hal ini tentu akan lebih mengesankan dan lebih berpengaruh didalam hati manusia. Wahyu itu apabila diturunkan tiap-tiap waktu kejadian, maka teguhlah hati orang yang menerimanya. 3. Memudahkan proses penghafalannya. 4. Diantara ayat -ayat yang turun, ada yang merupakan jawawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan atau penolakan terhadap suatu pendapat atau perbuatan. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Abbas r.a., hal ini tidak mungkin terjadi jikalau Alquran diturunkan sekaligus. 5. Diantara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh sesuai dengan kemaslahatan. Hal ini tidak dapat dilakukan sekiranya Alquran diturunkan sekaligus. D. KEDUDUKAN ALQURAN
Apabila kita memandang Alquran dalam konteks dasar-dasar keislaman, maka kedudukan A1-Qur'an merupakan sumber utama (sumber dari segala sumber) atau pokok-pokok asas bagi syari'at Islam. Kemudian dari Alquran inilah diambil segala pokok-pokok syari'at dan cabang-cabangnya. Sehingga dapat pula dikatakan bahwa Alquran merupakan dasar kully bagi syari'at Islam dan pengumpul
7
segala hukum. Oleh karena Alquran dasar-dasar pokok, maka dalam hal memahaminya memerlukan tafshil (perincian). Oleh karena itu Alquran memerlukan hadits dalam hal penjelasannya. Maka dikenallah bahwa hadits (sunnah) merupakan sumber yang kedua dalam Islam setelah Alquran. E. NAMA-NAMA ALQURAN Alquran mempunyai beberapa nama yang kesemuanya menunjukkan kedudukannya yang tinggi dan luhur, dan secara mutlak Alquran adalah kitab samawy yang paling mulia. Karenanya dinamailah kitab samawy itu dengan: Alquran, Al-Furqan, At-Tanzil, AdaDzikr, Al-Kitab dsb. Seperti halnya Allah juga telah memberi sifat tentang Alquran sifat-sifat yang luhur antara lain; nur/cahaya, hudan (petunjuk), rahmat, syifa' (obat), mau'izhah (nasehat), `aziz (mulia), mubarak (yang diberkahi), basyir (pembawa khabar baik), nadzir (pembawa khabar buruk) dan sifat-sifat lain yang menunjukkan kebesaran dan kesuciannya. Alasan penamaan:
1. Alasan dinamainya dengan Al Qur'an ialah karena banyak (kata-kata Alquran) terdapat dalam ayat, antara lain firman Allah s w.t.: Qaaf: 1:
ق ٚا مٌشآ ا جٌّ ١ذ
Dan Firman-Nya al-Isra’ :9 إ ز٘ا ا مٌشآ ٠ٙذٞ تٌٍٟ ٟ٘ ألٛ Sesungguhnya Alquran ini memberi petunjuk pada jalan yang amat lurus. (Al-Isra: ayat 9).
2. Dinamakan Al-Furqan sebagaimana tertera dalam firman Allah s. w, t.:
تببسن ا زٌٞ ضٔي ا فٌشلب ع ٍٝ عبذ ١ٌىٛ عٌٍب ١ٌّ زٔ ٠شا
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Alquran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam (al-Furqan: 1)
8
3. Dinakamakan at-Tanzil sebagaimana tertera dalam firman Allah asy-Suara: 192-193):
ٚإ تٌ ضٕ ٠ سة ا عٌب ١ٌّٓ ضٔي ب ا شٌٚح الأ ١ِٓ
Dan sesungguhnya Al Qur'an (al-Tanzil) ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al Amin (Jibril).
4. Dinamakan Adz-Dzikr sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Hijr: 9:
إ بٔ حٔ ضٔ بٌٕ ا زٌوش ٚإ بٔ حٌبفظْٛ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an (adz-Dzikr), dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
5. Dinamakan dengan Al-Kitab sebagaimana tertera dalam firman Allah QS. Ad-Dukhan: 1-3:
حُ ٚا ىٌتبة ا بٌّ ١ٓ إ بٔ أ ضٔ بٌٕ فٟ ١ٌ تٍ بِبسوت إ بٔ و بٕ زِٕس ٠ٓ
Haa Miim. Demi Kitab (Al Qur'an) yang menjelaskan, sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Adapun mengenai sifat-sifatnya sungguh tertera dalam sejumlah ayat-ayat Alquran, bahkan sedikit sekali (jarang) surat-surat dalam Alquran yang tidak menyebutkan sifat-sifat yang indah dan mulia terhadap kitab yang diturunkan oleh Tuhan yang Maha Mulia yang dijadikan mukjizat yang abadi bagi seorang Nabi yang terakhir. Sifat-sifat Alquran, antara lain disebutkan: A. Alquran sebagai (1) Burhan dan (2) Nur (QS. An Nisa [4]: 174): ٠ب أ ٠ٙب إ بٌط لذ جبءو بش ب٘ سبى ٚأ ضٔ بٌٕ إ ١ٌى ٛٔسا بِ ١ بٕ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur'an). B. Alquran sebagai (3) mau’idzah, (4) syifa’, (5) hudan dan (6) rahmat (QS. Yunus [10]: 57:
9
٠ب أ ٠ٙب إ بٌط لذ جبءتى ِٛعظت سبى ٚشفبء بٌّ فٟ اصٌذٚس ٚ ذٜ٘ ٚسح تّ ؤٌٍّ ١ِٕٓ
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. ٚ ضٕٔي ا مٌشآ بِ ٛ٘ شفبء ٚسح تّ ؤٌٍّ ١ِٕ ٚلا ٠ض ٠ذ ا ظٌب ١ٌّ إلا خغبسا
Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain kerugian. Al-Isra (17): 82. ٚ ٌٛ جع بٍٕ لشآ بٔ أعج ١ّب مٌب ٌٛا ٌٛلا فصتٍ آ ٠بت أأعج ّٟ ٚعشبٟ ل ٛ٘ زٌٍ ٠ آ ِٛإ
ذٜ٘ ٚشفبء ٚا زٌ ٠ لا ٠ؤ ِٕٛ فٟ آرا ٙٔ ٚلش ٚ ٛ٘ ع ١ٍٙ ع ّٝ أٚ ئٌه ٠ بٕدٚ ىِب بع ١ذ
Dan jika Kami jadikan Al Qur'an itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?". Apakah (patut Al Qur'an) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh". Kata "Alquran" adalah sama halnya dengan kata "Qira'at" adalah masdar dari kata "qara'a-qira'atan dan qur'anan". Demikianlah menurut sebagian ulama dengan mengambil alasan Firman Allah QS. Al-Qiyamah: 17-18: إ ع ١ٍ بٕ ج عّ ٚلشآٔٗ فئرا لشأ بٔ فبتبع لشآٔٗ
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila kamu telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu.(A1-Qiyamah ayat 17-18).
Pengertian "qur'anahu" di sini sama dengan "qira'atahu". Maka lafazd "qur'an" menurut pendapat ini adalah musytak (pengambilan dari kata kerja).
10
Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa lafazh Alquran bukanlah musytak dari qara'a melainkan isim alam (nama sesuatu) bagi kitab yang mulia sebagaimana halnya nama Taurat dan Injil. Ini adalah pendapat Imam Syafi'i (Lihat kitab "Mabahitsul Qur'an karangan Manna' Al-Qaththan. F. AYAT PERTAMA DAN TERAKHIR TURUNNYA Permulaan turun AI-Qur'anul Karim adalah tanggal 17 Ramadhan tahun ke 40 dari kelahiran Nabi s a w. yaitu dikala beliau sedang bertahannuts (beribadah) di Gua Hira, dimana kala itu turun wahyu (Jibril Al-Amin) dengan membawa beberapa ayat Alquran. la (Jibril) menyekap Nabi ke dadanya lalu melepaskannya (dan melakukan yang demikian itu berulang tiga kali), sambil mengatakan "iqra' (bacalah)" pada setiap kalinya, dan Rasul s a w. menjawabnya "ma ana bi qaari (saya tidak bisa membaca)". Pada dekapan yang ketiga kalinya Jibril membacakan: الشأ ببع سبه ا زٌٞ خ كٍ خ كٍ الإ غٔب ع كٍ الشأ ٚسبه الأوش ا زٌٞ ع بب مٌٍُ ع الإ غٔب بِ ٠عٍُ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Al-Alaq: 1-5. Adapun ayat terakhir turun ialah QS. Al-Baqarah: 281: ٚاتمٛا ٠ٛ بِ تشجعٛ ف ١ إ ٌٝ الله ث تٛفٝ و فٔظ بِ وغبت ٚ لا ٠ظ ٍّْٛ
Dan peliharalah dirimu dari (adzab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan). Ini adalah pendapat yang benar dan kuat menurut hasil seleksi para Ulama yang tokohnya As-Sayuthy. Pendapat ini dikutip dari seorang tokoh ummat, yaitu Abdullah bin Abbas yang diriwayatkan oleh Nasa'i dari `Ikrimah dari Ibnu Abbas, bahwasanya ia berkata: "Ayat Alquran yang terakhir diturunkan.ialah ayat:
ٚاتمٛا ٠ٛ بِ تشجعٛ ف ١ إ ٌٝ الله
11
Dan Nabi setelah turun ayat itu hanya hidup 9 (sembilan hari) yang kemudian beliau wafat pada malam Senin tanggal 3 Robi'ul Awwal. Adapun pendapat sebagian Ulama yang mengatakan bahwa ayat Alquran yang terakhir diturunkan ialah firman Allah al-Maidah: 3: ا ١ٌٛ أو تٍّ ىٌ د ٠ ىٕ ٚأت تّّ ع ١ٍى عٔ تّٟ ٚسض ١ت ىٌ الإعلا د ٠ بٕ
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan ni'mat-Ku kepadamu serta telah Ku- ridhai bagimu Islam itu sebagai agama.(Al-Maidah: ayat 3) Ini adalah pendapat yang tidak benar, karena ayat tersebut diturunkan kepada Rosul s a w. pada waktu beliau melaksanakan haji wada` di kala beliau wukuf di 'Arafah, yang setelah itu beliau masih sempat hidup selama 81 (delapanpuluh satu) hari, dan sebelum beliau wafat turun sebuah ayat dari surat Al-Baqarah: ٚاتمٛا ٠ٛ بِ تشجعٛ ف ١ إ ٌٝ الله
Maka itulah ayat yang terakhir diturunkan, bukan ayat pada surat Al-Maidah. Inilah pendapat yang benar, dan dengan turunnya ayat ini terputuslah wahyu, dan sekaligus sebagai akhir hubungan antara langit dengan bumi. Setelah turun penutup/yang terakhir ayat Alquran ini, Rasulullah s a w. pindah ke pangkuan Yang Maha Agung (wafat) setelah beliau menyampaikan amanat dan risalahnya serta menunjukkan manusia kepada ajaran Allah. Ayat al-Maidah sebagal ayat yang belakangan diturunkan.
Diantara dalil yang menunjukkan bahwa ayat pada surat Al-Maidah diturunkan dikala Haji Wada' adalah sebuah hadits yang diriwayatkan dalam Shahih Bukhary bahwa salah seorang Yahudi pernah datang menghadap Umar Ibu Khattab yang
12
berkata: Amirul Mukminin!, ada sebuah ayat dalam kitabmu yang kalau diturunkan kepada kami golongan Yahudi niscava hari turunnya itu akan kami jadikan sebagai hari besar (ied). Umar bertanya: Ayat manakah yang anda maksudkan? la menjawab: "Firman Allah s. W. t.: Seraya Umar menjawab: "Demi Allah, Sungguh aku tahu benar tempat diturunkannya ayat tersebut serta saat dimana diturunkan. Ayat tersebut diturunkan pada waktu Rasul s a w. berada di Arafah, Hari Jum'at setelah Ashar".') Tegasnya ayat tersebut diturunkan pada suatu hari raya Islam. yang paling besar, yaitu hari raya yang melebihi hari raya lainnya. Imam As-Sayuthy dalam kitabnya Al-Itqan fi 'Ulumil Qur'an mengemukakan beberapa persoalan tentang ayat yang pertama dan yang terakhir diturunkan. Beliau menjawab persoalan tersebut dengan jawaban yang tepat dapat kami simpulkan sebagai berikut: Persoalan pertama: Bahwasanya telah diriwayatkan dalam shahih Bukhary Muslim (shahihain), dari hadits Jabir bin Abdillah bahwa ia ditanya: "Ayat Alquran manakah yang pertama diturunkan? la menjawab: ٠ب أ ٠ٙب ا ذٌّثش
la dibantah: "bukan, melainkan al-Alaq 1-5. Lantas ia berkata: "Saya akan menceriterakan kepadamu tentang yang pernah Rasul ceritakan kepada kami, Rasul s a w. pernah bersabda: "Aku pergi ke Gua Hira dan setelah menetap di sana
13
aku pulang (turun dari bukit) menuju lembah aku memandang ke muka dan ke belakang ke kiri dan ke kanan, kemudian aku memandang ke langit, tiba-tiba nampaklah Jibril dan aku menjadi gemetar. Aku cepat mendatangi Khadijah dan kuperintahkan mereka: "selimutilah aku!", lalu Allah menurunkan ayat : ٠ب أ ٠ٙب ا ذٌّثش
Hadits tersebut menunjukkan bahwa ayat pada surat Al-Muddatsir adalah ayat yang pertama diturunkan. Pendapat tersebut dijawab oleh As-Sayuthy dengan beberapa jawaban, yang pertama: Pertanyaan ini adalah pertanyaan tentang turunnya satu surat secara sempurna. Jelaslah bahwa surat "Al-Muddatsir" diturunkan secara sempurna sebelum diturunkannya surat "Iqra" (AI-'Alaq) secara sempurna, karena surat al-’Alaq yang pertama diturunkan adalah hanya bagian yang awalnya. Hal ini didukung oleh sebuah Hadits dalam Shahih Bukhary, Muslim, Riwayat Abdullah bahwa is berkata: Saya mendengar Rasulullah s a w. tatkala beliau menceriterakan tentang renggangnya wahyu. Beliau hersabda dalam sebuah haditsnya: "Ketika aku berjalan tiba-tiba aku mendengar suara dari langit dan aku segera melihat ke atas, tiba-tiba Malaikat yang pernah datang di Gua Hira nampak sedang duduk di kursi (berada pada suatu tempat) antara langit dan humi. Akupun segera pulang dan segera kukatakan "selimutilah aku" kemudian Allah menurunkan ayat: ٠ب أ ٠ٙب ا ذٌّثش
Dengan adanya kata "Malaikat yang pernah datang ke Gua Hira" menunjukkan
14
bahwa kisah ini (turunnya Al-Muddatsir) adalah lebih belakangan dari kisah Gua Hira (Iqra' Bismi Rabbika.......) Imam As-Sayuthy memberikan jawaban berikutnya dalam kitab tersebut yang tidak perlu disebutkan di sini. Persoalan kedua: Bahwa ayat AI-Maidah yang berbunyi: ا ١ٌٛ أو تٍّ ىٌ د ٠ ىٕ ٚأت تّّ ع ١ٍى عٔ تّٟ ٚسض ١ت ىٌ الإعلا د ٠ بٕ
Adalah menunjukkan bahwa Agama Islam telah lengkap dan sempurna, karena itu bagaimana mungkin masih turun beberapa ayat yang lain? Itulah sebabnya kami mengatakan bahwa ayat tersebut adalah sebagai ayat Alquran yang terakhir diturunkan.
Jawaban tentang pendapat.tersebut adalah: Allah s.w.t. telah menyempurnakan ajaran Islam dengan penjelasan berbagai kewajiban dan hukum/ketetapan, penjelasan tentang halal dan haram. Segala hal yang dibutuhkan oleh ummat telah dijelaskan oleh Allah s. ww t., juga telah diperinci tentang segala hukum-hukumnya sehingga mereka berada di atas landasan yang jelas. Kesemuanya itu bukan berarti menutup samasekali kemungkinan masih turunnya ayat-ayat lain yang berhubungan dengan peringatan dan ancaman dari Allah, dan yang berhubungan dengan peringatan kepada manusia akan adanya gejolak yang maha dahsyat di hadapan Tuhan sebagai penegak hukum Yang Maha Bijaksana pada hari tersebut, yaitu suatu hari dimana harta dan anak cucu tidak lagi ada manfaatnya kecuali bagi orang yang menghadap Allah dengan
15
hati yang tulus. Berdasarkan uraian di atas sekelompok Ulama telah menegaskan bahkan AsSuddy sendiri mengatakan bahwa setelah diturunkan ayat Al-Maidah tidak lagi akan turun ayat tentang yang halal dan yang haram. Wallahu A’lam Bishshawab

SEJARAH PERKEMBANGAN ALQURAN



Hasil gambar untuk SEJARAH PERKEMBANGAN ALQURAN
MODUL  I
SEJARAH PERKEMBANGAN ALQURAN
Oleh: Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, M.A.
A. Pengertian dan Lingkup Pembahasannya
Menurut Ash-Shabuni bahwa yang dimaksud Ulum Alquran  ialah seluruh pembahasan yang berhubungan dengan Al-Qur'an al-Majid yang abadi, baik dari segi penyusunanya, pengumpulannya, sistimatikannya, perbedaan antara surat Makiyah dan Madaniyah, pengetahuan tentang nasikh dan mansukh, pembahasan tentang  ayat-ayat  yang  muhkamat  dan  mutasyabihat,  serta  pembahasan-pembahasan lain yang berhubungan dan ada sangkut pautnya dengan Al-Qur'an'Azim.
Menurut Al-Suyuti dalam kitab Itmamu al-Dimyah: Ilmu Auran ialah suatu ilmu yang membahas tentang keadaan Al-Qur'an dari segi turunnya, sanadnya, adabnya, makna-maknanya baik yang berhubungan dengan lafaz-lafaznya maupun yang berhubungan dengan hukum-hukumnya dan sebagainya. Sedangkan menurut al-Zarqani dalam kitabnya Manahil al-'Irfan fi Ulum Al-Qur'an menyebutkan bahwa Ulumul Qur'an ialah pembahasan-pembahasan masalah yang berhungan dengan Al-Qur'an, dari segi terunnya, urut-urutannya, pengumpulannya, penulisannya, bacaannya, mu'jizatnya, nasikh dan mansukhnya, dan bantahan terhadap hal-hal yang bisa menimbulkan kebingungan terhadap Al-Qur'an dan sebagainya. Sementara itu Manna al-Qattan dalam kitabnya Mabahits fi Ulum Al-Qur'an merumuskan bahwa Ulumul Qur'an ialah: ilmu yang membahas tentang Alquran dari segi asbab al-nuzul, pengumpulan Alquran, tartibnya, mengetahui makkiyah dan madaniyah, nasikh mansukh, muhkam-mutasyabih dan lain-lain yang berkaitan dengan Alquran. [1]
Dari berbagai definisi tersebut maka ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur'an ialah seluruh cakupan ilmu yang lengkap yang ada hubungannya dengan Al-Qur'an berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir, maupun ilmu-ilmu bahasa Arab seperti ilmu I’rabil Qur'an. Dia mencakup berbagai cabang ilmu yang bersangkut dengan al-Qur'an, dengan menitik beratkan pada pembahasan masing-masing. Sehubungan dengan ruang lingkup pembahasan Ulumul Qur'an itu luas dan mendalam, maka mempelajari ilmu ini sangat penring artmya, terutama apabila seseorang ingm menafsirkan Al-Qur'an.  Tanpa mengetahui ilmu ini maka seseorang dalam menafsirkan Al-Qur'an sangat besar kemungkinan salah bahkan sesat dan menyesatkan orang lain. Karena dengan ilmu ini,  seseorang mempunyai pengetahuan yang luas tentang Al-Qur'an sehingga kemungkinan kita mampu memahami Al-Qur'an dengan baik dan sanggup menafsirkan Al-Qur'an serta dapat menanggapi dan menangkis berbagai komentar negatif terhadap Al-Quran yang sering dilontarkan non muslim (orientalis dan atheis) dengan maksud menodai Kitab Suci ini dan untuk menimbulkan keragu-raguan  akidah umat Islam terhadap kesucian dan kebenaran Al-Qur'an yang menjadi way on life bagi umat Islam di seluruh dunia.
    Lebih jelasnya ash-Shabuni menjelaskan tujuan mengetahui ilmu-ilmu Alquran ini ialah (1) agar dapat memahami Kalam Allah 'Azza Wajalla, sejalan dengan keterangan dan penjelasan dari Rasulullah saw serta sejalan pula dengan keterangan yang dikutip oleh para sahabat dan tabi'in  tentang interpretasi mereka  perihal Al-Qur'an (2) agar mengetahui cara dan gaya yang dipergunakan oleh para mufassir dalam menafsirkan Al-Qur'an dengan disertai sekedar penjelasan tentang tokoh-tokoh ahli tafsir yang ternama serta kelebihan-kelebihannya (3) agar mengetahui persyaratan-persyaratan dalam menafsirkan Al-Qur'an (4) dan ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan untuk itu.
B Sejarah dan Perkembangan Alquran[2]
    Keadaan Ilmu-ilmu Alquran pada Abad I dan II H
Pada zaman Rasulullah saw maupun pada masa berikunya yakni zaman kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, ilmu-ilmu al-Qur'an masih diriwayatkan melalui lisan, belum dibukukan. Karena waktu pada masa Nabi dan para sahabatnya tidak ada kebutuhan sama sekali untuk menulis atau mengarang buku-buku tentang ulumul Qur'an. Para sahabat mampu mencema kesusasteraan bermutu tinggi- Mereka dapat memahami ayat-ayat Alquran turun kepada Nabi. Jika menghadapi kesukaran dalam memahami sesuatu mengenai Alquran, mereka menanyakannya langsung kepada beliau. Disamping bahasa Alquran adalah bahasa mereka sendiri sehingga mereka sudah memahami ayat-ayat Alquran, juga mereka mengetahui asbab nuzul Qur'an. Ketika masa khalifah Utsman dimana orang Arab mulai bergaul dengan orang-orang non Arab, pada saat itu Utsman memerintahkan supaya kaum muslimin berpegang pada mushaf induk dan membuat reproduksi menjadi beberapa buah naskah untuk dikirim ke daerah-daerah. Bersamaan dengan itu ia memerintahkan supaya membakar semua mushaf lainnya yang ditulis orang menurut caranya masing-masing. Dan tindakan khalifah tersebut merupakan perintisan bagi lahirya suatu ilmu yang kemudian dinamai "Ilmu Rasmil Qur'an" atau Ilmu Rasmil Utsmani" (Ilmu tentang penulisan al-Qur'an).
Pada masa khalifah Ali, makin bertambah banyak bangsa non Arab yang masuk Islam dan mereka tidak menguasai bahasa Arab, sehingga bisa terjadi salah membaca Al-Qur'an, sebab mereka tidak mengerti I'rabnya, padahal pada waktu tulisan Al-Qur'an belum ada harakatnya, huruf-hurufnya belum pakai titik dan tanda lainnya. Karena itu khalifah Ali r.a. memerintahkan Abul Aswad ad-Duali (wafat tahun 69 H) supaya meletakkan kaidah-kaidah bahasa Arab guna menjadi cocok keasliannya. Dengan perintahnya itu berarti pula Ali bin Abi Thalib r.a. adalah orang yang meletakkan dasar lahirya "Ilmu I’rabil Qur'an”.
Pada abad I dan II H selain ustman dan Ali, masih terdapat banyak ulama yang diakui sebagai perintis lahimya yang kemudian hari dinamai Ilmu Tafsir, Ilmu Asbab Al-Nuzul, Ilmu Makky wal Madaniy, Ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Gharibul Qur'an (soal-soal yang memerlukan penta'wilan dan penggalian maknanya). Para perintis ilmu tepsebut ialah
  1. Empat orang khalifah Rasyidun , Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud, Zaid bin Tsabit, Ubai bin Ka'ab, Abu Musa Al-Asy-ari dan Abdullah bin Zubair. Mereka itu adalah  kalangan para sahabat Nabi S.A.W
  2. Dari kalangan Tabi'in Yaitu Mujahid, 'Atha bin Yassir, `Ikrimah, Qatadah, Hasan Bashri, dan Zaid bin Aslam. Mereka itu Tabi'in di Madinah.
  3. Malik bin Anas dari kaum Tabi'ut tabi'in (generasi ketiga kaum muslimin). Ia memperoleh ilmunya dan Zaid bin Aslam.
Pada masa penulisan Alquran, Ilmu Tafsir berada di atas segala ilmu yang lain, karena ia dipandang sebagai Ummul Ulumul Qur'aniyah(induk dari ilmu-ilmu Alquran). Diantara ulama yang menekuni dan menulis buku mengenai ilmu tersebut pada abad 11 H ialah:
1. Syu'bah bin Al-Hajjaj
2. Sufyan bin `Uyaniah
3. Waki' bin AI-Jarrah
Kitab-kitab tafsir yang mereka tulis pada umumnya memuat pendapat­pendapat para sahabat dan tabi'in. kemudian menyusul Ibnu Jarir at-Thabari yang wafat tahun 310 H. Kitabnya merupakan kitab yang paling bermutu, karena banyak berisi riwayat shaheh ditulis dengan rumusan yang baik. Kecuali itu juga berisi I'rab (pramasastra), pengkajian dan pendapat-pendapat yang berharga. Di samping tafsir yang ditulis menurut apa yang dikatakan oleh orang-orang terdahulu, mulai muncul tafsir-tafsir yang ditulis orang berdasarkan akal (ra'yu) atau dengan kata lain muncul tafsir bil-naql dan akal. Ada yang menafsirkan seluruh isi Al-Qur'an, ada yang menafsirkan sebagian saja yakni satu juz, ada yang menafsirkan sebuah surat dan ada pula yang menafsiran hanya satu atau beberapa ayat khusus, seperti ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum.
Keadaan Ilmu-Ilmu Alquran pada Abad III H
Pada abad III H selain Tafsir dan Ilmu Tafsir, papa ulama mulai menyusun pula bebepapa ilmu A1-Qur'an yaitu .
  1. `Ali bin al-Madani (w.234 H) menyusun Ilmu Asbab al-Nuzul.
  2. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salah (w.224 H) menyusun ilmu Nasikh wal Mansukh dan Ilmu Qiraat, dan Fadha'ilul Qur'an
  3. Muhammad bin Ayyub adh-Dharris (w.294 H) menyusun ilmu Makkiy wal Madaniy.
  4. Muhammad bin Khalaf bin Murzaban (w.309 H) menulis kitab Al-Hawi fi `Ulumul Qur'an.
Keadaan Ilmu-Ilmu Alquran pada Abad IV H
Pada abad ini telah disusun Ilmu Gharibul Qur'an dan beberapa kita Ulumul Qur'an dengan istilah Ulumul Qur'an. Diantaranya:
  1. Abubakar bin Qasim al-Anbari (w.328 H) menulis buku `Aja'ibul 'Ulumul Qur'an. Dalam kitab ini menjelaskan tentang keutamaan dan keistimewaan Al Qur'an, tentang turunnya Al-Qur'an dalam "tujuh huruf', penulisan mushaf, jumlah surah, ayat dan lafaznya.
  2. Abul Hasan al-`Asy'ari menulis kitab al-Mukhtazan fi Ulumil Qur' an.
  3. Abubakar as-Sajistani menulis buku Ilmu Gharibul Qur'an. Dan dia wafat pada 330 H.
  4. Abu Muhammad al-Qashshab Muhammad 'Ali al-Kurkhi (W. sekitap tahun 360 H) menulis kitab yang berjudul Nukatul Qur'an ad-Dallah `Alai Bayan fi `Anwaa'i1 Ulumi Qal-Ahkam al­ Munabbi'ah `An Ikhtilafil Anam.
  5. Muhammad bin `Ali al-Afdawi (w. 388 H) menulis buku yang berjudul A1-Istighna fi Ulumil Qur'an.
Keadaan Ilmu-Ilmu Alquran pada Abad V H
Pada V H mulai disusun Ilmu I'rabil Qur'an dalam satu kitab. Di samping itu penulisan kitab-kitab dalam Ulumil Qur'an masih terus dilanjutkan oleh para ulama pada masa ini. Di antara ulama yang berjasa dalam pengembangan Ulumul Quran ialah:
a. Ali bin Ibrahim bin Sa'id al-Hufi (w. 430 H) menulis kitab yang berjudul
Al-Burhan fi Ulumil Alquran dan I'rabul Alquran.
b. Abu `Amr ad-Dani (w. 444 H) menulis kitab yang berjudul At-Taisir Fil Qira'atis Sab'i dan Al-Muhkam fin Nuqath.
Khusus kitab al-Burhan di atas adalah berisi 30 jilid tetapi masih ada dan tersimpan di Darul Kutub al-Misriyah tinggal 15 jilid dan tidak unit jilidnya. Kitab ini selain menafsipkan Alquran seluruhnya, juga menerangkan ilmu-ilmu al-Alquran yang ada hubungannya dengan ayat-ayat Alquran yang ditafsirkan. Karena itu ilmu-ilmu Alquran tidak tersusun secara sistematis dalam kitab ini, sebab ilmu-ilmu al-Alquran diuraikan secara terpencar-pencar, tidak terkumpul dalam bab-bab menurut judulnya. Namun demikian, kitab ini mepupakan karya ilmiah yang besar.
Keadaan Ilmu-Ilmu Alquran pada Abad VI H
Pada abad ini di samping terdapat ulama yang meneruskan pengembangan Ulum Alquran, juga terdapat ulama yang mulai menyusun Ilmu Mubhamatil Alquran. Mepeka antara lain:
  1. Abul Qasim Abdurrahman ysng terkenal dengan nama as-Suhaili (w. 581 H) yang menulis kitab Mubhamatul Alquran. Isinya berkisar tentang penjelasan maksud kata-kata dalam Alquran yang tidak jelas atau samar.
  2. Ibnul Jauzi (w. 597 H) menyusun kitab Fununul Afnan 11 `Ajaib Alquran dan AI-Mujtab fi Ulumin Yata'allaqu bil Alquran.

Keadaan Ilmu-Ilmu Alquran pada Abad VII H
Pada abad VII H ini, ilmu-ilum Alquran terus berkembang dengan mulai tersusunnya Ilmu Majazul Alquran dan tersusun pula Ilmu Qiraat. Diantaranya:
  1. Ibnu Abdus Salam, yang nama lengkapnya Syaikhul Islam Imam Abu Muhammad Abdul Aziz bin Abdus Salam, terkenal dengan nama Al-`izz (w 660 H) menyusun kitab yang bepjudul Majazul Alquran.
  2. 'Alamuddin al-Sakhawi (w. 643 H) yang terkenal dengan nama as­Sakhawi, yang menyusun kitab Ilmu Qiraat dalam kitabnya Jamalul Quppa wa Kamalul Iqra'. Kitab ini bersi tentang berbagi ilmu qiraat, seperti tajwid, waqaf, dan ibtida (letak bacaan dimulai), nasikh dan mansukh.
  3. Abu Syamah (w. 665 H) menulis kitab Al-Mursyidul Wajiz fi ma Yata'allaqu bil Alquranil 'Aziz.
Keadaan Ilmu-Ilmu Alquran pada Abad II H
Pada abad ini muncullah beberapa ulama yang menyusun ilmu-ilmu baru tentang al-Alquran, sedang penulisan tentang kitab-kitab Ulumul Quran masih tetap beplanjut. Yaitu:
  1. Badruddin az-Zarkasyi (w. 794 H). ia termasuk  ulama ahli tafsir dan ahli ilmu ushuluddin, lahir 745 H. menyusun kitab dalam empat jilid: al-Burhan fi Ulumil Alquran. Professor Muhammad Abul Fadhl telah berjasa dalam usahanya tepsebut.
  2. Ibnu Abil Isba menyusun kitab Ilmu Badai'ul Alquran (suatu ilmu yang membahas macam-macam badi' (keindahan) bahasa dan kandungan Alquran dalam Alquran.
  3. Ibnul Qayyim (w. 752 H) menusun Ilmu Aqsamil Alquran (suatu ilmu yang membahas tentang sumpah-sumpah yang terdapat dalam al-Alquran).
  4. Najmuddin al-Thufi (w. 716 H) menyusun Ilmu Hujajil Alquran atau Ilmu Jadadil Alquran.
  5. Abul Hasan al-Mawardi menyusun Ilmu Amtsalil Alquran.  
Keadaan Ilmu-Ilmu Alquran pada Abad IXH
Pada abad ini lebih banyak lagi penulis di antara para ulama sehingga pada abad ini boleh dikatakan perkembangan Ulumul Quran mencapai kesempurnaannya. Di antara ulama itu ialah:
a. Jalaluddin al-Bulqaini (w. 824 H). Dia seorang ulama yang cerdas ahli di bidang ilmu fiqih, ushuluddin, bahasa Arab, tafsir, ma'ani dan bayan. Ia menulis kitab Mawaqi'ul Ulum min Mawaqi'in Nujum. Menurut al-Suyuti memandangnya sebagai pelopor menyusun kitab Ulumul quran yang lengkap. Sebab di dalamnya telah dapat disusun sejumlah 50 macam Ilmu Alquran.
b. Muahammad bin Sulaiman al-Kafiaji (w. 879 H) menyusun kitab Al-Taisir fi Qawaidit Tafsir.
c. As-Suyuti (w.911 H) menyusun kitab At-Tahbir fi Ulumit Tafsir. Penyusunan kitab ini pada tahun 872 H dan merupakan kitab Ulumul Quran yang paling lengkap karena memuat 102 macam ilmu-ilmu Alquran. Namun Imam as-Suyuti belum puas atas karya ilmiahnya yang hebat ini, kemudian menyusun kitab yang berjudul Al-Itqan fi Ulumil Qur’an (2 juz) yang membahas sejumlah 80 macam ilmu-ilmu Alquran secara sistematis. Kitab ini belum ada yang menandingi mutunya dan kitab ini diakui sebagai kitab standar dalam mata pelajaran Ulumul quran.
Setelah as-Suyuti wafat pada tahun 911 H, perkembangan ilmu-ilum al-Alquran seolah-olah telah mencapai puncaknya dan berhenti dengan berhentinya kegiatan ulama dalam mengembangkan Ulumul Alquran, dan keadaan semacam itu berjalan sejak wafatnya Imam as-Sayuti sampai akhir abad XIII H.
Keadaan Ilmu-Ilmu Alquran pada Abad XIV H
Setelah memasuki abad XIV H ini, maka bangkit kembali pephatian ulama menyusun kitab-kitab yang membahas al-Alquran dari berbagai segi dan macam Ilmu al-Alquran, di antara mereka itu ialah:
  1. Thahir al-Jazairi menyusun kitab Al-Tibyan fi Ulumil Quran yang selesai tahun 1335 H.
  2. Jamaluddin al-Qasimi (w. 1332 H) menyusun kitab Mahasinut Ta'wil.
  3. Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menyusun kitab Manahilul Irfan fi Ulumil quran (2 jilid).
  4. Muhammad Ali Salamah mengarang kitab Manhajul Furqan fi Ulumil quran.
  5. Thanthawi Jauhari mengarang kitab al-Jawahir fi Tafsir al-Alquran dan Alquran wal Ulumul Ashriyah.
  6. Muhmmad Shadiq al-Rafi'i menyusun I'jazul Quran.
  7. Mustafa al-Maraghi menyusun kitab "Boleh Menterjemahkan al-Alquran", dan risalah ini mendapat tanggapan dari para ulama yang pada umumnya menyetujuinya tetapi ada juga yang menolaknya seperti Musthafa Shabri seorang ulama besar dari Turki yang mengarang kitab Risalah Tarjamatil Alquran.
  8. Sayyid Qutub mengarang kitab al-Tashwitul Fanni fil Alquran dan kitab Fi Dzilalil quran.
  9. Sayyid Muhammad Rasid Ridha mengarang kitab Tafsir al-Alquranul Hakim. Kitab ini selain menafsipkan al-Alquran secara ilmiyah, juga membahas Ulum Alquran.
  10. DR. Muhammad Abdullah Darraz, seorang Guru Besar al-Azhar university yang diperbantukan di Perancis mengarang kitab al-Naba'al `Adzim, Nadzarratun Jadidah fil Alquran.
  11. Malik bin Nabiy mengarang kitab al-Dzahiratul Alquraniyyah. Kitab ini membicarakan masalah wahyu dengan pembahasan yang sangat berharga.
  12. Muhammad al-Ghazali mengarang kitab Nadzaratun fil Alquran.
  13. Dr. Shubhi al-Salih, Guru Besar Islamic Studies dan Fiqhul Lughah pada Fakultas Adab Universitas Libanon mengarang kitab Mahabits fi Ulumil Alquran. Kitab ini selain membahas Ulumul Alquran, juga menanggapi dan membantah secara ilmiyah pendapat-pendapat opientalis yang dipandang salah mengenai berbagai masalah yang bephubungan dengan al-Alquran
  14. Muhammad al-Mubarak, Dekan Fakultas Syari'ah Universitas Syria, mengarang kitab al-Manhalul Khalid.
Lahirnya istilah Ulumul Alquran sebagai salah satu ilmu yang lengkap dan menyeluruh tentang Alquran, menurut para penulis Sejarah Ulumul Alquran pada umumnya berpendapat lahir sebagai suatu ilmu abad VII H. sedang menurut al­Zarqani istilah itu lahir pada abad V H oleh al-Hufi dalam kitabnya al-Burhan fi Ulumil Alquran. Kemudian pendapat tersebut dikoreksi oleh Shubhi al-Shalih, bahwa istilah Ulum Alquran sebagai suatu ilmu sudah ada pada abad III H oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) dalam kitabnya al-Hawi fi Ulumil Qur'an. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa istilah Ulumul Alquran sebagai suatu ilmu telah dirintis oleh Ibnu Marzuban (w. 309 H) pada abad III H. Kemudian diikuti oleh al-Huff (w. 430 H) pada abad V H. Kemudian dikembangkan oleh Ibnul Jauzi (w. 597 H) pada abad VI H. Kemudian ditepuskan oleh al-Sakhawi (w. 643 H) pada abad VII H. Kemudian disempurnakan oleh al­Zarkasyi (w.794 H) pada abad VIII H. Kemudian ditingkatkan lagi oleh al-Bulqini (w.824 H) dan al-Kafyaji (w.879 H) pada abad IX H. Dan akhirnya disempumakan lagi oleh al-Suyuti pada akhir abad IX dan awal abad X H. Pada pepiode tepakhir inilah sebagai puncak karya ilmiyah seopang ulama dalam bidang Ulum Alquran, sebab setelah al-Suyuti maka berhentilah kemajuan Ulumul Quran sampai akhir abad XIII H.
Namun pada abad XIV H sampai sekarang ini mulai bangkit kembali aktifitas para ulama dan sarjana Islam untuk menyusun kitab-kitab tentang Alquran, baik yang membahas ulumul Quran maupun yang membahas salah satu cabang dari Ulum Quran.
Wallahu A’lam Bishshawab

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad al-Syarbasi, Tarikh al-Tafsir al-Qur'an, Pustaka Fipdaus, Jakapta, 1985.

Depaptemen Agama RI, Al-Qur'un dan Terjemahnya, Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir al-Alquran, Jakarta, 1974.

Hasbi  ash-Shiddiqy, Ilmu-ilmu al-Qur'an, Media-media Pokok dalam Menafsirkan al-Qur'an, Bulan Bintang, Jakapta, 1972.

Hasan Muhammad Musa, Qamus Qur'ani, Maktabah Khalil Ibpahim, Iskandariyah, 1966.

Loeis Ma'luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A 'lam, Dap al-Masypiq, Beiput, 1986.

Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur'an, Mansyupah al-Ashp al-Hadis, Riyad, tt.

Masfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur'an, PT Bina Ilmu, Supabaya, 1993.

Muhammad bin Shaleh al-'Utsaimin, Ushul fi al-Tafsir, (terj), Dina Utama, Semapang, 1989.

Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’ jam al-Mufakhrus li al-Fadz al-Qur'an al­Karim, Dar al-Fikp, Beiput, Lebanon, 1987.

Muhammad Ismail Ibrahim, Al-Qur'an wa I ja:uhu al-Ummiyin, Dap al-Fikp, Kaipo, tt.,.

Shobuni al, Muhammad Ali, At-Tibyaan fi Uluum al-Qur'an, Beirut, ttp. 1985.
Suyuthi, ash, Abdurrahman Jalaluddin, Al-Itqan fi Ulum Al-Qur'an, Juz Idan II, Dap al-Fikp, Beiput, 1951.
Zarkasyi, az Badruddin Muhammad bin Abdullah, Al-Burhan fi Ulum al-Qur'an, Isa al-Baby al-Halaby, Kairo, 1957.


[1] Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Qur'an, Mansyurah al-Ashar al-Hadis, Riyad, tt. hal. 15-16.

[2] Masjfuk Zuhdi, Pengantar Ulumul Qur'an, PT Bina Ilmu, Surabaya, 1993, hal. 5-25. Perkembangan Ulumul Quran dalam tulisan ini diambil dari buku tersebut.