download ppt klik disini
Dosen Pengampu : Mukh. Nursikin, M.S.I.
Kelompok 8:
Hayya Ulma Azra (13410145)
Arlieza Nurcahyani (13410146)
Khotimah (13410147)
Siti Shofiyana (13410156)
Kelas : PAI-D
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT kerena atas berkah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN HADITS TENTANG DEMOKRASI” ini tepat waktu. Makalah yang kami buat ini berisi tentang pembahasan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits tentang
demokrasi..
Dalam penyusunan makalah
ini, kami banyak mengambil materi dari buku-buku yang berkaitan dengan masalah-masalah demokrasi dalam Islam,
terutama yang berkaitan dengan Al-Qur’an dan Hadits.
Kami
menyadari jika makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi
penyusunan maupun materinya. Untuk itu, kami sangat
mengharapkan saran pembangun untuk memperbaiki makalah ini. Semoga apa yang kami sampaikan dalam makalah ini bisa menjadi ilmu
baru bagi kalian semua. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr.
Wb.
Yogyakarta,
11 Desember 2013
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW.
datang tidak hanya membawa aqidah keagamaan atau ketentuan moral dan etika yang
menjadi dasar masyarakat semata-mata. Akan tetapi Islam juga membawa syariat
yang jelas mengatur manusia, perilakunya dan hubungan antara satu dengan yang lainnya dalam segala
aspek; baik bersifat individu, keluarga, hubungan individu dengan masyarakat
dan hubungan-hubungan yang lebih luas lagi.
Sejarah memperlihatkan bahwa Muhammad SAW
sebagai Nabi dan Rasul terakhir berhasil mendirikan suatu sistem pemerintahan,
kemudian pengaruhnya berkembang ke seluruh penjuru dunia tanpa bantuan
kekuasaan dan kekuatan banyak umat. Beliau berhasil menguasai pikiran,
keyakinan dan jiwa umatnya, bahkan mengadakan revolusi berpikir dalam jiwa
bangsa-bangsa, hanya berdasarkan Al-Qur’an yang setiap hurufnya telah menjadi
hukum.
Jadi, Islam memang bukan hanya merupakan
sekadar sistem keagamaan. Islam juga mengatur masalah sistem politik, termasuk
demokrasi.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu demokrasi?
2. Apa saja kaidah
demokrasi dalam Islam?
3. Bagaimana Al-Qur’an
mengkaji demokrasi?
4. Bagaimana Hadits
membahas demokrasi?
C. TUJUAN
1. Mengetahui makna
demokrasi
2. Mengetahui ayat-ayat
Al-Qur’an yang berkaitan dengan demokrasi
3. Mengetahui Hadits
yang berkaitan dengan demokrasi
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Demokrasi
Secara teoritis banyak orang menganggap bahwa
demokrasi adalah usaha untuk menghormati hak-hak inndividu, karena di
negara-negara liberal maupun komunis disaksikan keruntuhan ketiranian, lalu
diusahakanlah pemerintahan rakyat dengan berbagai pola dan model yang
berkembang pada masing-masing sistem politik pemerintahan.
Demos berarti
rakyat dan cratein berarti kekuasaan atau kedaulatan. Dengan demikian demokrasi berarti keadaan di mana dalam sistem pemerintahannya
kedaulatan berada di tangan rakyat.
B.
Demokrasi dan Al-Qur’an
Kelakuan sistem pemerintahan yang meniadakan
demokrasi, memang membuat terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa, tetapi
keadaan ini dinilai sebagai absolut dan tirani yang buruk bagi peradaban. Elit
pemerintahan sulit diterobos kecuali hukum alam (sunatullah) yang memusnahkan.
Sebagaimana disampaikan oleh Ibn Khaldun dalam buku beliau yang terkenal Muqaddimah,
bahwa umur kekuasaan seperti umur manusia juga, ada yang panjang dan ada pula yang
pendek, tetapi sudah tentu pasti akan berakhir, baik secara perlahan maupun
secara tragis. Komunisme kita lihat hanya bertahan 70 tahun setelah itu hampir
di seluruh negeri mengalami kemunduran.
Pendemokrasian bila ditujukan untuk kebebasan
individu, juga berakibat tidak baik; karena segala orang yang berjiwa
propinsialisme kedaerahan dan membanggakan firqah-firqahnya cenderung sulit
diatur, kurang etis dengan sentralnya.
Adapun petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh
ayat-ayat Al-Qur’an terhadap baik desentralisasi maupun sentralisasi sangat
jelas, yaitu Allah memfirmankan bahwa sebenarnya pemisahan-pemisahan kedaerahan
yang berlebihan tidak disenangi Allah SWT Al-Malikul Mulk.
Begitu juga pemusatan kekuasaan yang berlebihan
juga tidak disukai Allah SWT, karena akan menimbulkan keangkuhan, kesombongan
dan semena-mena, kendati sebenarnya pertanggunngjawaban itulah yang dituntut.
Al-Qur’an datang sebagai petunjuk Allah SWT dan
sudah dibuktikan bahwa Al-Qur’an adalah benar-benar wahyu dari Allah, tidak
dapat dipungkiri lagi bahwa Allah itu Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu, Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan dan
tiada seorang pun yang setara dengan Dia (QS. Al-Ikhlas) dan Firman-Nya adalah
petunjuk.
Petunjuk dan peringatan dalam Firman Allah itu
terkumpul dalam Al-Qur’an, dan untuk seluruh umat manusia (bangsa-bangsa)
sebagaimana ayat-ayat berikut ini:
وما
هو إلا ذكر للعالمين
Artinya : “Al-Qur’an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi
seluruh umat (bangsa-bangsa).” (QS. Al-Qalam ayat 52)
إن هو
إلا ذكر للعالمين
Artinya
: “Sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah peringatan bagi seluruh umat
(bangsa-bangsa).” (QS. Shaad ayat 87)
Apa
kata Al-Qur’an tentang desentralisasi yang berlebih-lebihan, yang akibatnya
mempunyai resiko daerah-daerah menjadi terbagi-bagi?
يا
أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم فإن تنازعتم في شيء
فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر ذلك خير وأحسن تأويلا
Artinya : “Hai orang-orang yang
beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (QS. An-Nisaa’ ayat 59)
واعتصموا
بحبل الله جميعا ولا تفرقوا.....
Artinya : “Dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai......”
(QS. Ali-Imran ayat 103)
ولا
تكونوا كالذين تفرقوا واختلفوا من بعد ما جاءهم البينات وأولئك لهم عذاب عظيم
Artinya : “Dan janganlah kamu
menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan
yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang
berat.” (QS. Ali-Imran ayat 105)
ما
لكم لا تناصرون
Artinya : “Kenapa kamu tidak
tolong-menolong?” (QS. Ash-Shaffaat ayat 25)
Sekarang bila kita melaksanakan sentralisasi
yang berlebih-lebihan, untuk memperkuat kekuasaan, maka mesti diingat bahwa
kekuasaan itu sebenarnya milik Allah, sedangkan manusia tidak kekal.
....إن العزة لله جميعا هو السميع العليم
Artinya : “Sesungguhnya kekuasaan
itu seluruhnya adalah kepunyaan Allah. Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yunus
ayat 65)
Sebagai contoh kita lihat
bagaimana Nabi Sulaiman as. yang begitu besar kekuasaanya bersyukur.
قال الذي عنده
علم من الكتاب أنا آتيك به قبل أن يرتد إليك طرفك فلما رآه مستقرا عنده قال هذا من
فضل ربي ليبلوني أأشكر أم أكفر ومن شكر فإنما يشكر لنفسه ومن كفر فإن ربي غني كريم
Artinya : “Berkatalah seorang
yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu
kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat
singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia
Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan
nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur
untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka
sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia".” (QS. An-Naml ayat 40)
Dengan cara mensyukuri nikmat
memperoleh kekuasaan ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa kalau tidak demikian
pembentukan-pembentukan elit politik yang tidak tergoyahkan tersebut akan
menimbulkan kesombongan dan semena-mena.
من
فرعون إنه كان عاليا من المسرفين
Artinya : “Sesungguhnya dia
adalah orang sombong, salah seorang dari orang-orang yang melampaui batas.”
(QS. Ad-Dukhaan ayat 31)
Karena segala apa yang kita
perbuat akan dituntut pertanggungjawabannya.
كل
نفس بما كسبت رهينة
Artinya : “Tiap-tiap diri
bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya.” (QS. Al-Muddatsir ayat 38)
C.
Kaidah-Kaidah Demokrasi
Kaidah-kaidah demokrasi ini berkaitan dengan
kepemimpinan suatu negara. Pemimpin suatu negara haruslah orang yang mampu
mengayomi rakyatnya dengan benar, serta memiliki sikap yang menjadi panutan
rakyatnya. Terdapat bebarapa hal yang menjadi kaidah-kaidah demokrasi, antara
lain :
i.
Kesamaan
Kaidah ini mengacu pada hakikat persamaan manusia
di depan Allah SWT, yang mana semua manusia kedudukannya sama. Setiap manusia berhak menyuarakan
pendapatnya, aspirasinya, tanpa ada dominasi dari seseorang maupun kelompok
lain. Yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya adalah tingkat
keimanannya.
Allah SWT berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat
13:
يا أيها الناس
إنا خلقناكم من ذكر وأنثى وجعلناكم شعوبا وقبائل لتعارفوا إن أكرمكم عند الله
أتقاكم إن الله عليم خبير
Artinya : “Wahai manusia! Sungguh, Kami
elah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian
Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sungguh, yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.
Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al-Hujurat:13)
Ayat ini turun sebagai penegasan
bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi, yang paling mulia adalah yang paling
bertakwa.
ii.
Kewajiban musyawarah
Ada kalanya dalam suatu kepentingan,
orang-orang banyak menemukan perbedaan pendapat. Allah menjelaskan dalan surat
Ali-Imran ayat 159 mengenai masalah perbedaan pendapat ini, yaitu dengan cara
bermusyawarah.
Musyawarah dilakukan sebagai cara untuk
mengambil keputusan dengan cara yang baik dan benar, dengan tidak memaksa
pendapat masing-masing. Musyawarah ini telah diterapkan oleh Rasulullah SAW pada masa kepemimpinannya. Firman Allah dalam surat Asy-Syura ayat
38:
والذين
استجابوا لربهم وأقاموا الصلاة وأمرهم شورى بينهم ومما رزقناهم ينفقون
Artinya: “dan (bagi) orang-orang
yang menerima (mematuhi) seruan Tuhan dan melaksanakan Shalat, sedang urusan
mereka (diputuskan) dengan msyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan
sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Asy-Syura:38)
Firman Allah dalam surat Ali
Imran ayat 159:
فبما رحمة من
الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك فاعف عنهم واستغفر لهم
وشاورهم في الأمر فإذا عزمت فتوكل على الله إن الله يحب المتوكلين
Artinya: “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad)
berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya engkau besikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk
mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila
engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang
bertawakal.” (QS. Ali Imran: I59)
iii.
Adil
Allah berfirman dalam surat An-Nisa ayat 58 :
إن الله يأمركم أن
تؤدوا الأمانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل إن الله نعما
يعظكم به إن الله كان سميعا بصيرا
Artinya: “Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara
manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah adalah
sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar dan
Maha Melihat.” (QS. An-Nisa:58)
iv.
Amanah
Persoalan amanah ini terkait dengan sikap adil seperti
ditegaskan Allah SWT dalam Surat an-Nisa’:58.
Seorang pemimpin yang sudah dipercaya oleh rakyatnya
untuk menjadi kepala negara maupun kepala pemerintahan, sudah seharusnya
melaksanakan segala amanah yang telah dilimpahkan kepadanya. Amanah ini yang
akan menjadi tangung jawabnya di akhirat kelak.
v.
Tanggung Jawab
Bersamaan dengan sebuah amanah, tanggung jawab merupakan
sikap atau hal yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Hal ini berkenaan
dengan tugasnya sebagai pemimpin rakyat, yang mana tanggung jawabnya meliputi
tanggung jawab kepada rakyat dan juga tanggung jawab kepada Allah SWT.
vi.
Al-Hurriyah atau Kebebasan
Maksud kebebasan di sini sama dengan kesetaraan. Baik
Rakyat maupum pemimpin, masing-masing mempunyai hak dan kewajibannya. Tentunya
dengan porsi yang berbeda-beda.
Kebebasan ini
tentulah harus ada batasan-batasannya. Pemimpin tidak boleh semena-mena
terhadap rakyatanya, begitu juga sebaliknya. Keduanya harus berkerja sama untuk
membangun sebuah demokrasi yang kuat, dimana tidak ada ‘kesemena-semenaan’
suatu kelompok tertentu.
D. Hadits yang Berkaitan dengan Demokrasi
عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَ ةَ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَا لَ : قَا لّ رَسُوْ لُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : اَلْمُسْتَشَا رُ مُؤْ تَمَنٌ.
(روا ه التر مذ ي و ابو داوود(
Artinya: “Dari Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah SAW
pernah bersabda : “Musyawarah adalah dapat dipercaya.”” (HR. Tirmidzi dan Abu
Daud)
إإذا استشا أحدكم أخاه
فليسر عليه (ابن ماجه(
Artinya: “Apabila salah seorang dari kamu meminta bermusyawarah
dengan saudaranya maka penuhilah.” (HR. Ibnu Majah)
ما راءيت أحدا أكثر مشورة
لِاصحابه من رسول الله صلّ الله عليه و سلم
Artinya: “Saya tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak bermusyawarah
dengan sahabatnya kecuali Rasulullah SAW.” (HR. Tirmidzi)
BAB III
ANALISIS
ANALISIS
Dalam tuntunan Islam seperti Al-Qur’an dan Hadits, bab
demokrasi sesungguhnya memang tidak banyak dibahas dan yang menjelaskan secara
rinci. Belum ditemukan pula hukum islam yang berhubungan secara langsung
mengatakan tentang demokrasi sendiri itu bagaimana mestinya. Tapi, bukan
berarti Islam melupakan masalah ketata-negaraan ini. Banyak ayat-ayat atau
dalil-dalil yang isinya menuju masalah ini, terutama perihal musyawarah.
Suatu demokrasi selalu berkaitan dengan musyawarah.
Hal ini merujuk pada keikut- sertaan rakyat dalam sistem pemerintahan. Musyawarah ini juga
merupakan kaidah demokrasi yang utama.
Musyawarah ini didasarkan pada surat Ali-Imran ayat 159
dan surat Asy-Syura ayat 38. Kedua ayat ini membahas
tentang sebuah tindakan yang dilakukan oleh suatu kaum mengenai hal apa yang
harus mereka lakukan saat diantara mereka ada sebuah perbedaan pendapat. Saat
tidak ditemukan keputusan, mereka pun juga harus berpedoman pada Al-Qur’an dan
Hadits.
Islam tidak menganut demokrasi karena demokrasi sangat
berbeda dengan islam, tidak ada hukum atau ketetapan islam yang berasal dari
Al-Qur’an, Hadist maupun hukum lain yang berpedoman atau diputuskan berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadits tersebut yang menyatakan tentang demokrasi secara
langsung. Karena demokrasi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,
jika rakyat sepakat maka selesailah sudah. Sedangkan islam menjalankan dan
memutuskan sesuatu berdasarkan hukum dan ketetapan Al-Qur’an, Hadist, serta
hukum dan ketetapan lainnya yang diputuskan manusia yang juga berdasarkan
Al-Qur’an dan Hadist.
Dalam demokrasi barat, umat memegang kekuasaan
tertinggi. Tetapi dalam Islam, kekuasaan
rakyat tidak bersifat mutlak, melainkan terikat dengan ketentuan-ketentuan
syari’at agama yang dipeluk oleh setiap individu dari rakyat tersebut. Rakyat
tidak dapat bertindak melebihi batas-batas hukum tersebut.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Demokrasi merupakan suatu bentuk kedaulatan atau
kekuasaan yang subjek dan objeknya pada rakyat. Maksudnya, demokrasi berarti kedaulatan
(pemerintahan) dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dalam mencapai suatu kesepakatan perlu dilakukan sebuah
musyawarah. Al-Qur’an membahas tentang musyawarah dalam surat Ali Imran ayat
159 dan Asy-Syura ayat 38.
Kaidah-kaidah dalam demokrasi sejatinya berhubungan
dengan masalah kepemimpinan suatu kaum atau negara. Kaidah-kaidah ini merupakan
sifat dan sikap atau apa yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin tersebut. Di
antara kaidah-kaidah itu antara lain; kesetaraan, musyawarah, mampu menjaga
amanah dan adil, dll.
Kaidah dalam demokrasi
yang utama adalah musyawarah. Musyawarah berkaitan dengan pengambilan keputusan
yang dilakukan secara berkelompok, guna mencapai suatu mufakat bagi
kemaslahatan umat. Dalam musyawarah, setiap orang yang terlibat harus bersikap
lembut serta mau mendengarkan anggota lainnya, sperti yang dilakukan Rasulullah
SAW.
Dalam hadits, sebenarnya tidak banyak yang membahas
demokrasi. Tapi banyak hadits yang menyebut tentang musyawarah, yang mana
merupakan bagian dari sebuah sistem demokrasi.
DAFTAR PUSTAKA
Syafiie, Drs. H. Inu Kencana. 1994. Ilmu Pemerintahan
dan Al-Qur’an. Jakarta: Bumi Aksara.
_______________________. 1996. Al-Qur’an dan Ilmu
Politik. Yogyakarta: Rineka Cipta.
M.A, Drs., Muhibbin.1996. Hadits-Hadits Politik. Yogyakarta:
Lesiska.
Al-Qur’an dan Terjemahan.
Shaleh, K.H.Q. dkk. 2009.
Asbabun Nuzul. Bandung:CV Penerbit Diponegoro.
0 Comments:
Post a Comment