Disusun
oleh :
1. Ahmad Syafii (13410154)
2. Dian Suratama (13410153)
3. Siti Barokah Azizatun (13410139)
4. Itsna Rifiana Ulfa (13410137)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH UIN
SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
KATA
PENGANTAR
Segala puji
hanya untuk Allah SWT. Karena berkat rahmat dan hidayah Nya, kami dapat
menyelesaikan Makalah Hadist tentang tarbiyah ini dengan baik. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan alam, yakni Nabi besar
Muhammad SAW, dengan mengucapkan “Allahumma shali’ala Muhammad Wa’ala alihi
Muhammad”, yang mana berkat ketekunan dan keuletan beliau yang telah
membawa kita dari alam kebodohan sampai ke alam yang terang benderang seperti
yang kita rasakan saat sekarang ini.
Penulis
merasa perlu mengangkat judul makalah “TARBIYAH DALAM PERSPEKTIF HADITS”
dikarenakan masih banyak pendidikan yang kurang memahami apa makna dari
tarbiyah (pendidikan). Oleh Karena itu
penulis berusaha mencari makna tersebut lewat pendekatan perpektif hadits. Kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat diharapkan oleh penulis untuk
kesempurnaan makalah ini.
Hormat kami
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan
memiliki peran yang sangat penting karena tanpa melalui pendidikan, proses
transformasi dan aktualisasi pengetahuan sulit untuk diwujudkan. Demikian juga
dengan sains sebagai bentuk pengetahuan ilmiah dalam pencapaiannya harus
melalui proses pendidikan yang ilmiah pula. Oleh karena itu Islam menekankan
akan pentingnya belajar baik melalui aktivitas membaca, menelaah, meneliti
segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini.
Konsep Pendidikan sebetulnya telah diajarkan
oleh seorang rasul akhir zaman 1400 tahun silam. Konsep-konsep itulah yang
mampu membuat islam mampu tetap eksis dan mampu mengikuti perkembangan
peradaban yang ada.
Namun dalam perjalanannya, pendidikan mengalami
reduksi makna yang cukup memprihatinkan. Berangkat dari kekhawatiran itulah, penulis
berusaha melakukan rekonstruksi ulang tentang bagaimana pendidikan ini
diajarkan oleh nabi muhammad saw. Melalui jalur hadits-hadits beliau.
Penulis berusaha mencari sumber-sumber yang
mampu menjelaskan tentang bagaimana konsep-konsep pendidikan yang dibawa oleh nabi
muhammad saw. Sehingga nantinya mampu membangun kembali konsep-konsep tersebut
kedalam tatanan kehidupan masyarakat yang semakin plural ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana pengertian / pemaknaan dari tarbiyah dalam perspektif hadits?
2.
Bagaimana konsep-konsep tarbiyah dalam perspektif hadits ?
3.
Bagaimana metode-metode tarbiyah yang diajarkan dalam perspektif hadits?
C.
TUJUAN PENULISAN.
1.
Mampu mengetahui pengertian/makna dari tarbiyah dalam perspektif hadits?
2.
Mampu mengetahui konsep-konsep tarbiyah dalam perspektif hadits?
3.
Mampu mengetahui metode-metode yang terdapat dalam tarbiyah dalam
perspektif hadits?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN TARBIYAH
Istilah pendidikan dalam bahasa Arab (tarbiyah) mempunyai banyak
isitilah diantaranya yaitu altarbiyah,al-ta'lim,al-ta'dib,danal-riyadhah.
Karena masing-masing istilah memiliki perbedaan secara tekstual dan kontekstual,maka
masing-masing istilah mempunyai makna yang berbeda, meski dalam hal tertentu istilah
tersebut memiliki kesamaan makna.
Istilah tarbiyah berasal dari akar kata (rabba, yurbi,
tarbiyah) yang artinya menjadi besar atau dewasa. Artinya pendidikan adalah
usaha untuk menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik,
psikis, sosial maupun spiritual.[1]
Istilah al-tarbiyah dalam hadis memang
tidak ditemukan secara khusus. Namun demikian, dalam hadis dijumpai istilah-istilah
yang senada dengan istilah tersebut. Istilah tersebut adalah al-rabb,
rabbayani, nurabbi, ribbiyun, dan rabbani.[2] Mekipun fonem tersebut memiliki konotasi makna berbeda.
Jika al-tarbiyah diidentikkan dengan al-rabb, maka para ahli
mendefinisikan sebagai berikut:
1.
Abdillah Murammad bin Ahmad al-Anshari al-Qurthubi memberikan arti rabb
dengan pemilik, tuan, Yang Maha Memperbaiki, Yang Maha Mengatur, Yang Maha Menambah,
dan Yang Maha Menunaikan.
2.
Fahr al-Razi, berpendapat bahwa al-rabb merupakan fonem yang seakar
dengan al-tarbiyah yang mempunyai makna pertumbuhan dan pengajaran.
3.
al-Jauhari memberikan makna al-tarbiyah, rabban dan rabba dengan
makna memelihara dan mengasuh.
4.
Louis Ma'luf mengartikan kata al-rabb dengan pemilik, tuan, memperbaiki,
perawataan, tambah, mengumpulkan, dan memerintah.
Jika istilah al-tarbiyah diidentikkan dengan rabbani
(bentuk fi’il madzi) yang maka al-tarbiyah mempunyai arti : mengasuh,
menanggung, memberi makan, mengembangkan, memelihara, membesarkan, mempertumbuhkan,
memproduksi dan menjinakkan.
Sayid Qutb menafsirkan kata rabbayani sebagai pemelihara anak serta
menumbuhkan kematangan sikap mentalnya. Sedangkan Fahr al-Razi mempertegas bahwa
term rabbani tidak hanya mengajarkan hal bersifat ucapan (domain kognitif),
tetapi juga meliputi pengajaran tingkah laku (domain afektif).
Jika at-tarbiyah diidentikkan dengan istilah rabbani maka
dapat di artikan sebagai proses transformasi ilmu pengetahuan dari tingkat
dasar hingga tingkat lanjut. Proses ini bermula dari proses hafalan, ingatan
yang bersifat sementara hingga tingkat pemahaman dan penalaran.
B.
KONSEP TARBIYAH
Konsep tarbiyah yang dijelaskan dalam hadits nabi, dapat dibagi menjadi
3:[3]
:
1.
Konsep Perkembangan Manusia.
Manusia merupakan makhluk yang terus berkembang, maka dari itu maka
muncullah istilah homoeducancus, yakni makhluk yang dapat dididik dan mendidik,
dapat dipengaruhi dan mempengaruhi. artinya, manusia dalam perkembangannya selain
memiliki potensi bawaan dan pengaruh lingkungan, yang dalam khasanah filsafat pendidikan
Barat dikenal adanya teori perkembangan manusia, yaitu : empirisme, nativisme, dan
konvergensi.
Empirisme yang dipelopori oleh John Locke menyatakan bahwa perkembangan pribadi
manusia ditentukan oleh faktor-faktor alam lingkungan, termasuk pendidikan.
Ibaratnya adalah tiap individu manusia lahir bagaikan kertas putih yang siap
diberi warna atau tulisan oleh faktor lingkungan. Teori ini dikenal dengan teori
tabularasa.Bagi Locke, faktor lingkungan yang memberi kontribusi besar
terhadap pembentukan pribadi seseorang.
Nativisme yang dipelopori Arthur Schopenhauer (1788-1860) menyatakan bahwa
perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh bawaan (kemampuan dasar), bakat serta
faktor dalam yang bersifat kodrati. Faktor bawaan inilah tidak bisa diubah oleh
pengaruh lingkungan atau pendidikan. Apapun usaha pendidikan yang bertujuan membetuk
kepribadian tidak dapat menggapai harapan yang diidamkan tanpa dukungan faktor bawaan.
Teori konvergensi yang diusung oleh William Stem (1871-1938) menyatakan bahwa
perkembangan manusia berlangsung atas pengaruh dari faktor bakat/ kemampuan dasar
dan faktor lingkungan, termasuk pendidikan. Teori ini membantah teori empirisme
dan nativisme, karena kenyataan membuktikan bahwa potensi bawaan yang baik tanpa
dibina oleh alam lingkungan tidak akan dapat membentuk pribadi yang ideal. Sebaliknya,
lingkungan yang baik, terutama pendidikan, tanpa didukung oleh potensi bawaan yang
baik, tidak akan membuahkan hasil kepribadian yang optimal. Jadi proses perkembangan
manusia merupakan hasil kerjasama antara faktor dasar (bawaan) dan alam lingkungan.
Dari ketiga teori diatas, terutama teori terakhir bisa ditarik
kesimpulan bahwa manusia sebenarnya memiliki fitrah atau semacam bawaan
sejak lahir, namun dalam perjalanannya hal itu dipengaruhi oleh lingkungannya
terutama dari lingkungan keluarga. Hal itu seperti yang tercantum dalam suatu
hadits :
حدثنا آدم حدثنا ابن أبي ذئب عن الزهري عن أبي سلمة بن عبد الرحمن عن أبي هريرة رضي الله عنه قال قال
النبي صلى الله عليه وسلم كل مولود يولد على الفطرة فأبواه يهودانه أو ينصرانه أو
يمجسانه كمثل البهيمة تنتج البهيمة هل ترى فيها جدعاء
Setiap anak lahir adalah dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang menjadikan anak beragama Yahudi, atau Nasrani atau bahkan beragama Majusi(HR.Muslim)
Secara prinsipal, tidak terjadi silang pendapat dikalangan ulama mengenai
pengertian fitrah, apakah diartikan dengan agama samawi, hanif), Islam atau tauhid.
Agama samawi dan Islam adalah agama yang pokok ajarannya berupa tauhid. Ini berarti
memiliki kesamaan agama-agama samawi sebelumnya. Dengan kata lain bahwa percaya
kepada Tuhan dan merasa memerlukan-Nya merupakan fitrah setiap manusia.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa fitrah adalah suatu keadaan yaitu agama Islam dalam diri manusia yang telah diciptakan
oleh Allah sejak manusia itu dilahirkan. Esensi dari agama Islam tersebut adalah
tauhid.
Al-Maraghi berpendapat bahwa fitrah adaIah suatu keadaan atau kondisi yang
diciptakan oleh Allah dalam diri manusia yang siap menerima dan menemukan kebenaran.
Oleh karena ajaran tauhid itu sesuai dengan petunjuk akal, maka akal akan membimbing
fitrah.
Selain itu, ahmad tafsir juga berpendapat bahwa fitrah adalah potensi
yang melekat pada diri manusia. Potensi untuk menjadi baik maupun buruk,
potensi menjadi muslim maupun musyrik, maupun potensi untuk beragama maupun
tidak.
2.
pendidikan jasmani.
Produktifitas seseorang tergantung kepada kondisi jasmani seseorang.
Jasmani yang sehat akan mendorong manusia melakukan kegiatan yang gesit dan
lincah. Berbeda ketika kondisi jasmani yang kurang sehat akan berpengaruh pada
kinerja yang kurang maksimal.
Pendidikan yang diberikan kepada peserta didik, setidaknya tidak hanya
berkutat pada menumbuhkan akal dan budi saja. Namun juga harus merambah kearah
pendidikan jasmani. Hal ini menjadi sangat penting karena dengan pendidikan
jasmani mampu menciptakan kondisi badan yang sehat dan fit, sehingga mampu
beraktifitas dengan lancar sepanjang hari.
Hal ini sesuai dengan salah satu hadits nabi artinya :
Abu Bakar Ahmad bin al-Hasan al-Qadhi memberitahukan kepada kami (dengan
berkata) Abu Ja'far Muhammad bin 'Ali bin Dahim al-Syaibani memberitahukan kepada
kami (yang berkata) Ahmad bin Ubaid bin Ishaq bin Mubarak al-'Athar (yang berkata)
Ubay memberitahukan kepada kami (yang berkata) Qais memberitahukan kepadaku (yang
bersumber) dari Laits (yang berasal) dari Mujahid (yang diperoleh) dari Ibn'Umar
yang berkata: Rasulullah saw bersabda: "Ajarilah anak-anakmu (olah raga) renang
dan lempar panah (memanah), dan (ajarilah) perempuan dengan memintal. "(al-Baihaqi,1410H.:401)
Meski dalam hadits itu berdapat cacatnya, yaitu periwayat yang bernama
ubaid al-athar yang menurut beberapa ahli hadits diberi cap pernah dan suka
berbohong, sehingga hadits ini dianggap hadits dhaif, bahkan mengarah syadid
dhaif. Namun setidaknya makna yang terkandung dalam hadits tersebut tidak
bertentangan dengan nilai-nilai universalitas keislaman.
Pada dasarnya hadits tersebut memberikan anjuran untuk mengajarkan
memanah, berenang, dan memintal untuk wanita. Dari hal itu bisa di ambil sebuah
hikmah bahwa dengan olahraga umat islam selain terbentuk secara fisik, namun
juga akan terbentuk secara semangat dan mental dari olahraga tersebut. Dengan
demikian, proses belajar mengajar akan lebih efektif.
3.
Pendidikan berkelanjutan.
Hadis yang membicarakan konsep pendidikan sepanjang hayat dapat ditemukan dalam matan hadis yang berbunyi:
اطلب
العلم من المحد
الى اللهد
Artinya: “Tuntutlah ilmu mulai dari buaian
sampai liang lahat.”
Hadis ini meskipun secara sanad tidak memiliki asal , tetapi sudah populer di kalangan masyarakat sehingga termasuk hadis masyhur. Maknanya tidak bertentangan dengan ajaranal-Qur'an dan universalitas Islam bahkan sejalan dengan konsep pendidikan sepanjang hayat.Pada dasarnya, ilmu selalu mengaIamiperkembangan. Karenanya ,manusia
dalam mencari ilmu tidak dibatasi usianya. Kapanpun manusia dapat menimba ilmu pengetahuan
baik ilmu umum maupun ilmu agama. Bahkan tidak saja dimulai dari ayunan, tetapi
dalam kandunganpun, pendidikan sudah dapat dimulai. Dalam konsep pendidikan dikenal
dengan pendidikan pra-natal.
C.
METODE-METODE PENDIDIKAN DALAM HADITS.
Secara garis besar, metode yang diajarkan dalam hadits dibagi menjadi 11
yaitu:[4]
1.
Metode mutual
education.
Yaitu suatu metode mendidik dengan cara membuat kelompok seperti yang
pernah diajarkan oleh nabi muhammad saw. Seperti contoh ketika nabi dalam
mengajarkan shalat dengan cara mendemonstrasikan cara-cara shalat dezngan baik.
Seperti sabda beliau :
صلوا كما رأيتموني أصلي
Artinya
: “shalatlah kamu sekalian sebagaimana aku shalat (hr. bukhari)
2. Metode pendidikan dengan menggunakan cara intruksional.
Yaitu
mengajar dengan cara menggambarkan ciri orang yang beriman dalam bersikap dan
bertingkah laku agar mereka dapat ikuti. Juga bagaimana ciri orang yang tidak
beriman agar mereka dapat hindari. Sebagaimana hadits nabi saw :
حدثنا سليمان أبو الربيع قال حدثنا
إسماعيل بن جعفر قال حدثنا نافع بن مالك بن أبي عامر أبو سهيل عن أبيه عن أبي
هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال آية المنافق ثلاث إذا حدث كذب وإذا وعد
أخلف وإذا اؤتمن خان
Artinya
: “ tanda-tanda orang munafik ada tiga : 1. Apabila berbicara bohong, 2.
Apabila berjanji ingkar, 3. Dan apabila dipercaya ia
khianat. (hr. bukhari)
3. Metode pendidikan denga bercerita.
Yakni
dengan cara mengisahkan peristiwa sejarah hidup manusia masa lampau yang
menyangkut ketaatannya atau kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah tuhan
yang dibawa oleh nabi atau rosul yang hadir di tengah mereka.
4.
Metode bimbingan dan penyuluhan
Metode
ini bertujuan untuk membimbing dan menasehati peserta didik sehingga dapat
memperoleh kehidupan bathin yang tenang, sehat serta bebas dari segala konflik
kejiwaan. Dengan metode ini, peserta didik akan mampu mengatasi segala bentuk
kesulitan hidup yang dihadapi atas dasar iman dan takwanya kepada allah swt.
Pendekatan yang
diperluan untuk melaksanakan metode tersebut adalah melalui sikap yang lemah
lembut dan lunak hati dengan gaya menuntun/membimbing ke arah kebenaran.
5.
Metode pemberian contoh dan teladan.
Metode
yang cukup besar pengaruhnya dalam mendidik adalah metode
pemberian contoh dan teladan. Allah telah menunjukkan bahwa contoh keteladanan
dari kehidupan nabi Muhammad adalah mengandung nilai paedagogi bagi manusia
(umatnya)
6.
Metode diskusi
Metode
ini diajarkan kepada peserta didik dengan tujuan lebih memantapkan
pengertian dan sikap pengatahuan mereka terhadap sesuatu masalah.
Suatu
diskusi bisa dianggap baik bila dalam prosesnya terdapat bahan-bahan yang cukup
jelas, dengan pembicaraan yang berlangsung secara rasional (aqliyyah), tidak
berdasar pada emosi semata, namun lebih kepada mementingkan kesimpulan
rasional daripada kepentingan egoitis pribadi peserta. Diskusi yang bertujuan
untuk tidak mengambil kesimpulan namun hanya sekedar memberitahukan sikap
masing-masing pihak disebut dialog. Dialog ini biasanya berangkat dari
pembahasan suatu masalah yang telah lama dirasakan sebagai suatu permasalahan.
Dalam dialog ini tidak ada yang namanya pihak kalah dan pihak menang.
Masing-masing tetap dalam pendirian masing-masing.
7.
Metode soal-jawvab.
Metode
ini sering dipakai oleh para nabi dan para rasul allah dalam mengajarkan agama
kepada umatnya. Bahkan para filosof pun banyak menggunakan metode ini untuk
memecahkan masalah. Oleh karena itu metode ini termasuk metode yang paling tua dalam
dunia pendidikan selain dari metode khutbah. Dengan metode ini pengertian dan
pengetahuan peserta didik dapat lebih dimantabkan, sehingga segala bentuk
kesalahpahaman, kelemahan daya tangkap dapat dihindari.
8.
Metode perumpamaan.
Dalam
metode ini pendidik memberikan missal-misal kepada peserta didik agar
peserta didik mampu memahami lebih sempurna dengan diberikannya
perumpamaan-perumpamaan tersebut.
9. Metode targhieb dan tarhieb.
Metode
targhieb dan tarhieb yaitu cara memberikan pelajaran dengan memberi dorongan
(motivasi) untuk memperoleh kegemiraan bila mendapatkan
kesuksesan dalam kebaikan, sedang bila tidak sukses karena tidak mau mengikuti
petunjuk yang benar akan mendapat kesusahan.
10. Metode taubat dan ampunan.
Metode
ini dengan cara membangkitkan jiwa dan rasa frustasi kepada kesegaran hidup dan
optimisme dalam belajar seseorang, dengan memberikan
kesempatan bertaubat dari kesalahan/kekeliruan yang telah lampau diikuti dengan
pengampunan atas dosa dan kesalahannya. Dengan demikian, orang akan mengalami
katarisasi (pembersihan batin) sehingga memungkinkan timbul sikap dan perasaan
mampu untuk berbuat yang lebih baik lagi yang diiringi optimisme dan
harapan-harapan dimasa depan.
11. Metode self education, explanation dan exposition.
Metode-metode
ini bertujuan agar manusia sebagai makhluk tuhan dengan kemampuan yang ada
dalam dirinya bersedia menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi
larangan-larangn-Nya
Atas dasar
itulah metode mendidik dan mengajarkan agama kepada anak didik didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan:
a. Kemampuan psikologi dalam menerima dan
menghayati serta mengamalkan ajaran agama sesuai dengan usia, bakat dan
lingkungan hidupnya.
b. Kemampuan pendidikan sendiri yang
harus siap baik dalam ilmu pengetahuan yang akan diajarkan maupun sikap mental
serta keguruannya dalam waktu melaksanakan tugas pendidikan benar-benar mantab
dan meyakinkan.
c. Tujuan pendidikan harus dijadikan
pegangan sebagai pengarah dalam menggunakan metode karena metode apapun hanya
berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Dengan
demikian, metode pendidikan islam yang dikehendaki oleh umat islam pada
hakikatnya adalah methode of education through the teaching of islam (
metode pendidikan melalui ajaran islam) yaitu atas semua bidang ilmu
pengetahuan dan ketrampilan menurut ajaran agama islam.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Istilah tarbiyah berasal dari akar kata (rabba, yurbi, tarbiyah) yang
artinya menjadi besar atau dewasa. Artinya pendidikan adalah usaha untuk
menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial
maupun spiritual.
2.
Dalam hadits memang, istilah tarbiyah memang tidak di kemukakan secara
khusus, namun dalam hadits banyak dijumpai istilah-istilah yang senada,
meskipun konotasi maknanya berbeda. Diantaranya adalah al-rabb, rabbayani,
nurabbi, ribbiyun, dan rabbani.
3.
Konsep-konsep tarbiyah dalam perspektif hadits :
a.
Konsep Perkembangan Manusia
b. pendidikan jasmani
c. Pendidikan berkelanjutan
4.
Metode-metode tarbiyah dalam pendidikan perspektif hadits
a.
Metode mutual education
b.
Metode pendidikan dengan menggunakan cara intruksional
c.
Metode pendidikan denga bercerita
d.
Metode bimbingan dan penyuluhan
e.
Metode pemberian contoh dan teladan
f.
Metode diskusi
g.
Metode soal-jawab
h.
Metode perumpamaan
i.
Metode targhieb dan tarhieb
j.
Metode
taubat dan ampunan
k. Metode self education, explanation dan
exposition
DAFTAR PUSTAKA
Ali Nizar, Journal Penelitian
Agama: Kependidikan Islam Dalam Perspektif Hadits Nabi, Vol XVII No 1.
Januari-April 2008.
Uhbiyati nur, 1997, Ilmu Pendidikan
Islam II (IPI), Bandung: Pustaka Setia
Mujtahid, 2010, Reformasi
Pendidikan Islam, Malang : UIN-Maliki Press
[2] Ali
Nizar, Journal Penelitian Agama: Kependidikan Islam Dalam Perspektif Hadits
Nabi, Vol XVII No 1. Januari-April 2008. Hlm 121
0 Comments:
Post a Comment