Header Ads

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

23 December 2016

MATERI AQIDAH AKHLAQ DI SEKOLAH DAN MADRASAH

BAGI YANG MAU MATERI-MATERI KULIAH AQIDAH AKHLAQ DI SEKOLAH DAN MADRASAH, MONGGO DOWNLOD  DI BAWAH GANN



DOWNLOAD DISINI..

AKHLAQ INDIVIDUAL

AKHLAQ INDIVIDUAL


Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Aqidah Akhlaq di madrasah dan sekolah


index.jpg



Oleh :
Imron Salim
(13410196)


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA
2015
Pengertian Akhlaq Individual
Akhlak secara terminologi berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang baik.
Akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk, berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu.
Akhlaq individual dapat disebut juga akhlaq pribadi karena yang paling dekat dengan seseorang itu adalah dirinya sendiri, maka hendaknya seseorang itu menginsyafi dan menyadari dirinya sendiri, karena hanya dengan insyaf dan sadar kepada diri sendirilah, pangkal kesempurnaan akhlak yang utama, budi yang tinggi. Manusia terdiri dari jasmani dan rohani, disamping itu manusia telah mempunyai fitrah sendiri, dengan semuanya itu manusia mempunyai kelebihan dan dimanapun saja manusia mempunyai perbuatan.[1]

Persepsi masyarakat tentang akhlaq yang baik:
Banyak orang berselisih pendapat untuk menilai suatu perbuatan, ada yang melihatnya buruk disisi lain ada yang meliahtnya baik. Berikut adalah beberapa pernyataan dari beberapa sudut pandang yang yang mengemukaan pendapatnya mengenai akhlak yang baik:
·         Adat Kebiasaan:
Tiap suku atau bangsa memiliki adat istiadat tertentu yang diwariskan dari nenek moyangnya. Dipandang buruk bagi orang yang melaksanakannya dan dipandang buruk bagi orang yang meninggalkannya. Oleh karena itu perbuatan dikatakan baik bila sesuai dengan adat-istiadat.
·         Kebahagiaan (Hedonism):
Dari sudut pandang masyarakat hedonism tujuan akhir hidup dan kehidupan manusia adalah mencapai kebahagiaan. Karena itu perbuatan manusia dikatakan baik bila mendatangkan kebahagiaan, kebahagiaan bagi dirinya sendiri maupun kebahagiaan bersama.
·         Tokoh filosof
Menurut herbert spencer (1820-1903) salah seorang filsafat inggris mengatakan bahwa perbuatan akhlaq itu tumbuh secara sederhana, kemudian berangsur meningkat sedikit demi sedikit berjalan kearah cita-cita yang dianggap sebagai tujuan. Perbuatan itu baik bila dekat dengan cita-cita itu dan perbuatan itu buruk bila jauh dengan cita-citanya.[2]Cita-cita menurut paham ini adalah untuk mencapai kesenangan dan kebahagiaan.
Akhlaq individu dalam Islam:
Akhlaq individu masuk pada ruang lingkup hubungan manusia dengan dirinya sendiri, seperti: menjaga kesucian diri dari sifat rakus dan mengumbar nafsu, mengembangkan keberanian (syaja’ah) dalam menyanpaikan yang hak, menyampaikan kebenaran, memberantas kedzaliman, mengembangkan kebijaksanaan dan memberantas kebodohan dan jumud, bersabar tatkala mendapat musibah dan dalam kesulitan, bersukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah, rendah hati atau tawadhu’ dan tidak sombong, menahan diri dari melakukan larangan-larangan Allah atau iffah, menahan diri dari marah walaupun hati tetap dalam keadaan marah atau hilmun, memaafkan orang, jujur atau amanah,dan merasa cukup dengan apa-apa yang diperoleh dengan susah payah atau qana’ah.[3]
Dapat diambil kesimpulan bahwa pokok-pokok Akhlaq (budi pekerti luhur) itu ada empat, yaitu: hikmah, Syaja’ah, ‘Iffah dan keadilan.
·         Yang dimaksud dengan hikmah adalah: kemampuan jiwa untuk membedakan yang benar dan yang salah dari segala perbuatan yang dibawah kekuasaan manusia (ikhtiyariyah).
·         Yang dimaksud keadilan adalah: kemampuan jiwa untuk mengendalikan daya ghadab dan daya nafsu, serta mendorongnya kepada tuntunan hikmah dengan membatasi gerak-geriknya.
·         Yang dimaksud Syaja’ah adalah: keadaan daya ghadab tunduk dan taat kepada akal di dalam semua gerak maju  dan mundurnya.
·         Yang dimaksud Iffah adalah keadaan daya nafsu terpimpin dan terdidik dengan pendidikan pimpinan akal dan agama.
Dengan baik dan sehatnya empat pokok inti lahirlah budi pekrti luhur lagi mulia. Sebab dengan sehatnya akal akan lahirlahfikiran yang sehat, pertimbangan yang baik, pandangan yag terang serta dugaan yang tepat, dan dapat pula menangkap akibat yang kecil-kecil, dan semua perbuatan dan penyakit hati yang sangat samar.[4]
Ayat yang berhubungan dengan pola ini diantaranya:
   (An Nuur: 30-31)
30. Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat".
31. Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

   (At takasur: 1-8)
1. Bermegah-megahan telah melalaikan kamu
2. sampai kamu masuk ke dalam kubur.
3. janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
4. dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
5. janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
6. niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim,
7. dan Sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yaqin
8. kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).

(Al mu’minun, 1-11)
1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,
3. dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
4. dan orang-orang yang menunaikan zakat,
5. dan orang-orang yang menjaga kemaluannya,
6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki, Maka Sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.
7. Barangsiapa mencari yang di balik itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas.
8. dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.
9. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.
10. mereka Itulah orang-orang yang akan mewarisi,
11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. mereka kekal di dalamnya.
 (An Nisa, 29-30)
29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
30. dan Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Al mujadalah, 11
11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Luqman 12, 17-19
12. dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".

17. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
18. dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19. dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.[5]

Realitas penerapan akhlaq individu
Amar ma’ruf nahi munkar merupakan suatu hal yang harus ada pada tiap diri seorang muslim sebagaimana hadis:
عَنْ أَبِي سَعِيْد الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ
[رواه مسلم]
Dari Abu Sa’id Al Khudri radiallahuanhu berkata : Saya mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda : Siapa yang melihat kemunkaran maka rubahlah dengan tangannya, jika tidak mampu maka rubahlah dengan lisannya, jika tidak mampu maka (tolaklah) dengan hatinya dan hal tersebut adalah selemah-lemahnya iman.(Riwayat Muslim)
Namun dewasa ini dalam pengaktualisasiannya banyak yang mengedepankan kekerasan sehingga tidak memberikan maslahah tetapi menimbulkan mafsadah.
Dalam hal Amar ma’ruf nahi munkar Rasulullah SAW pernah mencontohkan, bagaimana beramar ma’ruf nahi munkar dengan lemah lembut serta mengajari orang yang bodoh. Diriwayatkan bahwa seorang pemuda datang menemui rasulullah SAW, lalu berkata, “wahai rasul izinkanlah saya berzina” . kemudian orang-orang disekitar rasul merasa marah dengan berkata “ binasakan saja orang itu”, Rasulpun menyuruh pemuda itu mendekat dan mendekatlah pemuda itu pada rasul, rasulullah SAW bersabda, “Apakah engkau rela jika zina itu terjadi pada ibumu atau saudaramu atau bibimu atau kerabatmu yang lain” maka pemuda itupun menjawab “Tidak, demi Allah, semoga Allah melindungi”. Rasulpun berkata, “manusia yang lain juga tidak menhendaki pada kerabat mereka”. Kemudian rasul memegangnya sambil berdo’a, “Ya Allah, ampuni dosanya, sucikan hatinya dan jagalah kehormatannya.” Kemudian pemuda itu pergi dan sama sekali tidak menoleh sama sekali.[6]
Pada kisah tersebut dapat kita ambil ibrah bahwa Rasul SAW dalam menghadapi siapapun lebih mengutamakan tujuan dakwah yaitu mencapai maslahah bukan mafsadah dengan cara yang lemah lembut, andaikata pemuda dalam kisah tersebut diperlakukan dengan cara yang berbeda (keras) mungkin sikap yang dimunculkan akan berbeda dengan apa yang telah dikisahkan. Dan sesungguhnya tujuan dakwah nabi di dunia adalah untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia sebagai mana sabda beliau:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mulia.”  (Shahiih, HR. Ahmad).

Saran:
Segala bentuk akhlaq individu hendaknya mengutamakan akhlaq dan perangai yang mulia, sehingga dakwah yang dilakukanpun mencerminkan akhlaq yang mulia, dan tidak ada kekerasan yang mengatasnamakan dakwah.
Dalam mencapai akhlak mulia haruslah memahami empat inti akhlak sebagaimana yang telah dijelaskan diatas yang dengannya seorang akan melihat suatu permasalahan lebih bijaksana dan menghasilkan perbuatan yang mencerminkan akhlak mulia itu sendiri. Setelah merasa memahami empat pokok akhlak, hendaknya seseorang tidak berhenti dan puas dengan apa yang ia miliki tetapi selalu berusaha mengaktualisasi akhlaknya.
Akhlaq terpuji bila diusahakan untik dilakukan secara terus-menurus akan menjadi sebuah kebiasaan dan kebiasaan yang dipertahankan akan menjadi karakter bagi setiap individu yang bersangkutan.
Maka apabila akhlaq yang terpuji dirasa susah untuk dilakukan namun kemudian berusaha terus-menerus untuk melakukannya lama kelamaan akan terbiasa, dan akhirnya akhlak terpuji tersebut menjadi karakter. Wallahu a’lam bisshawab.



[1] Wikipedia.org
[2] Asmaran As. PENGANTAR STUDI AKHLAK. (Jakarta: raja grafindo, 1994). Hlm32.
[3] Muslim Nurdin. Moral dan Kognisi Islam. (Bandung: Alfabeta, 1993). Hlm 237.
[4] Imam al Ghazali. Mukhtasar ihya ulumuddin. (Yogyakarta: U.P. Indonesia, 1982). Hlm 121.
[5] Ibid. Hlm 122.
[6] Syaikh Abu Abdurrahman Ridha. Akhlaq ulama salaf dalam bergaul. (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2013). Hlm 40.

Al Ahad

Rumusan Masalah, sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Asmaul Husna secara umum?
2.      Apa pengertian Al Ahad?
3.      Apa perbedaan Al Ahad dengan Al Wahid?
4.      Bagaimana keutamaan Asmaul Husna Al Ahad?
5.      Apa implimentasi Al Ahad bagi saya sendiri?

A.    PENGERTIAN ASMAUL HUSNA
Asmaul Husna berasal dari kata al-asma yang berarti nama-nama dan al-husna yang berarti baik. Jadi al-Asmaul Husna secara bahasa diartikan dengan nama-nama yang baik. Asmaul Husna adalah nama Allah yang terbaik. Bisa dikatakan pula sebagai asma Allah yang terindah. Ia merupakan puncak keindahan karena di dalamnya terdapat makna terpuji dan termulia. Nama-nama terindah itu mengandung pengertian kehidupan yang sempurna, yang tidak didahului dengan ketiadaan dan tidak diakhiri dengan kesirnaan. Tidak berawal dan tidak berakhir.
Secara fitrah manusia telah dibekali sifat-sifat baik dan terpuji. Sifat-sifat tersebut merupakan pancaran dari asmaul husna. Sayangnya sejalan dengan perkembangan dan pengaruh lingkungan, sifat-sifat dasar tersebut perlahan-lahan melemah dan menjadi terkalahkan.
Sejak lahir, manusia telah dilengkapi dengan hati yang fitrah (bersih). Hal ini merekam sifat-sifat Allah. Jika ia mampu memeliharanya samapai dewasa, maka pancaran Asmaul Husna akan membuat dirinya menjadi mulia. Tapi jika sifat fitrah itu terkontaminasi dengan sesuatu yang buruk, maka sifat-sifat fitrah ini akan menjadi lemah bahkan terkalahkan dan terbelenggu oleh emosi diri, prasangka negative, kepentingan pribadi dan pengaruh-pengaruh luar yang tidak menguntungkan.[1]


Dari 99 Asmaul Husna, saya akan membahas tentang AL AHAD ( Yang Maha Esa)
B.     Pengertian Al- Ahad
Sekilas nama al wahid sama dengan al Ahad, terutama ini diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sama- sama bearti Yang Maha Esa; Tetapi keduanya itu berbeda dan mempunyai spesifikasi sendiri. Menurut Syaikh Tosun Bayrak Al Jerrahi dalam The Name and The Named, menjelaskan lebih makna makna Al Ahad.[2]
 Sebagaimana yang terdapat dalam surat Al- Ikhlas ayat 1-4:
الرَّحِيمِ الرَّحْمَٰنِ اللَّهِ بِسْمِ
٤﴿  أَحَدٌۢ كُفُوًا لَّهُۥ يَكُن وَلَمْ  ﴾٣﴿ يُولَدْ وَلَمْ يَلِدْ لَمْ ٢﴿الصَّمَدُ اللَّهُ ﴾١﴿ أَحَدٌ اللَّهُ هُوَ قُلْ
Artinya:
1) Katakanlah ( Muhammad): Dia-lah Allah, Yang Maha Esa
2) Allah tempat meminta segala sesuatu
3). Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan
4). Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.

Surat al-Ikhlâsh ini merupakan surat yang sangat mulia, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa surat al-Ikhlâsh sama dengan sepertiga al-Qur'ân karena di dalamnya terdapat penjelasan khusus tentang nama-nama Allâh yang maha Mulia dan sifat-sifat-Nya yang maha Agung.





Asbabun Nuzul

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa kaum musyrikin meminta penjelasan tentang sifat-sifat Allah kepada Rasulullah saw. dengan berkata: "Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu." Ayat ini (S. 112:1-4) turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai tuntunan untuk menjawab permintaan kaum musyrikin. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, al-Hakim dan Ibnu Khuzaimah dari Abi Aliyah yang bersumber dari Ubay bin Ka'ab. Diriwayatkan pula oleh at-Thabarani dan Ibnu jarir yang bersumber dari Jabir bin Abdillah dan dijadikan dalil bahwa surat ini Makkiyah.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Yahudi menghadap kepada Nabi saw. dan diantaranya Ka'bubnul 'asyraf dan Hay bin Akhtab. Mereka berkata: "Hai Muhammad, lukiskan sifat-sifat Tuhan yang mengutusmu." Ayat ini (S.112:1-4) turun berkenaan dengan peristiwa itu. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir yang bersumber dari Qatadah dan Ibnu Mundzir yang bersumber dari Sa'id bin Jubair. Dengan riwayat ini Sa'id bin Jubair menegaskan bahwa surat ini Madaniyyah.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum Ahzab (Persekutuan antara kaum Quraisy, Yahudi Madinah, kaum Goththafan dari Thaif dan munafiqin Madinah dan beberapa suku sekeliling Makkah) berkata: "Lukiskan sifat Tuhanmu kepada kami." Maka datanglah Jibril menyampaikan surat ini (S.112:1-4) yang melukiskan sifat-sifat Allah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abil 'Aliyah yang bersumber dari Qatadah.)

Keterangan:

Menurut as-Suyuthi kata "al-Musyrikin" dalam hadits yang bersumber dari Ubay bin Ka'ab ialah musyrikin dari kaum Ahzab, sehingga surat ini dapat dipastikan Madaniyyah sesuai dengan hadits Ibnu Abbas. Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara dua hadits tersebut di atas dan diperkuat pula oleh riwayat Abus Syaikh di dalam kitabul Adhamah dari Aban yang bersumber dari Anas yang meriwayatkan bahwa Yahudi Khaibar menghadap kepada Nabi saw. dan berkata: "Hai Abal Qasim! Allah menjadikan malaikat dari cahaya hijab, Adam dari tanah hitam, Iblis dari api yang menjulang, langit dari asap, dan bumi dari buih air. Cobalah terangkan kepada kami tentang Tuhanmu." Rasulullah saw tidak menjawab, sehingga turunlah Jibril membawa wahyu surat ini (S.112:1-4) yang melukiskan sifat Allah. [3]

Sesuai pernyataan ayat diatas bahwa sudah jelas Allah itu Yang Maha Esa, karena itu Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakan. Kita sebagai umat islam harus beriman kepada Allah swt, dengan cara beribadah, berbuat kepada orang tua, dan tidak menyekutukan Allah swt.
Kesatuan ini sama sekali tidak diciptakan dari eksistensi dan ketiadaan, dari wujud dan kehampaan. Ia merupakan menifestasi zat Allah. Di dalam kesatuan ini, zat terbebas dari segala atribut, nama, tanda, tetapi sudah tersembunyi didalamnya.
Contohnya; Tembok terbuat dari batu, batu bata, krikil, pasir, semen, dan dilapisi dengan plesteran. Ketika melihat tembok, Anda melihatnya secara utuh, bukan bahannya secara satu persatu. Tembok adalah gabungan dri berbagai bahan; tetapi tembok bukanlah batu, batu bata, krikil. Di dalam konsep tembok, bahan- bahan itu kehilangan identitasnya.[4]

C.    Perbedaan Al Ahad dan Al Wahid

Lafazh `AL AHAD` berakar sama dengan `WAAHID`, tetapi masing-masing memiliki makna dan penggunaan tersendiri. `AHAD` hanya digunakan untuk sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan, baik dalam imajinasi apalagi dalam kenyataan. Oleh karena itu, kata ini ketika berfungsi sebagai sifat, tidak termasuk dalam rentetan bilangan. Sedangkan Wahid adalah Sesuatu yang Tidak terdiri dari bagian-bagian atau tidak berdua.

Menurut Imam Al Ghazali, Ahad adalah sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan, baik dalam benak maupun kenyataan. Ketika kita memikirkan kata ‘wahid (satu)’ maka di benak kita akan memikirkan angka itsnain (dua), tapi kalau kita bilang ‘ahad (esa)’ maka di benak kita tidak ada penambahan. Di gunakan kata wahid karena keragaman Nya pada sifat-sifat Nya, bukan pada dzat Nya.
Kata wahid dalam al quran biasanya di gunakan untuk nama Allah yang sifatnya banyak seperti dalam Qs. Al baqarah: 163;
الرَّحِيمِ الرَّحْمَٰنِ اللَّهِ بِسْمِ
الرَّحِيْم حْمَنُ الرَّ هُوَ إِلاَّ إِلَهَ لاَّ وَاحِدٌ إِلَهٌ إِلَهُكُمْ وَ
163. Dan Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan ( yang hendak disembah ) melainkan Dia Yang Maha Murah(pengasih), lagi Maha Penyayang. ( Al Baqarah ayat 163).

Bagaimana keadaana alam semesta, kalau Allah bersifat terbilang?
Jawab:
Sekiranya ada dua atau lebih Pencipta alam ini, tentulah akan binasa atau rusak juga tatanannya, karena masing- masing menjalankan kehendaknya dan rencananya.[5]
 Sebagaimana  firman Allah dalam surat Al Anbiya’ ayat 22:
الرَّحِيمِ الرَّحْمَٰنِ اللَّهِ بِسْمِ
يَصِفُونَ  عَمَّا الْعَرْشِ رَبِّ اللَّهِ فَسُبْحَانَ لَفَسَدَتَا اللَّهُ إِلا آلِهَةٌ فِيهِمَا كَانَ لَوْ
Artinya: "Sekiranya ada di langit dan di bumi Tuhan- Tuhan selain Allah, tentulah keduanya (langit dan bumi) itu sudah rusak (dan) binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy (kedudukan yang sangat tinggi dan mulia), daripada apa yang mereka sifatkan." – (QS.21:22)
Contoh :
Dalam Negara pun tidak ada terjadi kepala Negara ( Presiden, Raja), yang mempunyai kedudukan sama, dan yang ada hanya wakil atau pembantu- pembantunya. Apalagi yang mengatur jagat raya ini, tidak mungkin diatur oleh banyak tangan dan banyak kebijakan.[6]
D.    Keutamaan Asmaul Husna ( Al Ahad)

v  Sebagaimana hadits menjelaskan bahwa; Dari Abu Huraira R.A.: Nabi saw. bersabda: “Allah itu memiliki sembilan puluh sembilan nama yang bagus. Barang siapa yang mampu menghafalnya, maka dia akan masuk syurga. Sesungguhnya Allah itu ganjil [esa] dan Dia menyukai [bilangan] yang ganjil.” – Sahih Bukhar.
v  Barang siapa membaca Asma Allah ini dalam keadaan memiliki wudhu sebanyak 19 kali setelah sholat subuh, maka semua doanya akan dikabulkan, Insya Allah. [7]
v  Jika seseorang yang duduk sendirian ditempat yang sunyi membaca Asma Allah ini sebanyak 1.000 kali, merenung artinya dan mencoba merasakan kesatuan pada wujudnya, beberapa hal mengenai inti batin dapat dimanifestasikan.[8]


E.     Implementasi Al Ahad bagi Saya Sendiri

Implementasi yang dapat saya ambil sebagai berikut:

a)      Sebagi seorang hamba, saya tidak akan meminta harapan selain pada Allah, karena hanya Allah yang tempat meninta pertolangan.
b)      Melakukan semua perintah Allah dan menjauhkan larangan Allah.
c)      Selalu melakukan kebaikan- kebaikan terhadap orang lain.
d)     Terbakti kepada orang tua, ridho orang tua ridho Allah.
e)      Menjadikan pribadi yang lebih baik, yang teguh pendirian dan mandiri.


f)       Mahasucinya Allâh dari segala kekurangan dan aib. Karena itu merupakan sifat para makhluk, sementara Allâh adalah Dzat yang memiliki sifat sempurna, agung dan mulia tanpa ada satu makhluk pun yang semisal dengan-Nya.
g)      Saya tidak akan memikirkan zat Allah tapi saya akan memikirkan ciptaan Allah.
h)      Rasa menghormati.




















DAFTAR PUSAKA

Al Kumayi, Sulaiman. 2006. Kecerdasan 99; cara meraih kemenangan dan ketenangan hidup lewat penerapan 99 nama- nama Allah. Jakarta: Hiknah        ( PT Mizan Publika).
Asbabun nuzul: Lubabun nuqul fii asbabin nuzul dari Jalaluddin As Suyuthi. Diterjemahkan menjadi Asbabun nuzul - Latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al Quran oleh K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, Prof Dr. H.M.D. Dahlan. Penerbit: CV Diponegoro, Bandung.
Hasan, M. Ali. 1997. Memahami dan Meneladani Asmaul Husna. Jakarta : PT Raja Grafindo.

Mustahdi, M. Ag dan dkk. 2013. Buku paid an budi pekerti siswa kelas X.










[1]       Mustahdi, M. Ag dan dkk. Buku paid an budi pekerti siswa kelas X 2013.
[2]  Sulaiman al- kumayi. Kecerdasan 99: cara meraih kemenangan dan ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99 Nama Allah. 2006. Hal 212
[3]     Asbabun nuzul: Lubabun nuqul fii asbabin nuzul dari Jalaluddin As Suyuthi. Diterjemahkan menjadi
Asbabun nuzul - Latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al Quran oleh K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, Prof Dr. H.M.D. Dahlan. Penerbit: CV Diponegoro, Bandung.
      [4]     Sulaiman al- kumayi. Kecerdasan 99: cara meraih kemenangan dan ketenangan Hidup Lewat
      Penerapan 99 Nama Allah. 2006. Hal 212- 213.
[5]     M. Ali Hasan. Memahami dan meneladani asmaul husna. Hlm 220
[6]     Ibid. Hlm 221
[8]     Sulaiman al- kumayi. Kecerdasan 99: cara meraih kemenangan dan ketenangan Hidup Lewat
      Penerapan 99 Nama Allah. 2006. Hal 213.