TUGAS
MAKALAH AQIDAH AKHLAK DI MADRASAH DAN SEKOLAH
IMPLIKASI
BERIMAN KEPADA RASUL
(Sikap
Keberagaman)
Dosen
Pengampu : Dr. Sangkot Sirait, M.Ag
Di
Susun Oleh :
Fungki
Febiantoni
13410138
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS
ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
PEMBAHASAN
IMPLIKASI
BERIMAN KEPADA RASUL
Secara garis besar menurut hemat penulis bahwa implikasi
beriman kepada Rasul terhadap sikap keberagaman dibagi menjadi 2 yaitu implikasi terhadap sikap keberagaman yang
universal artinya multi aspek, seperti halnya keberagaman berbeda agama,
keberagaman berbeda budaya, keberagaman berbeda dalam social, dan sebagainya
dan implikasi terhadap keberagaman dalam ranah islam itu sendiri karena dalam
islampun banyak keberagaman yang harus dipahami agar persatuan dan kesatuan
umat dapat dapat ditampung dalam wadah yang disebut islam.
A. Implikasi
terhadap Sikap Keberagaman Yang Universal
Allah
swt mewajibkan umat islam agar mengimani semua Nabi dan Rasul. Karena mengimani
nabi dan rasul dengan segenap kitab yang diturunkan kepada mereka termasuk
bagian dari rukun akidah islamiyah. Allah swt tidak membedakan diantara nabi
dan rasul-Nya. Salah satu hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa oleh tidak
membedakan diantara mereka padahal jika kita lihat dari perspektif sejarah
setiap nabi dan rasul mempunyai latar belakang yang berbeda artinya dalam
kehidupan bermasyarakat sudah sepantasnya kita menghadirkan sikap menghormati
dan menghargai antara orang satu dengan orang yang lainnya, agama satu dengan
agama lainnya, budaya satu dengan budaya lainnya, dan sikap satu dengan sikap
yang lainnya. Bukankah oleh telah menjelaskan dalam firmannya :
Lakum
diinukum waliiyadiin ( Q.S Kafiruun )
Artinya: bagimu agamamu bagiku agamaku
Bahwa makna dari “ bagimu
agamamu bagiku agamaku” mengandung arti “ kebebasan beragama” dimana setiap
mempunyai eksistensi terhadap agamanya. Setiap orang mempunyai agama yang perlu
diakui seperti halnya agama islam dalam kehidupan masyarakat (amin Abdullah)
Tapi hemat pendapat pembaca, memaknai ayat dalam Q.S
al-kafiruun itu bukan “ kebebasan beragama “ tetapi ayat tersebut mengandung
dimensi “ mengakui eksistensinya dan hanya sebatas menghargai beragama”. Memang
eksistensi agama selain islam dalam kehidupan ini memang ada tapi sebagai
muslim yang bijaksana harus mampu menyikapi hal itu dengan baik. Pada kalimat “
bagimu agamamu” bahwa nabi Muhammad
saw dengan kesadaran dan pengetahuannya yang luar biasa memang mengetahui
eksistensi agama lain yang ditnjukkan lewat pembicaraannya dengan kaum agama
lain ( yahudi dan nasrani ) tetapi hanya sebatas menghargai bukan meng’iya’ kan
apalagi mempercayai karena pada saat itu islam sudah turun sebagai agama
pilihan dan agama penyempurnaan agama sebelumnya yang lansung dieterangkan oleh
Allah swt bahwa agama yang diridhoi hanyalah islam. Artinya sebagai penekanan “ bagimu agamamu bagiku agamaku” bukan
kebebasan beragama tetapi menghargai beragama tetapi mengindikasikan adanya
dimensi menolak dan tidak mempercayainya dan berhenti disitu.
Dalam ranah ini kita tidak fokus membicarakan kebenaran
islam. tetapi inti dari makna ayat diatas bahwa walaupun kita mengetahui bahwa
islam adalah agama yang paling benar tetapi dalam ranah hablu minallah kita harus menjadi muslim yang bijaksana dalam
melakukan kegiatan dalam berkehidupan dan berlaku adil seperti halnya
dicontohkan Allah swt dalam kisah nabi Daud as yang belum dapat menyelesaikan
masalah antara dua orang dengan adil. Berangkat dari kisah itu Allah swt
kemudian menturuh kita berlaku adil kepada seluruh orang walaupun orang itu
non-islam. Salah satunya kita harus mampu menghormati, menghargai dan memahami
keyakinan orang lain, budaya orang lain dan setiap perbedaan yang dimiliki oleh
orang lain yang berbeda dengan kita. Ini dibuktikan dengan kisah Nabi Muhammad
saw yang sedang menyuapi nenek yang sudah renta yahudi walaupun nenek itu
selalu menghujat Nabi saw, mempunyai latar belakang yang berbeda, seperti
agama, budaya, akhlak tetapi yang luar biasa nabi Muhammad saw tetap dengan
penuh kasih sayang menghoramati beliau nenek yahudi tersebut. Sebuah kemuliaan
yang ditunjukan oleh Nabi Muhammad saw.
Dari uraian tersebut kita dapat petik pengertian tentang
kebutuhan manusia terhadap rasul utusan Allah, yang bertugas membimbing umat
islam kepada jalan yang benar dan membimbing untuk dapat membedakan perkara
yang halal dan yang haram, yang baik dan yang buruk serta yang benar dan yang
salah. Dengan landasan dan pedoman ini maka umat islam akan dapat lebih
bijaksana lagi dalam menjalani kehidupannya.
Rasul-rasul itu menyatakan kepada manusia terkait dengan
apa yang mereka perselisihkan, baik dalam pikiran dan keinginan-keinginan
mereka, pertentangan dalam hal kepentingan dan yang menjadi
kesenangan-kesenangan mereka. Maka rasul-rasul membedakannya dengan perantaraan
perintah (petunjuk) allah swt. Mereka mewajibkan kepada manusia untuk melatih
diri guna menanamkan rasa cinta-kasih itu terbuka bagi mereka, sehingga jantung
mereka bergetar merasakannya. Semua ajaran-ajaran rasul implikasinya agar
setiap orang memelihara hak orang lain tanpa melupakan hak dirinya
sendiri-sendiri.
Disamping itu para Rasul mensyari’atkan kepada manusia
supaya membentuk diri mereka sendiri dengan sifat-sifat utama seperti benar,
amanah, menyempurnakan janji, menghormati sesuatu perjanjian yang telah
ditandatangani bersama dan mengakui hak hidup masing-masing makhluk tanpa
kecuali (diskriminasi). Dengan begitu tentramlah jiwa dan ikhlaslah hati para
pemimpin yang ditangannya terletak keberesan persoalan yang paling sulit dalam
masyarakat umat manusia dimana cendekiawan senantiasa selama ini memeras
otaknya untuk dapat menyelesaikan persoalan yang musykil hari ini.
Sebagaimana kisah-kisah nabi dan rasul pada zaman dahulu,
seperti kisah kaum tsamud, kaum Ad’, kaum Musa, dan penduduk Aikah. Mereka
diciptakan oleh Allah swt dengan keistimewaannya masing-masing pada zamannya
agar mereka taat kepada Allah swt, agar mereka saling bantu membantu bukannya
menyombongkan diri merasa paling unggul diantara yang lain atau bukan saling
merendahkan atau bukan menghinakan satu dengan yang lainnya. Dari hal diatas
maka kita senantiasa menjaga diri kita dan berlaku lebih bijaksana. Ada sebuah kisah,
pada zaman Nabi Muhammad saw ada sekelompok orang yahudi datang kepada
Rasulullah. Mereka kemudian mengucapkan salam yang diplesetkan : assamu’alaikum (semoga kerusakan menimpa
kalian). Mendengar itu, Aisyah menjawab dengan sepadan : wa’alaikum as-samm ( dan atas kamu
semua kerusakan). Mendengar itu, Rasulullah kemudia berkata kepada
Aisyah: maahlan ya Aisyah, innallaha
yuhibbu ar-rifqa fi al-amri kullihi (HR.Muslim dari Aisyah).
Hadist ini menjelaskan dengan terang bahwa menjawan
sepadan dari salam yang jelek kepada orang lain tidak diperkenankan oleh Nabi
Saw walaupun itu dari orang yahudi sekalipun. Anjuran Nabi Muhammad untuk
menjawab penghormatan ( salam, silaturrahmi, kunjungan dll) dengan lebih baik.
Ini diperkuat dengan firman Allah swt :
Dan apabila kamu
diberi penghormatan dengan sebuah penghormatan, maka balaslah penghormatan itu
dengan yang lebih baik. Atau balaslah penghormatan itu yang sepadan dengannya.
Sungguh Allah memperhitungkan segala sesuatu. (Q.S an-Nisa: 86)
Allah tiada melarang
kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang beerlaku adil. Sesungguhnya Allah
hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu
kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu orang lain untuk
mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka
itulah orang-orang yang alim (Q.S Mumtahanah: 8-9)
Pastinyalah banyak penafsiran tentang ayat-ayat ini
tetapi yang pasti esensinya adalah pentingnya menjawab salam dan memberi salam
yang baik sebagaimana dianjurkan NAbi dan para sahabat, karena salam merupakan
perbuatan baik dan mulia yang menunjukkan akhlak mulia. Asalkan tidak
mengandung maksud memerangi atau mengusir dari negeri tempat tinggak sudah
sepantasnya kita berlaku adil terhadap keberagaman sehingga tercipta kondisi
yang lebih baik. Dan boleh jadi dengan akhlak mulia menjawab salam menjadikan islam
memperoleh penghargaan yang baik dalam mata orang lain bahkan agama lain. Dari
kisah luar biasa Rasul ini kita diajarkan untuk selalu menghormati orang lain
entah itu darimana latar belakangnya asalkan tidak memerangi dan mengusir dari
tempat tinggal (negeri).
B. Implikasi
Sikap Keberagaman terhadap ranah Islam itu sendiri.
Islam
mengajarkan kita untuk menyayangi semua makhluk hidup. Rasul diciptakan untuk
menjadi uswah hasanah bagi seluruh manusia untuk membenarkan bahwa kita sudah
seharusnya menghadirkan rasa penuh kasih dalam aktivitas-aktivitas di kehidupan
ini. Bagaimana dengan banyaknya perbedaan-perbedaan dalam umat muslim? Maka
itulah kita belajar iman kepada Rasul yang implikasinya membawa kita akan
kepemahaman. Coba kita bayangkan, meskipun rasul-rasul berbeda dalam latar
belakangnya dan berbeda dalam memperoleh keutamaan, namun mereka tetap mencapai
tujuan berupa ketinggian spiritual dan bersambung dengan Allah tanpa iri
sedikitpun antara satu dengan yang lainnya.
Rasulullah
juga mengalami dan merasakan apa yang dialami orang lain seperti sehat dan
sakit, kuat dan lemah, senang dan sedih, hidup dan mati, artinya rasul-rasulpun
manusia biasa. Semua itu menandakan bahwa kita seluruh manusia bersifat
intersubjektif yang bermakna kita bisa merasakan apa yang orang lain rasakan.
Maka implikasinya kalau Anda mengetahui dicubit itu sakit maka janganlah
mencubit, jika Anda tahu rasanya dihina atau diperolok-olok maka janganlah suka
menghina atau mengolok-olok apalagi menjatuhkan martabat orang lain atau golongan
lain. Kita sesama umat islam seharusnya lebih dewasa dan lebih terbuka satu
sama lain sehingga kedamaian yang sebagai tujuan islam dapat terwujud dengan
bersatunya umat islam.
Kemudian
rasul yang manapun tidak bisa bertindak sendiri di alam ini dan tidak mempunyai
pertolongan dan bahaya. Maka dari pembelajaran diatas kita harus mampu
mengelola keberagaman yang bersifat niscaya dengan sebaik-baiknya. Menjalin silaturrahmi,
tidak berusaha meraih keuntungan pribadi, berlaku bijak dalam memeberikan nasehat,
adil dalam amar ma’ruf nahi munkar, menjadi uswah hasanah, dan menjadi pengayom
dalam membingkai kesatuan dalam islam yang berlandaskan keberagaman. Ini
dibuktikan dengan kita mengetahui bahwa semua rasul utusan Allah swt adalah
bersaudara. Mereka berasal dari satu sumber dan mengemban risalah yang sama,
yaitu tauhid. Kita mengetahui bahwa kita adalah sama-sama umat islam maka sudah
sepantasnya kita menggandeng tangan saudara kita untuk melangkah maju dalam
mewujudkan kebenaran Allah Swt.
Semua
nabi mempunyai cita-cita ingin menyelamatkan dan mengeluarkan manusia dari
kegelapan menuju cahaya. Setiap mereka datang mengikuti yang lain dengan silih
berganti untuk menyempurnakan tatanan atau bangunan yang telah dibina dan
dibangun oleh nabi sebelumnya sehingga tatanan tersebut menjadi bangunan
sempurna. Keberagaman ini haruslah kita bina dalam unity within diversity.
Peristiwa
yang saat sekarang ini terjadi khususnya di Indonesia dimana setiap orang
mengaku dirinyalah terbaik dan menganggap orang lain itu berbeda dan salah,
dimana begitu banyak organisasi islam yang saling menyalahkan satu dengan yang
lain, dimana terjadi perang horizontal antar suku di daerah Lampung, Papua,
dll, dimana banyak orang dianggap martabat lebih rendah oleh orang lain. Apakah
ini yang diajarkan oleh islam? saya yakin ini bukanlah suatu ajaran islam
tetapi islam itu sendiri mengajarkan menghargai, menghormati, menyayangi,
mencintai dan memahami setiap hak yang dimiliki oleh setiap manusia. Bukankah
Allah swt berfirman “ semua orang itu
sama dan mempunyai hak yang sama yang membedakan adalah hanya ketaqwaannya
“. Rasul diciptakan dari kalangan manusia, salah satu tujuannya adalah memberikan
kita ilmu bahwa rasul selalu menebarkan kasih sayang yang langsung dapat
dicontoh oleh manusia lainnya karena rasul juga manusia ( oh..iya ya rasul saja
yang seperti kita manusia bisa menciptakan kasih sayang lantas kita juga harus
bisa ).
Pendek
kata, agama tidak boleh dijadikan tabir pembatas antara jiwa dan akal yang
selalu dinamis dalam menegtahui hakikat-hakikat yang ada. Agama yang dibawa
rasul adalah agama yang diizinkan oleh Allah swt untuk turun dan harus di
dakwahkan. Rasul didatangkan bukanlah untuk memperpecah belah umat tetapi rasul
datang untuk mempersatukan umat yang beragam. Rasul-rasul yang datang memanglah
berbeda-beda tetapi Allah swt tidak mmbeda-bedakannya, rasul datang di muka
bumi ini juga tidak membeda-bedakan orang lain. Pertanyaannya lantas mengapa
kita hanya berbicara mengenai perbedaan saja? Apakah semua yang diciptakan tidak
mempunyai persamaan? Apakah tidak ada tanda di dirimu sendiri mengenai
perbedaan?
Keberagaman
memanglah banyak perbedaan tetapi bersikaplah yang penuh kasih dalam
keberagaman sehingga perbedaan-perbedaan mampu hidup dalam wadah keberagaman
itu sendiri.
Kesimpulan
Pertanyaannya,
apakah keberagaman dan perbedaan itu salah? Bhineka Tunggal Ika adalah fakta.
Keberagaman adalah fakta. Masyarakat Indonesia yang majemuk atau plural adalah
fakta. Jika begitu keberagaman adalah keberagaman, perbedaan adalah perbedaan.
Bukankah Allah swt berfirman “ hai
manusia kamu itu Aku ciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling kenal-mengenal “ tujuan Allah adalah agar kita selalu melengkapi
satu dengan lainnya. Jika semua itu fakta maka terimalah dan bawalah
keberagaman dan perbedaan dalam satu karena Allah adalah Satu.
0 Comments:
Post a Comment