Header Ads

23 December 2016

TUGAS MAKALAH AQIDAH AKHLAK DI MADRASAH DAN SEKOLAH IMPLIKASI BERIMAN KEPADA RASUL




TUGAS MAKALAH AQIDAH AKHLAK DI MADRASAH DAN SEKOLAH
IMPLIKASI BERIMAN KEPADA RASUL
(Sikap Keberagaman)
Dosen Pengampu : Dr. Sangkot Sirait, M.Ag



uin.jpg



Di Susun Oleh :
Fungki Febiantoni
13410138



PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

PEMBAHASAN
IMPLIKASI BERIMAN KEPADA RASUL
            Secara garis besar menurut hemat penulis bahwa implikasi beriman kepada Rasul terhadap sikap keberagaman dibagi menjadi 2 yaitu implikasi terhadap sikap keberagaman yang universal artinya multi aspek, seperti halnya keberagaman berbeda agama, keberagaman berbeda budaya, keberagaman berbeda dalam social, dan sebagainya dan implikasi terhadap keberagaman dalam ranah islam itu sendiri karena dalam islampun banyak keberagaman yang harus dipahami agar persatuan dan kesatuan umat dapat dapat ditampung dalam wadah yang disebut islam.
A.    Implikasi terhadap Sikap Keberagaman Yang Universal
Allah swt mewajibkan umat islam agar mengimani semua Nabi dan Rasul. Karena mengimani nabi dan rasul dengan segenap kitab yang diturunkan kepada mereka termasuk bagian dari rukun akidah islamiyah. Allah swt tidak membedakan diantara nabi dan rasul-Nya. Salah satu hal yang perlu digaris bawahi adalah bahwa oleh tidak membedakan diantara mereka padahal jika kita lihat dari perspektif sejarah setiap nabi dan rasul mempunyai latar belakang yang berbeda artinya dalam kehidupan bermasyarakat sudah sepantasnya kita menghadirkan sikap menghormati dan menghargai antara orang satu dengan orang yang lainnya, agama satu dengan agama lainnya, budaya satu dengan budaya lainnya, dan sikap satu dengan sikap yang lainnya. Bukankah oleh telah menjelaskan dalam firmannya :
Lakum diinukum waliiyadiin ( Q.S Kafiruun )
Artinya: bagimu agamamu bagiku agamaku
            Bahwa makna dari “ bagimu agamamu bagiku agamaku” mengandung arti “ kebebasan beragama” dimana setiap mempunyai eksistensi terhadap agamanya. Setiap orang mempunyai agama yang perlu diakui seperti halnya agama islam dalam kehidupan masyarakat (amin Abdullah)
            Tapi hemat pendapat pembaca, memaknai ayat dalam Q.S al-kafiruun itu bukan “ kebebasan beragama “ tetapi ayat tersebut mengandung dimensi “ mengakui eksistensinya dan hanya sebatas menghargai beragama”. Memang eksistensi agama selain islam dalam kehidupan ini memang ada tapi sebagai muslim yang bijaksana harus mampu menyikapi hal itu dengan baik. Pada kalimat “ bagimu agamamu” bahwa nabi Muhammad saw dengan kesadaran dan pengetahuannya yang luar biasa memang mengetahui eksistensi agama lain yang ditnjukkan lewat pembicaraannya dengan kaum agama lain ( yahudi dan nasrani ) tetapi hanya sebatas menghargai bukan meng’iya’ kan apalagi mempercayai karena pada saat itu islam sudah turun sebagai agama pilihan dan agama penyempurnaan agama sebelumnya yang lansung dieterangkan oleh Allah swt bahwa agama yang diridhoi hanyalah islam. Artinya sebagai penekanan “ bagimu agamamu bagiku agamaku” bukan kebebasan beragama tetapi menghargai beragama tetapi mengindikasikan adanya dimensi menolak dan tidak mempercayainya dan berhenti disitu.
            Dalam ranah ini kita tidak fokus membicarakan kebenaran islam. tetapi inti dari makna ayat diatas bahwa walaupun kita mengetahui bahwa islam adalah agama yang paling benar tetapi dalam ranah hablu minallah kita harus menjadi muslim yang bijaksana dalam melakukan kegiatan dalam berkehidupan dan berlaku adil seperti halnya dicontohkan Allah swt dalam kisah nabi Daud as yang belum dapat menyelesaikan masalah antara dua orang dengan adil. Berangkat dari kisah itu Allah swt kemudian menturuh kita berlaku adil kepada seluruh orang walaupun orang itu non-islam. Salah satunya kita harus mampu menghormati, menghargai dan memahami keyakinan orang lain, budaya orang lain dan setiap perbedaan yang dimiliki oleh orang lain yang berbeda dengan kita. Ini dibuktikan dengan kisah Nabi Muhammad saw yang sedang menyuapi nenek yang sudah renta yahudi walaupun nenek itu selalu menghujat Nabi saw, mempunyai latar belakang yang berbeda, seperti agama, budaya, akhlak tetapi yang luar biasa nabi Muhammad saw tetap dengan penuh kasih sayang menghoramati beliau nenek yahudi tersebut. Sebuah kemuliaan yang ditunjukan oleh Nabi Muhammad saw.
            Dari uraian tersebut kita dapat petik pengertian tentang kebutuhan manusia terhadap rasul utusan Allah, yang bertugas membimbing umat islam kepada jalan yang benar dan membimbing untuk dapat membedakan perkara yang halal dan yang haram, yang baik dan yang buruk serta yang benar dan yang salah. Dengan landasan dan pedoman ini maka umat islam akan dapat lebih bijaksana lagi dalam menjalani kehidupannya.
            Rasul-rasul itu menyatakan kepada manusia terkait dengan apa yang mereka perselisihkan, baik dalam pikiran dan keinginan-keinginan mereka, pertentangan dalam hal kepentingan dan yang menjadi kesenangan-kesenangan mereka. Maka rasul-rasul membedakannya dengan perantaraan perintah (petunjuk) allah swt. Mereka mewajibkan kepada manusia untuk melatih diri guna menanamkan rasa cinta-kasih itu terbuka bagi mereka, sehingga jantung mereka bergetar merasakannya. Semua ajaran-ajaran rasul implikasinya agar setiap orang memelihara hak orang lain tanpa melupakan hak dirinya sendiri-sendiri.
            Disamping itu para Rasul mensyari’atkan kepada manusia supaya membentuk diri mereka sendiri dengan sifat-sifat utama seperti benar, amanah, menyempurnakan janji, menghormati sesuatu perjanjian yang telah ditandatangani bersama dan mengakui hak hidup masing-masing makhluk tanpa kecuali (diskriminasi). Dengan begitu tentramlah jiwa dan ikhlaslah hati para pemimpin yang ditangannya terletak keberesan persoalan yang paling sulit dalam masyarakat umat manusia dimana cendekiawan senantiasa selama ini memeras otaknya untuk dapat menyelesaikan persoalan yang musykil hari ini.
            Sebagaimana kisah-kisah nabi dan rasul pada zaman dahulu, seperti kisah kaum tsamud, kaum Ad’, kaum Musa, dan penduduk Aikah. Mereka diciptakan oleh Allah swt dengan keistimewaannya masing-masing pada zamannya agar mereka taat kepada Allah swt, agar mereka saling bantu membantu bukannya menyombongkan diri merasa paling unggul diantara yang lain atau bukan saling merendahkan atau bukan menghinakan satu dengan yang lainnya. Dari hal diatas maka kita senantiasa menjaga diri kita dan berlaku lebih bijaksana. Ada sebuah kisah, pada zaman Nabi Muhammad saw ada sekelompok orang yahudi datang kepada Rasulullah. Mereka kemudian mengucapkan salam yang diplesetkan : assamu’alaikum (semoga kerusakan menimpa kalian). Mendengar itu, Aisyah menjawab dengan sepadan : wa’alaikum as-samm ( dan atas kamu  semua kerusakan). Mendengar itu, Rasulullah kemudia berkata kepada Aisyah: maahlan ya Aisyah, innallaha yuhibbu ar-rifqa fi al-amri kullihi (HR.Muslim dari Aisyah).
            Hadist ini menjelaskan dengan terang bahwa menjawan sepadan dari salam yang jelek kepada orang lain tidak diperkenankan oleh Nabi Saw walaupun itu dari orang yahudi sekalipun. Anjuran Nabi Muhammad untuk menjawab penghormatan ( salam, silaturrahmi, kunjungan dll) dengan lebih baik. Ini diperkuat dengan firman Allah swt :
            Dan apabila kamu diberi penghormatan dengan sebuah penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik. Atau balaslah penghormatan itu yang sepadan dengannya. Sungguh Allah memperhitungkan segala sesuatu. (Q.S an-Nisa: 86)
            Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang beerlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang alim (Q.S Mumtahanah: 8-9)
            Pastinyalah banyak penafsiran tentang ayat-ayat ini tetapi yang pasti esensinya adalah pentingnya menjawab salam dan memberi salam yang baik sebagaimana dianjurkan NAbi dan para sahabat, karena salam merupakan perbuatan baik dan mulia yang menunjukkan akhlak mulia. Asalkan tidak mengandung maksud memerangi atau mengusir dari negeri tempat tinggak sudah sepantasnya kita berlaku adil terhadap keberagaman sehingga tercipta kondisi yang lebih baik. Dan boleh jadi dengan akhlak mulia menjawab salam menjadikan islam memperoleh penghargaan yang baik dalam mata orang lain bahkan agama lain. Dari kisah luar biasa Rasul ini kita diajarkan untuk selalu menghormati orang lain entah itu darimana latar belakangnya asalkan tidak memerangi dan mengusir dari tempat tinggal (negeri).
                                                                                                                                      
B.     Implikasi Sikap Keberagaman terhadap ranah Islam itu sendiri.
Islam mengajarkan kita untuk menyayangi semua makhluk hidup. Rasul diciptakan untuk menjadi uswah hasanah bagi seluruh manusia untuk membenarkan bahwa kita sudah seharusnya menghadirkan rasa penuh kasih dalam aktivitas-aktivitas di kehidupan ini. Bagaimana dengan banyaknya perbedaan-perbedaan dalam umat muslim? Maka itulah kita belajar iman kepada Rasul yang implikasinya membawa kita akan kepemahaman. Coba kita bayangkan, meskipun rasul-rasul berbeda dalam latar belakangnya dan berbeda dalam memperoleh keutamaan, namun mereka tetap mencapai tujuan berupa ketinggian spiritual dan bersambung dengan Allah tanpa iri sedikitpun antara satu dengan yang lainnya.
Rasulullah juga mengalami dan merasakan apa yang dialami orang lain seperti sehat dan sakit, kuat dan lemah, senang dan sedih, hidup dan mati, artinya rasul-rasulpun manusia biasa. Semua itu menandakan bahwa kita seluruh manusia bersifat intersubjektif yang bermakna kita bisa merasakan apa yang orang lain rasakan. Maka implikasinya kalau Anda mengetahui dicubit itu sakit maka janganlah mencubit, jika Anda tahu rasanya dihina atau diperolok-olok maka janganlah suka menghina atau mengolok-olok apalagi menjatuhkan martabat orang lain atau golongan lain. Kita sesama umat islam seharusnya lebih dewasa dan lebih terbuka satu sama lain sehingga kedamaian yang sebagai tujuan islam dapat terwujud dengan bersatunya umat islam.
Kemudian rasul yang manapun tidak bisa bertindak sendiri di alam ini dan tidak mempunyai pertolongan dan bahaya. Maka dari pembelajaran diatas kita harus mampu mengelola keberagaman yang bersifat niscaya dengan sebaik-baiknya. Menjalin silaturrahmi, tidak berusaha meraih keuntungan pribadi, berlaku bijak dalam memeberikan nasehat, adil dalam amar ma’ruf nahi munkar, menjadi uswah hasanah, dan menjadi pengayom dalam membingkai kesatuan dalam islam yang berlandaskan keberagaman. Ini dibuktikan dengan kita mengetahui bahwa semua rasul utusan Allah swt adalah bersaudara. Mereka berasal dari satu sumber dan mengemban risalah yang sama, yaitu tauhid. Kita mengetahui bahwa kita adalah sama-sama umat islam maka sudah sepantasnya kita menggandeng tangan saudara kita untuk melangkah maju dalam mewujudkan kebenaran Allah Swt.
Semua nabi mempunyai cita-cita ingin menyelamatkan dan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya. Setiap mereka datang mengikuti yang lain dengan silih berganti untuk menyempurnakan tatanan atau bangunan yang telah dibina dan dibangun oleh nabi sebelumnya sehingga tatanan tersebut menjadi bangunan sempurna. Keberagaman ini haruslah kita bina dalam unity within diversity.
Peristiwa yang saat sekarang ini terjadi khususnya di Indonesia dimana setiap orang mengaku dirinyalah terbaik dan menganggap orang lain itu berbeda dan salah, dimana begitu banyak organisasi islam yang saling menyalahkan satu dengan yang lain, dimana terjadi perang horizontal antar suku di daerah Lampung, Papua, dll, dimana banyak orang dianggap martabat lebih rendah oleh orang lain. Apakah ini yang diajarkan oleh islam? saya yakin ini bukanlah suatu ajaran islam tetapi islam itu sendiri mengajarkan menghargai, menghormati, menyayangi, mencintai dan memahami setiap hak yang dimiliki oleh setiap manusia. Bukankah Allah swt berfirman “ semua orang itu sama dan mempunyai hak yang sama yang membedakan adalah hanya ketaqwaannya “. Rasul diciptakan dari kalangan manusia, salah satu tujuannya adalah memberikan kita ilmu bahwa rasul selalu menebarkan kasih sayang yang langsung dapat dicontoh oleh manusia lainnya karena rasul juga manusia ( oh..iya ya rasul saja yang seperti kita manusia bisa menciptakan kasih sayang lantas kita juga harus bisa ).
Pendek kata, agama tidak boleh dijadikan tabir pembatas antara jiwa dan akal yang selalu dinamis dalam menegtahui hakikat-hakikat yang ada. Agama yang dibawa rasul adalah agama yang diizinkan oleh Allah swt untuk turun dan harus di dakwahkan. Rasul didatangkan bukanlah untuk memperpecah belah umat tetapi rasul datang untuk mempersatukan umat yang beragam. Rasul-rasul yang datang memanglah berbeda-beda tetapi Allah swt tidak mmbeda-bedakannya, rasul datang di muka bumi ini juga tidak membeda-bedakan orang lain. Pertanyaannya lantas mengapa kita hanya berbicara mengenai perbedaan saja? Apakah semua yang diciptakan tidak mempunyai persamaan? Apakah tidak ada tanda di dirimu sendiri mengenai perbedaan?
Keberagaman memanglah banyak perbedaan tetapi bersikaplah yang penuh kasih dalam keberagaman sehingga perbedaan-perbedaan mampu hidup dalam wadah keberagaman itu sendiri.

Kesimpulan
Pertanyaannya, apakah keberagaman dan perbedaan itu salah? Bhineka Tunggal Ika adalah fakta. Keberagaman adalah fakta. Masyarakat Indonesia yang majemuk atau plural adalah fakta. Jika begitu keberagaman adalah keberagaman, perbedaan adalah perbedaan. Bukankah Allah swt berfirman “ hai manusia kamu itu Aku ciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling kenal-mengenal “ tujuan Allah adalah agar kita selalu melengkapi satu dengan lainnya. Jika semua itu fakta maka terimalah dan bawalah keberagaman dan perbedaan dalam satu karena Allah adalah Satu.



0 Comments:

Post a Comment