Header Ads

23 December 2016

Hadist Berbuat Baik Terhadap Sesama serta Implikasinya diKehidupan



Hadist Berbuat Baik Terhadap Sesama
serta Implikasinya diKehidupan


Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah
Pembelajaran Al-Quran dan Hadist di sekolah dan Madrasah
Dosen pengampu: Mahmud Arif, M.Pd.I






NAMA :
Achmad Siddicq                 NIM: 13410171
Hafidz Asad Murtadho       NIM: 134101



FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
SEMESTER GANJIL 2014/ 2015


KATA PENGANTAR


Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Hadist Berbuat Baik terhadap Sesama serta Impikasinya diKehidupan” ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penyusun mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan dan bagi siswa yang sedang menempuh pembelajaran yang berkenaan dengan Pembelajaran Al-Quran dan Hadist di sekolah dan Madrasah.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terima kasih kepada Mahmud Arif, M.Pd.I. selaku dosen mata kuliah Pembelajaran Al-Quran dan Hadist di sekolah dan Madrasah yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritikan sangat diharapkan dari penyusun.


                                                                                                                        Yogyakarta, 9 Maret 2015


                                                                                                                                 Penulis

DAFTAR ISI




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini seiring bertambahnya zaman, tidak menjamin bertambah baiknya perbuatan sosial dalam bermasyarakat. Terbukti dengan banyaknya kasus yang sering tersorot oleh kacamata wartawan, seperti kasus narkoba, korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, aksi begal, dan lain-lain. Hal ini sebenarnya disebabkan hal sepele yang kurang pantas namun sudah terlampau sering dilakukan hingga menjamur menjadi kebiasaan masyarakat yang sulit dihilangkan.
Walaupun tidak mengesampingkan bahwa masih banyak warga yang berkelakuan baik dengan sesamanya yang tidak tersorot kamera. Memang pada permukaannya telah banyak terbukti juga dengan masih banyaknya warga masyarakat yang berbuat baik kepada sesamanya namun modus perbuatannya bermacam-macam, ada yang memang tulus mengerjakan namun ada juga yang bukan berasal dari hati nurani seperti hanya ingin dipuji, memperoleh pangkat dimasyarakat, mengikuti tradisi semata tanpa menggunakan dasar aqli dan naqli yang kokoh. Hal ini membuat perbuatan baiknya hanya bersifat sementara dan individual, dalam artian seseorang mengerjakan kebaikan hanya untuk kepentingan sendiri dan tidak mengajak orang lain untuk berbuat kebaikan.
Selayaknya seseorang berbuat kebaikan dengan landasan keyakinan hati nurani yang teguh serta mempunyai dasar naqli dan aqli yang kuat, sehingga kebaikan kepada sesama yang dipancarkan dapat berjalan secara terus menerus. Ditambah lagi dapat mengajak yang lain untuk berbuat kebaikan.
Dalam makalah ini pembaca diajak untuk mempelajari beberapa hadist yang menyeru ke kebaikan kepada sesama disertai tafsir dan penjelasan secara aqli sehingga akan menambah keyakinan untuk berbuat baik. Ditambah dengan implementasinya dalam kehidupan untuk mempermudah dalam memahami isi makalah.


B. Rumusan Masalah

1.        Bagaimana dasar aqli dan naqli untuk berbuat baik kepada sesama?
2.        Bagaimana dasar hadist beserta tafsirnya untuk memotivasi seseorang untuk mengajak baik kepada sesama muslim?
3.        Bagaimana dasar hadist dan tafsirnya untuk bersedekah kepada sesama warga masyarakat?

C. Tujuan Makalah

1.        Mahasiswa diharapkan dapat faham dan menganalisis dasar aqli dan naqli untuk berbuat baik kepada sesama.
2.        Mahasiswa diharapkan dapat faham dan menganalisis dasar hadist beserta tafsirnya untuk memotivasi seseorang untuk mengajak baik kepada sesama muslim.
3.        Mahasiswa diharapkan dapat faham dan menganalisis dasar hadist dan tafsirnya untuk bersedekah kepada sesama warga masyarakat.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Berbuat Baik Pada Sesama

Dan berbuat baiklah sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu”(QS. Al Qashash: 77)[1]
Sesungguhnya Allah telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada apapun dan siapapun didunia ini layaknya Allah telah berbuat baik kepada Alam semesta. Dan tidak ada keridhoan dan keberkahan sama sekali jika umat muslim melakukan kejahatan diluar jalan Allah.
Jika ditinjau dari sudut pandang bahasa, ayat tersebut berlaku untuk semua makhluk dan kepada semua makhluk tidak hanya manusia saja, dikarenakan tidak terdapat subjek dan objek yang jelas. Tidak seperti hadist lain yang menyebutkan objek perintah secara jelas seperti ahadukum (seseorang), yaa bani adam (wahai anak adam/ manusia), muslimin (orang-orang muslim), mukminin (orang-orang beriman). Jadi hadist ini memerintahkan untuk berbuat baik tidak hanya kepada manusia atau orang islam saja, melainkan kepada semua orang baik itu muslim atau tidak, laki-laki atau perempuan dan seluruh makhluk yang berada dibumi seperti hewan, tumbuhan maupun benda mati yang terdapat didunia ini.
Perintah berbuat baik secara universal lebih kuat ditambah dengan perbuatan baik yang dianalogikan dengan ihsan atau perbuatan baiknya Allah. Sedangkan kita semua mengetahui bahwa Allah berbuat baik dengan sifat Ar-Rahman kepada semua makhluk tanpa terkecuali mulai dari semut hitam yang terdapat dipadang pasir hingga bintang-bintang terjauh dari bumi yang berada diantariksa mendapat perhatian dan kebaikan Allah.
Tentu saja kita tidak dapat berkelakuan baik layaknya yang Allah lakukan kepada seluruh Alam semesta ini. Namun setidaknya kita harus meniru sifat ihsan Allah yang menyebarkan kebaikan diseluruh alam semesta tanpa terkecuali tanpa memandang itu berguna bagi kita atau tidak dan tanpa memandang besar kecilnya bantuan kebaikan yang kita berikan kepada sesama. Meskipun yang kita berikan hanyalah sedikit dan mungkin tidak berarti bagi kita, namun belum tentu itu juga tidak berarti bagi si penerima, kemungkinan si penerima malah beranggapan bahwa pemberian ini sangat berharga dan bernilai baginya. Dalam beberapa hadist juga tidak sedikit yang menyebutkan tentang anjuran untuk berbuat baik sekecil apapun itu, seperti dalam hadist:
Dari Abi Dzar berkata: Rasullah Bersabda: “janganlah kamu meremehkan kebaikan sekecil apapun, sekalipun engkau bertemu saudaramu dengan wajah berseri” (HR. Muslim)
Perawi hadist ini adalah Sahabat Abu Dzar yang merupakan sahabat zuhud dari kalangan muhajirin, masuk Islam sejak awal beliau juga meriwayatkan beberapa hadist shoheh.[2]
Dalam hadist ini secara jelas memerintahkan kepada kita semua untuk tidak meremehkan kebaikan dalam bentuk apapun termasuk kebaikan yang hanya dipandang sepele, yaitu berwajah berseri. Mungkin bagi kita berwajah berseri merupakan hal yang sepertinya sepele dan tidak berarti, namun sesungguhnya sebuah senyuman yang diberikan memberikan dampak positif kepada keduanya. Karena dalam sudut pandang psikologis wajah yang berseri mencerminkan kebahagiaan hatinya dan sikap ramah kepada lingkungan disekitarnya, dan ketika seseorang menebarkan kebahagiaan kepada sesamanya maka kebahagiaan itu akan menyalur ke lingkungan sekitarnya sehingga memberikan energi positif untuk semuanya.
Penggunaan kata Tahqir yang berarti meremehkan, menghinda, menyakiti hati dan menurunkan pangkat bermakna sangat luas. Meremehkan disini tidak hanya dalam bentuk tindakan yang jelas terlihat namun bisa juga berupa perkataan yang tajam maupun yang menyindir. Bisa juga hanya menggunakan perasaan hati yang tidak terima. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui isi hati seseorang.

Dan secara implisit ayat ini memerintahkan kita untuk berwajah senyum, gembira dan berseri ketika kita berjumpa dengan saudara kita. Dalam hadist ini menyebutkan bi wajhi tholqi maksudnya wajah yang berseri, redaksi yang tertulis adalah wajah bukannya mulut, gigi ataupun senyuman. Jadi yang dimaksud wajah yang berseri ini bukan hanya senyum yang berseri saja, namun seluruh wajah termasuk raut muka, mata, pipi, dahi dan lain-lain juga selayaknya ikut berseri. Dengan berserinya wajah secara sempurna akan memberikan rasa cinta dan gembira kepada mereka semua.
Kemudian mengapa Allah melambangkan pemberian yang paling sepele adalah wajah yang berseri? Dalam suatu riwayat juga pernah disebutkan bahwa tersenyum kepada saudara berarti shodaqoh yang paling mudah dan bersifat universal sehingga dapat dilakukan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. Tanpa ada yang merasa tersinggung atau marah, bahkan dengan senyuman yang berseri akan membuat suasana menjadi bahagia, harmoni, tenang, tentram dan akan lebih mudah dalam menyelesaikan masalah. Menebarkan wajah yang berseri tidak hanya memberikan dampak positif bagi diri sendiri, melainkan berefek positif kepada semua orang yang berada disekitarnya.

B. Berbuat Baik dengan Bershodaqoh

Selain hadist diatas masih ada hadist yang menunjukkan untuk memerintahkan kita berbuat baik kepada tetangga kita meskipun hanya sedikit selain itu kita juga selayaknya menghargai pemerian tersebut seperti dalam hadist:
Dari Abu Hurairah r.a. katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:           
"Jika engkau memasak daging maka perbanyaklah kuahnya, kemudian perhatikan dari keluarga tetanggamu, maka hendaklah engkau memberikan dari sebagian kuah daging tadi dengan cara yang baik."(Muttafaq 'alaih).[3]
Secara jelas dalam hadist ini Rasulullah menyuruh seorang muslim dalam memasak daging berkuah (seperti gulai) disuruh untuk memperbanyak kuahnya dalam rangka memperhatikan tentangganya. Walaupun hanya sekedar memberikan sedikit bagian dari daging tersebut atau sekedar memberikan kuahnya saja. Dalam konsep shodaqoh, bukan seberapa banyaknya kita memberi, melainkan sudahkan kita memberi mereka shodaqoh? Oleh karena itu kesadaran dalam bershodaqoh sebaiknya kita pupuk sedini mungkin. Sedikitnya harta kepunyaan kita tidaklah menyurutkan niat kita untuk berbagi dengan yang lain. Dalam bershodaqoh kita tidak harus dalam jumlah yang banyak dan kepada orang banyak.
Mengapa Rosulullah sangat menganjurkan umatnya untuk bershodaqoh walau hanya sedikit? Karena sesungguhnya salah satu wujud syukur kita terhadap nikmat pemberian Allah adalah dengan bershodaqoh. Saat bershodaqoh kita berbagi kenikmatan bersama dengan saudara dan tetangga kita, selain itu bershodaqoh termasuk perbuatan baik yang berdampak positif bagi orang disekelilingnya sehingga tali silaturahim tetap terjaga dengan erat.
Dalam hadist ini kita seakan-akan diberikan isyarat untuk jangan sekali-kali menghinakan tetangganya yang memberikan sesuatu kepada kita, sekalipun itu berupa kuah daging, daging yang sedikit atau apapun yang dianggap tidak terlalu bermanfaat bagi kita.[4] Hadist ini sebenarnya menyuruh kita untuk bersikap qanaah (menerima) apapun pemberian yang kita terima dan bersyukur karena kita telah diperhatikan dengan diberikannya sesuatu dari tetangga kita. Dan pada saat orang tersebut tidak menerima dan tidak bersyukur atas pemberian yang kecil kelak akan diberikan nikmat yang besarpun dia tidak akan bersyukur juga seperti yang dikatakan dalam hadist:
“tidak bersyukur kepada Allah orang yang enggan bersyuur kepada sesama manusia”[5]
Selain perintah untuk bersyukur dan qanaah hadist tersebut juga memberikan isyarat untuk membagikan kebaikan kepada sesama dalam bentuk sekecil apapun. Karena sesungguhnya memberi yang sedikit itu lebih baik daripada tidak memberi samasekali. Jika ada yang mempermasalahkan mengenai pahalanya, Allah pasti akan membalas perbuatan baik sekecil apapun dengan perbuatan baik juga seperti yang sudah dijanjikan Allah pada Al-Quran.
Sedangkan dari sudut pandang sosial-psikologis tetangga yang saling memberikan kenikmatan dan kebahagiaan sekecil apapun itu akan mempererat hubungan kekeluargaan dan silaturahim mereka. Sehingga perhatian dan kebahagiaan yang diberikan kepadanya akan lebih besar daripada tetangga yang tidak memberikan apapun kepada tetangga sekitarnya. Akhirnya kebahagiaan, ketentraman, kenyamanan dan kekeluargaan dengan lingkungan sekitar akan didapatkan.

C. Motivasi Berbuat Baik

Setelah menjelaskan sedikit dari perbuatan baik yang bisa kita lakukan terhadap sesama teman, keluarga, tetangga dan saudara kita. Akan terlalu naif jika kita menyimpan kebaikan untuk diri kita sendiri, alangkah baiknya kita juga bisa mengajak mereka untuk berbuat baik layaknya yang sudah kita lakukan kepada mereka. Kami meyakini kalau semua masyarakat muslim sudah bisa memilih dan menentukan mana perbuatan baik dan yang salah. Namun tidak sedikit juga dari mereka yang tetap tidak ingin mengajak masyarakat disekitarnya untuk berbuat pada kebaikan, malah lebih parah lagi tidak sedikit masyarakat yang masih melakukan perbuatan kurang terpuji.
Hal ini disebabkan oleh kurangnya motivasi, dorongan oleh lingkungan sekitarnya dan penjelasan untuk berbuat kebaikan yang rasional dan masuk akal. Dengan adanya motivasi untuk berbuat kebaikan yang meyakinkan dan terus-menerus diharapkan virus-virus kebaikan akan selalu tersebar luaskan dengan cepat. Lingkungan juga tidak kalah pentingnya, karena dengan lingkungan yang tepat dan mendukung untuk kebaikanlah masyarakat yang tentram damai dan saling berbuat baik akan terbentuk. Namun itu semua belum cukup dibutuhkan motivasi dari diri sendiri berupa pemikiran yang masuk akal untuk dapat berbuat baik serta membumikan kebaikan.
Pada zaman globalisasi ini bukanlah doktrin-doktrin keagamaan berupa Al-Quran dan Hadist belaka namun akan lebih berarti jika terdapat beberapa argumen dan penjelasan yang ilmiah sehingga dapat diterima oleh akal rasio. Berikut ini terdapat Hadist riwayat Muslim yang dikutip dari kitab Shohih Muslim dari hadist nomer 6750 yang berbunyi:

“Dari Abu Hurairah r.a bahsannya Rasulallah SAW bersabda: “Barangsiapa menyeru kepada hidayah (petunjuk) maka ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang mengerjakannya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan maka ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa yang mengerjakannya tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun” (HR. Muslim)[6]
Perawi hadist ini adalah Abdurrahman bin Shakhr Ad Dausy yang masuk pada tahun Khaibar (7 H). Karena kecintaannya pada Rasulallah, dia selalu menyertai Rasul sehingga dijuluki sebagai salahsatu sahabat yang paling banyak menghafalkan hadist.[7]
Secara jelas telah disebutkan pada hadist diatas bahwa yang menyeru dan mengajak kepada kebaikan dan sebagai imbalannya kita akan mendapatkan pahala yang sama besarnya dengan orang yang kita diajak tadi tanpa mengurangi sedikitpun pahalanya. Namun sebaliknya orang yang mengajak kepada kejelekan, fitnah, bid’ah, atau melanggar aturan Allah sebagai konsekuensinya akan mendapatkan siksaan dan dosa seperti orang yang melakukannya dengan kadar yang sama.
Konsep ini secara modern diadopsi menjadi teknik marketing yang sering kita kenal dengan istilah MLM (Multi Level Marketing) namun dalam Islam sering kita sebut dengan istilah amal jariyah. Dalam konsep ini jika kita megajarkan hal baik kepada Ani seperti lafadz basmalah maka kita akan mendapat pahala bernilai (semisal) 1. Kemudian setelah beberapa lama Ani melakukan kebaikan yang kita ajarkan maka selain Ani akan mendapatkan pahala kebaikannya sendiri bernilai (semisal) 1 maka kita juga akan mendapatkannya juga senilai seperti yang Ani kerjakan. Setelah itu Budi melihat Ani mengerjakan kebaikan kemudian Ani mengajarkan kebaikannya itu. Saat Budi melakukan kebaikan yang kita ajarkan maka pahala kebaikan akan datang secara berantai Budi, Ani dan kita akan mendapatkan pahala yang sama (semisal) bernilai 1. Dan seterusnya ketika Budi mengajarkan kepada Citra dan teman teman lainnya. Jika kita boleh mengilustrasikan contoh akan seperti gambar disamping berikut. Begitu juga jika kita mengajarkan kejahatan atau kejelekan, maka dosa dan siksa yang akan mengalir secara berantai.
Rantai kebaikan amal jariyah seperti ini tidak akan putus sampai kapanpun bahkan jika kita sudah sampai liang lahat sekalipun. Karena dalam janjinya Allah telah berfirman bahwa terdapat 3 amal yang akan tetap hidup walaupun kita sudah meninggal, salah satunya adalah amal jariyah. Amal Jariyah ini juga berlaku pada siapapun dan bersifat universal. Selain itu Allah akan mencatat dan menganggap tindakan baik sekecil apapun sebagai perbuatan baik yang akan dibalas oleh Allah secara adil. Sekecil apapun itu kalau memang bersifat baik dan berdampak baik bagi sesama maka akan mendapat pahala yang berantai pula seperti lafadz basmalah. Walau sepertinya hanya sepele namun bernilai kemanfaatan yang tinggi dan jika kita mengajarkannya mulai dari anak-anak maka hasilnya kita akan memperoleh rantai pahala dari mereka anak-anak hingga dewasa nanti maka beruntunglah bagi kalian yang mengajar dan mendidik saudara-saudara muslim kita terkhusus yang berada di TPA atau mengajar anak-anak. Begitu mulianya pekerjaan mereka sehingga Allah membalasnya dengan pahala yang berantai tanpa ada habisnya.
Terdapat kata-kata mutiara dari Anis Baswedan yang dikatakan disebuah acara di Metro TV mengenai semangat kerelawanan pengajar disebuah yayasan pendidikan, beliau berkata “Relawan yang bekerja berasaskan suka cita jarang dibayar dengan uang bukannya mereka tidak dihargai, namun karena mereka tak ternilai harganya.” Pendapat Kepala Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut sangat cocok jika dikaitkan dengan hadist ini. Memang banyak relawan dan guru-guru yang dibayar dengan gaji yang sedikit bahkan tidak dibayar dengan uang, namun mereka mendapatkan pahala dan energi positif yang berantai jika anak didiknya melakukan kebaikan yang diajarkan oleh sang guru. Pahala dan energi positif itulah gaji yang tak ternilai harganya bahkan dengan uang sekalipun.
Bagaimana bisa dapat diuangkan jika mengajar kepada satu orang saja pahala dan energi positif yang diterimanya mengalir terus menerus mulai dari diajar kita hingga mereka tua dan kemudian mereka mengajar kepada anak mereka. Alangkah beruntungnya jika seseorang mengajarkan suatu hal yang baik kepada seseorang karena mendapatkan pahala dan energi positif yang terus menerus.


DAFTAR PUSTAKA

Haryanto, Eko Abu Ziyad. 2010. Muqorroru Al Hadist lil Mustawa Al Ula: Panduan Hadist level-1. Islahouse.com: Divisi Dakwah Kantor Jaliyat Rabwah.
Marwan. 2012. Jauhi Sikap Menganggap Remeh diakses di http://salafy.or.id/blog/2012/12/22/jauhi-sikap- menganggap-remeh/ pada tanggal 8 Maret 2015
Muhammad, Mahmud  Al-Khazandar 2009. Al-Ihsan: Berbuat Baik, Islamhouse.com
Nawawi, Imam. Riyadhus Sholikhin. Ummul Quro



[1] Mahmud Muhammad Al-Khazandar, Al-Ihsan: Berbuat Baik, (Islamhouse.com, 2009), hlm 3.
[2] Eko Haryanto Abu Ziyad, Muqorroru Al Hadist lil Mustawa Al Ula: Panduan Hadist level-1, (Islahouse.com: Divisi Dakwah Kantor Jaliyat Rabwah, 2010), hlm 3.
[3] Marwan, Jauhi Sikap Menganggap Remeh, diakses di http://salafy.or.id/blog/2012/12/22/jauhi-sikap- menganggap-remeh/ pada tanggal 8 Maret 2015
[4] Imam Nawawi, Riyadhus Sholikhin., (ummul quro) hlm 110.
[5] Ibid.
[6] Eko Haryanto Abu Ziyad, Op.Cit., hlm 4.
[7] Ibid.

0 Comments:

Post a Comment