Rumusan
Masalah, sebagai berikut:
1.
Apa
pengertian Asmaul Husna secara umum?
2.
Apa
pengertian Al Ahad?
3.
Apa
perbedaan Al Ahad dengan Al Wahid?
4.
Bagaimana
keutamaan Asmaul Husna Al Ahad?
5.
Apa
implimentasi Al Ahad bagi saya sendiri?
A. PENGERTIAN
ASMAUL HUSNA
Asmaul
Husna berasal dari kata al-asma yang berarti nama-nama dan al-husna yang
berarti baik. Jadi al-Asmaul Husna secara bahasa diartikan dengan nama-nama
yang baik. Asmaul Husna adalah nama Allah yang terbaik. Bisa dikatakan pula
sebagai asma Allah yang terindah. Ia merupakan puncak keindahan karena di
dalamnya terdapat makna terpuji dan termulia. Nama-nama terindah itu mengandung
pengertian kehidupan yang sempurna, yang tidak didahului dengan ketiadaan dan
tidak diakhiri dengan kesirnaan. Tidak berawal dan tidak berakhir.
Secara
fitrah manusia telah dibekali sifat-sifat baik dan terpuji. Sifat-sifat
tersebut merupakan pancaran dari asmaul husna. Sayangnya sejalan dengan
perkembangan dan pengaruh lingkungan, sifat-sifat dasar tersebut perlahan-lahan
melemah dan menjadi terkalahkan.
Sejak
lahir, manusia telah dilengkapi dengan hati yang fitrah (bersih). Hal ini
merekam sifat-sifat Allah. Jika ia mampu memeliharanya samapai dewasa, maka
pancaran Asmaul Husna akan membuat dirinya menjadi mulia. Tapi jika sifat
fitrah itu terkontaminasi dengan sesuatu yang buruk, maka sifat-sifat fitrah
ini akan menjadi lemah bahkan terkalahkan dan terbelenggu oleh emosi diri,
prasangka negative, kepentingan pribadi dan pengaruh-pengaruh luar yang tidak
menguntungkan.[1]
Dari
99 Asmaul Husna, saya akan membahas tentang AL AHAD ( Yang Maha Esa)
B. Pengertian
Al- Ahad
Sekilas
nama al wahid sama dengan al Ahad, terutama ini diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sama- sama bearti Yang Maha Esa; Tetapi keduanya itu berbeda dan
mempunyai spesifikasi sendiri. Menurut Syaikh Tosun Bayrak Al Jerrahi dalam The Name and The Named, menjelaskan
lebih makna makna Al Ahad.[2]
Sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-
Ikhlas ayat 1-4:
الرَّحِيمِ الرَّحْمَٰنِ اللَّهِ بِسْمِ
﴾٤﴿
أَحَدٌۢ كُفُوًا لَّهُۥ يَكُن وَلَمْ ﴾٣﴿ يُولَدْ وَلَمْ يَلِدْ لَمْ ﴾ ٢﴿الصَّمَدُ اللَّهُ ﴾١﴿ أَحَدٌ اللَّهُ هُوَ قُلْ
Artinya:
1) Katakanlah ( Muhammad): Dia-lah
Allah, Yang Maha Esa
2) Allah tempat meminta segala sesuatu
3). Allah tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan
4). Dan tidak ada seorangpun yang setara
dengan Dia.
Surat
al-Ikhlâsh ini merupakan surat yang sangat mulia, sebagaimana diriwayatkan
dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa surat al-Ikhlâsh sama
dengan sepertiga al-Qur'ân karena di dalamnya terdapat penjelasan khusus
tentang nama-nama Allâh yang maha Mulia dan sifat-sifat-Nya yang maha Agung.
Asbabun Nuzul
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa
kaum musyrikin meminta penjelasan tentang sifat-sifat Allah kepada Rasulullah
saw. dengan berkata: "Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu." Ayat
ini (S. 112:1-4) turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai tuntunan untuk
menjawab permintaan kaum musyrikin. (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, al-Hakim
dan Ibnu Khuzaimah dari Abi Aliyah yang bersumber dari Ubay bin Ka'ab.
Diriwayatkan pula oleh at-Thabarani dan Ibnu jarir yang bersumber dari Jabir
bin Abdillah dan dijadikan dalil bahwa surat ini Makkiyah.
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa kaum
Yahudi menghadap kepada Nabi saw. dan diantaranya Ka'bubnul 'asyraf dan Hay bin
Akhtab. Mereka berkata: "Hai Muhammad, lukiskan sifat-sifat Tuhan yang
mengutusmu." Ayat ini (S.112:1-4) turun berkenaan dengan peristiwa itu. (Diriwayatkan
oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abbas. Diriwayatkan pula oleh Ibnu
Jarir yang bersumber dari Qatadah dan Ibnu Mundzir yang bersumber dari Sa'id
bin Jubair. Dengan riwayat ini Sa'id bin Jubair menegaskan bahwa surat ini
Madaniyyah.)
Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa
kaum Ahzab (Persekutuan antara kaum Quraisy, Yahudi Madinah, kaum Goththafan
dari Thaif dan munafiqin Madinah dan beberapa suku sekeliling Makkah) berkata:
"Lukiskan sifat Tuhanmu kepada kami." Maka datanglah Jibril
menyampaikan surat ini (S.112:1-4) yang melukiskan sifat-sifat Allah. (Diriwayatkan
oleh Ibnu Jarir dari Abil 'Aliyah yang bersumber dari Qatadah.)
Keterangan:
Menurut as-Suyuthi kata
"al-Musyrikin" dalam hadits yang bersumber dari Ubay bin Ka'ab ialah
musyrikin dari kaum Ahzab, sehingga surat ini dapat dipastikan Madaniyyah
sesuai dengan hadits Ibnu Abbas. Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara
dua hadits tersebut di atas dan diperkuat pula oleh riwayat Abus Syaikh di
dalam kitabul Adhamah dari Aban yang bersumber dari Anas yang meriwayatkan
bahwa Yahudi Khaibar menghadap kepada Nabi saw. dan berkata: "Hai Abal
Qasim! Allah menjadikan malaikat dari cahaya hijab, Adam dari tanah hitam,
Iblis dari api yang menjulang, langit dari asap, dan bumi dari buih air.
Cobalah terangkan kepada kami tentang Tuhanmu." Rasulullah saw tidak
menjawab, sehingga turunlah Jibril membawa wahyu surat ini (S.112:1-4) yang
melukiskan sifat Allah. [3]
Sesuai pernyataan ayat diatas bahwa
sudah jelas Allah itu Yang Maha Esa, karena itu Allah tidak beranak dan tidak
pula diperanakan. Kita sebagai umat islam harus beriman kepada Allah swt,
dengan cara beribadah, berbuat kepada orang tua, dan tidak menyekutukan Allah
swt.
Kesatuan ini sama sekali tidak
diciptakan dari eksistensi dan ketiadaan, dari wujud dan kehampaan. Ia
merupakan menifestasi zat Allah. Di dalam kesatuan ini, zat terbebas dari
segala atribut, nama, tanda, tetapi sudah tersembunyi didalamnya.
Contohnya;
Tembok terbuat dari batu, batu bata, krikil, pasir, semen, dan dilapisi dengan
plesteran. Ketika melihat tembok, Anda melihatnya secara utuh, bukan bahannya
secara satu persatu. Tembok adalah gabungan dri berbagai bahan; tetapi tembok
bukanlah batu, batu bata, krikil. Di dalam konsep tembok, bahan- bahan itu
kehilangan identitasnya.[4]
C. Perbedaan
Al Ahad dan Al Wahid
Lafazh `AL AHAD` berakar sama dengan
`WAAHID`, tetapi masing-masing memiliki makna dan penggunaan tersendiri. `AHAD`
hanya digunakan untuk sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan, baik dalam
imajinasi apalagi dalam kenyataan. Oleh karena itu, kata ini ketika berfungsi
sebagai sifat, tidak termasuk dalam rentetan bilangan. Sedangkan Wahid adalah
Sesuatu yang Tidak terdiri dari bagian-bagian atau tidak berdua.
Menurut Imam Al Ghazali, Ahad
adalah sesuatu yang tidak dapat menerima penambahan, baik dalam benak maupun
kenyataan. Ketika kita memikirkan kata ‘wahid
(satu)’ maka di benak kita akan memikirkan angka itsnain (dua), tapi kalau kita
bilang ‘ahad (esa)’ maka di benak kita tidak ada penambahan. Di gunakan kata
wahid karena keragaman Nya pada sifat-sifat Nya, bukan pada dzat Nya.
Kata
wahid dalam al quran biasanya di gunakan untuk nama Allah yang sifatnya banyak
seperti dalam Qs. Al baqarah: 163;
الرَّحِيمِ الرَّحْمَٰنِ اللَّهِ بِسْمِ
الرَّحِيْم حْمَنُ الرَّ هُوَ إِلاَّ إِلَهَ لاَّ وَاحِدٌ إِلَهٌ إِلَهُكُمْ وَ
163.
Dan Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan ( yang hendak
disembah ) melainkan Dia Yang Maha Murah(pengasih), lagi Maha Penyayang. ( Al
Baqarah ayat 163).
Bagaimana keadaana alam semesta, kalau Allah
bersifat terbilang?
Jawab:
Sekiranya
ada dua atau lebih Pencipta alam ini, tentulah akan binasa atau rusak juga
tatanannya, karena masing- masing menjalankan kehendaknya dan rencananya.[5]
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Anbiya’ ayat 22:
الرَّحِيمِ الرَّحْمَٰنِ اللَّهِ بِسْمِ
يَصِفُونَ عَمَّا الْعَرْشِ رَبِّ اللَّهِ فَسُبْحَانَ لَفَسَدَتَا اللَّهُ إِلا آلِهَةٌ فِيهِمَا كَانَ لَوْ
Artinya:
"Sekiranya ada di langit dan di bumi Tuhan- Tuhan selain Allah, tentulah
keduanya (langit dan bumi) itu sudah rusak (dan) binasa. Maka Maha Suci Allah
yang mempunyai 'Arsy (kedudukan yang sangat tinggi dan mulia), daripada apa
yang mereka sifatkan." – (QS.21:22)
Contoh :
Dalam
Negara pun tidak ada terjadi kepala Negara ( Presiden, Raja), yang mempunyai
kedudukan sama, dan yang ada hanya wakil atau pembantu- pembantunya. Apalagi
yang mengatur jagat raya ini, tidak mungkin diatur oleh banyak tangan dan
banyak kebijakan.[6]
D. Keutamaan
Asmaul Husna ( Al Ahad)
v Sebagaimana hadits menjelaskan bahwa;
Dari Abu Huraira R.A.: Nabi saw. bersabda: “Allah itu memiliki sembilan puluh
sembilan nama yang bagus. Barang siapa yang mampu menghafalnya, maka dia akan
masuk syurga. Sesungguhnya Allah itu ganjil [esa] dan Dia menyukai [bilangan]
yang ganjil.” – Sahih Bukhar.
v Barang siapa membaca Asma Allah ini
dalam keadaan memiliki wudhu sebanyak 19 kali setelah sholat subuh, maka semua
doanya akan dikabulkan, Insya Allah. [7]
v Jika seseorang yang duduk sendirian
ditempat yang sunyi membaca Asma Allah ini sebanyak 1.000 kali, merenung
artinya dan mencoba merasakan kesatuan pada wujudnya, beberapa hal mengenai
inti batin dapat dimanifestasikan.[8]
E. Implementasi
Al Ahad bagi Saya Sendiri
Implementasi
yang dapat saya ambil sebagai berikut:
a)
Sebagi
seorang hamba, saya tidak akan meminta harapan selain pada Allah, karena hanya
Allah yang tempat meninta pertolangan.
b)
Melakukan
semua perintah Allah dan menjauhkan larangan Allah.
c)
Selalu
melakukan kebaikan- kebaikan terhadap orang lain.
d)
Terbakti
kepada orang tua, ridho orang tua ridho Allah.
e)
Menjadikan
pribadi yang lebih baik, yang teguh pendirian dan mandiri.
f)
Mahasucinya
Allâh dari segala kekurangan dan aib. Karena itu merupakan sifat para makhluk,
sementara Allâh adalah Dzat yang memiliki sifat sempurna, agung dan mulia tanpa
ada satu makhluk pun yang semisal dengan-Nya.
g)
Saya
tidak akan memikirkan zat Allah tapi saya akan memikirkan ciptaan Allah.
h)
Rasa
menghormati.
DAFTAR PUSAKA
Al Kumayi, Sulaiman. 2006. Kecerdasan 99; cara meraih kemenangan dan ketenangan hidup lewat
penerapan 99 nama- nama Allah. Jakarta: Hiknah ( PT Mizan Publika).
Asbabun nuzul: Lubabun nuqul fii asbabin nuzul dari
Jalaluddin As Suyuthi. Diterjemahkan menjadi Asbabun nuzul - Latar belakang
historis turunnya ayat-ayat Al Quran oleh K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, Prof
Dr. H.M.D. Dahlan. Penerbit: CV Diponegoro, Bandung.
Hasan, M. Ali. 1997. Memahami dan Meneladani Asmaul Husna. Jakarta
: PT Raja Grafindo.
Http://ilmuamalan.blogspot.com/2013/06/keutamaan-asmaul-husna.html
tanggal 24/02/2015. pukul 07. 57.
Mustahdi,
M. Ag dan dkk. 2013. Buku paid an budi
pekerti siswa kelas X.
[1] Mustahdi, M. Ag dan dkk.
Buku paid an budi pekerti siswa kelas X 2013.
[2] Sulaiman al- kumayi.
Kecerdasan 99: cara meraih kemenangan dan ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99
Nama Allah. 2006. Hal 212
[3] Asbabun nuzul: Lubabun
nuqul fii asbabin nuzul dari Jalaluddin As Suyuthi. Diterjemahkan menjadi
Asbabun nuzul - Latar belakang historis turunnya ayat-ayat Al Quran
oleh K.H.Q. Shaleh, H.A.A. Dahlan, Prof Dr. H.M.D. Dahlan. Penerbit: CV
Diponegoro, Bandung.
Penerapan 99 Nama Allah.
2006. Hal 212- 213.
[5] M. Ali Hasan. Memahami
dan meneladani asmaul husna. Hlm 220
[6] Ibid. Hlm 221
[8] Sulaiman al- kumayi.
Kecerdasan 99: cara meraih kemenangan dan ketenangan Hidup Lewat
Penerapan 99 Nama Allah.
2006. Hal 213.
0 Comments:
Post a Comment