Header Ads

23 December 2016

Sifat-sifat Allah SWT. (Wajib, Mustahil, Jaiz)




  
Sifat-sifat Allah SWT. (Wajib, Mustahil, Jaiz)
1.      Pengertian
Sifat-sifat Allah adalah sifat sempurna yang terhingga bagi Allah . sifat-sifat Allah wajib bagi setiap muslim mempercayai bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah, maka wajib juga dipercayai akan sifat Allah yang dua puluh dan perlu diketahui juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat yang mustahil bagi Allah merupakan lawan kepada sifat wajib.
Yang berhak menetapkan sifat-sifat Allah SWT hanyalah Allah sendiri yang tertuang dalam ayat-ayat Al-Quran. Dari ayat-ayat itu, kita ketahui bagaimana sifat-sifat Allah tersebut. Disamping sifat Maha Esa, Al-Qur’an juga menyebutkan sifat-sifat lain, semisal Ar-rahman (Maha Pengasih), Ar-Rahim (Maha Mengetahui), dan sebagainya. Dari sifat-sifat tersebut, ada sementara ulama yang kemudian membuat kesimpulan adanya sifat-sifatNya yang dikemukakan dalam Al-Qur’an, sehingga muncullah apa yang selama ini kita kenal dengan sifat duapuluh.
2.      Sifat wajib Allah
Maksudnya adalah sifat yang harus ada pada dzat Allah sebagai kesempurnaan bagi-Nya. Sifat-sifat wajib Allah tidak dapat diserupakan dengan sifat-sifat makhluk-Nya, maka sifat Allah wajib diyakini dengan akal dan berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasul.
a.       Wujud (Ada)
Maksudnya, adanya Allah itu bukan karena ada yang menciptakan, tetapi karena ada dengan sendirinya.
Firman Allah SWT. :

Artinya:
“Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian, Dia bersemayam diatas Arsy’. Dia mengetahui apa yang masuk kedalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”  (Q.S. Al-Hadid : 4)
Adanya semesta alam yang kita lihat sudah cukup dijadikan sebagai alasan adanya Allah, sebab tidak masuk akal seandainya ada sesuatu yang dibuat tanpa ada yang membuatnya.
b.      Qidam (Dahulu)
Allah bersifat Qidam (terdahulu), maksudnya bahwa Allah terdahulu tanpa didahului oleh sesuatu. Jika Allah itu ada permulaannya, berarti ada yang menciptakan, dan jika Allah ada yang menciptakan, berarti Allah hudust (baharu), sama dengan makhluk. Hal ini tidak mungkin, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
Artinya:
“Dia-lah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Hadid : 3)

c.       Baqa’ (Kekal)
Maksudnya, Allah itu kekal tidak berubah ubah sebagaimana makhluk-Nya. Yang selalu mengalami proses perubahan dan kehancuran.
Allah SWT. Berfirman:
Artinya:
segala sesuatu akan rusak, kecuali Diri Allah sendiri.”  (Q.S. Al-Qashash: 88)
d.      Mukhalafatu lil hawaditsi (berbeda dengan ciptaan-Nya/ makhluk-Nya)
Allah berbeda dengan semua makhluk-Nya. Dzat maupun sifat-sifat Allah itu berbeda dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Kalau sam adengan makhluk, Ia dibuat oleh dzat lain. Hal ini tidaklah mungkin bagi Allah. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT. :
Artinya:
“Dan tidak seorangpun yang setara dengan Dia.” (Q.S. Al-Ikhlas : 4)
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”  (Q.S. Asy-Syura : 11)
e.       Qiyamuhu binafsihi (Berdiri sendiri tanpa memerlukan yang lain)
Maksudnya adalah Allah tidak membutuhkan bantuan apa pun dan dari siapapun. Sebab, kalau Allah membutuhkan yang lain, berarti Dia memiliki sifat lemah, tidak sempurna, sedangkan sifat lemah itu bukan sifat Allah dan hal itu tidak mungkin bagi Allah. Berbeda dengan makhluk yang saling bergantung antara satu dengan yang lainnya.
Adapun dalil naqli yang menunjukkan bahwa Allah tidak memerlukan apa pun, yaitu firman Allah SWT. :

Artinya:
“Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. ” (Q.S. Al-Ankabut : 6)
f.       Wahdaniyah (Maha Esa / Tunggal)
Maksudnya adalah Allah itu hanya satu-satunya (tunggal). Tidak mungkin ada dua Tuhan, sebab kalau Allah tidak Maha Esa, akan timbul kehancuran alam semesta ini, karena yang satu bertujuan ke kiri dan yang satu ke kanan. Masing-masing ingin lebih berkuasa dari yang lainnya.
Banyak ayat al-Qur’an yang menegaskan bahwa Allah Maha Esa, diantaranya adalah:
Artinya:
“Allah SWT berfirman, ‘Janganlah kamu menyembah dua Tuhan; sesungguhnya Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut’.” (Q.S. An-Nahl: 51)

g.      Qudrat (Maha Kuasa)
Maksudnya, Allah itu kuasa atas segalanya. Kekuasaan Allah itu tidak ada yang menyamainya. Sebab, kalau tidak berkuasa berarti Dia lemah. Kalau Dia lemah, tentulah semua makhluk tidak ada karena Allah tidak kuasa untuk menciptaknnya, dan ini tidak mungkin bagi Allah.
Adapun dalil naqli yang menunjukkan bahwa Allah bersifat Quradat adalah:
Artinya:
“Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah : 20)
h.      Iradat (Maha Berkehendak)
Maksudnya, Allah bebas berkehendak atau kemauan-Nya tanpa ada yang dapat memerintahkan dan menghalangi-Nya. Segala sesuatu yang Allah ciptakan adalah atas kehendak-Nya, bukan karena terpaksa atau kebetulan.
Dalil naqli:
Artinya:
 “Dan Tuhan mu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia)” (Q.S. Al-Qashash : 68)
i.        Ilmu (Mengetahui)
Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Ilmu Allah itu bersifat lengkap, menyeluruh, luas, dan mendalam. Segala sesuatu yang lahir maupun yang ghaib tidak lepas dari pengetahuan-Nya.
Dalil naqli:
Artinya:
“.Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. Al-Mujadalah : 7)
j.        Hayat (Hidup)
Allah itu Maha Hidup. Ia hidup sebagaimana Ia, tanpa didahului oleh tidak ada atau tidak hidup, dan hidupnya Allah itu tidak berkesudahan. Dengan demikian, Allah tidak memerlukan jantung, darah, tulang, daging, sebagaiman halnya yang diperlukan untuk hidupnya manusia.
Dalil naqli
Artinya:
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Q.S. Al-Baqarah : 255)
k.      Sama’ (Mendengar)
Allah Maha Mendengar, baik yang nyaring, samar, bahkan yang tidak terdengar sama sekali oleh telinga manusia. Allah tidak memerlukan alat pendengar seperti manusia.
Firman-Nya
Artinya :
“Allah tidak menyukai ucapan buruk, (yang diucapkan) dengan terang, kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (Q.S. An-Nisa : 148)
l.        Bashar (Melihat)
Allah adalah Maha Melihat segala sesuatu yang kecil maupun yang tersembunyi, tanpa bantuan alat penglihatan. Penglihatan-Nya tidak ada batasnya. Teknologi canggih pun tidak ada yang mampu menandingi-Nya.
Artinya;
“Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi suatu bencanapun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), maka (karena itu) mereka menjadi buta dan pekak, kemudian Allah menerima taubat mereka, kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (lagi). Dan Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.
” (Q.S. Al-Maidah : 71)
m.    Kalam (Berkata-kata / Berfirman)
Maksudnya, Allah tidak bisu karena bisu adalah sifat kekurangan. Allah berkomunikasi dengan hamba yang dikehendaki-Nya. Bicara-Nya atau firman-Nya berbeda dengan berbicaranya makhluk, karena kalamnya Allah yang bersifat Qadim. Contohnya Al-Qur’an itu adalah kalam Allah yang qadim dan tertulis dan selalu dibaca manusia, sedangkan mushaf al-Qur’an itu adalah gambaran dari kalam Allah itu.
Alah SWT berfirman
“Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.” (Q.S. An-Nisa : 164)
Demikian sifat wajib yang 13, dan masih ada 7 sifat wajib terakhir sebagai penguat dari sifat nomor 7 sampai 13. Ketujuh sifat tersebut ialah sebagai berikut:
n.      Qadiran, artinya Maha Kuasa. Allah adalah Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
o.      Muridan, artinya Maha Berkehendak. Allah sesungguhnya adalah Dzat Yang Maha Berkehendak atas segala sesuatu.
p.      Aliman, artinya Maha Mengetahui, maksudnya, sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Mengetahui atas segala sesuatu.
q.      Hayyan, artinya Maha Hidup. Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha Hidup, hidup selamanya dan tidak akan mati.
r.        Sami’an, artinya Maha Mendengar. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Mendengar atas segala sesuatu.
s.       Bashiran, artinya Maha Melihat. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Melihat atas segala sesuatu.
t.        Muttakaliman, artinya Maha Berkata-kata. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Berkata-kata atau berfirman.

Sifat wajib bagi Allah yang berjumlah 20 tersebut, dapat dibagi menjadi empat bagian:
a.       Sifat Nafsiyah ialah sifat yang berhubungan diri Dzat Allah SWT. Adapun yang termasuk pada kelompok sifat nafsiyah ialah wujuudu.
b.      Sifat salbiyah ialah sifat Allah yang menolak atau menafikan sifat-sifat yang tidak sesuai atau tidak layak bagi Allah SWT. Sifat-sifat tersebut adalah: Al-qidamu menafikan al-huduutsu, al-baqa’u menafikan al-fana’u, al mukhalafatu lil hawaditsi menafikan al-mumaatsalatu lil hawaditsi, al-qiyaamu binafsihi menafikan al-ihtiyaaju ilaa ghairihi, dan alwahdaaniyatu menafikan at-ta’addudu.
c.       Sifat ma’ani ialah sifat yang memastikan bahwa yang disifati itu memiliki sifat tersebut. serta dapat meyakinkan kepercayaan seseorang sebab dapat dibuktikan kebenarannya oleh panca indra manusia. Adapun yang termasuk kepada kelompok sifat maani adalah: al-qudratu, al-iraadatu, al-ilmu, al-hayaatu, as-sam’u, al-basharu, al-kalaamu.
d.      Adapun sifat ma’nawiyah ialah sifat yang berhubungan dengan sifat ma’ani atau sebagai kelanjutan dari ketujuh sifat ma’ani, yaitu: kaunuhu qaadiran, kaunuhu nuriidan, kaunuhu  ‘aaliman, kaunuhu hayyan, kaunuhu saami’an, kaunuhu bashiran, kaunuhu mutakaliman.

3.      Sifat Mustahil Allah
Yang disebut sifat mustahil Allah adalah sifat yang tidak mungkin ada pada Allah. Sifat-sifat mustahil ini merupakan kebalikan dari sifat wajib bagi Allah, karena itu jumlahnya sama. Sifat dan penegasan Al-Qur’an sama halnya dengan sifat wajib Allah. Sifat-sifat mustahil tersebut adalah sebagai berikut:
a.       Adam artinya tidak ada, mustahil Allah itu tidak ada.
b.      Hudust artinya baharu atau permulaan. Maksudnya, mustahil Allah itu bersifat baharu sebab yang baharu pasti akan berakhir.
c.       Fana’ artinya rusak. Maksudnya mustahil Allah itu bersifat rusak, sebab Dia yang menciptakan dan memelihara alam yang luas ini.
d.      Mumatsalatu lil hawadits, artinya menyerupai yang baru atau makhluk. Maksudnya mustahil Allah itu serupa dengan makhluk.
e.       Ihtiyaju li ghairihi, artinya membutuhkan sesuatu selain dirinya. Mustahil Allah membutuhkan bantuan makhluk lain, karena Dia adalah Maha Kaya.
f.       Ta’adud, artinya berbilang atau lebih dari satu, karena Allah itu Esa.
g.      Ajzun artinya lemah, mustahil Allah bersifat lemah sebab Dia Maha Kuasa.
h.      Karahah artinya terpaksa. Mustahil kalau Allah itu terpaksa dalam perbuatan-Nya, sebab jika Allah itu terpaksa berarti Allah bukan Dzat yang berdiri sendiri, padahal Allah itu Maha Berkehendak atas segala sesuatu.
i.        Jahlun artinya bodoh, mustahil Allah bersifat bodoh. Jika Allah bodoh , tidak mungkin Dia mampu menciptakan alam raya ini.
j.        Maut artinya mati. Mustahil Allah bersifat mati sebab mati menunjukkan sifat kelemahan.
k.      Shamamun, artinya tuli. Mustahil Allah bersifat tuli, pastilah Ia tidak mendengar doa dan puji syukur makhluk-Nya, dan tidak mendengar ucapan orang-orang yang durhaka. Dengan demikian, Allah menganggap sama orang yang shaleh dan orang durhaka. Padahal, Allah akan membalas amal sekecil apapun dari para makhluk-Nya.
l.        Umyun artinya buta. Mustahil Allah bersifat buta sebab Allah itu melihat semua pekerjaan makhluk-Nya untuk dipertanggungjawabkan kelak.
m.    Bukmun artinya bisu. Mustahil Allah bersifat bisu. Bagaiman mungkin para nabi dan rasul menerima wahyu kalamullah.
n.      Ajizan artinya mahalemah. Mustahil Allah bersifat lemah.
o.      Mukrahan artinya mahaterpaksa, mustahil Allah bersifat terpaksa.
p.      Jahilan artinya bodoh. Mustahil Allah bersifat bodoh.
q.      Mayyitan artinya mahamati, mustahil Allah bersifat mati.
r.        Ashamma artinya mahatuli, mustahil Allah bersifat tuli.
s.       A’ma artinya mahabuta, mustahil Allah bersifat buta.
t.        Abkama artinya mahabisu, mustahil Allah bersifat bisu.

4.      Sifat Jaiz Allah
Secara bahasa, jaiz berarti boleh. Yang dimaksud dengan sifat jaiz Allah ialah sifat yang boleh ada dan boleh tidak ada pada Allah. Sifat jaiz ini tidak menuntut pasti ada atau pasti tidak ada.
Sifat jaiz Allah adalah fi’lu kulli mumkinin au tarkuhu, artinya memperbuat sesuatu yang mungkin terjadi atau tidak memperbuatnya. Maksudnya, Allah itu berwenang untuk menciptakan dan berbuat sesuatu atau tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Kebebasan ada hikmah dan gunanya.

Allah SWT berfirman:


Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’.”
(Q.S. Ali Imran : 191)





Artinya:

Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." (Q.S Ali Imran : 26-27)

REVISI
Yang karena sifat2 Allah tersebut (wajib, mustahil, jaiz) Ia (Allah) layak dijadikan sesembahan
Melihat dari pembahasan sebelumnya bahwa sifat2 Allah terbagi menjadi tiga, yaitu sifat wajib, sifat yang harus ada pada dir Allah sebagai kesempurnaan bagiNya, sifat mustahil, sifat yang tidak mungkin ada pada diri Allah swt dan sifat jaiz, sifat yang boleh ada dan boleh tidak ada pada diri Allah swt.
Dengan adanya ketiga sifat Allah tersebut maka Ia layak dijadikan sesembahan seluruh makhluk. Betapa tidak, bila dilihat dari sifat2 wajib yang dimiliki-Nya, mulai dari Wujud, yang mengindikasikan bahwa Allah ada dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan, berbeda dengan mekhluk-Nya, Ia tidak beranak dan tidak pula diperanakan, Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Ia mengetahui semuanya baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat, Allah-lah yang mengatur segalanya, semua alam semesta ini, hanya Dia yang dapat melakukannya. Dia tidak membutuhkan apapun, seandainya semua makhluk mengingkarinya Dia tidak akan rugi. Dia berdiri sendiri, tidak mati, Dia kekal abadi. Berbeda dengan makhluk-Nya yang bersifat sementara dan pasti mati. Ilmu Allah luas, dan tidak ada yang bisa menandingi-Nya. Allah Maha segalanya, Maha Esa, Maha Rahman dan Maha Rahim. Sebab itulah Ia sangat layak dijadikan sesembahan.
Mustahil jika Allah itu sama dengan makhluk-Nya, Allah kekal abadi, tidak fana. Allah tidak buta dan tuli, Ia mendengar semuanya, Ia tahu semuanya meskipun sesuatu itu masih tersirat didalam hati manusia, Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Allah tidak lemah seperti makhluk-Nya. Oleh sebabitu, Allah-lah satu-satunya Tuhan yang layak untuk kita sembah, karena tidak ada yang mampu menandingi-Nya.
Allah bersifat jaiz, yang artinya Allah bebas berkehendak, dimana sifat ini boleh ada dan boleh tidak ada pada diri Allah swt. Karena itulah, Ia sangat layak dijadikan sesembahan makhluk-Nya.
Kita semua wajib mengambil petunjuk dari adanya sifat-sifat Allah swt itu, berjalan dengan menggunakan cahaya dari padanya dan mengambilnya sebagai percontohan yang tertinggi, malahan wajib kita jadikan sebagai percontohan yang tertinggi, serta puncak tujuan, sehingga kita dapat mencapai derajat kejiwaan dan kerohanian yang sesempurna mungkin yang dapat dicapai oleh seorang manusia.
Allah adalah Rabbul ‘alamin yang menguasai seluruh alam. Ini merupakan percontohan yang amat tinggi yang setiap mukmin wajib merasakan isi kandungannya dan mencontohnya. Oleh sebab itu wajiblah ia berbuat baik untuk diri sendiri, keluarga dan umat.
Allah adalah Rahman dan Rahim. Dia memberikan kenikmatan kepada seluruh makhluk-Nya, menunjukkan kecintaan-Nya kepada semuanya itu, seklaipun makhluk-makhluk-Nya tidak menunaikan pekerjaan yang wajib dipersembahkan kepada Tuhan itu yang menjadi hakNya untuk diterimaNya. Inipun merupakan contoh yang luhur yang setiap manusia hendaknya memperhias dirinya dengan sifat tersebut. Dengan demikian ia akan menjadi manusia yang penyantun, pengasih dan penyayang kpd diri, keluarga dan umat.
Allah swt adalah Maliki yaumiddin, yakni merajai hari pembalasan. Dimana Allah akan memeperhitungkan amalperbuatan seluruh manusia tepat dan sesuai dengan apa yang ada dengan seadil-adilnya. Allah Maha Cinta, Allah Maha Esa dan Allah Maha Segalanya.. itulah alasan-alasan mengapa Allah layak dijadikan sesembahan seluruh makhluk.
Kepercayaan Tritunggal
Akidah atau kepercayaan yang dianut oleh kaum nasrani adalah berasal atau berdasarkan Tritunggal yang suci. Tri artinya tiga dan Tunggal artinya satu, jadi tiga unsur yang menjadi satu dalam kesatuan.
Ringkasnya ialah bahwa Tritunggal itu terdiri dari tiga macam unsur pokok yaitu:
a.       Allah
b.      Anak dan
c.       Ruhulkudus
Ketiganya merupakan tiga macam jauhar dan masing-masing jauhar itu berdiri sendiri dari yang lain. Tetapi kesatuan dari ketiga-tiganya itulah yang merupakan Tuhan Yang Maha Esa.
Sebenarnya faham adanya Tritunggal dalam ketuhanan itu merupakan faham yang khusus bagi pemeluk agama Nasrani belaka. Dalam Dairah Ma’rifah Abad XIX (Perancis) dalam memberikan definisi kata tritunggal ketuhanan diantaranya:
“Tritunggal adalah kesatuan dari tiga tubuh yang berbeda-beda yang menjelmakan sebutan Tuhan yang Esa. Faham ini terdapat dalam kepercayaan agama Kristen dan dan sebagian agama-agama lain. Oleh sebab itu seringkali dikatakan: Tritunggal dalam agama Kristen, Tritunggal dalam agama Hindu dan sebagainya.”
Adapun faham tritunggal dalam agama Hindu sampai sekarangpun masih ada, yaitu yang dianut oleh berjuta-juta manusia dari golongan bangsa India dan Cina. Golongan kasta Brahmana meyakinkan bahwa Maha pencipta itu mula-mula menjelmakan dirinya dalam bentuk dewa “Brahma” kemudian dalam dewa “Wisnu” dan akhirnya pada dewa “Syiwa”. Mereka menggambarkan ketiganya itu bergandengan antara yang satu dengan yang lainnya dan ini memberikan pengertian sebagai lambang adanya perangkaian tiga tubuh menjadi satu.
Sementara itu kaum pemeluk agama Budha meyakinkan bahwa dewa Wisnu yang merupakan salah satu bagian daru tritunggal yang dipercayai oleh agama Hindu itu seringkali menjelmakan dirinya dalam tubuh kasar untuk menyelamatkan alam dunia inidari berbagai keburukan, kejahatan dan dosa. Penjelmaan dirinya dalam tubuh kasar yang akhirnya  menjadi pujaan pemelukagama Budha itu adalah untuk kesembilan kalinya.
Jadi kepercayaan adanya tritunggal itu pada hakikatnya adalah akidah keberhalaan, kemudian menyelinap secara aneh dalam agama Allah Ta’ala. Padahal Allah Ta’ala adalah Maha Suci dari perserupaan atau persamaan dengan sesuatu apapun atau Dia tidak akan menyamai atau menyerupai benda yang selain-Nya.
Allah swt berfirman:
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.”. (QS. Asy-Syura : 11)
Adapun kepercayaan yang berupa ketauhidan yakni mengesakan Allah swt yang memang Maha Esa itu adalah sebagai akidah semua para nabi dan rasul, sampaipun pribadi Almasih nabiullah Isa as sendiri. Jikalau ada orang-orang Nasrani yang mengira selain yang tersebut diatas yakni bahwa Almasih Isa a.s tidak mengesakan Tuhan, maka sebenarnya mereka itu tidak memiliki bukti yang nyata yang patut diterima oleh akal yang sehat. Mereka tidak pula mempunyai catatan yang asli yang benar-benar berasal dari ajaran Almasih itu sendiri. Jadi apa yang mereka perkirakan itu hanyalah semata-mata sebagai persangkaan atau angan-angan yang bukan-bukan saja dengan sebab didatangkannya faham tersebut dari agama keberhalaan yang kuno.
Dari uraian diatas, dapatlah kita ketahui bahwa kekeliruan kepercayaan tritunggal itu sudah jelas sekali. Namun demikian kita tetap tidak mengerti mengapa pemeluk-pemeluk agama Nasrani masih tetap gigih dalam mempertahankan faham yang sudah terang salah itu. Mereka sangat fanatik dengan cara yang membuta, tanpa landasan sejarah ataupun hujjah yang yang layak diterima oleh akal fikiran.
Tepatlah apa yang difirmankan oleh Allah swt:
“Maka sesunguhnya tidaklah buta penglihatan-penglihatan itu, tetapi yang buta adalah hati yang ada didalam dada.” (QS. Al-Haj : 46)[1]
Sifat yang tidak layak bagi Allah karena dengan adanya sifat tersebut Ia menjadi zat yang tidak layaj dijadikan sesembahan.
Telah dijelaskan pada bab sifat mustahil Allah yang mana sifat mustahil merupakan sifat yang tidak mungkin ada pada diri Allah swt. Sifat mustahil sendiri merupakan kebalikan dari sifat-sifat wajib yang jumlahnya pun sama dengan sifat wajib, yaitu 20.
Adaikata Allah itu adam (tidak ada) maka Ia tidak akan layak dijadikan sesembahan, namun hal itu tidaklah mungkin karena Allah itu ada, Allah ada dengan sendirinya. Dia-lah sang Maha Awal dan Akhir.
Dalam sifat-sifat mustahil beberapa diantaranya adalah Hudust (permulaan), fana (rusak), mumatsalatu lil hawadist (menyerupai makhluk), ihtiyaju li ghairihi (membutuhkan yg lain selain-Nya), ta’adud (lebih dari satu), ajzun (lemah), Karahah (terpaksa), jahlun (bodoh), karahah (terpaksa), maut (mati), shamamun (tuli), umyun (buta), bukmun (bisu), ajizan (terpaksa), dan sebagainya, yang mana apabila Allah memiliki sifat tersebut maka Ia tidak lah layak untuk dijadikan sesembahan, kenapa? Karena hakikatnya, andaikata Tuhan seperti itu berarti dia bukan Tuhan melainkan makhluk. Allah Maha sempurna dan tidak akan mungkin memiliki sifat-sifat tersebut (sifat mustahil).

Sifat nafsiyah, salbiyah, ma’ani dan ma’nawiyah.
1.      Sifat Nafsiyyah adalah : Sifat yang menetetapkan adanya Allah dan menunjukkan
kepada ZatNya Allah tanpa ada sesuatu tambahan pada Zat.
 Maksud sifat yang tetap adalah : Adanya sifat tersebut pada Zat Allah yang menunjukkan Allah itu ada, bukan seperti sifat salbiyah, sebab sifat salbiyyah tidak tetap pada Zat, tetapi hanya menolak sifat-sifat yang tidak patut dan layak kepada ZatNya Allah s.w.t.
 Dan maksud tanpa ada sesuatu tambahan pada Zat ini adalah Sifat Nafsiyyah ini bukanlah tambahan pada Zat, Sifat Nafsiyyah tidak seperti sifat Ma`ani yang mana sifat Ma`ani tambahan dari ZatNya.
 Adapun sifat Nafsiyyah adalah sifat WujudNya Allah s.w.t, dengan maksud bahwa wujudnya Allah itu adalah tetap pada ZatNya Allah dan bukan tambahan dari Zat Allah. Maka wajib Allah bersifat Wujud, mustahil bersifat Allah tidak ada.
 Allah berfirman :
 إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَمَاوَاتِ وَٱلأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِي ٱلْلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً
وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ ٱلْخَلْقُ وَٱلأَمْرُ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَالَمِينَ
Artinya:
”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia beristawa di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam”.( Al-A’râf: 54).

2.       Sifat Salbiyyah Sifat Salabiyyah adalah sifat yang menolak segala sifat-sifat yang
tidak layak dan patut bagi Allah s.w.t, sebab Allah Maha sempurna dan tidak memiliki kekurangan.
 Sifat Salbiyyah ada lima sifat :
a.       - Qidam Sifat Qidam menolak adanya permulaan bagi Allah s.w.t , dengan kata
lain adanya Allah s.w.t tidak didahului oleh tidak ada, mustahil bagi Allah bermula dengan tidak ada.
 Allah berfirman :
 هُوَ ٱلأَوَّلُ وَٱلآخِرُ وَٱلظَّاهِرُ وَٱلْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Artinya :
“ Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Al Hadiid:3)

b.       - Baqa` Sifat Baqa` menolak adanya kesudahan dan kebinasaan Wujud Allah s.w.t.
mustahil bagi Allah bersifat Fana` atau binasa.
 Allah berfirman :
 كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya :
”Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” (al-Qashash: 88).

c.        - Mukhalafatu Lil Hawadith Mukhalafatu Lil Hawadith ( Berbeda dengan yang
baharu ) adalah sifat yang menolak adanya persamaan Zat, Sifat dan Perbuatan Allah dengan Zat, sifat dan perbuatan baharu, dengan makna lain Allah tidak seperti makhluknya.
Allah berfirman :
 لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya :
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. As-Syura : 11).

d.       - Qiyamuhu Bi Nafsih Qiyamuhu Bi Nafsih ( Berdiri Allah dengan sendiri-Nya ),
sifat ini menolak adanya Allah berdiri dengan yang lainnya, dengan makna lain, Allah tidak memerlukan bantuan dan pertolongan dari yang lainnya, bahkan Allah berdiri sendiri, tidak memerlukan pencipta sebab Dia Maha Pencipta, tidak memerlukan pembantu sebab Dia Maha Kuasa, tidak memerlukan tempat sebab Dia yang menjadikanya, tidak memerlukan waktu dan masa sebab di kekuasaan-Nyalah waktu dan masa.
 إنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Artinya :
”Sesungguhnya Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (al-Ankabut : 6).

e.        - Wahdaniyyah Wahdaniyyah ( Esa ), maknanya adalah Allah memiliki yang Maha
Esa, Esa pada Zat, Esa pada sifat dan Esa pada perbuatan, sifat ini menolak adanya Kam yang lima :
1)      Zat Allah tidak tersusun dari beberapa unsur ataupun anggota badan.
2)      Tidak ada satupun Zat yang sama seperti Zat-Nya Allah.
3)      Sifat Allah tidak terdiri dari dua sifat yang sama, seperti adanya dua Qudrah.
4)      Tidak ada satupun sifat di dunia ini yang sama seperti sifat Allah.
5)      Tidak ada satupun di dunia ini yang sama seperti perbuatan Allah.

Dengan kata lain Allah tidak memiliki Zat Esa, tidak ada seorang makhluk pun yang sama Zatnya dengan Allah, Allah memiliki Sifat yang Esa, tidak ada seorang pun yang bersifat dengan sifat Allah, Allah memiliki perbuatan yang Esa, tidak ada di dunia ini yang sama perbuatannya dengan Allah.
Allah berfirman :
 لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
Artinya :
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ’Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (al-Anbiya’: 22).

3.       Sifat Ma`ani Sifat Ma`ani adalah sifat yang keberadaannya berdiri pada Zat Allah
s.w.t yang wajib baginya hukum. Sifat ini terdiri dari tujuh sifat.
a.  Qudrah Qudrah ( Maha Kuasa ) adalah sifat yang azali yang berada pasti pada Zat
Nya Allah s.w.t yang Kuasa menjadikan dan menghancurkan setiap yang mungkin sesuai dengan Iradah-Nya.
Allah berfirman :
 وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعْجِزَهُ مِن شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي الأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ عَلِيماً قَدِيراً
Artinya :
 ”Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (al-Fatir: 44).

b.       Iradah Iradah ( Maha Berkehendak ) adalah sifat azali yang berada pada Zat
Nya Allah s.w.t menentukan sesuatu yang mungkin dengan sebahagian yang boleh terhadapnya, seperti Allah menentuka bahwa Zaid pintar dan Ziyad bodoh.
Allah berfirman :
 إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Artinya :
 ” Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”, maka jadilah ia.” (an-Nahl: 40).

c.        Ilmu ( Maha Mengetahui ) adalah sifat Qadim yang berada pada Zat-Nya Allah
s.w.t Mengetahui seluruh sesuatu yang bersangkut paut dengan sekalian yang wajib, mustahil, dan yang boleh tanpa didahului oleh sesuatu yang menutupi pengetahun-Nya.
 Allah berfirman :
 وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
Artinya :
“Dan Allah memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al An’aam:59]

d.       - Hayat Hayat ( Maha Hidup ) adalah sifat yang Qadim berdiri pada Zat Allah
s.w.t yang Maha Hidup, dengan adanya sifat Hayat menetapkan dan mengkuatkan adanya sifat Qudrat, Iradat, Ilmu, Sama`, Bashar dan Kalam, hidupnya Allah yang kekal dan abadi.
Allah berfirman :
 اللَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضَ وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Artinya :
 ”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (al-Baqarah: 255).

e.        Sama` ( Maha Mendengar ) adalah sifat yang qadim berdiri pada Zat-Nya Allah
s.w.t yang Maha Mendengar dari seluruh yang ada baik suara ataupun selainnya. Allah berfirman :
 قَالَ لاَ تَخَافَآ إِنَّنِي مَعَكُمَآ أَسْمَعُ وَأَرَى
Artinya :
“Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku Maha mendengar dan Maha melihat”. (Thaha: 46).

f.         Bashor ( Maha Melihat ) adalah sifat yang qadim yang berdiri pada zat
Allah s.w.t Maha Melihat segala sesuatu yang ada, baik yang jelas, yang tersembunyi, maupun yang samar-samar.
Allah berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya :
 “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (as-Syura: 11).

g.       - Kalam Kalam ( Maha Berbicara ) adalah sifat yang qadim yang berdiri pada
Zat-Nya Allah yang Maha berbicara tanpa menggunakan huruf dan suara, tanpa i`rab dan dan bina` dan Maha suci dari sifat-sifat kalam yang baharu.
 Allah berfirman :
 وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيماً
Artinya :
”…Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung”. (An-Nisâ: 164).


4.       Sifat Ma`nawiyyah Sifat Ma`nawiyah adalah sifat-sifat yang melazimi dari sifat
Ma`ani, dengan kata lain sifat Ma`nawiyah adalah sifat yang wujud disebabkan adanya sifat Ma`ani, seperti Allah memiliki sifat kuasa, maka lazimlah Allah itu keadaannya Kuasa. Sifat Ma`nawiyah terdiri dari tujuh sifat :
a.        Kaunuhu Qaadiran
b.       Kaunuhu Muridan
c.        Kaunuhu `Aliman
d.       Kaunuhu Hayyan
e.        Kaunuhu Sami`an
f.        Kaunuhu Bashiran
g.       Kaunuhu Mutakalliman.[2]

Lebih jelasnya mengenai perbedaan antara sifat ma’nawi dan ma’nawiyah:
Sifat ma'ani yaitu sifat yang ada pada dzat Allah yang sesuai dengan kesem-purnaan Allah. Sedang sifat ma'nawiyah adalah sifat yang selalu tetap ada pada dzat Allah dan tidak mungkin pada suatu ketika Allah tidak bersifat demikian. Sebagai contoh: Kalau dinyatakan bahwa Allah itu bersifat "qudrah” yang berarti "maha kuasa”, maka sifat ini disebut sifat "ma'ani”, artinya mungkin pada suatu ketika Allah itu tidak lagi Maha Kuasa. Tetapi setelah dinyatakan "kaunuhu Qadiran”, dan sifat ini adalah sifat "ma'nawiyah”, maka artinya adalah: Keadaan Allah itu selalu Maha Kuasa, sehingga tidak mungkin pada suatu ketika tidak Maha Kuasa.
Dasar Pengambilan:

Jala'ul Afham, Muhammad Ihya' Ulumuddin, Nurul Haramain, tt., hal 26

صفات المعاني: وَسُمِيَتْ بِالمَعَانِى لأَنَّهَا أَثْبَتَتْ للهِ تَعَالَى مَعَانِي وُجُودِيَةً قَائِمَةً بِذَاتِهِ لاَئِقَةً بِكَمَالِهِ... صِفَاتُ مَعْنَوِيَةٌ: نِسْبَةٌ لِلسَّبْعِ المَعَانِي التِّى هِىَ فَرْعٌ مِنْهَا وَسُمِيَتْ مَعْنَوِيَة لأَنَّهَا لاَزِمَةٌ لِلْمَعَانِى...وَهِيَ كَوْنُهُ تَعَالَى قَادِرًا وَمُرِيْدًا, وَعَالِمًا وَحَيًّا وَسَمِيْعًا َوبَصِيْرًا وَمُتَكَلِّمًا. وَحِكْمَةُ ذِكْرِ هذِهِ الصِّفَاتِ الْمَعْنَوِيَّةِ مَعَ كَوْنِهَا دَاخِلَةً فِي صِفَاتِ الْمَعَانِي الْمَذْكُوْرَةِ مَا يَلِي : (ا) ذِكْرُ الْعَقَائِدِ عَلَى وَجْهِ التَّفْصِيْلِ لأَنَّ خَطْرْ َالْجَهْلِ فِيْهِ عَظِيْمٌ. (ب) اَلرَّدُّ عَلَى الْمُعْتَزِلَةِ فَإِنَّهُمْ أَنْكَرُوْهَا, فَقَالُوْا إِنَّهُ تَعَالَى قَادِرٌ بِذَاتِهِ مُرِيْدٌ بِذَاتِهِ مِنْ غَيْرِ قُدْرَةٍ وَلاَ إِرَادَةٍ وَهكَذَا إِلَى آخِرِهَا, وَقَصَدُوْا بِذَلِكَ التَّنْــزِيْهُ ِللهِ تَعَالَى, وَقَالُوْا : وَصَفْنَاهُ تَعَالَى بِهذِهِ الصِّفَاتِ. فَإِمَّا أَنْ تَكُوْنَ حَادِثَةً وَإِمَّا أَنْ تَكُوْنَ قَدِيْمَةً. فَإِذَا كَانَتْ حَادِثَةً اسْتَحَالَتْ عَلَى اللهِ تَعَالَى أَوْ قَدِيْمَةً تَعَدَّدَتْ الْقُدَمَاءُ فَانـْتَفَتْ الْوَحْدَاِنيَّةُ. وَالْجَوَابُ عَنْ ذلِكَ أَنْ نَقُوْلَ : إِنَّ هذِهِ الصِّفَاتِ لَيْسَتْ مُسْتَقِلَّةً عَنِ الذَّاتِ, وَإِنَّمَا هِيَ تَابِعَةٌ لَهَا فَهِيَ صِفَةٌ وُجُوْدِيَّةٌ قَائِمَةٌ بِهَا.
"Sifat-sifat ma'ani: Sifat-sifat itu disebut sifat ma'ani, karena sesungguhnya telah tetap bagi Allah ta'ala pengertian-pengertian yang ada lagi tegak pada dzat Allah serta sesuai dengan kesempurnaan-Nya.
Sifat-sifat ma'nawiyah adalah pembangsaan bagi sifat ma'ani yang tujuh yang dia adalah cabang dari sifat-sifat ma'ani.
Dinamakan sifat ma'nawiyah, karena sifat tersebut adalah harus ada dan pengertian-nya terus-menerus ada pada dzat Allah; yaitu keadaan Allah ta'ala adalah Dzat Yang Maha Kuasa, Dzat Yang Maha Berkehendak, Dzat Yang Maha Mengetahui, Dzat Yang Maha Hidup, Dzat Maha Mendengar, Dzat Yang Maha Melihat, dan Dzat Yang Maha Berbicara.
Adapun hikmah dari penuturan dari sifat-sifat ma'nawiyah ini beserta keada-annya adalah masuk pada sifat-sifat ma'ani yang telah disebutkan adalah sebagai berikut:
Menuturkan akidah-akidah secara terperinci, karena sesungguhnya bahaya dari kebodohan terhadap hal tersebut adalah besar.
Menolak faham Mu'tazilah, karena orang-orang Mu'tazilah itu mengingkarinya. Mereka berkata: "Sesungguhnya Allah ta'ala itu adalah Maha Kuasa dengan Dzat-Nya sendiri, Maha berkehendak dengan dzat-Nya sendiri tanpa kekuasaan dan tanpa kehendak, dan seterusnya. Mereka bermaksud dengan demikian itu adalah untuk mensucikan Allah ta'ala. Dan mereka berkata: Kita telah mensifati Allah ta'ala dengan sifat-sifat ini. Maka kemungkinan sifat-sifat tersebut keadaannya didahului oleh ketiadaan dan mungkin sedia tanpa permulaan. Jika sifat-sifat itu keadaannya adalah didahului oleh ketiadaan, maka mustahil bagi Allah ta'ala. Atau jika keadaannya tidak didahului oleh ketiadaan, maka hal yang qadim (sedia tanpa permulaan) itu menjadi banyak, sehingga hilanglah ke-esa-an Allah. Kami menjawab: Sesungguhnya sifat-sifat ini tidaklah berdiri sendiri, tetapi mengikuti dzat-Nya, yaitu sifat yang ada dan tegak pada dzat-Nya.

Dalil2 sifat mustahil Allah
1.      ’Adam
artinya tidak ada
Adam merupakan kebalikan dari sifat wajib wujud (ada). Adanya alam semesta dan semua isinya membuktikan adanya Allah sebagai zat yang maha Pencipta segala sesuatu. Mustahil kalau Allah Tidak ada, maka siapa yang menciptakan dan mengatur alam semesta ini? Secara akal tidak mungkin alam semesta diciptakan oleh manusia atau makhluk lainnya.
Allah berfirman,
 Artinya:
 “Dan Dialah yang telah menciptakan bagi kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu bersyukur. Dan Dialah yang menciptakan serta mengembang biakkan kamu di bumi ini dan kepada-Nya lah kamu akan dihimpunkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah kamu tidak memahaminya?” [Q.S. al-Mu'minun 78-80]


2.       Hudutz
artinya baru atau ada permulaannya
Hudutz merupakan kebalikan dari sifat wajib qidam (dahulu). Mustahil Allah bersifat baru, karena sesuatuyang baru pasti ada yang menciptakan. Padahal Allah SWT adalah Sang Khalik pencipta semua makhluk-makhluk-Nya, tidak mungkin terjadi bahwa yang menciptakan itu akan didahului oleh apa-apa yang diciptakan.
 Allah berfirman,
artinya:
 “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” [Q.S. al-Hadid 3]

3.       Fana’
artinya musnah/binasa Sifat fana’ merupakan kebalikan dari sifat wajib baqa’ (kekal). Mustahil Allah SWT itu rusak atau binasa. Apabila Allah SWT rusak atau binasa, maka sifat-sifat Allah itu sama dengan sifat makhluk-makhluk-Nya yang rusak dan binasa.
Allah berfirman,
artinya:
 “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” [Q.S. ar-Rahman 26-27]
Dunia ini bersifat fana’ (rusak) sebagaimana gambaran sebatang pohon yang tumbuh berkembang dan akhirnya mati *

4.       Mumaatzalatu lil Khawaaditzi
artinya menyerupai sesuatu yang baru atau yang bermulaan*
Sifat mumaatzalatu lil Khawaaditzi merupakan kebalikan dari sifat mukhaalafatu lil hawaaditzi (berbeda dengan segala makhluk). Mustahil Allah SWT sama dengan makhluk-Nya. Jika Allah SWT menyamai salah satu makhluk-Nya, tentulah Allah memiliki sifat kelemahan dan tidak kuasa untuk menciptakan alam semesta beserta isinya.
 Allah berfirman,
artinya:
 “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” [Q.S. al-Ikhlas 4] *

5.       Ikhtiyaaju Lighoirihi
artinya membutuhkan sesuatu kepada yang lain*
Ikhtiyaaju Lighoirihi merupakan kebalikan dari sifat qiyaamuhu binafsihi (berdiri sendiri). Mustahil Allah SWT membutuhkan kepada salah satu makhluk-Nya karena Allah SWT Maha Kaya dan seluruh alam semesta ini adalah milik-Nya.
Allah berfirman,
artinya:
Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.[Q.S. Muhammad 38] *

6.       Ta’addud
artinya berbilang atau lebih dari satu.
Ta’addud merupakan kebalikan dari sifat wajib wahdaniyah (esa). Allah itu Maha Esa dalam Zat-Nya, sifat-sifat dan juga af’al-Nya. Maka, mustahil bahwa Allah itu lebih dari satu karena akan menimbulkan perselisihan dan kehancuran.
 Allah berfirman,
artinya:
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.” [Q.S. al-Maa'idah 73] *

7.       al-’Ajzu
artinya lemah.
‘Ajzun merupakan kebalikan dari sifat wajib qudrat (kuasa). Adanya alam semesta ini merupakan bukti bahwa Allah SWT kuasa terhadap segala sesuatu dan tak ada yang dapat melemahkan Allah.
 Allah berfirman,
artinya:
“Dan apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya dari mereka? Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” [Q.S. Fathir 44]

8.       al-Karaahah
artinya terpaksa.
Karaahah merupakan kebalikan dari sifat wajib iradat (berkehendak). Allah SWT itu Maha Berkehendak dan tidak ada sesuatau pun yang mampu menghalang-halangi apa saja yang sudah dikehendaki Allah. Mustahil Allah SWT dipaksa, diperintah, atau diancam agar mau menjadikan sesuatu atau tidak menjadikan sesuatu.
Allah berfirman,
artinya:
“…Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” [Q.S. Huud: 107] *

9.       Jahlun
artinya bodoh
Jahlun merupakan keballikan dari sifat wajib ilmu (mengetahui). Allah Maha Mengetahui segala sesuatu baik apa yang terjadi, yang akan terjadi maupun yang sudah terjadi, bahkan Allah juga tahu apa-apa yang dirahasiakan makhluk-Nya. Maka mustahil kalau Allah SWT itu memiliki sifat tidak tahu atau bodoh.
Allah berfirman,
artinya:
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” [Q.S. al-Mujaadilah 7] *

10.   Mautun
artinya mati
Mautun merupakan kebalikan dari sifat wajib hayat (hidup). Allah SWT adalah Maha Hidup, tidak ada permulaan atau pun penghabisan, dan tidak mengalami perubahan sama sekali bahkan tidak mengantuk dan tidak pula tidur.
Allah berfirman,
artinya:
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”[Q.S. al-Baqarah 255] *

11.   Shomamun
artinya tuli
Shomamun merupakan kebalikan dari sifat wajib sama’ (mendengar) Mustahil Allah SWT bersifat shomamun atau tuli. Seandainya Allah SWT itu tuli pastilah mempunyai sifat kekurangan, cela dan noda. Allah SWT adalah Maha Sempurna dan tidak memiliki kekuarangan sedikit pun.
 Allah berfirman,
artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Q.S. al-Baqarah 256] *

12.   ‘Umyun
artinya buta
‘Umyun merupakan kebalikan dari sifat wajib bashor (melihat). Allah SWT Maha Melihat segala sesuatunya dan tidak ada satu pun benda yang terluput dari penglihatan-Nya meskipun bersembunyi di lubang semut pun Allah akan melihatnya.
Allah berfirman,
artinya:
“Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan, dan pohon kayu keluar dari Thursina (pohon zaitun), yang menghasilkan minyak, dan pemakan makanan bagi orang-orang yang makan..” [Q.S. al-Mu'min 19-20] *

13.   Bukmun
artinya bisu
Bukmun merupakan kebalikan dari sifat wajib kalam (berbicara). Mustahil Allah SWT bersifat bisu. Seandainya Allah bersifat bisu bagaimana mungkin para Nabi dapat menerima wahyu.
Allah berfirman,
artinya:
Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya[158] beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus[159]. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.[Q.S. al-Baqarah 253]

 Adapun tujuh sifat mustahil bagi Allah SWT berikut merupakan penguat dari tujuh sifat mustahil sebelumnya (sifat ma’nawiyah) *
14. ‘Aajizan artinya Maha Lemah
15. Kaarihan artinya Maha Terpaksa
16. Jaahilan artinya Maha Bodoh
17. Mayyitan artihnya Maha Mati
18. Asamma artinya Maha Tuli
19. A’maa artinya Maha Buta
20. Abkama artinya Maha Bisu





















Daftar Pustaka
Sabiq, Sayyid. 1978. Akidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman. Bandung: Diponegoro.
Zaky, Abdullah dkk. 1999. Mutiara Ilmu Tauhid. Bandung: Pustaka Setia.
Anwar, Rosihon. 2014. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.



[1] Sayid Sabiq, Aqidah Islam. (Bandung : CV. Diponegoro, 1989), hal 96-100.
[2] http://allangkati.blogspot.com/2011/03/sifat-nafsiyyah-salbiyyahmaani-dan.html

0 Comments:

Post a Comment