Sifat-sifat
Allah SWT. (Wajib, Mustahil, Jaiz)
1.
Pengertian
Sifat-sifat Allah adalah sifat sempurna yang
terhingga bagi Allah . sifat-sifat Allah wajib bagi setiap muslim mempercayai
bahwa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah,
maka wajib juga dipercayai akan sifat Allah yang dua puluh dan perlu diketahui
juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat yang mustahil bagi Allah merupakan
lawan kepada sifat wajib.
Yang berhak menetapkan sifat-sifat Allah SWT
hanyalah Allah sendiri yang tertuang dalam ayat-ayat Al-Quran. Dari ayat-ayat
itu, kita ketahui bagaimana sifat-sifat Allah tersebut. Disamping sifat Maha
Esa, Al-Qur’an juga menyebutkan sifat-sifat lain, semisal Ar-rahman
(Maha Pengasih), Ar-Rahim (Maha Mengetahui), dan sebagainya. Dari
sifat-sifat tersebut, ada sementara ulama yang kemudian membuat kesimpulan
adanya sifat-sifatNya yang dikemukakan dalam Al-Qur’an, sehingga muncullah apa
yang selama ini kita kenal dengan sifat duapuluh.
2.
Sifat wajib
Allah
Maksudnya adalah sifat yang harus ada pada
dzat Allah sebagai kesempurnaan bagi-Nya. Sifat-sifat wajib Allah tidak dapat
diserupakan dengan sifat-sifat makhluk-Nya, maka sifat Allah wajib diyakini
dengan akal dan berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Rasul.
a.
Wujud (Ada)
Maksudnya, adanya Allah itu bukan karena ada
yang menciptakan, tetapi karena ada dengan sendirinya.
Firman Allah SWT. :
Artinya:
“Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa; kemudian, Dia bersemayam diatas Arsy’. Dia mengetahui apa yang
masuk kedalam bumi dan apa yang keluar dari padanya dan apa yang turun dari
langit dan apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu dimana saja kamu
berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hadid : 4)
Adanya semesta alam yang kita lihat sudah cukup
dijadikan sebagai alasan adanya Allah, sebab tidak masuk akal seandainya ada
sesuatu yang dibuat tanpa ada yang membuatnya.
b.
Qidam (Dahulu)
Allah bersifat Qidam (terdahulu), maksudnya
bahwa Allah terdahulu tanpa didahului oleh sesuatu. Jika Allah itu ada
permulaannya, berarti ada yang menciptakan, dan jika Allah ada yang
menciptakan, berarti Allah hudust (baharu), sama dengan makhluk. Hal ini tidak
mungkin, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:
Artinya:
“Dia-lah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir
dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S.
Al-Hadid : 3)
c.
Baqa’ (Kekal)
Maksudnya, Allah itu kekal tidak berubah ubah
sebagaimana makhluk-Nya. Yang selalu mengalami proses perubahan dan kehancuran.
Allah SWT. Berfirman:
Artinya:
“segala sesuatu akan rusak, kecuali Diri
Allah sendiri.” (Q.S. Al-Qashash:
88)
d.
Mukhalafatu
lil hawaditsi (berbeda dengan ciptaan-Nya/ makhluk-Nya)
Allah berbeda dengan semua makhluk-Nya. Dzat
maupun sifat-sifat Allah itu berbeda dengan sifat-sifat makhluk-Nya. Kalau sam
adengan makhluk, Ia dibuat oleh dzat lain. Hal ini tidaklah mungkin bagi Allah.
Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT. :
Artinya:
“Dan tidak seorangpun yang setara dengan Dia.” (Q.S.
Al-Ikhlas : 4)
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia
menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis
binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak
dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang
Maha Mendengar dan Melihat.” (Q.S. Asy-Syura : 11)
e.
Qiyamuhu
binafsihi (Berdiri sendiri tanpa memerlukan yang lain)
Maksudnya adalah Allah tidak membutuhkan
bantuan apa pun dan dari siapapun. Sebab, kalau Allah membutuhkan yang lain,
berarti Dia memiliki sifat lemah, tidak sempurna, sedangkan sifat lemah itu
bukan sifat Allah dan hal itu tidak mungkin bagi Allah. Berbeda dengan makhluk
yang saling bergantung antara satu dengan yang lainnya.
Adapun dalil naqli yang menunjukkan bahwa
Allah tidak memerlukan apa pun, yaitu firman Allah SWT. :
Artinya:
“Dan barangsiapa yang berjihad, maka
sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah
benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. ” (Q.S.
Al-Ankabut : 6)
f.
Wahdaniyah
(Maha Esa / Tunggal)
Maksudnya adalah Allah itu hanya satu-satunya
(tunggal). Tidak mungkin ada dua Tuhan, sebab kalau Allah tidak Maha Esa, akan
timbul kehancuran alam semesta ini, karena yang satu bertujuan ke kiri dan yang
satu ke kanan. Masing-masing ingin lebih berkuasa dari yang lainnya.
Banyak ayat al-Qur’an yang menegaskan bahwa
Allah Maha Esa, diantaranya adalah:
Artinya:
“Allah SWT berfirman, ‘Janganlah kamu
menyembah dua Tuhan; sesungguhnya Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah
kepada-Ku saja kamu takut’.” (Q.S. An-Nahl: 51)
g.
Qudrat (Maha
Kuasa)
Maksudnya, Allah itu kuasa atas segalanya.
Kekuasaan Allah itu tidak ada yang menyamainya. Sebab, kalau tidak berkuasa
berarti Dia lemah. Kalau Dia lemah, tentulah semua makhluk tidak ada karena
Allah tidak kuasa untuk menciptaknnya, dan ini tidak mungkin bagi Allah.
Adapun dalil naqli yang menunjukkan bahwa
Allah bersifat Quradat adalah:
Artinya:
“Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan
mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar
itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki,
niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah
berkuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Baqarah : 20)
h.
Iradat (Maha
Berkehendak)
Maksudnya, Allah bebas berkehendak atau
kemauan-Nya tanpa ada yang dapat memerintahkan dan menghalangi-Nya. Segala
sesuatu yang Allah ciptakan adalah atas kehendak-Nya, bukan karena terpaksa
atau kebetulan.
Dalil naqli:
Artinya:
“Dan
Tuhan mu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak
ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan (dengan Dia)” (Q.S. Al-Qashash : 68)
i.
Ilmu
(Mengetahui)
Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.
Ilmu Allah itu bersifat lengkap, menyeluruh, luas, dan mendalam. Segala sesuatu
yang lahir maupun yang ghaib tidak lepas dari pengetahuan-Nya.
Dalil naqli:
Artinya:
“.Tidakkah kamu perhatikan, bahwa
sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada
pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada
(pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula)
pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia
berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan
memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (Q.S.
Al-Mujadalah : 7)
j.
Hayat (Hidup)
Allah itu Maha Hidup. Ia hidup sebagaimana Ia,
tanpa didahului oleh tidak ada atau tidak hidup, dan hidupnya Allah itu tidak
berkesudahan. Dengan demikian, Allah tidak memerlukan jantung, darah, tulang,
daging, sebagaiman halnya yang diperlukan untuk hidupnya manusia.
Dalil naqli
Artinya:
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada
yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui
apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161]
Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya,
dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Q.S.
Al-Baqarah : 255)
k.
Sama’
(Mendengar)
Allah Maha Mendengar, baik yang
nyaring, samar, bahkan yang tidak terdengar sama sekali oleh telinga manusia.
Allah tidak memerlukan alat pendengar seperti manusia.
Firman-Nya
Artinya :
“Allah tidak menyukai ucapan buruk,
(yang diucapkan) dengan terang, kecuali oleh orang yang dianiaya. Allah adalah
Maha Mendengar Maha Mengetahui.” (Q.S. An-Nisa : 148)
l.
Bashar
(Melihat)
Allah adalah Maha Melihat segala sesuatu yang kecil
maupun yang tersembunyi, tanpa bantuan alat penglihatan. Penglihatan-Nya tidak
ada batasnya. Teknologi canggih pun tidak ada yang mampu menandingi-Nya.
Artinya;
“Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjadi
suatu bencanapun (terhadap mereka dengan membunuh nabi-nabi itu), maka (karena
itu) mereka menjadi buta dan pekak, kemudian Allah menerima taubat mereka,
kemudian kebanyakan dari mereka buta dan tuli (lagi). Dan Allah Maha Melihat
apa yang mereka kerjakan.
” (Q.S. Al-Maidah : 71)
” (Q.S. Al-Maidah : 71)
m.
Kalam
(Berkata-kata / Berfirman)
Maksudnya, Allah tidak bisu karena bisu adalah
sifat kekurangan. Allah berkomunikasi dengan hamba yang dikehendaki-Nya.
Bicara-Nya atau firman-Nya berbeda dengan berbicaranya makhluk, karena kalamnya
Allah yang bersifat Qadim. Contohnya Al-Qur’an itu adalah kalam Allah yang
qadim dan tertulis dan selalu dibaca manusia, sedangkan mushaf al-Qur’an itu
adalah gambaran dari kalam Allah itu.
Alah SWT berfirman
“Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang
sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul
yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara
kepada Musa dengan langsung.” (Q.S. An-Nisa : 164)
Demikian sifat wajib yang 13, dan masih ada 7
sifat wajib terakhir sebagai penguat dari sifat nomor 7 sampai 13. Ketujuh
sifat tersebut ialah sebagai berikut:
n.
Qadiran,
artinya Maha Kuasa. Allah adalah Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
o.
Muridan,
artinya Maha Berkehendak. Allah sesungguhnya adalah Dzat Yang Maha Berkehendak
atas segala sesuatu.
p.
Aliman,
artinya Maha Mengetahui, maksudnya, sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha
Mengetahui atas segala sesuatu.
q.
Hayyan,
artinya Maha Hidup. Sesungguhnya Allah adalah Dzat yang Maha Hidup, hidup
selamanya dan tidak akan mati.
r.
Sami’an,
artinya Maha Mendengar. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Mendengar atas
segala sesuatu.
s.
Bashiran,
artinya Maha Melihat. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha Melihat atas
segala sesuatu.
t.
Muttakaliman,
artinya Maha Berkata-kata. Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Maha
Berkata-kata atau berfirman.
Sifat wajib bagi Allah yang
berjumlah 20 tersebut, dapat dibagi menjadi empat bagian:
a.
Sifat Nafsiyah
ialah sifat yang berhubungan diri Dzat Allah SWT. Adapun yang termasuk pada
kelompok sifat nafsiyah ialah wujuudu.
b.
Sifat salbiyah
ialah sifat Allah yang menolak atau menafikan sifat-sifat yang tidak sesuai
atau tidak layak bagi Allah SWT. Sifat-sifat tersebut adalah: Al-qidamu
menafikan al-huduutsu, al-baqa’u menafikan al-fana’u, al mukhalafatu lil
hawaditsi menafikan al-mumaatsalatu lil hawaditsi, al-qiyaamu binafsihi
menafikan al-ihtiyaaju ilaa ghairihi, dan alwahdaaniyatu menafikan
at-ta’addudu.
c.
Sifat ma’ani
ialah sifat yang memastikan bahwa yang disifati itu memiliki sifat tersebut.
serta dapat meyakinkan kepercayaan seseorang sebab dapat dibuktikan
kebenarannya oleh panca indra manusia. Adapun yang termasuk kepada kelompok
sifat maani adalah: al-qudratu, al-iraadatu, al-ilmu, al-hayaatu, as-sam’u,
al-basharu, al-kalaamu.
d.
Adapun sifat
ma’nawiyah ialah sifat yang berhubungan dengan sifat ma’ani atau sebagai
kelanjutan dari ketujuh sifat ma’ani, yaitu: kaunuhu qaadiran, kaunuhu
nuriidan, kaunuhu ‘aaliman, kaunuhu
hayyan, kaunuhu saami’an, kaunuhu bashiran, kaunuhu mutakaliman.
3.
Sifat Mustahil
Allah
Yang disebut sifat mustahil Allah adalah sifat
yang tidak mungkin ada pada Allah. Sifat-sifat mustahil ini merupakan kebalikan
dari sifat wajib bagi Allah, karena itu jumlahnya sama. Sifat dan penegasan
Al-Qur’an sama halnya dengan sifat wajib Allah. Sifat-sifat mustahil tersebut
adalah sebagai berikut:
a.
Adam artinya
tidak ada, mustahil Allah itu tidak ada.
b.
Hudust artinya
baharu atau permulaan. Maksudnya, mustahil Allah itu bersifat baharu sebab yang
baharu pasti akan berakhir.
c.
Fana’ artinya
rusak. Maksudnya mustahil Allah itu bersifat rusak, sebab Dia yang menciptakan
dan memelihara alam yang luas ini.
d.
Mumatsalatu
lil hawadits, artinya menyerupai yang baru atau makhluk. Maksudnya mustahil
Allah itu serupa dengan makhluk.
e.
Ihtiyaju li
ghairihi, artinya membutuhkan sesuatu selain dirinya. Mustahil Allah
membutuhkan bantuan makhluk lain, karena Dia adalah Maha Kaya.
f.
Ta’adud,
artinya berbilang atau lebih dari satu, karena Allah itu Esa.
g.
Ajzun artinya
lemah, mustahil Allah bersifat lemah sebab Dia Maha Kuasa.
h.
Karahah
artinya terpaksa. Mustahil kalau Allah itu terpaksa dalam perbuatan-Nya, sebab
jika Allah itu terpaksa berarti Allah bukan Dzat yang berdiri sendiri, padahal
Allah itu Maha Berkehendak atas segala sesuatu.
i.
Jahlun artinya
bodoh, mustahil Allah bersifat bodoh. Jika Allah bodoh , tidak mungkin Dia
mampu menciptakan alam raya ini.
j.
Maut artinya
mati. Mustahil Allah bersifat mati sebab mati menunjukkan sifat kelemahan.
k.
Shamamun,
artinya tuli. Mustahil Allah bersifat tuli, pastilah Ia tidak mendengar doa dan
puji syukur makhluk-Nya, dan tidak mendengar ucapan orang-orang yang durhaka.
Dengan demikian, Allah menganggap sama orang yang shaleh dan orang durhaka.
Padahal, Allah akan membalas amal sekecil apapun dari para makhluk-Nya.
l.
Umyun artinya
buta. Mustahil Allah bersifat buta sebab Allah itu melihat semua pekerjaan
makhluk-Nya untuk dipertanggungjawabkan kelak.
m.
Bukmun artinya
bisu. Mustahil Allah bersifat bisu. Bagaiman mungkin para nabi dan rasul
menerima wahyu kalamullah.
n.
Ajizan artinya
mahalemah. Mustahil Allah bersifat lemah.
o.
Mukrahan
artinya mahaterpaksa, mustahil Allah bersifat terpaksa.
p.
Jahilan
artinya bodoh. Mustahil Allah bersifat bodoh.
q.
Mayyitan
artinya mahamati, mustahil Allah bersifat mati.
r.
Ashamma
artinya mahatuli, mustahil Allah bersifat tuli.
s.
A’ma artinya
mahabuta, mustahil Allah bersifat buta.
t.
Abkama artinya
mahabisu, mustahil Allah bersifat bisu.
4.
Sifat Jaiz
Allah
Secara bahasa, jaiz berarti boleh. Yang
dimaksud dengan sifat jaiz Allah ialah sifat yang boleh ada dan boleh tidak ada
pada Allah. Sifat jaiz ini tidak menuntut pasti ada atau pasti tidak ada.
Sifat jaiz Allah adalah fi’lu kulli
mumkinin au tarkuhu, artinya memperbuat sesuatu yang mungkin terjadi
atau tidak memperbuatnya. Maksudnya, Allah itu berwenang untuk menciptakan
dan berbuat sesuatu atau tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Kebebasan ada hikmah
dan gunanya.
Allah SWT berfirman:
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka’.”
(Q.S. Ali Imran : 191)
Artinya:
Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang
mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan
orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di
tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke
dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan
yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki
tanpa hisab (batas)." (Q.S Ali Imran : 26-27)
REVISI
Yang karena sifat2 Allah tersebut (wajib, mustahil, jaiz) Ia
(Allah) layak dijadikan sesembahan
Melihat dari
pembahasan sebelumnya bahwa sifat2 Allah terbagi menjadi tiga, yaitu sifat
wajib, sifat yang harus ada pada dir Allah sebagai kesempurnaan bagiNya, sifat
mustahil, sifat yang tidak mungkin ada pada diri Allah swt dan sifat jaiz,
sifat yang boleh ada dan boleh tidak ada pada diri Allah swt.
Dengan adanya
ketiga sifat Allah tersebut maka Ia layak dijadikan sesembahan seluruh makhluk.
Betapa tidak, bila dilihat dari sifat2 wajib yang dimiliki-Nya, mulai dari
Wujud, yang mengindikasikan bahwa Allah ada dengan sendirinya tanpa ada yang
menciptakan, berbeda dengan mekhluk-Nya, Ia tidak beranak dan tidak pula
diperanakan, Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Ia mengetahui semuanya baik
yang terlihat maupun yang tidak terlihat, Allah-lah yang mengatur segalanya,
semua alam semesta ini, hanya Dia yang dapat melakukannya. Dia tidak
membutuhkan apapun, seandainya semua makhluk mengingkarinya Dia tidak akan
rugi. Dia berdiri sendiri, tidak mati, Dia kekal abadi. Berbeda dengan
makhluk-Nya yang bersifat sementara dan pasti mati. Ilmu Allah luas, dan tidak
ada yang bisa menandingi-Nya. Allah Maha segalanya, Maha Esa, Maha Rahman dan
Maha Rahim. Sebab itulah Ia sangat layak dijadikan sesembahan.
Mustahil jika
Allah itu sama dengan makhluk-Nya, Allah kekal abadi, tidak fana. Allah tidak
buta dan tuli, Ia mendengar semuanya, Ia tahu semuanya meskipun sesuatu itu
masih tersirat didalam hati manusia, Ia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Allah
tidak lemah seperti makhluk-Nya. Oleh sebabitu, Allah-lah satu-satunya Tuhan
yang layak untuk kita sembah, karena tidak ada yang mampu menandingi-Nya.
Allah bersifat
jaiz, yang artinya Allah bebas berkehendak, dimana sifat ini boleh ada dan
boleh tidak ada pada diri Allah swt. Karena itulah, Ia sangat layak dijadikan
sesembahan makhluk-Nya.
Kita semua
wajib mengambil petunjuk dari adanya sifat-sifat Allah swt itu, berjalan dengan
menggunakan cahaya dari padanya dan mengambilnya sebagai percontohan yang
tertinggi, malahan wajib kita jadikan sebagai percontohan yang tertinggi, serta
puncak tujuan, sehingga kita dapat mencapai derajat kejiwaan dan kerohanian
yang sesempurna mungkin yang dapat dicapai oleh seorang manusia.
Allah adalah
Rabbul ‘alamin yang menguasai seluruh alam. Ini merupakan percontohan yang amat
tinggi yang setiap mukmin wajib merasakan isi kandungannya dan mencontohnya.
Oleh sebab itu wajiblah ia berbuat baik untuk diri sendiri, keluarga dan umat.
Allah adalah
Rahman dan Rahim. Dia memberikan kenikmatan kepada seluruh makhluk-Nya,
menunjukkan kecintaan-Nya kepada semuanya itu, seklaipun makhluk-makhluk-Nya
tidak menunaikan pekerjaan yang wajib dipersembahkan kepada Tuhan itu yang
menjadi hakNya untuk diterimaNya. Inipun merupakan contoh yang luhur yang
setiap manusia hendaknya memperhias dirinya dengan sifat tersebut. Dengan
demikian ia akan menjadi manusia yang penyantun, pengasih dan penyayang kpd
diri, keluarga dan umat.
Allah swt adalah
Maliki yaumiddin, yakni merajai hari pembalasan. Dimana Allah akan
memeperhitungkan amalperbuatan seluruh manusia tepat dan sesuai dengan apa yang
ada dengan seadil-adilnya. Allah Maha Cinta, Allah Maha Esa dan Allah Maha
Segalanya.. itulah alasan-alasan mengapa Allah layak dijadikan sesembahan
seluruh makhluk.
Kepercayaan Tritunggal
Akidah atau
kepercayaan yang dianut oleh kaum nasrani adalah berasal atau berdasarkan
Tritunggal yang suci. Tri artinya tiga dan Tunggal artinya satu, jadi tiga
unsur yang menjadi satu dalam kesatuan.
Ringkasnya
ialah bahwa Tritunggal itu terdiri dari tiga macam unsur pokok yaitu:
a.
Allah
b.
Anak dan
c.
Ruhulkudus
Ketiganya
merupakan tiga macam jauhar dan masing-masing jauhar itu berdiri sendiri dari
yang lain. Tetapi kesatuan dari ketiga-tiganya itulah yang merupakan Tuhan Yang
Maha Esa.
Sebenarnya
faham adanya Tritunggal dalam ketuhanan itu merupakan faham yang khusus bagi
pemeluk agama Nasrani belaka. Dalam Dairah Ma’rifah Abad XIX (Perancis) dalam
memberikan definisi kata tritunggal ketuhanan diantaranya:
“Tritunggal
adalah kesatuan dari tiga tubuh yang berbeda-beda yang menjelmakan sebutan
Tuhan yang Esa. Faham ini terdapat dalam kepercayaan agama Kristen dan dan
sebagian agama-agama lain. Oleh sebab itu seringkali dikatakan: Tritunggal
dalam agama Kristen, Tritunggal dalam agama Hindu dan sebagainya.”
Adapun faham
tritunggal dalam agama Hindu sampai sekarangpun masih ada, yaitu yang dianut
oleh berjuta-juta manusia dari golongan bangsa India dan Cina. Golongan kasta
Brahmana meyakinkan bahwa Maha pencipta itu mula-mula menjelmakan dirinya dalam
bentuk dewa “Brahma” kemudian dalam dewa “Wisnu” dan akhirnya pada dewa
“Syiwa”. Mereka menggambarkan ketiganya itu bergandengan antara yang satu
dengan yang lainnya dan ini memberikan pengertian sebagai lambang adanya
perangkaian tiga tubuh menjadi satu.
Sementara itu
kaum pemeluk agama Budha meyakinkan bahwa dewa Wisnu yang merupakan salah satu
bagian daru tritunggal yang dipercayai oleh agama Hindu itu seringkali
menjelmakan dirinya dalam tubuh kasar untuk menyelamatkan alam dunia inidari
berbagai keburukan, kejahatan dan dosa. Penjelmaan dirinya dalam tubuh kasar
yang akhirnya menjadi pujaan
pemelukagama Budha itu adalah untuk kesembilan kalinya.
Jadi
kepercayaan adanya tritunggal itu pada hakikatnya adalah akidah keberhalaan,
kemudian menyelinap secara aneh dalam agama Allah Ta’ala. Padahal Allah Ta’ala
adalah Maha Suci dari perserupaan atau persamaan dengan sesuatu apapun atau Dia
tidak akan menyamai atau menyerupai benda yang selain-Nya.
Allah swt
berfirman:
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari
jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-
pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan
Melihat.”. (QS. Asy-Syura : 11)
Adapun
kepercayaan yang berupa ketauhidan yakni mengesakan Allah swt yang memang Maha
Esa itu adalah sebagai akidah semua para nabi dan rasul, sampaipun pribadi Almasih
nabiullah Isa as sendiri. Jikalau ada orang-orang Nasrani yang mengira selain
yang tersebut diatas yakni bahwa Almasih Isa a.s tidak mengesakan Tuhan, maka
sebenarnya mereka itu tidak memiliki bukti yang nyata yang patut diterima oleh
akal yang sehat. Mereka tidak pula mempunyai catatan yang asli yang benar-benar
berasal dari ajaran Almasih itu sendiri. Jadi apa yang mereka perkirakan itu
hanyalah semata-mata sebagai persangkaan atau angan-angan yang bukan-bukan saja
dengan sebab didatangkannya faham tersebut dari agama keberhalaan yang kuno.
Dari uraian
diatas, dapatlah kita ketahui bahwa kekeliruan kepercayaan tritunggal itu sudah
jelas sekali. Namun demikian kita tetap tidak mengerti mengapa pemeluk-pemeluk
agama Nasrani masih tetap gigih dalam mempertahankan faham yang sudah terang
salah itu. Mereka sangat fanatik dengan cara yang membuta, tanpa landasan
sejarah ataupun hujjah yang yang layak diterima oleh akal fikiran.
Tepatlah apa
yang difirmankan oleh Allah swt:
“Maka sesunguhnya tidaklah buta penglihatan-penglihatan itu, tetapi
yang buta adalah hati yang ada didalam dada.” (QS. Al-Haj :
46)[1]
Sifat yang tidak layak bagi Allah karena dengan adanya sifat
tersebut Ia menjadi zat yang tidak layaj dijadikan sesembahan.
Telah
dijelaskan pada bab sifat mustahil Allah yang mana sifat mustahil merupakan
sifat yang tidak mungkin ada pada diri Allah swt. Sifat mustahil sendiri
merupakan kebalikan dari sifat-sifat wajib yang jumlahnya pun sama dengan sifat
wajib, yaitu 20.
Adaikata Allah
itu adam (tidak ada) maka Ia tidak akan layak dijadikan sesembahan, namun hal
itu tidaklah mungkin karena Allah itu ada, Allah ada dengan sendirinya. Dia-lah
sang Maha Awal dan Akhir.
Dalam
sifat-sifat mustahil beberapa diantaranya adalah Hudust (permulaan), fana
(rusak), mumatsalatu lil hawadist (menyerupai makhluk), ihtiyaju li ghairihi
(membutuhkan yg lain selain-Nya), ta’adud (lebih dari satu), ajzun (lemah),
Karahah (terpaksa), jahlun (bodoh), karahah (terpaksa), maut (mati), shamamun
(tuli), umyun (buta), bukmun (bisu), ajizan (terpaksa), dan sebagainya, yang
mana apabila Allah memiliki sifat tersebut maka Ia tidak lah layak untuk
dijadikan sesembahan, kenapa? Karena hakikatnya, andaikata Tuhan seperti itu
berarti dia bukan Tuhan melainkan makhluk. Allah Maha sempurna dan tidak akan
mungkin memiliki sifat-sifat tersebut (sifat mustahil).
Sifat nafsiyah, salbiyah, ma’ani dan ma’nawiyah.
1. Sifat Nafsiyyah adalah : Sifat yang menetetapkan adanya Allah dan menunjukkan
kepada ZatNya Allah
tanpa ada sesuatu tambahan pada Zat.
Maksud sifat yang tetap adalah : Adanya sifat
tersebut pada Zat Allah yang menunjukkan Allah itu ada, bukan seperti sifat
salbiyah, sebab sifat salbiyyah tidak tetap pada Zat, tetapi hanya menolak
sifat-sifat yang tidak patut dan layak kepada ZatNya Allah s.w.t.
Dan maksud tanpa ada sesuatu tambahan pada Zat
ini adalah Sifat Nafsiyyah ini bukanlah tambahan pada Zat, Sifat Nafsiyyah
tidak seperti sifat Ma`ani yang mana sifat Ma`ani tambahan dari ZatNya.
Adapun sifat Nafsiyyah adalah sifat
WujudNya Allah s.w.t, dengan maksud bahwa wujudnya Allah itu adalah tetap pada
ZatNya Allah dan bukan tambahan dari Zat Allah. Maka wajib Allah bersifat
Wujud, mustahil bersifat Allah tidak ada.
Allah berfirman :
إِنَّ رَبَّكُمُ ٱللَّهُ ٱلَّذِي خَلَقَ ٱلسَمَاوَاتِ وَٱلأَرْضَ فِي سِتَّةِ
أَيَّامٍ ثُمَّ ٱسْتَوَىٰ عَلَى ٱلْعَرْشِ يُغْشِي ٱلْلَّيْلَ ٱلنَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثاً
وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ وَٱلنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ أَلاَ لَهُ
ٱلْخَلْقُ وَٱلأَمْرُ تَبَارَكَ ٱللَّهُ رَبُّ ٱلْعَالَمِينَ
Artinya:
”Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia beristawa di atas Arasy. Dia menutupkan malam kepada
siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan
dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam”.( Al-A’râf: 54).
2. Sifat Salbiyyah Sifat Salabiyyah adalah sifat yang menolak segala sifat-sifat yang
tidak layak dan patut
bagi Allah s.w.t, sebab Allah Maha sempurna dan tidak memiliki kekurangan.
Sifat Salbiyyah ada lima sifat :
a. - Qidam Sifat Qidam
menolak adanya permulaan bagi Allah s.w.t , dengan kata
lain adanya Allah
s.w.t tidak didahului oleh tidak ada, mustahil bagi Allah bermula dengan tidak
ada.
Allah berfirman :
هُوَ ٱلأَوَّلُ وَٱلآخِرُ وَٱلظَّاهِرُ وَٱلْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ
عَلِيمٌ
Artinya :
“ Dialah
Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui
segala sesuatu” (Al Hadiid:3)
b. - Baqa` Sifat Baqa` menolak adanya kesudahan
dan kebinasaan Wujud Allah s.w.t.
mustahil bagi Allah
bersifat Fana` atau binasa.
Allah berfirman :
كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلاَّ وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Artinya :
”Tiap-tiap
sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nya lah segala penentuan, dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
(al-Qashash: 88).
c. - Mukhalafatu Lil Hawadith Mukhalafatu Lil
Hawadith ( Berbeda dengan yang
baharu ) adalah sifat
yang menolak adanya persamaan Zat, Sifat dan Perbuatan Allah dengan Zat, sifat
dan perbuatan baharu, dengan makna lain Allah tidak seperti makhluknya.
Allah
berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya :
”Tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat.” (QS. As-Syura : 11).
d. - Qiyamuhu Bi Nafsih Qiyamuhu Bi Nafsih (
Berdiri Allah dengan sendiri-Nya ),
sifat ini menolak
adanya Allah berdiri dengan yang lainnya, dengan makna lain, Allah tidak
memerlukan bantuan dan pertolongan dari yang lainnya, bahkan Allah berdiri
sendiri, tidak memerlukan pencipta sebab Dia Maha Pencipta, tidak memerlukan
pembantu sebab Dia Maha Kuasa, tidak memerlukan tempat sebab Dia yang
menjadikanya, tidak memerlukan waktu dan masa sebab di kekuasaan-Nyalah waktu
dan masa.
إنَّ اللهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
Artinya :
”Sesungguhnya
Allah SWT benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (al-Ankabut : 6).
e. - Wahdaniyyah Wahdaniyyah ( Esa ), maknanya
adalah Allah memiliki yang Maha
Esa, Esa pada Zat, Esa
pada sifat dan Esa pada perbuatan, sifat ini menolak adanya Kam yang lima :
1) Zat Allah tidak
tersusun dari beberapa unsur ataupun anggota badan.
2) Tidak ada satupun Zat
yang sama seperti Zat-Nya Allah.
3) Sifat Allah tidak
terdiri dari dua sifat yang sama, seperti adanya dua Qudrah.
4) Tidak ada satupun
sifat di dunia ini yang sama seperti sifat Allah.
5) Tidak ada satupun di
dunia ini yang sama seperti perbuatan Allah.
Dengan kata
lain Allah tidak memiliki Zat Esa, tidak ada seorang makhluk pun yang sama
Zatnya dengan Allah, Allah memiliki Sifat yang Esa, tidak ada seorang pun yang
bersifat dengan sifat Allah, Allah memiliki perbuatan yang Esa, tidak ada di
dunia ini yang sama perbuatannya dengan Allah.
Allah berfirman
:
لَوْ كَانَ فِيهِمَا ءَالِهَةٌ إِلاَّ اللهُ لَفَسَدَتَا فَسُبْحَانَ اللهِ
رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
Artinya :
“Sekiranya
ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu Telah
rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai ’Arsy daripada apa yang
mereka sifatkan.” (al-Anbiya’: 22).
3. Sifat Ma`ani Sifat Ma`ani adalah sifat
yang keberadaannya berdiri pada Zat Allah
s.w.t yang wajib
baginya hukum. Sifat ini terdiri dari tujuh sifat.
a. Qudrah Qudrah ( Maha Kuasa ) adalah
sifat yang azali yang berada pasti pada Zat
Nya Allah s.w.t yang
Kuasa menjadikan dan menghancurkan setiap yang mungkin sesuai dengan
Iradah-Nya.
Allah
berfirman :
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعْجِزَهُ مِن شَيْءٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلاَ فِي
الأَرْضِ إِنَّهُ كَانَ عَلِيماً قَدِيراً
Artinya :
”Dan tiada sesuatu pun yang dapat
melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (al-Fatir: 44).
b. Iradah Iradah ( Maha Berkehendak ) adalah
sifat azali yang berada pada Zat
Nya Allah s.w.t
menentukan sesuatu yang mungkin dengan sebahagian yang boleh terhadapnya,
seperti Allah menentuka bahwa Zaid pintar dan Ziyad bodoh.
Allah berfirman
:
إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَآ أَرَدْنَاهُ أَن نَّقُولَ لَهُ كُنْ
فَيَكُونُ
Artinya :
” Sesungguhnya perkataan Kami terhadap sesuatu
apabila Kami menghendakinya, Kami hanya mengatakan kepadanya: “Kun (jadilah)”,
maka jadilah ia.” (an-Nahl: 40).
c. Ilmu ( Maha Mengetahui ) adalah sifat Qadim
yang berada pada Zat-Nya Allah
s.w.t Mengetahui
seluruh sesuatu yang bersangkut paut dengan sekalian yang wajib, mustahil, dan
yang boleh tanpa didahului oleh sesuatu yang menutupi pengetahun-Nya.
Allah berfirman :
وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ وَيَعْلَمُ مَا
فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِن وَرَقَةٍ إِلاَّ يَعْلَمُهَا وَلاَ
حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فِي كِتَابٍ
مُّبِينٍ
Artinya :
“Dan Allah
memiliki kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia, dan
Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun
yang gugur melainkan Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan
bumi, dan tidak sesuatu basah atau kering, melainkan tertulis dalam kitab yang
nyata (Lauh Mahfudz)” [Al
An’aam:59]
d. - Hayat Hayat ( Maha Hidup ) adalah sifat yang
Qadim berdiri pada Zat Allah
s.w.t yang Maha Hidup,
dengan adanya sifat Hayat menetapkan dan mengkuatkan adanya sifat Qudrat,
Iradat, Ilmu, Sama`, Bashar dan Kalam, hidupnya Allah yang kekal dan abadi.
Allah
berfirman :
اللَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَ تَأْخُذُهُ سِنَةٌ
وَلاَ نَوْمٌ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي
يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا
خَلْفَهُمْ وَلاَ يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلاَّ بِمَا شَآءَ وَسِعَ
كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ
وَالأَرْضَ
وَلاَ يَؤُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Artinya :
”Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak
mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada
yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui
apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi
Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara
keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (al-Baqarah: 255).
e. Sama` ( Maha Mendengar ) adalah sifat yang
qadim berdiri pada Zat-Nya Allah
s.w.t yang Maha
Mendengar dari seluruh yang ada baik suara ataupun selainnya. Allah berfirman :
قَالَ لاَ تَخَافَآ إِنَّنِي مَعَكُمَآ أَسْمَعُ وَأَرَى
Artinya :
“Janganlah
kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku Maha mendengar
dan Maha melihat”. (Thaha: 46).
f. Bashor ( Maha Melihat ) adalah sifat yang
qadim yang berdiri pada zat
Allah s.w.t Maha
Melihat segala sesuatu yang ada, baik yang jelas, yang tersembunyi, maupun yang
samar-samar.
Allah
berfirman :
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya :
“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia,
dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (as-Syura: 11).
g. - Kalam Kalam ( Maha Berbicara ) adalah sifat
yang qadim yang berdiri pada
Zat-Nya Allah yang
Maha berbicara tanpa menggunakan huruf dan suara, tanpa i`rab dan dan bina` dan
Maha suci dari sifat-sifat kalam yang baharu.
Allah berfirman :
وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيماً
Artinya :
”…Dan Allah
telah berbicara kepada Musa dengan langsung”. (An-Nisâ: 164).
4. Sifat Ma`nawiyyah Sifat Ma`nawiyah adalah sifat-sifat yang melazimi dari sifat
Ma`ani, dengan kata
lain sifat Ma`nawiyah adalah sifat yang wujud disebabkan adanya sifat Ma`ani,
seperti Allah memiliki sifat kuasa, maka lazimlah Allah itu keadaannya Kuasa.
Sifat Ma`nawiyah terdiri dari tujuh sifat :
a. Kaunuhu Qaadiran
b. Kaunuhu Muridan
c. Kaunuhu `Aliman
d. Kaunuhu Hayyan
e. Kaunuhu Sami`an
f. Kaunuhu Bashiran
Lebih
jelasnya mengenai perbedaan antara sifat ma’nawi dan ma’nawiyah:
Sifat
ma'ani yaitu sifat yang ada pada dzat Allah yang sesuai dengan kesem-purnaan
Allah. Sedang sifat ma'nawiyah adalah sifat yang selalu tetap ada pada dzat
Allah dan tidak mungkin pada suatu ketika Allah tidak bersifat demikian.
Sebagai contoh: Kalau dinyatakan bahwa Allah itu bersifat "qudrah” yang
berarti "maha kuasa”, maka sifat ini disebut sifat "ma'ani”, artinya
mungkin pada suatu ketika Allah itu tidak lagi Maha Kuasa. Tetapi setelah
dinyatakan "kaunuhu Qadiran”, dan sifat ini adalah sifat
"ma'nawiyah”, maka artinya adalah: Keadaan Allah itu selalu Maha Kuasa,
sehingga tidak mungkin pada suatu ketika tidak Maha Kuasa.
Dasar
Pengambilan:
Jala'ul
Afham, Muhammad Ihya' Ulumuddin, Nurul Haramain, tt., hal 26
صفات
المعاني: وَسُمِيَتْ بِالمَعَانِى لأَنَّهَا أَثْبَتَتْ للهِ تَعَالَى مَعَانِي
وُجُودِيَةً قَائِمَةً بِذَاتِهِ لاَئِقَةً بِكَمَالِهِ... صِفَاتُ مَعْنَوِيَةٌ:
نِسْبَةٌ لِلسَّبْعِ المَعَانِي التِّى هِىَ فَرْعٌ مِنْهَا وَسُمِيَتْ
مَعْنَوِيَة لأَنَّهَا لاَزِمَةٌ لِلْمَعَانِى...وَهِيَ كَوْنُهُ تَعَالَى
قَادِرًا وَمُرِيْدًا, وَعَالِمًا وَحَيًّا وَسَمِيْعًا َوبَصِيْرًا وَمُتَكَلِّمًا.
وَحِكْمَةُ ذِكْرِ هذِهِ الصِّفَاتِ الْمَعْنَوِيَّةِ مَعَ كَوْنِهَا دَاخِلَةً
فِي صِفَاتِ الْمَعَانِي الْمَذْكُوْرَةِ مَا يَلِي : (ا) ذِكْرُ الْعَقَائِدِ
عَلَى وَجْهِ التَّفْصِيْلِ لأَنَّ خَطْرْ َالْجَهْلِ فِيْهِ عَظِيْمٌ. (ب)
اَلرَّدُّ عَلَى الْمُعْتَزِلَةِ فَإِنَّهُمْ أَنْكَرُوْهَا, فَقَالُوْا إِنَّهُ
تَعَالَى قَادِرٌ بِذَاتِهِ مُرِيْدٌ بِذَاتِهِ مِنْ غَيْرِ قُدْرَةٍ وَلاَ
إِرَادَةٍ وَهكَذَا إِلَى آخِرِهَا, وَقَصَدُوْا بِذَلِكَ التَّنْــزِيْهُ ِللهِ
تَعَالَى, وَقَالُوْا : وَصَفْنَاهُ تَعَالَى بِهذِهِ الصِّفَاتِ. فَإِمَّا أَنْ
تَكُوْنَ حَادِثَةً وَإِمَّا أَنْ تَكُوْنَ قَدِيْمَةً. فَإِذَا كَانَتْ حَادِثَةً
اسْتَحَالَتْ عَلَى اللهِ تَعَالَى أَوْ قَدِيْمَةً تَعَدَّدَتْ الْقُدَمَاءُ
فَانـْتَفَتْ الْوَحْدَاِنيَّةُ. وَالْجَوَابُ عَنْ ذلِكَ أَنْ نَقُوْلَ : إِنَّ
هذِهِ الصِّفَاتِ لَيْسَتْ مُسْتَقِلَّةً عَنِ الذَّاتِ, وَإِنَّمَا هِيَ
تَابِعَةٌ لَهَا فَهِيَ صِفَةٌ وُجُوْدِيَّةٌ قَائِمَةٌ بِهَا.
"Sifat-sifat
ma'ani: Sifat-sifat itu disebut sifat ma'ani, karena sesungguhnya telah tetap
bagi Allah ta'ala pengertian-pengertian yang ada lagi tegak pada dzat Allah
serta sesuai dengan kesempurnaan-Nya.
Sifat-sifat
ma'nawiyah adalah pembangsaan bagi sifat ma'ani yang tujuh yang dia adalah
cabang dari sifat-sifat ma'ani.
Dinamakan
sifat ma'nawiyah, karena sifat tersebut adalah harus ada dan pengertian-nya
terus-menerus ada pada dzat Allah; yaitu keadaan Allah ta'ala adalah Dzat Yang
Maha Kuasa, Dzat Yang Maha Berkehendak, Dzat Yang Maha Mengetahui, Dzat Yang
Maha Hidup, Dzat Maha Mendengar, Dzat Yang Maha Melihat, dan Dzat Yang Maha
Berbicara.
Adapun
hikmah dari penuturan dari sifat-sifat ma'nawiyah ini beserta keada-annya
adalah masuk pada sifat-sifat ma'ani yang telah disebutkan adalah sebagai
berikut:
Menuturkan
akidah-akidah secara terperinci, karena sesungguhnya bahaya dari kebodohan
terhadap hal tersebut adalah besar.
Menolak
faham Mu'tazilah, karena orang-orang Mu'tazilah itu mengingkarinya. Mereka
berkata: "Sesungguhnya Allah ta'ala itu adalah Maha Kuasa dengan Dzat-Nya
sendiri, Maha berkehendak dengan dzat-Nya sendiri tanpa kekuasaan dan tanpa
kehendak, dan seterusnya. Mereka bermaksud dengan demikian itu adalah untuk
mensucikan Allah ta'ala. Dan mereka berkata: Kita telah mensifati Allah ta'ala
dengan sifat-sifat ini. Maka kemungkinan sifat-sifat tersebut keadaannya
didahului oleh ketiadaan dan mungkin sedia tanpa permulaan. Jika sifat-sifat
itu keadaannya adalah didahului oleh ketiadaan, maka mustahil bagi Allah
ta'ala. Atau jika keadaannya tidak didahului oleh ketiadaan, maka hal yang
qadim (sedia tanpa permulaan) itu menjadi banyak, sehingga hilanglah ke-esa-an
Allah. Kami menjawab: Sesungguhnya sifat-sifat ini tidaklah berdiri sendiri,
tetapi mengikuti dzat-Nya, yaitu sifat yang ada dan tegak pada dzat-Nya.
Dalil2 sifat mustahil Allah
1.
’Adam
artinya tidak
ada
Adam merupakan
kebalikan dari sifat wajib wujud (ada). Adanya alam semesta dan semua isinya
membuktikan adanya Allah sebagai zat yang maha Pencipta segala sesuatu.
Mustahil kalau Allah Tidak ada, maka siapa yang menciptakan dan mengatur alam
semesta ini? Secara akal tidak mungkin alam semesta diciptakan oleh manusia
atau makhluk lainnya.
Allah
berfirman,
Artinya:
“Dan Dialah yang telah menciptakan bagi
kamu sekalian, pendengaran, penglihatan dan hati. Amat sedikitlah kamu
bersyukur. Dan Dialah yang menciptakan serta mengembang biakkan kamu di bumi
ini dan kepada-Nya lah kamu akan dihimpunkan. Dan Dialah yang menghidupkan dan
mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang. Maka apakah
kamu tidak memahaminya?” [Q.S. al-Mu'minun 78-80]
2.
Hudutz
artinya baru
atau ada permulaannya
Hudutz
merupakan kebalikan dari sifat wajib qidam (dahulu). Mustahil Allah bersifat
baru, karena sesuatuyang baru pasti ada yang menciptakan. Padahal Allah SWT
adalah Sang Khalik pencipta semua makhluk-makhluk-Nya, tidak mungkin terjadi
bahwa yang menciptakan itu akan didahului oleh apa-apa yang diciptakan.
Allah berfirman,
artinya:
“Dialah Yang Awal dan Yang
Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” [Q.S. al-Hadid
3]
3.
Fana’
artinya
musnah/binasa Sifat fana’ merupakan kebalikan dari sifat wajib baqa’ (kekal).
Mustahil Allah SWT itu rusak atau binasa. Apabila Allah SWT rusak atau binasa,
maka sifat-sifat Allah itu sama dengan sifat makhluk-makhluk-Nya yang rusak dan
binasa.
Allah
berfirman,
artinya:
“Semua yang ada di bumi itu
akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan.” [Q.S. ar-Rahman 26-27]
Dunia ini
bersifat fana’ (rusak) sebagaimana gambaran sebatang pohon yang tumbuh
berkembang dan akhirnya mati *
4.
Mumaatzalatu lil Khawaaditzi
artinya
menyerupai sesuatu yang baru atau yang bermulaan*
Sifat
mumaatzalatu lil Khawaaditzi merupakan kebalikan dari sifat mukhaalafatu lil
hawaaditzi (berbeda dengan segala makhluk). Mustahil Allah SWT sama dengan
makhluk-Nya. Jika Allah SWT menyamai salah satu makhluk-Nya, tentulah Allah
memiliki sifat kelemahan dan tidak kuasa untuk menciptakan alam semesta beserta
isinya.
Allah berfirman,
artinya:
“Dan tidak ada seorang pun
yang setara dengan Dia.” [Q.S. al-Ikhlas 4] *
5.
Ikhtiyaaju Lighoirihi
artinya
membutuhkan sesuatu kepada yang lain*
Ikhtiyaaju
Lighoirihi merupakan kebalikan dari sifat qiyaamuhu binafsihi (berdiri
sendiri). Mustahil Allah SWT membutuhkan kepada salah satu makhluk-Nya karena
Allah SWT Maha Kaya dan seluruh alam semesta ini adalah milik-Nya.
Allah
berfirman,
artinya:
“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak
untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang
kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya
sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang
berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti
(kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini.”
[Q.S. Muhammad 38] *
6.
Ta’addud
artinya
berbilang atau lebih dari satu.
Ta’addud
merupakan kebalikan dari sifat wajib wahdaniyah (esa). Allah itu Maha Esa dalam
Zat-Nya, sifat-sifat dan juga af’al-Nya. Maka, mustahil bahwa Allah itu lebih
dari satu karena akan menimbulkan perselisihan dan kehancuran.
Allah berfirman,
artinya:
“Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya
Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa
yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir di antara mereka akan
ditimpa siksaan yang pedih.” [Q.S. al-Maa'idah 73] *
7.
al-’Ajzu
artinya lemah.
‘Ajzun
merupakan kebalikan dari sifat wajib qudrat (kuasa). Adanya alam semesta ini
merupakan bukti bahwa Allah SWT kuasa terhadap segala sesuatu dan tak ada yang
dapat melemahkan Allah.
Allah berfirman,
artinya:
“Dan apakah
mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang
yang sebelum mereka, sedangkan orang-orang itu adalah lebih besar kekuatannya
dari mereka? Dan tiada sesuatupun yang dapat melemahkan Allah baik di langit
maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” [Q.S. Fathir
44]
8.
al-Karaahah
artinya
terpaksa.
Karaahah
merupakan kebalikan dari sifat wajib iradat (berkehendak). Allah SWT itu Maha
Berkehendak dan tidak ada sesuatau pun yang mampu menghalang-halangi apa saja
yang sudah dikehendaki Allah. Mustahil Allah SWT dipaksa, diperintah, atau
diancam agar mau menjadikan sesuatu atau tidak menjadikan sesuatu.
Allah
berfirman,
artinya:
“…Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia
kehendaki.” [Q.S. Huud: 107] *
9.
Jahlun
artinya bodoh
Jahlun
merupakan keballikan dari sifat wajib ilmu (mengetahui). Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu baik apa yang terjadi, yang akan terjadi maupun yang sudah
terjadi, bahkan Allah juga tahu apa-apa yang dirahasiakan makhluk-Nya. Maka
mustahil kalau Allah SWT itu memiliki sifat tidak tahu atau bodoh.
Allah
berfirman,
artinya:
“Tidakkah kamu
perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di
bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah
keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah
keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau
lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada.
Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah
mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” [Q.S.
al-Mujaadilah 7] *
10.
Mautun
artinya mati
Mautun
merupakan kebalikan dari sifat wajib hayat (hidup). Allah SWT adalah Maha
Hidup, tidak ada permulaan atau pun penghabisan, dan tidak mengalami perubahan
sama sekali bahkan tidak mengantuk dan tidak pula tidur.
Allah
berfirman,
artinya:
“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang
Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak
tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi
syafa'at di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan
mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu
Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi[161] Allah meliputi langit dan
bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi
lagi Maha Besar.”[Q.S. al-Baqarah 255] *
11.
Shomamun
artinya tuli
Shomamun
merupakan kebalikan dari sifat wajib sama’ (mendengar) Mustahil Allah SWT
bersifat shomamun atau tuli. Seandainya Allah SWT itu tuli pastilah mempunyai
sifat kekurangan, cela dan noda. Allah SWT adalah Maha Sempurna dan tidak
memiliki kekuarangan sedikit pun.
Allah berfirman,
artinya:
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Q.S.
al-Baqarah 256] *
12.
‘Umyun
artinya buta
‘Umyun
merupakan kebalikan dari sifat wajib bashor (melihat). Allah SWT Maha Melihat
segala sesuatunya dan tidak ada satu pun benda yang terluput dari
penglihatan-Nya meskipun bersembunyi di lubang semut pun Allah akan melihatnya.
Allah
berfirman,
artinya:
“Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu kebun-kebun kurma
dan anggur; di dalam kebun-kebun itu kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan
sebahagian dari buah-buahan itu kamu makan, dan pohon
kayu keluar dari Thursina (pohon zaitun), yang menghasilkan minyak, dan pemakan
makanan bagi orang-orang yang makan..” [Q.S. al-Mu'min 19-20] *
13.
Bukmun
artinya bisu
Bukmun
merupakan kebalikan dari sifat wajib kalam (berbicara). Mustahil Allah SWT
bersifat bisu. Seandainya Allah bersifat bisu bagaimana mungkin para Nabi dapat
menerima wahyu.
Allah
berfirman,
artinya:
“Rasul-rasul
itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara
mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah
meninggikannya[158] beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam
beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus[159]. Dan kalau
Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang)
sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam
keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang
beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah
menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa
yang dikehendaki-Nya.”[Q.S. al-Baqarah 253]
Adapun tujuh sifat mustahil bagi Allah SWT
berikut merupakan penguat dari tujuh sifat mustahil sebelumnya (sifat
ma’nawiyah) *
14. ‘Aajizan
artinya Maha Lemah
15. Kaarihan
artinya Maha Terpaksa
16. Jaahilan
artinya Maha Bodoh
17. Mayyitan
artihnya Maha Mati
18. Asamma
artinya Maha Tuli
19. A’maa
artinya Maha Buta
20. Abkama
artinya Maha Bisu
Daftar Pustaka
Sabiq, Sayyid. 1978. Akidah Islam: Pola
Hidup Manusia Beriman. Bandung: Diponegoro.
Zaky, Abdullah
dkk. 1999. Mutiara Ilmu Tauhid. Bandung: Pustaka Setia.
Anwar,
Rosihon. 2014. Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.
[1] Sayid Sabiq, Aqidah Islam. (Bandung : CV. Diponegoro, 1989), hal
96-100.
[2] http://allangkati.blogspot.com/2011/03/sifat-nafsiyyah-salbiyyahmaani-dan.html
0 Comments:
Post a Comment