Header Ads

23 December 2016

AL KARIM

NAMA            : ATIH FATMIANI
KELAS           : PAI/ IVC
NIM                : 13410087

AL KARIM
Salah satu dari al-asma’ al-husna adalah Allah Yang Mulia (al-Karim) dan Yang Sangat Mulia (al-Akram). “Barang siapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya, dan barang siapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (Qs. An-Nahl: 40). Disamping menyandang al-Karim (Yang Mulia), Allah juga menyandang al-Akram (Yang Sangat Mulia), yang tidak ada yang lebih mulia dari-Nya.
Al-Karim dan Al-Akram, yang mempuyai keagungan dan keluhuran itu, punya singgasana yang juga Maha Mulia. “Maka Mahatinggi Allah, Raja yang sebenarnya, tidak ada Tuhan selain Dia. Tuhan (yang mempunyai) Arsy yang mulia.” (Qs. Al-Mu’minun: 116).
Al-Karim menurut Abu Qosim az-Zujaj, berarti al-jawad (Dermawan), al-Aziz (Perkasa), dan al-Shaffuh (Pemaaf). Ghazali menjelaskan asma al-Karim adalah yang bila berkuasa akan mengampuni, yang bila berjanji akan menepati, yang bila memberi akan memberi lebih dari yang diminta. Zat yang dalam dirinya terhimpun semua yang disebut diatas tanpa paksaan, maka Zat itu adalah yang mulia (al-karim) dalam pengertian yang sebenarnya. Dan itu hanya milik Allah semata.” (Al-Maqshad al-Asna: 96). Allah memang al-Karim, karena telah melebihkan kita keturunan Adam dan memuliakan kita diatas makhluk lain. “Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka didaratan dan di lautan.”(Qs. Al-Isra’: 70).[1]
Al –Karim (Yang Mahamulia) adalah Dia yang memaafkan jika dia mampu, memenuhi janji bila berjanji, dan berlebihan bila memberi, dia juga tidak memperhatikan berapa banyak yang diberikan-Nya. Jika suatu kebutuhan dihadapkan kepada orang lain, Dia menjadi tidak bahagia, jika Dia diperlakukan dengan buruk, Dia marah namun tidak menuntut balas. Siapapun yang memohon bantuan dan perlindungan kepada-Nya, maka Dia tidak akan rugi, dan orang bisa saja menolak permohonan mendesak dan perantara. Dia yang memadukan semua ini dalam dirinya, tanpa dibuat- buat, maka dia benar-benar murah hati, dan itu hanya milik Allah SWT.[2]
Al-karimu artinya Allah Maha Mulia. Karena Maha Mulia maka Allah amat pemurah, memberikan segala apa yang dibutuhkan makhluknya tanpa diminta terlebih dahulu. Pemberian Allah tidak terbatas, ada kalanya pemberian-Nya melebihi apa yang dibutuhkan makhluk-Nya. Allah memaafkan kesalahan orang yang meminta maaf, memenuhi janji, memenuhi permohonan hamba-Nya, berlebih saat memberi dan Dia tidak menghitung berapa nikmat dan karunia yang telah Dia berikan karena tidak pernah merasa rugi.
Alam dan segala isinya ini terwujud adalah atas kemuliaan dan kemurahan Allah. Allah berfirman dalam Qs. An-Naml: 40 yang artinya: “berkatalah orang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab: ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum kamu berkedip’. Maka tatkala sulaiman melihat singgasana itu terletak dihadapannya, ia pun berkata: ‘ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur untuk (kebaikan dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya dan Maha Mulia.” (Qs. An-Naml : 40). Ayat ini menjelaskan kepada kita tentang orang yang beriman dan orang yang ingkar kepada Allah SWT. Orang yang beriman, mereka tidak sombong, merendahkan diri, mensyukuri apa yang Allah berikan kepadanya. Bagi orang yang ingkar maka mereka akan mengingkari janjinya dan menganggap Allah tidak ada campur tangan dalam kehidupannya.[3]
Dalam referensi yang lain dikatakan bahwa al- Karim terambil dari huruf kaf, ra’, dan mim yang berarti kemuliaan, kedermawanan serta keistimewaan sesuai objeknya.[4] Qaulun karim berarti ucapan yang baik, yang benar, mudah difahami, dan sesuai dengan kaidah kebahasaan. Kata karim juga mengandung makna keluhuran budi. Dalam al- quran kata al- karim ditemukan sebanyak 23 kali. Ada yang menyifati rizki, pasangan, ganjaran, malaikat, rasul, maqam (kedudukan), naungan, surat, al- quran, ucapan, bahkan ejekan untuk orang durhaka.
Terdapat 3 ayat yang menyifati Allah dengan Karim. Kesemuanya menunjukkan kepada-Nya dengan kata Rabb (pemelihara). Al- karim adalah Dia yang Maha Pemurah dengan pemberian-Nya, Maha luas dengan anugrah-Nya, tidak terlampau oleh harapan dan cita betapapun tinggi dan besarnya harapan dan cita tersebut. Dia yang memberi tanpa perhitungan. Kata karim menurut Imam Ghazali adalah “Dia yang bila berjanji, menepati janji-Nya, bila memberi melampaui batas harapan pengharapan-Nya, tidak peduli berapa dan kepada siapa Ia memberi, Dia yang tidak rela bila ada kebutuhan yang dimohonkan selain pada-Nya. Dia yang bila “kecil hati”, menegur tanpa berlebih, tidak mengabaikan siapapun yang menuju dan berlindung kepada-Nya, dan tidak membutuhkan sarana dan perantara”.
Ibnu al-Arabi menyebut 16 makna dari sifat Allah ini, antara lain yang disebut oleh al-Ghazali di atas, dan juga “dia yang bergembira dengan diterimanya anugerah-Nya, memberi sambil memuji yang diberi-Nya, Dia yang memberi siapa yang mendurhakai-Nya, bahkan memberi sebelum diminta, dll”. Manusia yang sempurna adalah manusia yang karim (yang mulia), pemurah lagi berbudi luhur. Hal ini dijelaskan dalam Qs. Al-Hujurat :13, yang artinya “sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu” (Qs. Al-Hujurat (49): 13).[5]
Menurut penelitian Quraish Shihab, Al-Karim dalam al- Qur’an selalu menunjuk kepada Allah dengan kata Rabb yang berarti Tuhan yang mendidik, memelihara, mengembangkan, meningkatkan, dan memperbaiki keadaan makhluk-Nya. Bahkan kata Rabb mencakup seluruh perbuatan- perbuatan Tuhan , seperti memberi rizki, ganjaran, pengampunan, dan siksa, karena sanksi dan hukuman- hukuman-Nya tidak terlepas dari tarbiyah (pemeliharaan dan pendidikan). Ditambahkan oleh Quraisy shihab bahwa salah satu diantara ketiga ayat yang menggunakan kata karim dirangkai dengan Ghani (Mahakaya) dan dikemukakan dalam konteks kaca mata kepada si kafir yang tidak mensyukuri anugerah-Nya. Firman Allah :”Barang siapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahadermawan” (Qs.An- Naml :40).[6] Hal ini mengisyaratkan pula bahwa kemurahan Allah tercurah kepada siapa saja termasuk orang kafir.
Ahmad Athaillah dalam Al- Hikam menasihati, “Jangan palingkan harapanmu selain dari Allah, karena yang Mahadermawan tidak akan pernah memupus harapanmu.” Kemudian Athaillah menegaskan lagi, “Jangan mencoba menyampaikan hajatmu kepada selain Allah. Dia adalah Zat yang mengabulkan hajatmu, tidak mungkin hajat terkabul selain-Nya. Sebab Allah adalah pemilik dan pengatur semua hajat manusi. Ingatlah! Orang yang tak mampu melenyapkan keperluan untuk dirinya, bagaimana ia akan mampu memenuhi kebutuhan orang lain”.[7]
Jika semua ini sudah difahami dengan benar, ia akan menjadi golongan orang- orang yang oleh al- Qur’an disebut Al-mu’minun haqqa (orang-orang beriman sejati) yang ditandai dengan hati yang akan bergetar ketika disebut nama Allah, bertambah iman ketika dibacakan ayat- ayat Allah, bertawakal, mendirikan sholat, dan menafkahkan sebagian harta. Mereka akan mendapat beberapa drajat ketinggian disisi Allah, memperoleh ampunan dan rizki yang mulia (rizqun karim).[8]
Kata Karim juga mengandung makna keluhuran budi. Al Karim adalah Dia yang Maha Pemurah dengan pemberian-Nya, Maha luas dengan anugerah-Nya, tidak terlampau oleh harapan dan cita betapapun tinggi dan besarnya harapan dan cita. Dia yang memberi tanpa perhitungan. Demikian para ulama melukiskan kandungan makna sifat ini.[9] Manusia yang “karim” (yang mulia) pemurah lagi berbudi pekerti luhur. Hal ini dimaksudkan bahwa manusia dituntut untuk menghiasi dirinya dengan simpul-simpul taqwa, karena “alkaram” yakni yang meraih puncak dalam berbagai aspeknya, adalah yang paling bertaqwa. “sesungguhnya akramakum (orang yang paling mulia diantara kamu) disisi allah adalah orang yang paling bertaqwa diantara kamu”. (Qs. Al- Hujurat: 13). Wa Allahhu ‘Alam.[10]




IMPLIKASI AL- KARIM
1.      Membantu orang lain yang dalam kesusahan. Seperti sabda Nabi, “orang dermawan itu dekat kepada Allah, dekat kepada surga, dekat kepada manusia, jauh dari api neraka”.
2.      Suka besedekah
3.      Suka berbagi
4.      Tidak egois
5.      Tidak mudah putus asa
6.      Sopan santun
7.      Bersyukur atas nikmat yang diberikan
8.      Menepati janjinya
9.      Tidak sombong
10.  Tidak memilih- milih teman.



[1] Asyqar, Umar Sulaiman Al. Al Asma Al Husna. Jakarta: Qisthi Perss. 2010. Hal 182-184.
[2] Ghazali, Al. Al Asma’ al Husna: Rahasia Nama-Nama Indah Allah. Mizan. 1999. Hal 143-144
[3] Hasan, M.Ali. Memahami dan Meneladani Asmaul Husna. Raja grofinda persada. 1997. Hal 171-173.
[4] Al Kumayi, Sulaiman. Kecerdasan 99: Cara Meraih Kemenangan dan Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99
                Nama Allah. Jakarta: hikmah. 2006. Hal 8.
[5] Shihab, M.Quraish. Asma’ al Husna: Dalam perspektif al- Qur’an. Jakarta: Lentera Hati. 2008. Hal 191-195.
[6] Al Kumayi, Sulaiman. Kecerdasan 99: Cara Meraih Kemenangan dan Ketenangan Hidup Lewat Penerapan 99
             Nama Allah. Jakarta: hikmah. 2006. Hal 9.
[7] Ibid. hal 10.
[8] Ibid. hal 11.
[9] Shihab, M Quraish. Menyikap Tabir Ilahi: Asma al Husna dalam Perspektif al- Qur’an. Jakarta: lentera hati. 2005.
               
Hal 203-204.
[10] Ibid. Hal 205-206.

0 Comments:

Post a Comment