Bab II
Pembahasan
A.
Agama
dan Kebudayaan
1.
Pengertian
Agama
Agama
bersifat empirik dalam arti agama yang secara nyata dilaksanakan oleh para
pemeluknya, bukan agama yang sebagai teks dan doktrin.
Maksud agama yang
bersifat empirik adalah agama dalam
konteks kebudayaan (lokal). Jadi pengertian agama adalah seperangkat aturan dan
peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan dunia gaib, khususnya Tuhannya,
mengatur hubungan manusia dengan lainnya dan mengatur manusia dengan
lingkungannya. Unsur pokok agama adalah sistem kepercayan, Sistem aturan kitab
suci, sistem ritual, dan simbol-simbol agama bersifat kebendaan.[1]
Agama
menurut Parsudi(1988) adalah Suatu sistem keyakinan yang dianut dan
tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh suatu kelompok atau masyarakat dalam
menginterpretasi dan memeberi respon terhadap apa yang dirasakan dan diyakini
sebagai gaib dan suci.[2]
Maksud
dari pengertian ini adalah faktor pemeluk agama menjadi sangat jelas, karena
agama merupakan hasil interpretasi dan respon masyarakat terhadap ajaran-ajaran
suci dari Tuhan, baik berupa sistem keyakinan maupun tindakan.
Menurut
Paul Tillich, Agama mempunyai makna tertinggi yang terdapat dalam tata nilai
masyarakat, dan memiliki kekuatan dalam arti kekeuatan suci atau kekuatan
supranatural yang ada dibalik tata nilai.[3]
Maksudnya,
agama dilihat sebagai sistem keyakinan yang melahirkan berbagai perilaku
keagamaan.Sistem keyakinan tersebut memiliki daya kekuatan yang luar biaa untuk
memerintah dan melarang pemeluknya untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan
sesuatu. Disebabkan adanya makna suci yang diyakini dan adanya supranatural
dibalik perintah dan larangan.
2.
Pengertian
Kebudayaan
Menurut
Koentjaraningrat(1981), Kebudayaan merupakan keseluruhan kegiatan yng meliputi
tindakan, perbuatan, tingkah laku manusia, dan hasil karyanya yang didapat dari
belajar.[4]
Menurut Selo
Sumardjan(1979), kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat.
Menurut E.B.Taylor,
Kebudayaan adalah sesuatu yang kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
moral, hukum adat istiadat, kesenian, dan kemampuan-kemampuan lain serta
kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.[5]
Menurut Ahli
Kebudayaan, Kebudayaan adalah Seperagkat pengetahuan, kepercayaan, moral,
hukum, kesenian, yang dijadikan pedoman bertindak dalam memecahkan persoalan
yang dihadapi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sidi Gazalba,
Kebudayaan adalah cara berfikir dan cara merasa, yang menyatakan diri dalam
seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk kesatuan sosial,
dalam suatu ruang dan waktu. [6]
B.
Islam
Normatif dan Islam Historis
Islam normatif adalah Islam pada dimensi
sakral, yang diakui adanya realitas transendental yang bersifat mutlak dan
universal, melampaui ruang dan waktu, atau yang sering di sebut ke TUHAN an.
Islam Historis adalah Islam yang tidak
bisa dilepaskan dari kesejarahan dan kehidupan manusia yang berada dalam ruang
dan waktu. Realitas kemanusiaan selalu berada pada realita dibawah ke TUHAN an.
Dalam Diskursus keagamaan kontemporer
dijelaskan bahwa agama tidak mempersoalkan tentang ketuhanan, agama ternyata
terkait erat dengan persoalan-persoalan historis kultural yang merupakan
keniscayaan manusiawi. Keterkaitan antara Islam Normatif dan Islam Historis
pada masa modern saat ini adalah Islam di Indonesia itu sendiri masih
menggunakan ciri khas dan Islam di Indonesia itu sendiri dilihat dari sudut
pandang normatif maupun historisnya dan akan menghasilkan sebuah filosofi
menuju pendekatan integrasi dan interkoneksi keilmuan.
C.
Pluralitas
dan Pluralisme agama
Realitas
keagamaan manusia dan masyarakat tidak hanya pada tingkah laku dan budaya atau
tradisi saja, tetapi juga di dalam agama. Kenyataan plural dapat dilihat dari
berbagai kegiatan umat beragama, terutama pada hari-hari besar mereka. Seperti,
hari raya Idul Fitri, Hari Raya Idul adha, Natal, Nyepi, Imlek, Waisak. Karena
hari-hari tersebut dianggap sebagai hari suci bagi masing-masing umat agama
suatu kelompok. Selama ini pluralisme dikaitkan dengan Barat, Pluralitas agama,
tidak dapat dihindari telah menimbulkan banyak persoalan dalam kehidupan
sosial. Agama mengajarkan perdamaian. Tetapi konflik agama sering muncul dalam
kehidupan masyarakat.Tetapi jelas bahwa MUI menolak dengan adanya pluralisme
agama tersebut.
D.
Hubungan
Antar Agama dan Kebudayaan
Agama identik dengan kebudayaan.
Karena keduanya merupakan pedoman bertindak, sebagai petunjuk dalam kehidupan.
Hubungan agama dan kebudayaan dapat
digambarkan sebagai hubungan yang berlangsung secara timbal balik. Agama secara
praktis merupakan produk dari pemahaman dan pengamalan masyarakat berdasarkan
kebudayaan yang telah dimilikinya. Sedang kebudayaan selalu berubah mengikuti
agama yang diyakini oleh masyarakat. Agama seperti Islam selalu mengalami
proses domestikasi, yaitu pemahaman dan pelaksanaan agama disesuaikan dengan
konteks budaya lokal. Contoh: Kebudayaan jawa yang kental dengan gelar-gelar
kebangsawanan menyebabkan orang Jawa memanggil Tuhan dengan sebutan Gusti,
“Gusti Allah”.Memanggil Nabi dengan sebutan Kanjeng, “Kanjeng Nabi Muhammad.
E.
Interaksi
antara Islam dan Budaya lokal[7]
Akan menghasilkan sebuah Akulturasi
Kebudayaan dan Asimilasi kebudayaan. Dalam penyiaran agama terdapat interaksi
yang dapat menghasilkan akulturasi dan asimilasi Dalam banyak kasus,
kelompok-kelompok dominan dalam akulturasi kadang-kadang mempergunakan
kekerasan dalam memasukkan unsur baru, yang menyebabkan terjadinyaperubahan
dalam kebudayaan yang kalah. Ketika agama lama telah menjadi agama kolektif,
proses Islamisasi akan lebih sulit, dan agama lama tetap menjadi agama yang
dominan seperti Islam diberbagai negara Barat, yang sejak dulu higga saat ini
sebagai minoritas, karena tidak mampu mengganti agama lama lama mereka,
terutama Kristen. Akan tetapi proses Islamisasi yang terjadi di Indonesia menunjukkan
cara-cara damai tanpa kekerasan. Indonesia yang mempunyai jumlah penduduk
muslim terbesar di dunia, kebudayaan dan akulturasi menjadi sangat kompleks.
Berbagai macam dan bentuk perilaku maupun perbuatan penduduk di kota-kota kecil
dan di desa-desa banyak sekali teridenfikasi berbagai bentuk kebudayaan Islam
yang khas di Indonesia, atau sub kebudayaan Islam, kkecuali di beberapa daerah
yang Islam masih minoritas, seperti di Bali dan beberapa daerah indonesia
bagian Timur. Menurut Sidi Gazalbo, di Indonesia, dapat dikatakan bahwa
akulturasi kepercayaan kuno dengan
kebudayaan Hindu dan Kebudayaan Islam bersifat sukarela, sedangkan dengan
kebudayaan Barat, bersifat paksaan, baik secara tidak langsung. Akan tetapi
ketika bangsa Indonesia tidak berhasil mengusir penjajahan Barat dengan alat
hasil kebudayaan sendiri, bangsa Indonesia terpaksa berkulturasi untuk dapat
mengusir penjajahan dengan alat dari Barat.
o Akulturasi Islam dengan budaya dalam
bidang Pemikiran dan ritual Agama
§ Di Indonesia Tradisi Pemikiran Islam
dapat di bagi menjadi dua periode.
Pertama,
tradisi pemikiran sebelum bersentuhan dengan paham-paham pembaharuan Jamaluddin
al-afghani, Muhammad ‘Abduh dan Muhammad Iqbal.
Kedua,
tradisi pemikiran yang berkembang setelah terpengaruh oleh modernisme.
Dalam bidang ritual
keagamaan seperti upacara hingga saat ini masih banyak dilakukan baik oleh non
muslim maupun oleh muslim itu sendiri, kebiasaan itu sudah mendarah daging dan
sulit ditinggalkan, mereka tidak dapat membedakan mana yang agama dan mana yang
budaya. Melalui upacara, warga suatu masyarakat dibiasakan untuk menggunakan
simbol-simbol yang bersifat abstrak yang berada pada tingkat pemikiran untuk
berbagai kegiatan sosial yang ada pada kehidupan sehari-hari.
Selain itu menurut
Mangkungoro IV, adapun di antara pemikirannya, tercantum dalam Wedhatama yang
merupakan kitab yang berisi ajaran, yaitu :[8]
a.
Penting
sekali bagi setiap manusia untuk mencari dan menuntut ilmu lahir dan batin agar
hidup dan kehidupannya di dunia yang hanya satu kali tidak mengalami kerusakan
atau papaan.
b.
Menempa
jiwa dan mlaksanakan agama dengan tuntunan para ahli dalam bidang tersebut.
c.
Harus
menyadari bahwa ilmu yang benar tidak selalu bersemayam pada orang yang lanjut
usia ataupun yang masih muda.
d.
Bagi
mereka yang taat beragama, harus membuktikan satunya kata dengan perbuatan atau
padunya ilmu dengan amal.
e.
Barang
siapa ingin menghayati ilmu, harus dialasi dengan jalan mengekang hawa nafsu,
disertai perasaan tawakal, berserah diri terhadap kekuasan Tuhan.
f.
Limpahan
anugrah Tuhan Yang Maha Kuasa harus ditebus dengan penghayatan mutlak,
didasarkan pada kesucian batin, menjauhkan diri dari watak angkara murka,
disertai ketekunan melakukan sembahyang, yaitu: sembah raga, sembah cipta,
sembah jiwa dan sembah rasa
Ajaran yang terdapat dalam
Wedhatama, yaitu :
1.
Ajaran
bagi para golongan muda
a)
Dianjurkan
kepada semua supaya mempelajari tata krama dan sopan santun serta memahami
sumber ilmu yang benar.
b)
Hendaknya
jangan bersikap angkuh atau menyombongkan diri
c)
Hendaknya
dapat menilai dengan cermat segala macam ajaran sehingga dapat memanfaatkannya,
dan dapat membedakan yang benar ataupun yang salah.
d)
Wajib
bagi setiap manusi untuk berikhtiar meraih kemulian, harta, dan kepandaian
Ajaran Bagi golongan
tua
a)
Cara
mendidik anak
b)
Menentukan
cara meyakinkan kebenaran ilmu
c)
Cara
– cara menjalankan sembah sujud kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa agar tidak
merugi dan sia-sia.
d)
Meskipun
sudah tua, tetapi apabila tidak berilmu laksana sepah tua.
2.
Suluk
Suluk adalah
kitab-kitab yang membentangkan soal-soal tasawuf. Sifat paintheistik (manusia
bersatu dengan Tuhan).
Menurut
Koentjaraningrat ajaran Islam yang diajarkan oleh para wali di pondok-pondok
pesantren, mungkin nyak mengandung unsur mistik sehingga mudah menghubungkan
dengan penduduk yang sejak lama terbiasa akan konsep-konsep dan pikiran mistik.
Kitab-kitab suluk, yaitu suatu himpunan syair-syair mistik yang ditulis dalam
bentuk macapat.
§ Bidang Ritual Keagaamaan (Upacara)
Contoh Upacara seperti: [9]
a.
Selametan
biasanya upacara yang dilakukan oleh orang Jawa, yang diadakan dirumah suatu
keluarga dan dihadiri oleh para tetangga.
b.
Daur
Hidup atau Sedekahan untuk memperingati upacara kematian biasanya dilakukan
oleh orang Jawa
c.
Di
aceh memiiliki tradisi meugang merupakan merayakan idul adha
d.
Di
Sumatra Barat tradisi tabuik merupakan tradisi memperingati wafatnya cucu nabi,
Hasan dan Husein
o Seni wayang adalah hasil dari aspek
akulturasi dan memiliki keterkaitan dengan seni seni yang lain seperti seni
mengarang, seni sastra, seni instrumental, seni tari, seni pahat, dan seni
lukis. Dan hingga kini kebudayaaan itu masih digunakan dengan baik dengan
berbagai perkembangan yang ada.
o Pranata Sosial merupakan sistem tingkah
laku sosial yang bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur
tingkah laku tersebut, dalam pembahasan ini pranta sosial bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan untuk berhubungan dengan Tuhan. Misal, Masjid, gereja, dan
lain-lain. Dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kekerabatan. Seperti
Perkawinan, Pelamaran, dan lain-lain. Selain itu bertujuan untuk kebutuhan
penerangan manusia supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna. Misal,
pendidikan keagamaan maupun pendidikan umum.
Di
Indonesia sendiri hingga saat ini memiliki bangunan masjid yang berbeda dengan
bangunan masjid yang berkembang di dunia Islam, bangunan arsitektur Islam di
Indonesia, memiliki ciri khas tersendiri dengan mengadaptasi budaya sebelumnya.
Seperti : Bangunan Masjid Kudus dimana menaranya masih mencitrakan bangunan
model budaya Jawa Hindu. Arsitek seperti ini memperlihatkan perpaduan antara
budaya Hindu dan budaya Islam.Ciri khas dari beberapa arsitek bangunan Masjid
hasil dari perkembangan Islam di Indonesia : Denahnya berbentuk persegi empat,
bagian kaki yang tinggi serta pejal, atapnya bertumpang dua, tiga, lima, atau
lebih, dikelilingi parit atau kolam air di bagian depan atau sampingnya yang
berserambi.
Beberapa
Masjid yang menujukkan keistimewaan tersebut seperti, masjid kuno Demak, Masjid
Agung Ciptarasa Kesepuhan di Cirebon, Masjid agung Banten, Baiturrahman Aceh,
Masjid ampel di Surabaya dan daerah lainnya.
o
Lembaga Pendidikan Islam juga
hingga saat ini masih berjalan adalah Pesantren. Salah satu lembaga pendidikan
tertua di Indonesia dan tersebar diberbagai daerah.[11]
o
Organisasi- Organisasi Islam yang
menjadi Faktor Pembentukan Budaya Islam hingga saat ini masih populer : Muhammadiyah,
tokoh KH.Ahmad Dahlan, di Yogyakarta, 18 November 1912/ 8 Dzulhijah 1330 H. NU,
tokoh KH. Hasyim Asy’ari, di Surabaya, 31 januari 1926. Beberapa organisasi
diatas memiliki peran yang penting membantu memperjuangkan Islam.
[8]Drs.Mundzirin
Yusuf, Islam & Budaya Lokal,
Yogyakarta: Pokja Akademik UIN SUKA, 2005, hal.118-122
0 Comments:
Post a Comment