Header Ads

23 December 2016

AL-‘ADL (YANG MAHAADIL)


Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah/Sekolah
Dosen Pembimbing: Dr. Sangkot Sirait, M. Ag.
Disusun Oleh:
Anisa Fatimah
NIM.13410111
Semester IV
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
2
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil „alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat Islam, Iman dan Ihsan, sehingga tugas Mata Kuliah Pembelajaran Akidah Akhlak di Madrasah dan Sekolah yang berjudul ”AL-ADLU (YANG MAHAADIL)” dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat beserta salam tak lupa pula penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya.
Tujuan penyusunan artikel ilmiah ini adalah sebagai salah satu proses belajar melalui metode pengkajian buku-buku referensi serta literatur terkait permasalahan tersebut serta refleksi terhadap makna yang terkandung dalam. Tersusunnya makalah ini tidak lepas dari dorongan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Sangkot Sirait, selaku dosen pembimbing mata kuliah Pengembangan Kurikulum;
2. Kepala, staf dan karyawan perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta;
3. Serta semua pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Tentu dalam penyusunan makalah ini tidak dapat dikatakan sempurna. Maka dari itu, penulis mohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari berbagai pihak sebagai bahan perbaikan dalam penyusunan makalah yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, khususnya mampu memberikan gambaran kepada pembaca mengenai implikasi nama Al-Adlu (Yang Mahaadil) dalam kehidupan manusia.
Wassalamu‟alaykum Warahmatullahi Wabarokatuh
Yogyakarta, 22 Februari 2015
Penyusun
Anisa Fatimah
3
4
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... 1
KATA PENGANTAR .................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................. 3
Pengertian Asmaul Husna ............................................................................. 4
Pengertian Al-„Adl secara bahasa ................................................................. 5
Bukti bahwa Allah Al-Adlu .......................................................................... 6
Memahami Al-„Adl melalui ayat-ayat alam semesta ................................... 12
Makna Keadilan secara universal................................................................. 13
Implikasi Al-„Adl dalam kehidupan seorang mukmin ................................ 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 16
5
A. Pengertian Asmaul Husna
Allah Swt. berfirman: “Dan Allah memiliki al-Asma„u al-Husna, (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut al-Asma„u al-Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapatkan balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Surah al-A„raf/7: 180)
Ayat ini diturunkan ketika ada seorang sahabat Nabi Muhammad saw. sedang berdoa seraya membaca, “Ya Rahman, Ya Rahim" (Wahai Zat Yang Maha Pengasih, Wahai Zat Yang Maha Penyayang). Ketika mendengar itu, orang-orang musyrik langsung menyebarkan tuduhan dan fitnah bahwa Nabi Muhammad saw. dan para sahabatnya menyembah dua Tuhan, yaitu Ya Rahman dan Ya Rahim. Sebagai jawaban atas tuduhan orang kafir itu, maka turunlah ayat tadi (Surah al-A„raf/7: 180). Dengan jelas dan tegas ayat ini menyatakan bahwa Allah Maha Esa, namun Allah Swt. memiliki sebutan lain berupa nama-nama yang indah. Indah untuk didengar, diucapkan, diterapkan, dan diteladani oleh hamba-Nya.
Allah Swt. memiliki al-asma„u al-husna (nama-nama yang indah), seperti al-„Alim, ar-Khabir, al-Sami‟, al-Basir. Berdoalah kepada-Nya seraya menyebut al-asma„u al-husna, seperti ya Rahman, ya Rahim, ya „Adlu, ya Latif dan seterusnya karena doa yang demikian akan lebih dikabulkan Allah Swt. Doa yang demikian juga bisa menginspirasi kita agar menjadi manusia yang rahman (pengasih), rahim (penyayang), „adlu (adil), dan latif (lembut).
Al-asma„ul husna artinya nama-nama Allah Swt. yang baik. Allah Swt. mengenalkan dirinya dengan nama-nama-Nya yang baik, sesuai dengan firman-Nya dalam surat Al-A‟raf ayat 180 diatas. Rasulullah saw. menjelaskan bahwa nama-nama Allah Swt. yang baik (al-asma„ul husna) itu berjumlah sembilan puluh sembilan.
Barang siapa yang menghafalnya maka Allah Swt. akan memasukkan ke dalam surga-Nya.
6
B. Pengertian Al-‘Adl dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis
Al-„Adlu artinya Yang Maha Adil. Tuhan adil dalam Keputusan-Nya dan membagikan hukuman dan pahala dengan segala cermat-Nya, sehingga di seluruh alam semesta, termasuk Keputusan-Nya, tidak terdapat ketimpangan atau deviasi yang kecil sekalipun.1
Keadilan-Nya bersifat mutlak. Keadilan adalah lawan kezaliman. Kezaliman menyebabkan penderitaan, kerusakan, dan rasa sakit hati, sedangkan keadilan menjamin kedamaian, keseimbangan, keteraturan, dan keselarasan. Allah Yang Mahaadil adalah musuh orang-orang yang zalim: Dia membenci orang-orang yang mendukung kaum zalim maupun sahabat, simpatisan, dan rekan-rekan mereka. Di dalam Islam, apapun bentuk kezaliman diharamkan. Adil adalah kemuliaan dan pertanda kebaikan seorang muslim.
Dua hal yang berlawanan ini –keadilan dan kezaliman- mempunyai implikasi yang luas dan lebih penting daripada hanya sekedar akibat moral dan sosial belaka, keduanya setara dengan keselarasan lawan ketidakselarasan, keteraturan lawan kekacauan, benar lawan salah. Jika dalam mengungkapkan kederamawanannya seseorang memberikan uang kepada orang kaya, memberikan pedang kepada para ilmuwan, dan memberikan buku kepada tentara, maka dalam hal tertentu dia dianggap zalim, karena pedang hanya cocok bagi tentara, buku bagi para ilmuwan, dan si miskinlah yang membutuhkan uang. Akan tetapi jika, Allah berbuat hal yang sama tindakanNya itu adil, karena Dia melihat segala, yang terdahulu dan yang terkemudian, yang zahir dan yang batin. Dialah yang menciptakan sebagian indah dan sebagian yang lain jelek, sebagian kuat dan yang lainnya lemah. Lalu Dia membuat yang indah menjadi jelek, yang kuat menjadi lemah, yang kaya menjadi miskin, yang bijaksana menjadi bodoh, yang sehat menjadi sakit. Semuanya adil. Semuanya benar.
Allah adalah Pencipta segala keindahan dan keburukan, kebaikan, dan kejahatan. Allah SWT bersifat adil pada ciptaan-Nya, dalam hal ini ada rahasia yang sulit dimengerti. Tetapi setidak-tidaknya, kita memahami bahwa seringkali orang harus
1 Mukhlisin Ashar. Asmaul Husna. (Jakarta : PT Perspektif Media Komunika, 2008) hal
7
mengenal lawan kata dari sesuatu untuk memahaminya. Orang yang tidak pernah merasakan kesedihan, tidak akan mengenal kebahagiaan. Jika tidak ada yang buruk, kita tidak akan mengenal keindahan. Baik dan buruk sama pentingnya. Allah menunjukkan yang satu dengan yang lain, yang benar dengan yang salah, dan menunjukkan kepada kita akibat dari masing-masingnya. Dia memperlihatkan pahala sebagai lawan kata dari siksaan. Lalu dipersilakan-Nya kita untuk menggunakan penilaian kita sendiri. Sesuai dengan takdirnya, masing-masing mendapatkan keselamatan dalam penderitaan dan rasa sakit, atau kutukan dalam kekayaan. Allah mengetahui apa yang terbaik bagi makhluk-Nya. Hanya Allah yang mengetahui nasib kita. Perwujudan dari nasib itu adalah keadilan-Nya.2
Dalil yang mendasari Kemahaaadilan Allah:
وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلا لا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيم
“Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al Qur'an, sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah-rubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[Al-Anám: 115]
Allah SWT itu Al-Adlu artinya Yang Maha Adil. Keadilan Allah sempurna tanpa cacat, keadilan Allah berlaku untuk seluruh makhluk-Nya dan ini diwujudkan melalui firman-firmanNya yang bisa kita temui dalam Al-Qur‟an serta penjelasan melalui utusanNya –Nabi Muhammad saw, dalam Al-Hadist.
C. Bukti Allah Al-Adlu Kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya tahu dan faham akan nama-nama Allah „Azza wa Jalla yang berjumlah 99 yang terlampir dalam Asma‟ u al-Husna. Dan nama-nama Allah „Azza wa Jallah tersebut bukan hanya sekedar pengertian atau wacana agama Islam itu sendiri melainkan itu memang gambaran dari sifat-sifat Allah „Azza wa
2Tosun Bayrak al-Jerrahi al-Halveti, The Name and The Named (USA: Fons Vitae. 2000) hal
8
Jalla yang sangat amat sempurna dan terbukti kebenarannya sampai-sampai para ulama mengatakan bahwa dengan Asma‟ u al-Husna saja tidak cukup untuk menggambarkan Keagungan dan Kesempurnaan Allah „Azza wa Jalla sebagai pencipta alam semesta ini begitu pula alam Akhirat yang tidak diragukan lagi keberadaannya kecuali oleh orang-orang yang tidak berakal. Adapun di sini akan dijelaskan mengenai 5 bukti dari sekian banyak bukti dari nama Allah „Azza wa Jalla, yaitu Al-„Adlu (Maha Adil). Dan bukti-bukti tersebut juga menguatkan akan kebenaran agama Islam sebagai agama Rahmatan li al-„Alamin yang dibawa oleh nabi yang bergelar al-Amin. Dan 5 bukti tersebut adalah : (Pertama). Adalah dalam hal niat yang merupakan penentu dari arah amalan-amalan yang kita perbuat karena niat tersebut berfungsi sebagai lentera atau cahaya yang akan menuntun dan menerangi perjalanan seorang hamba dalam bertemu Allah „Azza wa Jalla. Jika lentera tersebut memancar dengan terang, maka menjadi teranglah perjalanannya dalam bertemu Allah „Azza wa Jalla. Sebaliknya, jika cahaya lentera tersebut redup, maka menjadi redup pulalah jalan yang akan dilalui oleh seorang hamba untuk bisa bertemu dengan Allah Jalla Yang Maha Pencipta dan Maha Mengadakan lagi Maha Pembentuk. Sebagaimana disebutkan dalam hadist Rasulullah saw :“Sesungguhnya setiap amalan hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya dan barangsiapa yang hijrahnya karena dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya”. (HR. Bukhary-Muslim dari „Umar bin Khoththob radhiallahu „anhu). Dari sini sudah jelas bahwa niat merupakan syarat diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat karena Allah „Azza wa Jalla. Adapun bukti yang menunjukkan bahwasanya Allah „Azza wa Jalla Maha Adil di sini adalah segaimana disebutkan dalam dua hadist di bawah ini :”…..Barangsiapa berniat akan berbuat kebaikan tanpa sempat mengerjakannya, maka Allah mencatat untuknya satu kebaikan…..”.(HR. Bukhari – Muslim) “…..Jika orang berniat melakukan kejahatan, tetapi tidak dikerjakan, maka Allah memberinya satu kebaikan”. (HR. Bukhari – Muslim)
9
Dari dua hadist tersebut kita tahu betapa Allah Maha Adil. Bagaimana tidak, andai saja jika kita berniat melakukan kejahatan kemudian Allah „Azza wa Jalla mencatat bagi kita satu kejahatan meskipun kita tidak mengerjakannya seperti halnya Allah mencatat satu kebaikan bagi yang berniat berbuat kebaikan meskipun tidak mengerjakannya, bisa dibayangkan berapa kejahatan yang sudah tercatat hanya karena niat buruk kita. (Kedua). Adalah dalam hal perbuatan yang tentunya tidak terlepas dari catatan Allah „Azza wa Jalla lewat dua malaikat-Nya (Rakib – „Atid) yang senantiasa menemani kita di setiap langkah kita, apapun dan bagaimanapun bentuknya. Lalu dari segi manakah kiranya bukti akan sifat Allah „Azza wa Jalla yang Maha Adil ? Coba kita perhatikan dengan seksama firman Allah „Azza wa Jalla dan hadist Rasulullah berikut ini :“Barang siapa berbuat kebaikan mendapat sepuluh kali lipat amalnya.. Dan barang siapa berbuat kejahatan dibalas seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi). (al-An‟am: 160). “…..Apabila orang berniat kebaikan, kemudian dia mengerjakannya, maka Allah mencatat untuknya sepuluh kebaikan atau lebih banyak lagi….”(HR. Bukhari – Muslim) “……Jika orang berniat jahat, kemudian dia laksanakan, maka dicatat baginya satu kejahatan”. (HR. Bukhari – Muslim) Dari ayat dan hadist tadi kita dapat menarik kesimpulan bahwasanya Allah „Azza wa Jalla betul-betul Maha Adil, buktiya Allah memberi dispensasi bagi yang melakukan kejahatan dengan mendapat balasan yang seimbang atau setara dengan apa yang diperbuat, beda halnya dengan jika kita berbuat kebaikan yang dihadiahkan dengan sepuluh kebaikan. Di sini karena Allah SWT lebih faham akan kekurangan kita atau kelemahan kita yaitu dorongan untuk melakukan kejahatan dalam diri kita cendrung lebih besar daripada dorongan untuk melakukan kebaikan yang disebabkan oleh godaan syetan yang terkutuk. (Ketiga). Adalah dalam hal keutamaan kaum hawa dalam berbakti kepada suaminya yang merupakan kewajiban sebagai seorang istri, sebagaimana sabda Rasulullah saw :“perkara yang pertama kali ditanyakan kepada seorang wanita pada hari kiamat nanti, adalah mengenai sholat lima waktu dan ketaatannya terhadap suami.” (HR.Ibnu Hibbab dari Abu Hurairah)
10
Adapun tanda-tanda yang membuktikan adanya bentuk keadilan Allah Yang Maha Adil terhadap kaum hawa adalah tentang 10 wasiat Rasulullah saw terhadap Fathimah az-Zahra yang berbunyi : 1. Ya Fathimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebaikan baginya dari setiap biji gandum, melebur kejelekan dan meningkatkan derajat wanita itu. 2. Ya Fathimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscaya Allah menjadikana dirinya dengan neraka tujuh tabir pemisah 3. Ya Fathimah, tiadalah seorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirnya dan mencuci pakaiannya, melainkan Allah akan menetapkan pahala baginya seperti pahala memberi makan seribu org yang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang yang telanjang 4. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahannya dari minum telaga kautsar pada hari kiamat nanti. 5. Ya Fathimah, yang lebih utama dari seluruh keutamaan di atas adalah keridhoaan suami terhadap istri. Andaikata suamimu tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakanmu. Ketahuilah wahai Fathimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah 6. Ya Fathimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan. Ketika wanita merasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala para pejuang di jalan Allah. Jika dia melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya. Bila meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Didalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman sorga. Dan Allah memberikan pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat. 7. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang melayani suami selama sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian padanya di hari kiamat berupa pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali beribadah haji dan umrah.
11
8. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang tersenyum di hadapan suami, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih. 9. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suami dengan rasa senang hati, melainkan para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wannita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang. 10. Ya Fathimah, tiadalah wanita yang meminyaki kepala suami dan menyisirnya, meminyaki jenggot dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minuman arak yang dikemas indah kepadanya yang didatangkan dari sungai2 sorga. Allah mempermudah sakaratul-maut baginya, serta kuburnya menjadi bagian dari taman sorga. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal-mustaqim dengan selamat. Jadi berikut adalah bentuk keadilan Allah terhadap kaum wanita yang mungkin tidak dapat melakukan sebagian pekerjaan mulia yang dapat dikerjakan oleh kaum lelaki, tetapi dengan wujud keadilah Allah Yang Maha Adil kaum wanita memiliki porsi pahala yang sama besarnya dengan kaum lelaki meskipun dengan amalan-amalan yang berbeda seperti amalan-amalan yang telah Rasulullah saw wasiatkan kepada putrinya Fathimah az-Zahra dan seluruh kaum wanita diwaktu itu dan sesudahnya. Bukti lain adalah ketika para mujahid berjihad melawan musuh dan gugur, maka dia mati syahid. Begitu pula dengan perempuan yang berjihad melahirkan anaknya yang rasanya seperti antara hidup dan mati kemudian dia meninggal seketika itu atau setelah ia melahirkan maka dia bisa dikatakan mati syahid tanpa harus terjun ke medan perang. Wallahu A‟lam. (Keempat). Adalah dalam hal warisan yang memberikan porsi lebih banyak kepada lelaki daripada perempuan yaitu bagian laki-laki dua kali bagian perempuan sebagaiman firman Allah SWT: “Allah mensyari‟atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempua…..”(an-Nisa‟ : 11). Bukti akan kebenaran sifat Allah SWT Yang Maha Adil di sini adalah bahwasanya Allah SWT melebihkan bagian lelaki atas wanita dalam hal warisan, karena kenyataannya lelakilah yang oleh syari‟at dibebankan tanggung jawab untuk memberi nafkah keluarga dan membebaskan perempuan dari kewajiban tersebut meskipun perempuan boleh saja ikut mencari nafkah. Para laki-laki juga diwajibkan oleh ajaran Islam untuk mengeluarkan
12
mas kawin untuk diberikan kepada istrinya sebagai cerminan cinta kasih sayangnya ketika keduanya menikah, sedangkan perempuan tidak dibebani apa-apa. Oleh sebab itu, maka tentu tepat dan adil jika dalam aturan pembagian warisan, laki-laki mendapatkan bagian yang melebihi bagian perempuan, karena jika tidak demikian, maka hal itu justru akan menzalimi kaum laki-laki. Dan perlu disadari bahwa bagian warisan perempuan yang lebih sedikit, sebenarnya akan tertutupi dengan maskawin dan nafkah yang menjadi haknya. (Kelima). Selanjutnya adalah mengenai keutamaan bulan Ramadhan. Bulan, dimana Al-Qur`an diturunkan, bulan yang penuh berkah dengan pelipat gandaan pahala sebuah amalan, bulan yang penuh pengampunan. Bulan, dimana pintu surga dibuka lebar-lebar dan pintu neraka ditutup rapat-rapat, dan bulan di mana para syaitan dibelenggu dari menggoda manusia. Sebagaimana sabda Rasulullah saw : “Jika Bulan Ramadhan telah tiba, maka (pintu) surga dibuka lebar-lebar, (pintu) neraka ditutup rapat-rapat, dan para syetan dibelenggu.”( HR. Muslim ) Dan bukti yang menunjukkan Allah Maha Adil di sini adalah mengenai pelipat gandaan pahala sebuah amalan terutama pada malam Lailatul Qadar, yaitu satu malam kemuliaan yang lebih baik daripada seribu bulan, sebagaimana yang terlampir dalam al-Qur‟an: “ Sesungguhnya kami Telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.# Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?# Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.# Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.# Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (al-Qadr : 1-5) Bulan Ramadhan Allah SWT anugrahkan hanya kepada ummat nabi Muhammad saw, tidak pada umat nabi-nabi sebelumnya itu bukan karena Allah pilih kasih terhadap umat nabi Muhammad saw melainkan ada maksud atau hikmah tertentu. Salah satunya ialah dikarenakan umur umat nabi Muhammad tidak sepanjang umur umat nabi-nabi sebelumnya yang beratus-ratus hingga beribu-ribu tahun. Oleh karenanya umat Muhammad saw tidak memiliki waktu yang panjang seperti umat nabi-nabi sebelumnya untuk beribadah. Namun dengan adanya bulan Ramadhan yang di dalamnya penuh dengan kelipatan-kelipatan pahala kebaikan dari segalam macam amal ibadah, umat nabi Muhammad saw dapat mengimbangi jumlah pahala kebaikan umat-umat nabi sebelumnya walaupun dengan umur yang pendek. Wallahu A‟lam.
13
D. Memahami Al-‘Adl melalui ayat-ayat alam semesta
Allah menunjukkan sifatNya Yang Mahaadil melalui hujan. Air langit itu dibagikan dengan mekanisme yang mengagumkan. Setiap tahunnya, air yang turun ke daratan lebih banyak daripada yang menguap (96.000 kilometer kubik dari 60.000 kilometer kubik yang menguap dari daratan), sedangkan yang turun di lautan lebih sedikit daripada yang menguap (284.000 kilometer kubik dari 320.000 kilometer kubik yang menguap dari lautan). Jumlah surplus air di daratan (hanya menguap 60.000 kilometer kubik tapi turun 96.000 kilometer kubik) sama dengan jumlah minus air di lautan (menguap 320.000 kilometer kubik tapi yang turun hanya 284.000 kilometer kubik), yakni 36.000 kilometer kubik. Kelebihan sebanyak 36.000 kilometer kubik air di daratan itu lantas dikembalikan ke lautan (yang kehilangan 36.000 kilometer kubik air), setelah air tersebut melakukan tugasnya: memecah bebatuan, membentuk tanah, menciptakan saluran-saluran air, meratakan permukaan tanah, menyebarkan humas, memberi minum manusia, hewan dan tumbuhan, serta melembabkan udara dan tanah.
Siklus air di bumi merupakan fenomena yang menunjukkan kemahasempurnaan dan keadilan Allah swt. dalam mencipta dan mengatur alam semester ini. Jumlah air bumi yang tidak berubah sepanjang tahun itu dibagi-bagikan ke berbagai penjuru bumi untuk memenuhi seluruh kebutuhan makhluk hidup yang ada di bumi. Siklus air antara bumi dan atmosfer (hydrological cycle) merupakan proses daur ulang yang akan membersihkan air dari miliran kotoran dan bangkai makhluk hidup yang mencemarinya. Proses itu juga menyeimbangkan temperatur permukaan bumi. Proses itu mengurangi kadar suhu bumi di musim panas sehingga tidak terjadi perbedaan suhu yang terlalu mencolok antara musim dingin dan musim panas yang dapat membahayakan makhluk hidup di muka bumi.
Para pakar menjelaskan bahwa total volume air yang turun ke bumi setiap tahunnya tidak pernah berubah, tetap sama. Hanya saja curah hujan dari satu tempat ke tempat yang lain tidaklah sama. Dalam satu tahun, rata-rata curah hujan yang turun ke permukaan bumi sekarang ini adalah 85,7 centimeter kubik. Curah hujan terendah terjadi
14
di daerah-daerah gurun, sedangkan curah hujan tertinggi terjadi di kepulauan Hawai, mencapai 11,45 meter kubik dalam satu tahun.3
Pengetahuan tentang hal ini baru dicapai manusia di akhir abad kedua puluh. Sementara, Rasulullah telah menyinggungnya seribu empat ratus tahun yang lalu dalam hadisnya: "Tidak ada tahun yang hujannya lebih banyak daripada tahun yang lain, tetapi Allah hanya membagi-baginya."
E. Makna Keadilan secara universal
Istilah Arab untuk keadilan adalah al-„adl yang berarti “berada dalam kondisi seimbang”4. Kesimbangan itu inheren dalam tatanan kosmos dan ekologi sebagaimana ia juga inheren dalam nilai-nilai spiritual dan etika. Al-Qurán memperingatkan agar kita tidak mengganggu kesimbangan ini.5 Dalam konteks yang lebih luas, kita dapat menguji konsep keadilan sebagaimana terkait dengan hubungan manusia berdasarkan sumber Islam yang utama.
Singkatnya konsep itu memiliki karakter berikut:
1. Keadilan bukan sekedar “kebenaran politik”atau sesuatu untuk diperoleh secara eksklusif, demi tujuan duniawi. Bagi orang beriman keadilan adalah perintah ilahi.6
2. Keadilan adalah inti ajaran kenabian7
3. Keadilan adalah konsep universal yang harus diterapkan tanpa nepotisme atau bias-bias kepentingan meskipun berhubungan dengan “musuh”.
Hal ini tercermin dari ayat: “Wahai orang-orang beriman! Berlakulah adil, sebagai saksi kepada Allah, meskipun terhadap dirimu sendiri, orang tuamu, atau keluargamu dan meskipun terhadap orang yang kaya atau yang miskin8; Wahai orang-orang beriman! Berlakulah tegas karena Allah, sebagai saksi urusan yang adil, jangan biarkan kebencianmu kepada yang lain menjadikanmu condong pada kesalahan dan meninggalkan keadilan. Berbuat adillah, itulah yang lebih dekat kepada ketakwaan kepada Allah.9
3 Prof.Dr. Zaghlul Raghib al-Najjar. Buku Pintar Sains dalam Hadis (terjemahan dari al-I‟jaz al-„ilmi fi al-Sunnah al-Nabawiyyah, Kairo (Jakarta: Zaman, 2007) hal 99-104
4 The Hans Wehr‟s Arabic-English Disctionary
5 Al-Qurán Ar-Rahman [55] : 5-9
6 Al-Qurán Al-A‟raf [7] :28, [16] : 90
7 Al-Qurán Al-Hadid [57] : 25
8 Al-Qurán An-Nisa‟ [4] : 134
9 Al-Qurán Al-Maidah [5] : 8
15
Konsep keadilan universal diatas paling tidak terkait dengan dua jalan kedamaian; Pertama, sangat sulit dapat dipahami untuk melestarikan kedamain abadi tanpa keadilan. Sebab, berbuat adil adalah syarat kedamaian. Kedua, membahayakan, menganiaya, atau memerangi orang lain atas dasar kepercayaan agamanya adalah salah satu bentuk ketidakadilan yang paling buruk, yang dikutuk oleh sumber utama Islam.10
F. Implikasi Al-‘Adl dalam kehidupan seorang mukmin
Hamba yang adil („Abd Al-Adl) adalah orang yang pertama-tama memberlakukan terhadap diriya sendiri apa yang ingin diberlakukannya kepada orang lain. Perbuatannya tak pernah didasarkan atas rasa marah, dendam, atau kepentingan diri sendiri: perbuatannya itu tak pernah merugikan orang lain. Dia bertindak dan berbuat sesuai dengan hukum Allah. Tetapi orang seperti itu mengetahui bahwa keadilan Tuhan tidaklah seperti yang dibayangkan manusia. Dia memberikan hak-hak mereka sesuai dengan hak yang memang mereka miliki. Seseorang juga harus berbuat adil dalam memperlakukan orang lain walaupun dia bermusuhan dengan mereka.11
Banyak perilaku yang dapat kita teladani setelah mempelajari tentang asmaul husna khususnya Al-Ádl (Yang Mahaadil). Diantaranya sebagai berikut:
Pertama adil terhadap Allah Ta‟ala, yaitu dengan tidak berbuat syirik dalam beribadah kepada-Nya, mengimani nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya, menaati-Nya dan tidak bermaksiat kepada-Nya, senantiasa berdzikir dan tidak melupakan-Nya serta mensyukuri nikmat-nikmatNya dan tidak mengingkarinya.
Kedua adil terhadap sesama manusia, yaitu dengan memberikan hak-hak mereka dengan sempurna tanpa menzhaliminya, sesuai dengan apa yang menjadi haknya. Sikap kita kepada mereka yang seakidah dengan kita, maka kita wajib menunaikan hak-hak mereka, seperti yang ketika mereka mengucapkan salam, maka kita menjawabnya, ketika mereka mengundang, maka kita menghadiri undangannya; ketika mereka bersin lalu mengucap hamdalah, kita berdoa untuknya; ketika mereka sakit, maka kita menjenguknya, ketika mereka meninggal, maka kita mengantar jenazahnya. k Yang ketiga adil terhadap keluarga (anak dan istri), yaitu dengan tidak melebihkan dan
10 Jamal A. Badawi. Hubungan Antar Agama: Sebuah Perspektif Islam (Yogyakarta: elSAQ Press. 2007) hal 149
11 Tosun Bayrak al-Jerrahi al-Halveti, The Name and The Named (USA: Fons Vitae. 2000) hal 36
16
mengutamakan salah seorang di antara mereka atas yang lainnya atau kepada sebagian atas sebagian yang lainnya.
Keempat adil dalam perkataan, yaitu dengan berkata baik dan jujur tidak berdusta, berkata kasar, bersumpah palsu, mengghibah saudara seiman dan lain-lain. Yang kelima adil dalam berkeyakinan, yaitu dengan meyakini perkara-perkara yang disebutkan dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah yang shahih dengan keyakinan yang pasti tanpa keraguan sedikitpun dan tidak meyakini hal-hal yang tidak benar yang menyelisihi keduanya.
Yang keenam adil dalam menetapkan hukum dan memutuskan perselisihan yang terjadi antara sesama manusia, yaitu dengan menjadikan al-Qur‟an dan as-Sunnah sebagai sumber hukum dan pemutus perkara tersebut.12
12 “Pengertian Al-Adl Menjadikan Pribadi” diunduh dari http://didit-pekiringan.blogspot.com/ 2014/11/pengertian-al-adl-menjadikan-pribadi.html tanggal 23 Februari 2015 09:45
17
DAFTAR PUSTAKA
al-Halveti, Tosun Bayrak al-Jerrahi. 2000. The Name and The Named. USA: Fons Vitae Louisville
al-Najjar, Zaghlul Raghib. 2013. Buku Pintar Sains dalam Hadis. Jakarta: Zaman (terjemaah dari al-I‟jaz al-„ilmi fi al-Sunnah al-Nabawiyyah, Kairo, 2007)
Ashar, Mukhlisin. 2008. Asmaul Husna. Jakarta: PT Perspektif Media Komunika.
Badawi, Jamal A. 2007. Hubungan Antar Agama: Sebuah Perspektif Islam. s, Yogyakarta: elSAQ Press
Departemen Agama RI. 2009. Al-Qurán dan Tafsirnya
Didit.“Pengertian Al-Adl Menjadikan Pribadi” diunduh dari http://didit-pekiringan.blogspot.com/ 2014/11/pengertian-al-adl-menjadikan-pribadi.html diakses oleh Anisa Fatimah tanggal 23 Februari 2015 09:45
The Hans Wehr‟s Arabic-English Dictionary

0 Comments:

Post a Comment