Header Ads

23 December 2016

Al Mushawwir (Yang Maha Pembentuk)

BAB II
Al Mushawwir (Yang Maha Pembentuk)
A.    Pengertian Al Mushawwir
Al Mushawwir merupakan isim fa’il (subjek) dari fi’il (kata kerja) shawara-yushawiru-mushawir yang berarti zat yang memberi rupa dan bentuk. Sedangkan bentuk masdar dari Al Mushawwir adalah At Tashwir, yang berarti menggariskan dan membentukkan. Arti ash-shurah adalah sesuatu yang mempunyai panjang, lebar, besar, kecil, dan apa saja yang melengkapinya, untuk menjadikannya sempurna dan sesuatu yang berbentuk. Dengan arti tersebut maka Allah adalah Zat yang menjadi sumber dari segala bentuk dan yang menciptakannya.[1]
Al-Khathabi dan Ibnu Katsir mengatakan: “Al Mushawwir berarti yang membuat ciptaannya dalam berbagai bentuk yang berbeda agar saling dapat mengenal perbedaan.”[2]
Menurut Syaikh Hakami, Al Mushawwir adalah yang memberi rupa makhluk-makhluk dengan tanda-tanda yang membedakan antara yang satu dengan yang lain atau yang menjadi ada berdasarkan sifat yang dikehendakinya.[3]
B.     Zat Yang Maha Pembentuk
Salah satu ayat yang mengabadikan Asma Allah yang agung ini ialah:
“Dia-lah Yang Maha Menciptakan, dan Yang Maha Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaul Husna. Bertasbihlah kepada-Nya apa yang dilangit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Al Hasyr: 24).
Allah Dia-lah Dzat yang memberikan rupa dan bentuk kepada semua makhluk sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya agar terlihat ke alam wujud sesuai dengan sifat yang ia kehendaki dan dipilihnya.[4] Karena Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Menciptakan rupa yang bagus atau yang jelek. Seperti firman Allah:
“Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” (QS. Al Infithaar:8).
            Ditegaskan dalam sebuah hadits Bukhari dan Muslim.
“ Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra bahwa seorang laki-laki pernah berkata kepada Rasulullah saw: "Ya Rasulullah, istri saya melahirkan bayi berkulit hitam". Rasulullah saw bertanya: "Apakah kamu memiliki unta?" Laki-laki itu menjawab: "Ya aku punya". Rasulullah saw bertanya lagi: "Apa warnanya?" Laki-laki itu menjawab: "Merah". Rasulullah saw bertanya lagi: "darimana dia punya warna itu?" Laki-laki itu menjawab: "Barangkali ada kecenderungan gen".
            Maksud dari hadits tersebut Allah Maha Kuasa untuk membentuk nutfah dengan bentuk yang jelek sehingga menjadi hewan yang tidak disenagi. Akan tetapi karena kekuasaan, kasih sayang, dan kelembutan-Nya, Dia-pun tetap menciptakannya dengan bentuk yang baik, lurus, seimbang, sempurna perawakannya dan sedap dipandang.[5]
            Allah menciptakan manusia di dalam rahim dengan tiga penciptaan, antara lain:
1.      Allah menjadikannya segumpal darah
2.      Kemudian segumpal daging
3.      Kemudian Allah menjadikannya bentuk. Yaitu perbentukan yang karenanya tercipta bentuk dan rupa dimana ia kemudian dikenali dengan bentuk dan rupa tersebut. Sekaligus dibedakan dari yang lain dengan cirri-ciri tersebut. Maka Maha Suci Allah pencipta yang paling baik.[6]
Saat ini jumlah manusia kurang lebih sudah mencapai lebih dari lima milyar yang ada di muka bumi ini, namun diantara satu dan lainnya tidak ada yang sama, baik rupa maupun warna kulitnya. Dan sebelum ini masih banyak yang telah melahirkan dan masih banyak pula manusia-manusia yang akan Allah ciptakan di muka bumi ini hingga hari kiamat nanti.
Dari sekian banyak jumalah manusia yang beragam jenisnya Allah jadikan mereka berbangsa-bangsa, bersuku-suku, warna kulit yang berbeda-beda, bahasa yang bermacam-macam, sama-sama mempunyai panca indra. Namun, bentuk manusia tidak ada yang serupa. Ini menunjukkan keagungan Allah swt dan kekuasaan-Nya yang tidak ada taranya.[7] Seperti dalam firmannya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al Hujuraat: 13).
 Allah juga yang menciptakan manusia dengan bentuk yang paling sempurna, Allah berfirman:
 “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At-Tin: 4)
Berdasarkan ayat tersebut, kita mengetahui bahwa Allah yang menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna. Dia menyusun bentuk-bentuk segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, dan membentuk sesuatu dengan cara terbaik, mempunyai dua kaki untuk berjalan, punya dua tangan untuk melakukan pekerjaan, punya dua mata untuk meilhat, dua telinga untuk mendengar, satu lidah, satu jantung, satu hati dan lain sebagainya. kemudian Allah memberinya kelebihan Akal agar manusia dapat berpikir bahwa hanyalah Allah Yang Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu yang ada di alam ini.
Allah membentuk itu tentunya mempunyai maksud dan tujuan yang harus kita pelajari tidak hanya kita gunakan saja untuk kegiatan sehari-hari, tapi harus menggali lebih dalam lagi ilmu-ilmu darisegala yang Allah swt bentuk agar menghasilkan rasa syukur dan selalu mengingat Allah dimanapun kita.
 Dan Allah telah menganugrahkan kepada kita sebaik-baik bentuk dan membaguskannya. Allah berfirman:
“Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar. Dia membentuk rupamu dan dibaguskannya rupamu itu. Hanya kepada-Nya lah kembali (mu).” (QS. At-Tagabun: 3)
Bentuk yang Allah anugrahkan kepada kita sempurna karena dua alasan, diantaranya yaitu:
1.      Karena ini merupakan bentuk Adam yang Allah swt ciptakan dengan tangan-Nya secara langsung dan merupainya. Kemudia Allah swt meniupkan ruh, dan memerintahkan malaikat untuk sujud kepadanya. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam", maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.” (QS. Al A’raf: 11).
2.      Bentuk keturunan Adam. Yakni, bentuk yang sempurna saat masih di dalam rahim.[8] Allah swt berfirman:
“Dia-lah yang membentuk rupa kamu dalam rahim (ibu kamu) sebagaimana yang dikehendakiNya. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana.” (QS Ali Imran: 6).
Allah menciptakan dua mata, dua telinga dan satu mulut dan lidah, ini merupakan pelajaran yang harus benar-benar kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari supaya menjadi kebiasaan, dan hal itu mengisyaratkan kita harus banyak membaca, banyak mendengar, dan sedikit bicara. Membaca mata bathin, agar penglihatan mata bathin pun semakin tajam, seperti pedang yang tajam jika dibiarkan maka akan menjadi tumpul, tapi jika dipakai terus meskipun tumpul maka akan menjadi tajam, dan untuk mempertajam mata bathin atau mata hati adalah dengan banyak menggunakan mata lahir untuk kebaikan, mengkaji ayat-ayat Allah baik itu yang terdapat dalam Qur’an ataupun dari alam, menjaganya dari hal-hal yang dilarang.
Banyak mendengarpun adalah suatu keharusan seorang manusia yang beriman, apalagi mendengarkan nasihat-nasihat yang membawa kebaikan dan kebenaran, karena jika seseorang tidak mau menerima nasihat, kritikan atau masukan kebaikan untuk dirinya, maka orang itu menandakan dirinya dihinggapi sikap sombong karena sudah merasa paling benar,  jadi tidak mau menerima nasihat ataupun peringatan. Jangan sampai kita tidak mau mendengarkan nasihat kebaikan ataupun kritik yang membenarkan, karena jika kita berbuat demikian maka telinga kita tuli, dan tuli adalah merupakan tanda bagi orang kafir karena tidak mau mendengarkan kebaikan, semoga kita semua terhindar dari tuli nya telinga untuk mendengarkan, Allaah berfirman:
“Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu) mereka tidak mengerti.” (al-Baqarah: 171).
Banyak melihat, banyak mendengar dan mengambil pelajaran, dan sedikit bicara, jika tidak ada pembicaraan yang berguna lebih baik diam, hal ini sungguh sangat sulit dilakukan karena dalam pandangan masyarakat. 
Inilah salah satu tindakan, dan tidak ada yang tahu realitas esensialnya kecuali dia yang Maha membentuk. Hamba Allah yang ilmunya terbataspun juga belum dapat menyelidiki secara tuntas mengapa Allah menciptakan matahari berbeda dengan bulan, dengan bumi, dan pelanet-planet lainnya. Mengapa matahari bercahaya, sedangkan bulan tidak, mengapa bumi bentuknya agak lonjong tidak bulat seperti bola. [9]
Secara keseluruhan dan secara rinci alam ini diatur oleh satu individu dan dibentuk dan bagian-bagian yang saling bekerja sama dalam mengerjakan kewajiban masing-masing. Karena anggota bagian-bagian pembentuknya adalah langit, bintang-bintang, bumi, dan seluruh elemen-elemennya. Bagian-bagian tersebut ditata sedemikian rupa, sehingga jika tatanan tersebut berubah, maka akan hancurlah tatanan tersebut. Seperti seorang pembangun yang meletakkan batu di atas dinding dan kayu di bawah dinding, maka bangunannya akan rubuh, karena bentuknya tidak akan mampu berdiri tegak. [10]
Seorang seniman berkata bahwa dia “menciptakan” keindahan. Ahli teknik “membuat” pesawat terbang. Mereka mengira bahwa mereka sendirilah yang melakukan hal tersebut. Mereka bahkan melupakan orang lain yang mungkin saja menyatakan bahwa merekalah yang telah “menciptakan” cat dan kuas, ilmu geometri, fisika, dan matematika, yang tanpa penciptaan “kreasi” mereka akan menjadi mustahil. Mereka melupakan berbagai sumber yang menghasikan bahan-bahan bagi “penciptaan” itu.
Siapakah yang menciptakan akal, mata, dan tangan yang mengerjakan semua itu? Bahwa yang dibuat manusia semua bergantung kepada berbagai keadaan, bahan, dan banyak pertolongan. Allah lah yang andil dalam semua hal tersebut. Allah membuat seluruhnya tidak bergantung kepada contoh, bahan, waktu, alat, penolong, dan sebagainya. Ketika Dia membuat (mencipta), Dia berfirman Kun, “Jadilah!” maka jadilah seluruh yang ada di alam semsta ini.[11]
Revisi al Mushawwir
C.     Keterkaitan antara Allah swt yang Maha Pembentuk dengan seorang seniman yang berprofesi sebagai bembuat karya seni
Al Mushawwir (Allah Yang Maha Pembentuk) secara estetis mutlak berasal dari Allah swt yang membentuk seluruh yang ada di alam semesta ini secara tepat, apik dan rapi, baik tatanan posisinya, kegunaannya, serta manfaatnya. Demikian juga dengan seorang seniman yaitu sesorang yang berbakat, yang mempunyai perasaan yang halus, sensitive, serta inspiratif karena sesuatu apapun yang ia lihat maka sesuatu tersebut bisa dibuat dan berubah menjadi sebuah karya, baik lukisan, lagu, ataupun patung. Hal tersebut merupakan sebagian kecil sifat Allah Al Mushawir yang dapat kita ketahui secara real atau nyata. Karena pada dasarnya Allah swt memberikan sifat “Maha” nya kepada manusia, namun dalam proporsi yang sedikit atau terbatas, karena sifat “Maha” yang utuh adalah milik Allah swt.
Contoh lain yaitu, manusia memiliki rasa pengasih antar sesama umat manusia, hal itu merupakan sebagian kecil wujud pemberian sifat Allah yaitu Ar Rahman. Namun sifat pengasih manusia terbatas, sedangkan Allah tidak terbatas.
Begitu pula seniman tadi, ia dapat berkarya membuat sebuah karya seni yang menarik dan bermaacam-macam karena ia diberikan sedikit dari sifat Al Mushawirnya Allah swt, akan tetapi sifat tersebut terbatas bagi manusia. Buktinya ia tidak bisa menciptakan  alam semesta dan seisinya, membuat manusia, membuat hewan dan lain sebagainya. Dan sifat Allah tersebut di berikan sedikit kepada manusia supaya mausia dapat menyikapinya dengan baik, menggunakan kemapuannya dengan sebaik-baiknya serta dapat bermanfaat, seperti contoh: melukis apanorama alam Indonesia yang sanggat indah ini, membuat patung-patung sebagai salah satu unsure untuk menggenang jasa-jasa pahlawan yang mengabdi di suatu wilayah pada zaman tertentu, serta membuat lagu-lagu yang ber lirik islamu atau yang nasionalis, dan lain sebagainya. Seniman tidak boleh menggunakan kemampuannya tersebut dengan sesuatu yang jelek, menggandung dan menimbulkan madzarat, seperti contoh: seniman lukis yang menggambar sesuatu yang tidak pantas di lihat oleh manusia secara langsung atau perempuan telanjang, patung telanjang, lagu-lagu yang liriknya mengarah ke hal-hal yang berbau pornografi, dan lain sebagainya.
D.    Implikasi  dari sifat Al Mushawwir
a.       Bagi diri sendiri, adalah:
1.      Bersyukur kepada Allah atas pemberian bentuk dan rupa fisik ini secara sempurna, tanpa kurang suatu apapun.
2.      Mengunakan tubuh, alam, dan semua ciptaannya untuk sesuatu yang bermanfaat dan berguna.
3.      Menjaga tubuh dengan baik baik pendengaran, pandangan, serta hati dari hal-hal yang jelek.
4.      Merawat tubuh alam, dan semua ciptaannya dengan sebaik-baiknya.
b.      Bagi orang lain, adalah:
1.      Agar menjadi sesuatu yang bermanfaat kita dapat membuat sesuatu yang kreatif dalam segala hal.
2.      Selain membuat sesuatu yang kreatif juga yang inovatif dengan inovasi-inovasi baru.
3.      Melindungi semua yang telah Allah bentuk ini dengan sebaik-baiknya tidak merubah atau bahkan merusaknya.





[1] Prof. Dr. Umar Sulaiman Al Asyaar. Asmaul Husna. Jakarta: Qisthi Press. 2010. hlm. 90. 
[2] Ibid.
[3] Ibid. hlm. 91
[4] Muhammad Nasih Ar Rifa’i. Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Jakarta: Gema Insan Press. 2000. hlm. 662.
[5] Syekh Imam Al Qurtubi. Tafsir Al Qurtubi. Jakarta: Pustaka Azzam. 2009. hlm. 329.
[6] Ibid.
[7] Ny. H. hadiyah Salim. Uraian Asmaul Husna. Bandung: Al-Ma’arif. 1987.
[8] Ibid. hlm. 91
[9] M. Ali Hasan. Memahami dan Meneladani Asmaul Husna. Jakarta: Raja Grafindo. 1997. hlm. 91.
[10]Al- Ghazali. Asmaul Husna: Rahasia Nama-Nama Indah Allah. Bandung: Mizan. 1999. hlm. 25.
[11] Syekh Tosun Bayrak Al Jerrahi. Asmaul Husna. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. 2004.

0 Comments:

Post a Comment