BAB II
Al Mushawwir (Yang Maha Pembentuk)
A.
Pengertian Al
Mushawwir
Al
Mushawwir merupakan isim fa’il (subjek) dari fi’il (kata kerja)
shawara-yushawiru-mushawir yang berarti zat yang memberi rupa dan bentuk.
Sedangkan bentuk masdar dari Al Mushawwir adalah At Tashwir, yang berarti
menggariskan dan membentukkan. Arti ash-shurah adalah sesuatu yang mempunyai
panjang, lebar, besar, kecil, dan apa saja yang melengkapinya, untuk
menjadikannya sempurna dan sesuatu yang berbentuk. Dengan arti tersebut maka
Allah adalah Zat yang menjadi sumber dari segala bentuk dan yang
menciptakannya.[1]
Al-Khathabi
dan Ibnu Katsir mengatakan: “Al Mushawwir berarti yang membuat ciptaannya dalam
berbagai bentuk yang berbeda agar saling dapat mengenal perbedaan.”[2]
Menurut
Syaikh Hakami, Al Mushawwir adalah yang memberi rupa makhluk-makhluk dengan
tanda-tanda yang membedakan antara yang satu dengan yang lain atau yang menjadi
ada berdasarkan sifat yang dikehendakinya.[3]
B.
Zat Yang Maha
Pembentuk
Salah
satu ayat yang mengabadikan Asma Allah yang agung ini ialah:
“Dia-lah
Yang Maha Menciptakan, dan Yang Maha Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Asmaul
Husna. Bertasbihlah kepada-Nya apa yang dilangit dan di bumi. Dan Dia-lah Yang Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Al Hasyr: 24).
Allah
Dia-lah Dzat yang memberikan rupa dan bentuk kepada semua makhluk sesuai dengan
apa yang dikehendaki-Nya agar terlihat ke alam wujud sesuai dengan sifat yang
ia kehendaki dan dipilihnya.[4]
Karena Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Menciptakan rupa yang bagus atau yang
jelek. Seperti firman Allah:
“Dalam bentuk apa saja yang Dia
kehendaki, Dia menyusun tubuhmu.” (QS. Al Infithaar:8).
Ditegaskan
dalam sebuah hadits Bukhari dan Muslim.
“ Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra bahwa seorang laki-laki pernah berkata kepada Rasulullah
saw: "Ya Rasulullah, istri saya melahirkan bayi berkulit hitam".
Rasulullah saw bertanya: "Apakah kamu memiliki unta?" Laki-laki itu
menjawab: "Ya aku punya". Rasulullah saw bertanya lagi: "Apa
warnanya?" Laki-laki itu menjawab: "Merah". Rasulullah saw
bertanya lagi: "darimana dia punya warna itu?" Laki-laki itu
menjawab: "Barangkali ada kecenderungan gen".
Maksud dari hadits tersebut Allah
Maha Kuasa untuk membentuk nutfah dengan bentuk yang jelek sehingga menjadi
hewan yang tidak disenagi. Akan tetapi karena kekuasaan, kasih sayang, dan
kelembutan-Nya, Dia-pun tetap menciptakannya dengan bentuk yang baik, lurus,
seimbang, sempurna perawakannya dan sedap dipandang.[5]
Allah menciptakan manusia di dalam
rahim dengan tiga penciptaan, antara lain:
1.
Allah
menjadikannya segumpal darah
2.
Kemudian
segumpal daging
3.
Kemudian Allah
menjadikannya bentuk. Yaitu perbentukan yang karenanya tercipta bentuk dan rupa
dimana ia kemudian dikenali dengan bentuk dan rupa tersebut. Sekaligus
dibedakan dari yang lain dengan cirri-ciri tersebut. Maka Maha Suci Allah
pencipta yang paling baik.[6]
Saat
ini jumlah manusia kurang lebih sudah mencapai lebih dari lima milyar yang ada
di muka bumi ini, namun diantara satu dan lainnya tidak ada yang sama, baik
rupa maupun warna kulitnya. Dan sebelum ini masih banyak yang telah melahirkan
dan masih banyak pula manusia-manusia yang akan Allah ciptakan di muka bumi ini
hingga hari kiamat nanti.
Dari
sekian banyak jumalah manusia yang beragam jenisnya Allah jadikan mereka
berbangsa-bangsa, bersuku-suku, warna kulit yang berbeda-beda, bahasa yang
bermacam-macam, sama-sama mempunyai panca indra. Namun, bentuk manusia tidak
ada yang serupa. Ini menunjukkan keagungan Allah swt dan kekuasaan-Nya yang tidak
ada taranya.[7]
Seperti dalam firmannya:
“Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al Hujuraat: 13).
Allah juga yang menciptakan manusia dengan
bentuk yang paling sempurna, Allah berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. At-Tin: 4)
Berdasarkan
ayat tersebut, kita mengetahui bahwa Allah yang menciptakan manusia dalam
bentuk yang paling sempurna. Dia menyusun bentuk-bentuk segala sesuatu dengan
sebaik-baiknya, dan membentuk sesuatu dengan cara terbaik, mempunyai dua kaki untuk berjalan, punya dua tangan
untuk melakukan pekerjaan, punya dua mata untuk meilhat, dua telinga untuk
mendengar, satu lidah, satu jantung, satu hati dan lain sebagainya. kemudian
Allah memberinya kelebihan Akal agar manusia dapat berpikir bahwa hanyalah
Allah Yang Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu yang ada di alam ini.
Allah membentuk itu tentunya mempunyai maksud dan tujuan yang
harus kita pelajari tidak hanya kita gunakan saja untuk kegiatan sehari-hari,
tapi harus menggali lebih dalam lagi ilmu-ilmu darisegala yang Allah swt bentuk
agar menghasilkan rasa syukur dan selalu mengingat Allah dimanapun kita.
Dan
Allah telah menganugrahkan kepada kita sebaik-baik bentuk dan membaguskannya. Allah
berfirman:
“Dia
menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar. Dia membentuk rupamu
dan dibaguskannya rupamu itu. Hanya kepada-Nya lah kembali (mu).” (QS.
At-Tagabun: 3)
Bentuk
yang Allah anugrahkan kepada kita sempurna karena dua alasan, diantaranya yaitu:
1.
Karena ini
merupakan bentuk Adam yang Allah swt ciptakan dengan tangan-Nya secara langsung
dan merupainya. Kemudia Allah swt meniupkan ruh, dan memerintahkan malaikat
untuk sujud kepadanya. Allah swt berfirman:
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan
kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para
malaikat: "Bersujudlah kamu kepada Adam", maka merekapun bersujud
kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.” (QS. Al A’raf: 11).
2.
Bentuk keturunan Adam. Yakni, bentuk
yang sempurna saat masih di dalam rahim.[8] Allah swt berfirman:
“Dia-lah yang membentuk rupa
kamu dalam rahim (ibu kamu) sebagaimana yang dikehendakiNya. Tiada Tuhan (yang
berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana.” (QS Ali
Imran: 6).
Allah menciptakan dua mata, dua telinga
dan satu mulut dan lidah, ini merupakan pelajaran yang harus benar-benar kita
terapkan dalam kehidupan sehari-hari supaya menjadi kebiasaan, dan hal itu
mengisyaratkan kita harus banyak membaca, banyak mendengar, dan sedikit bicara.
Membaca mata bathin, agar penglihatan mata bathin pun semakin tajam, seperti
pedang yang tajam jika dibiarkan maka akan menjadi tumpul, tapi jika dipakai
terus meskipun tumpul maka akan menjadi tajam, dan untuk mempertajam mata
bathin atau mata hati adalah dengan banyak menggunakan mata lahir untuk
kebaikan, mengkaji ayat-ayat Allah baik itu yang terdapat dalam Qur’an ataupun
dari alam, menjaganya dari hal-hal yang dilarang.
Banyak mendengarpun adalah suatu
keharusan seorang manusia yang beriman, apalagi mendengarkan nasihat-nasihat
yang membawa kebaikan dan kebenaran, karena jika seseorang tidak mau menerima
nasihat, kritikan atau masukan kebaikan untuk dirinya, maka orang itu
menandakan dirinya dihinggapi sikap sombong karena sudah merasa paling benar, jadi tidak mau menerima nasihat
ataupun peringatan. Jangan sampai kita tidak mau mendengarkan nasihat kebaikan
ataupun kritik yang membenarkan, karena jika kita berbuat demikian maka telinga
kita tuli, dan tuli adalah merupakan tanda bagi orang kafir karena tidak mau
mendengarkan kebaikan, semoga kita semua terhindar dari tuli nya telinga untuk
mendengarkan, Allaah berfirman:
“Dan perumpamaan (orang-orang yang menyeru) orang-orang
kafir adalah seperti penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar
selain panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab
itu) mereka tidak mengerti.” (al-Baqarah: 171).
Banyak melihat, banyak mendengar dan
mengambil pelajaran, dan sedikit bicara, jika tidak ada pembicaraan yang
berguna lebih baik diam, hal ini sungguh sangat sulit dilakukan karena dalam
pandangan masyarakat.
Inilah
salah satu tindakan, dan tidak ada yang tahu realitas esensialnya kecuali dia
yang Maha membentuk. Hamba Allah yang ilmunya terbataspun juga belum dapat
menyelidiki secara tuntas mengapa Allah menciptakan matahari berbeda dengan
bulan, dengan bumi, dan pelanet-planet lainnya. Mengapa matahari bercahaya,
sedangkan bulan tidak, mengapa bumi bentuknya agak lonjong tidak bulat seperti
bola. [9]
Secara
keseluruhan dan secara rinci alam ini diatur oleh satu individu dan dibentuk
dan bagian-bagian yang saling bekerja sama dalam mengerjakan kewajiban
masing-masing. Karena anggota bagian-bagian pembentuknya adalah langit,
bintang-bintang, bumi, dan seluruh elemen-elemennya. Bagian-bagian tersebut
ditata sedemikian rupa, sehingga jika tatanan tersebut berubah, maka akan
hancurlah tatanan tersebut. Seperti seorang pembangun yang meletakkan batu di
atas dinding dan kayu di bawah dinding, maka bangunannya akan rubuh, karena
bentuknya tidak akan mampu berdiri tegak. [10]
Seorang
seniman berkata bahwa dia “menciptakan” keindahan. Ahli teknik “membuat” pesawat
terbang. Mereka mengira bahwa mereka sendirilah yang melakukan hal tersebut.
Mereka bahkan melupakan orang lain yang mungkin saja menyatakan bahwa merekalah
yang telah “menciptakan” cat dan kuas, ilmu geometri, fisika, dan matematika,
yang tanpa penciptaan “kreasi” mereka akan menjadi mustahil. Mereka melupakan
berbagai sumber yang menghasikan bahan-bahan bagi “penciptaan” itu.
Siapakah
yang menciptakan akal, mata, dan tangan yang mengerjakan semua itu? Bahwa yang
dibuat manusia semua bergantung kepada berbagai keadaan, bahan, dan banyak
pertolongan. Allah lah yang andil dalam semua hal tersebut. Allah membuat
seluruhnya tidak bergantung kepada contoh, bahan, waktu, alat, penolong, dan
sebagainya. Ketika Dia membuat (mencipta), Dia berfirman Kun, “Jadilah!” maka
jadilah seluruh yang ada di alam semsta ini.[11]
Revisi al Mushawwir
C.
Keterkaitan
antara Allah swt yang Maha Pembentuk dengan seorang seniman yang berprofesi
sebagai bembuat karya seni
Al
Mushawwir (Allah Yang Maha Pembentuk) secara estetis mutlak berasal dari Allah
swt yang membentuk seluruh yang ada di alam semesta ini secara tepat, apik dan
rapi, baik tatanan posisinya, kegunaannya, serta manfaatnya. Demikian juga
dengan seorang seniman yaitu sesorang yang berbakat, yang mempunyai perasaan
yang halus, sensitive, serta inspiratif karena sesuatu apapun yang ia lihat
maka sesuatu tersebut bisa dibuat dan berubah menjadi sebuah karya, baik
lukisan, lagu, ataupun patung. Hal tersebut merupakan sebagian kecil sifat
Allah Al Mushawir yang dapat kita ketahui secara real atau nyata. Karena pada
dasarnya Allah swt memberikan sifat “Maha” nya kepada manusia, namun dalam
proporsi yang sedikit atau terbatas, karena sifat “Maha” yang utuh adalah milik
Allah swt.
Contoh
lain yaitu, manusia memiliki rasa pengasih antar sesama umat manusia, hal itu
merupakan sebagian kecil wujud pemberian sifat Allah yaitu Ar Rahman. Namun
sifat pengasih manusia terbatas, sedangkan Allah tidak terbatas.
Begitu
pula seniman tadi, ia dapat berkarya membuat sebuah karya seni yang menarik dan
bermaacam-macam karena ia diberikan sedikit dari sifat Al Mushawirnya Allah
swt, akan tetapi sifat tersebut terbatas bagi manusia. Buktinya ia tidak bisa
menciptakan alam semesta dan seisinya,
membuat manusia, membuat hewan dan lain sebagainya. Dan sifat Allah tersebut di
berikan sedikit kepada manusia supaya mausia dapat menyikapinya dengan baik,
menggunakan kemapuannya dengan sebaik-baiknya serta dapat bermanfaat, seperti
contoh: melukis apanorama alam Indonesia yang sanggat indah ini, membuat
patung-patung sebagai salah satu unsure untuk menggenang jasa-jasa pahlawan
yang mengabdi di suatu wilayah pada zaman tertentu, serta membuat lagu-lagu
yang ber lirik islamu atau yang nasionalis, dan lain sebagainya. Seniman tidak
boleh menggunakan kemampuannya tersebut dengan sesuatu yang jelek, menggandung
dan menimbulkan madzarat, seperti contoh: seniman lukis yang menggambar sesuatu
yang tidak pantas di lihat oleh manusia secara langsung atau perempuan
telanjang, patung telanjang, lagu-lagu yang liriknya mengarah ke hal-hal yang
berbau pornografi, dan lain sebagainya.
D. Implikasi
dari sifat Al Mushawwir
a.
Bagi diri
sendiri, adalah:
1.
Bersyukur kepada
Allah atas pemberian bentuk dan rupa fisik ini secara sempurna, tanpa kurang
suatu apapun.
2.
Mengunakan tubuh,
alam, dan semua ciptaannya untuk sesuatu yang bermanfaat dan berguna.
3.
Menjaga tubuh
dengan baik baik pendengaran, pandangan, serta hati dari hal-hal yang jelek.
4.
Merawat tubuh
alam, dan semua ciptaannya dengan sebaik-baiknya.
b.
Bagi orang lain,
adalah:
1.
Agar menjadi
sesuatu yang bermanfaat kita dapat membuat sesuatu yang kreatif dalam segala
hal.
2.
Selain membuat
sesuatu yang kreatif juga yang inovatif dengan inovasi-inovasi baru.
3.
Melindungi semua
yang telah Allah bentuk ini dengan sebaik-baiknya tidak merubah atau bahkan
merusaknya.
[4] Muhammad Nasih Ar Rifa’i.
Kemudahan dari Allah: Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Jakarta: Gema Insan
Press. 2000. hlm. 662.
0 Comments:
Post a Comment