Definisi Takdir
Takdir atau qadar menurut arti bahasa maksudnya ukuran, batasan atau
ketentuan.
Sesungguhnya segala sesuatu Kami ciptakan serba berukuran (Al-Qamar 54:59).
Taqdir menurut istilah ialah
peraturan yang dibuat Tuhan untuk segala yang maujud di alam semesta,
yang merupakan undang-undang umum atau kepastian-kepastian yang berkaitan di
dalamnya antara sebab dengan musababnya atau antara sebab dan akibatnya.[1]
Abu Hanifah : takdir adalah “ ketetapan Allah atas segala makhluknya
yang mencakup baik buruknya”
Para ulama memahami takdir sebagai ketetapan Allah yang bersifat azali,
akan tetapi di sisi lain mereka juga mengakui adanya takdir pada manusia
diciptakan di dalam kandungan (berkaitan dengan umur, rizki, ajal, bahagia,
susah bagi manusia), yang mengandung arti hadits atau baru dan bukan
azali, sebuah pemahaman yang bertentangan dengan pemahaman yang pertama. Takdir
juga dibagi menjadi dua hal yang saling berlawanan (binary oposition),
yaitu tetap (mubram, hatami, dan
musayyar) dan berubah (ghairu mubram atau mu’allaq, ghairu
hatami, mukhayyar). Hal ini mengandaikan adanya sesuatu (di dunia ini) yang
yang tidak bisa berubah. Padahal segala sesuatu yang ada didunia ini saling
pengaruh mempengaruhi dan akan hancur, yang ini berarti segala sesuatu itu bisa
berubah dan akan selalu berubah hingga sampai pada kehancurannya.[2]
Seperti firman Allah dalam Q.S. Ar-Ra’du: 11 bahwasannya,
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ
أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا
بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا
لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ (11
Artinya:
Bagi
manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan
di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah
tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada
pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia.(13: 11)
Pada arti surat yang digarisbawahi menjelaskan bahwa,
hal tersebut berkaitan
dengan peristiwa alami, yang berada di luar ikhtiar manusia. Namun nasib umat manusia, baik individu maupun
sosial, berada di tangan manusia sendiri
dan hendaknya manusia tidak berharap bahwa Allah akan menyerahkan utusan
penentuan nasib tersebut kepada para malaikat. Seandainya akan terjadi
perubahan dalam sistem masyarakat seperti perubahan kondisi masyarakat yang
rusak menjadi masyarakat baik dan sistem keadilan menggantikan kezaliman, maka
hendaknya manusia tidak menunggu mukjizat dari Allah Swt.
Nasib setiap masyarakat
ditentukan oleh anggota masyarakat itu
sendiri. Masyarakat yang baik akan mendapat curahan berkah dari Allah Swt, dan
sebaliknya masyarakat yang menyimpang mendapat murka dan azab Tuhan.
Suatu taqdir dapat diketahui setelah dilakukan oleh
manusia, apakah itu taqdir baik atau buruk. Namun manusia dapat menjalankan
perbuatan untuk memperoleh taqdir baik dengan berpedoman kepada Al-Qur’an dan
sunnah Rasulullah.
Selain itu, dalam Al-Qur’an, masalah qadar atau takdir berkali-kali
disebutkan, antara lain: “…Segala sesuatu itu di sisi Tuhan adalah dengan
ketentuan takdir.” (Q.S. Ar-Ra’d:
8); “Dan tidak ada sesuatu apa pun. Melainkan di sisi Kami-lah perbendahraannya
dan Kami turunkan itu dengan takdir yang dipastikan” (Q.S. Al-Hijr: 21); “Sesungguhnya
Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdir.” (Q.S. Al-Qamar: 49)
Yang dapat diambil kesimpulan dari ayat-ayat yang tertera di atas itu
bahwa maksud dan makna kadar atau takdir itu ialah suatu peraturan yang
tertentu yang telah dibuat oleh Allah swt. untuk segala yang ada dalam alam
semesta yang maujud ini. Jadi peraturan-peraturan tersebut adalah yang
merupakan undang-undang umum atau kepastian-kepastian yang diikatkan di
dalamnya antara sebab dengan musababnya, juga antara sebab dan akibatnya.
Takdir dapat juga dipahami sebagai “hukum Allah”. Hukum yang ditetapkan
dan dibangun berdasarkan “kekuatan, daya, potensi”, “ukuran”, dan “batasan”
tertentu yang ada pada sesuatu. Setiap unsur terkecil di alam semesta memiliki
hukum atau takdirnya masing-masing yang telah dijelaskan maupun dituliskan pula
oelh Allah di lauh Mahfudz.
Definisi Freewill (Kehendak Bebas)
Kehendak bebas atau freewill adalah kemampuan untuk menyeleksi suatu
langkah tindakan sebagai sarana pemenuhan sejumlah hasrat.
Menurut para filosof, freewill adalah kepasitas tertentu dari
pola pikir rasional untuk memilih sejenis tindakan dari berbagai alernatif atau
pilihan-pilihan yang ada”. Atau “kemampuan pola pikir untuk membuat pilihan
atau memilih satu dari banyak pilihan”.
Sedangkan menurut para psikolog, freewill adalah seperangkat
kemampuan internal untuk mengontrol perilaku individu.
Dalam pandangan islam, manusia memiliki sikap freewill yaitu
tabiat memilih yang dilakukan manusia (makhluk Allah) yang dianugerahkan otak
untuk berfikir, dengan memilah atau memilih hal yang diperbolehkan untuk
dilaksanakan maupun yang dijauhi oleh diri manusia. Freewill terbagi menjadi dua, yaitu
a) Perbuatan yang merupakan Freewill manusia
Suatu perbuatan manusia yang akan dimintai pertanggungjawbannya, karena
atas dasar memilih perbuatan yang baik maupun yang buruk.
Sebagai contoh: * kehendak/ keputusan seorang wanita muslim tetap istiqomah
mengenakan jilbab di Negara minoritas Islam.
b) Perbuatan di luar kontrol manusia yang terjadi pada diri kita (Qodho)
Merupakan kehendak Alloh yang tidak akan dimintai pertanggung jawaban.
Sebagai contoh: * perkiraan seorang dokter untuk kelahiran
seorang anak bisa jadi tepat bisa pula meleset, karena hal tersebut merupakan
karunia Allah.
Manusia dikaruniai Allah akal, yang digunakan untuk berfikir. Dengan
berfikir manusia hendaknya dapat memilih kehendak yang baik atau positif maupun
yang buruk atau negatif.
Setelah Memahami Konsep Takdir dan Frewill diharapkan,
- Hendaknya mengamati dan mengenali (recognize) perbuatan-perbuatan kita yang masih ada upaya untuk bisa dipilih dan selalu mengkaitkan perbuatan kita dengan hukum-hukum Allah (ikhtiar). Hal ini disebabkan Allah akan menghisab semua perbuatan yang bisa kita pilih dan upayakan.
- Berusaha lebih proaktif dan merencanakan secara matang mengenai perbuatan yang akan kita lakukan. Hal ini perlu dilakukan agar kita tidak melakukan maksiat atau kesalahan di sisi Allah
- Manusia memiliki free will dan Allah akan meminta pertanggung jawaban perbuatan yang bisa kita pilih
- Perbuatan-perbuatan yang tidak ada pilihan bagi kita dan tidak berasal dari kita, maka itu sudah ditetapkan oleh Allah (Qodho Allah). Manusia tidak akan dimintai pertanggung jawaban mengenai perbuatan ini. Kita harus menerima Qodho Allah dengan senang hati, meskipun itu buruk atau baik bagi kita.
- Setelah kita mengetahui pemahaman mengenai free will dan Qodho Allah ini, maka seharusnya keimanan kita semakin kuat dan menjadikan kita untuk lebih bekerja keras dan di saat yang sama kita tidak perlu khawatir akan apa yang terjadi pada kita nantinya. Asalkan kita bekerja keras sesuai dengan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah, maka kita akan lebih dimudahkan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan kita.
- Fokus perhatian utama seorang muslim adalah di dalam kehidupan dirinya, dia harus waspada terhadap pilihan-pilihan dia.
Referensi:
1) Sirait, Sangkot, Tauhid, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Sunan Kalijaga, 2013)
2) Chirzin, Muhammad, Konsep
& Hikmah Akidah Islam, (Yogyakarata: Mitra Pustaka), 1997
3) Pokdja Akademik UIN Sunan Kalijaga, Tauhid, (Yogyakarta: Pokdja
Akademik UIN Sunan Kalijaga), 2005
0 Comments:
Post a Comment