BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Keberhasilan
pendidikan sangat ditentukan oleh proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru
harus melaksanakan evaluasi dan proses
analisis dari evaluasi untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pembelajaran
dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran. Begitu pentingnya analisis soal
dalam meningkatkan proses pembelajaran, guru mengadakan analisis butir soal
(tingkat kesukaran, daya pembeda, distraktor).
Menurut
Thorndike dan Hagen (1977), analisis terhadap soal- soal (item) tes yang telah
dijawab oleh murid- murid ada dua tujuan penting.
Pertama,
Jawaban-jawaban soal itu merupakan informasi diagnostic untuk meneliti
pelajaran dari kelas dan kegagalan- kegagalan belajarnya, serta melanjutkan
unruk membimbing kearah cara belajar yang lebih baik.
Kedua, Jawaban-jawaban
terhadap soal-soal yang etrpisah dan perbaikan (review) soal-soal yang
didasarkan atas jawaban-jawaban yang basis bagi penyiapan tes-tes yang lebih
baik untuk tahun berikutnya.[1]
Pada makalah
ini kami akan membahas mengenai analisis soal berupa Indeks Kesukaran, Daya
Pembeda, Fungsi Distraktor, yang berguna sebagai pedoman bagi pendidikan dalam
melakukan analisis soal terutama untuk soal objektif.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
analisis tes berdasarkan tingkat kesukaran?
2. Bagaimana
analisis tes berdasarkan daya pembeda?
3. Bagaimana
analisis tes berdasarkan fungsi distraktor?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analisis
Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat
kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat
kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat
kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya
sekitar 0,00 – 1,00. Semakin besar indeks tingkaat kesukaran yang diperoleh
dari hasil perhitungan, berarti semakin mudah soal. Perhitungan indeks tingkat
kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor butir soal. Pada prinsipnya, skor
rata-rata yang diperoleh testee pada butir soal yang bersangkutan dinamakan
tingkat kesukaran butir soal.
Fungsi tingkat
kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk
keperluan ujian semester dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat
kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi dipergunakan butir soal yang memiliki
tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnosis biasanya
dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah.[2]
Rumusan yang
dipergunakan menganalisis tingkat kesukaran untuk soal objektif adalah seperti
berikut:
ITK = B/N
ITK : indeks tingkat kesukaran butir soal
B : bayaknya siswa yang menjawab benar
butir soal
N : banyaknya siswa yang mengikuti tes
Contoh:
misalnya suatu ujian diikuti oleh 10 orang peta tes (testee) dengan menggunakan
butir soal sebanyak 10 butir. Skor hasil ujian tersebut tertuang dalam tabel
dibawah. Tentukan indeks kesukaran butir soal nomor 1, 5, dan 10!
Langkah-langkah
analisisnya adalah sebagai berikut:
a)
menjumlahkan skor masing-masing
butir soal yang dicapai oleh semua testee
b)
menghitung indeks tingkat kesukaran
butir soal dengan rumus
ITK
= B/N
Soal no. 1 =
7/10 = 0,7
Soal no. 5 =
5/10 = 0,5
Soal no.
10= 6/(10 ) = 0,6
c)
memberikan interpretasi terhadap
hasil perhitungan. Cara memberikan interpretasi adalah dengan mengkonsultasikan
hasil perhitungan indeks tingkat kesukaran tersebut dengan suatu
patokan/kriteria sebagai berikut:
Indeks
Tingkat kesukaran
|
Kategori
|
0,00 – 0,30
0,31 – 0,70
0,71 – 1,00
|
Soal
tergolong sukar
Soal
tergolong sedang
Soal
tergolong mudah
|
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa soal nomor 1 diatas termasuk soal yang
memiliki kategori mudah, soal nomor 5 sedang dan nomor 10 juga sedang.[3]
Sedangkan
untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bentuk uraian dipergunakan rumus
berikut ini.
1)
Mean =
2)
TK =
Contoh:
misalnya tes hasil belajar (THB) bentuk uraian dalam mata pelajaran Al-Qur’an
Hadis yang diikuti oleh 5 orang siswa MAN dengan jumlah butir soal sebanyak 5
butir. Skor hasil tes tertuang dalam tabel dibawah. Tentukan indeks tingkat
kesukaran butir soal nomor 3!
Skor untuk butir nomor
Nama
testee
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
A
|
8
|
5
|
9
|
3
|
5
|
B
|
3
|
9
|
4
|
8
|
6
|
C
|
9
|
10
|
8
|
5
|
3
|
D
|
4
|
5
|
3
|
7
|
8
|
E
|
8
|
8
|
5
|
9
|
4
|
∑X1=
32
|
∑X2=
37
|
∑X3=
29
|
∑X4=
32
|
∑X5=
24
|
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa soal nomor 2 diatas termasuk soal yang
memiliki kategori mudah
Tindak lanjut
dari hasil analisis tingkat kesukaran butir soal ini adalah sebagai berikut:
a)
Mencatat butir soal yang sudah baik
(memiliki TK=cukup) dalam buku bank soal.
b)
Bagi soal yang terlalu sukar ada
dua kemungkinan, yaitu: didrop/dibuang atau diteliti ulang dimana letak yang
membuat soal tersebut terlalu sukar, mungkin kalimatnya yang tidak baik atau
petunjuk mengerjakannya yang kurang jelas, dan sebagainya, kemudian setelah
diperbaiki dipakai kembali, atau disimpan untuk kepentinganyang lain (seperti
untuk tes seleksi).
c)
Untuk butir yang terlalu mudah juga
ada tiga kemungkinan seperti yang dijelaskan pada poin (b) diatas.[4]
2.2 Daya Pembeda
Daya pembeda
soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang
mampu (menguasai materi yang ditanyakan) dan siswa yang kurang mampu (belum menguasai materi ayng ditanyakan). Daya
pembeda soal dapat diketahuai dengan melihat besar kecilnya angka indeks daya
pembeda (IDP). Indeks daya pembeda biasanya juga ditanyakan dalam bentuk
proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal bearti semakin mampu soal
yang bersangkutan membedakan siswa yang pandai dengan yang kurang pandai.
Indeks daya pembeda berkisar -1,00 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi daya
pembeda suatu soal, maka semakin baik soal itu. Jika daya penbeda negatif
(<0) berarti lebih banyak kelompok bawah (siswa yang kurang mampu) yang
menjawab benar soal itu dibanding dengan kelompok atas (siswa yang mampu).
Indeks daya pembeda soal tersebut dapat digambarkan dalam sebuah garis kontinum
sebagi berikut :
-1,00 = tingkat daya pembeda negatif
0,00
= daya pembeda rendah
1,00= daya pembeda tinggi
Soal yang baik adalah soal yang dapa dijawab dengan
benar oleh siswa yang menguasai materi yang diteskandan tidak dapat dijawab
secara benar oleh orang yang tidak menguasai materi yang diteskan. Soal yang
tidak baik adalah soal yang keika digunakan muncul tiga kemungkinan :
1.
Siswa yang menguasai/ pandai dan
yang tidak menguasai/ tidak pandai sama-sama bsa menjawab dengan benar.
2.
Siswa yang pandai dan yang tidak
pandai sama-sama tidak menjawab dengan benar.
3.
Siswa yang pandai tidak dapat
menjawab dengan benar, sebaliknya siswa yang idak pndai justru dapat menjawab
dengan benar.
Untuk mengetahui indeks daya pembeda soal
bentuk objektif adalah dengan menggunakan rumus berikut ini :
IDP=
IDP : indeks daya pembeda soal
BA : jumlah jawaban benar pada kelompok atas
BB : jumlah jawaban benar pada kelompok bawah
N : banyaknya siswa yang mengikuti tes
Contoh : suatu
tes hail belajar (THB) dikuti oleh 10 sswa dengan menggunakan butir
soalbsebanyak 10 butir. Skor hasil ter tersebut tertuang dalam tabel dibawah.
Analisis aya pembeda soal nomor 4 dan 8 !
Siswa
|
Skor Untuk Butir Soal Nomor
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|
A
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
B
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
C
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
D
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
E
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
F
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
G
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
H
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
I
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
J
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Langkah-langkah
analisisnya sebagai berikut :
1. dibuat tabel
perhitungan sebagi berikut Menjumlahnya skor total yang dicapai oleh
masing-masing siswa dan skor toal setiap butir soal dan sekaligu membagi siswa
menjadi dua kelompok atas dan kelompok bawah. Untuk itu perlu:
Siswa
|
Skor untuk
butir soal nomor
|
Skor
siswa
|
Kelompok
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
9
|
10
|
|||
A
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
8
|
A
|
B
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
6
|
B
|
C
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
5
|
B
|
D
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
0
|
7
|
A
|
E
|
0
|
0
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
7
|
A
|
F
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
4
|
B
|
G
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
6
|
B
|
H
|
0
|
1
|
0
|
1
|
0
|
0
|
1
|
0
|
0
|
0
|
3
|
B
|
I
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
7
|
A
|
J
|
1
|
0
|
1
|
1
|
0
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
8
|
A
|
2.
Membagi para siswa menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok atas (kelopmpok
siswa yang memperoleh skor tinggi) dan kelompok bawah (kelompok siswa yang
memperoleh skor rendah) dan selanjutnya membubuhkan kode pada siswa yang masuk
kelompok aas dengan kode A dan siswa kelompok bawah denagn kode B ( lihat pada
tabel di atas) cara pembagian kelompok ini ada dua cara:
a.
Untuk jumlah kecil yakni jumlah siswa kurang dari seratus, caranya
adalah seluruh siswa dibag mejadi dua bagian sama besar(50%) untuk kelompok atas
dan 50 untuk kelompok bawah. Untuk mementukan siapa saja siswa yang masuk
kelopmpok atas dan yang masuk kelompok bawah erlebih dahulu para siswa tersebut
diurutkan dari yang memperoleh skor tertinggi hingga terrendah. Bila jumlah
siswa ganjil, maka siswa yang menduduki urutan tengah-tengah dapat diikutkan
kelompok atas sekaligus kelompok bawah. Contoh pembagian dri data pada tabel
diatas adalah sebagi berikut :
8
8
7 Kelompok
Atas
7
7
6
6
5 kelompok bawah
4
3
b.
Apabila jumlah siswa lebih dari
seratus (jumlah besar), maka kelompok atas cukup di ambil 27%nya mulai dari
siswa yang memperoleh skor tertinggo dan ambil kelmpok bawah 27% juga dan
diambil mulai dari siswa yang memperoleh skor terrendah.
3.
Menghitung indeks daya pbeda butis
soal dengan rumus diatas dalam hal ini
kita akan menganalisis nomor 4 dan 8.
IDP =
Soal no.4 = = -0,20
Soal no.8 =
4.
Memberikan interpretasi terhadap
hasil perhitungan. Cara emberikan interpretasi adalah dengan mengkontasikan
hasil perhitungan indeks tingkat daya pembeda tersebudengan suatu
patokan/kreteria sebagi berikut :
Indeks Daya Pembeda
|
Klasifikasi
|
Interprestasi
|
Tanda negatif
<0,20
0,20-0,39
0,40-0,69
0,70-1,00
|
No Discrimination
Poor
Satisfactory
Good
excellent
|
Tidak Ada Daya Beda
Daya Beda Lemah
Daya Beda Cukup
Daya Beda Baik
Daya Beda Baik Sekali
|
Dengan demikian dapat dismpulkan
bahwa soal nomor 4 diatas yang memiliki IDP sebesar -,0,20 ternasuk soal yang
tidak memiliki daya pembeda dan soal nomor 8 dengan IDP sebesar 0,80 berarti
memilki daya pembeda yang baik sekali.
Untuk mengtahui daya pembeda soal
bentuk uraian adalah dengan menggunakan rumu berikut ini.
IDP =
Contoh: misalkan tes hasil belajar bentuk
uraian dalam mata pelajran Al-Qur’an Hadis yang dikuti oleh 5 orang siswa MAN
dengan jumlah butir soal sebanyak 5 butir. Skor hasil tes seperti tentang dalam
table di bawah. Tentukan daya pembeda butir soal nomor 3.
Nama siswa
|
Skor untuk butir nomor
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
|
A
|
8
|
5
|
9
|
3
|
6
|
B
|
3
|
9
|
4
|
8
|
3
|
C
|
9
|
10
|
8
|
5
|
8
|
D
|
4
|
5
|
3
|
7
|
4
|
E
|
8
|
8
|
5
|
9
|
3
|
Langkah-langkah analisis sebagi berikut :
1. Membuat table perjitungan untuk menenukan kelompok atas dan kelompok
bawa. Untuk menentukan kelompok ini langsung melihat skor masing-masing siswa
pada butir soal yang dianalisis, jadi tidak perlu melihat skor total yang di
capai masing-masing siswa untuk setiap butir soal.
Nama
siswa
|
Skor untuk butir nomor
|
kelompok
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
A
|
8
|
5
|
9
|
3
|
6
|
A
|
B
|
3
|
9
|
4
|
8
|
3
|
B
|
C
|
9
|
10
|
8
|
5
|
8
|
A
|
D
|
4
|
5
|
3
|
7
|
4
|
B
|
E
|
8
|
8
|
5
|
9
|
3
|
A dan B
|
2. Menghitung indeks daya pembeda dengan terlebih dahulu menghitung mean
kelompok atas dan mean kelompok bawah.
MA =
MB =
IDP =
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa soal nomor 3 diatas dengan IDP
sebesar 0.33 termasuk soal yang memiliki daya pembeda cukup.[5]
2. 3 Fungsi Distraktor
Analisis
fungsi distraktor dilakukan khusus untuk soal bentuk model pilihan ganda
(multiple choice item). Soal model pilihan ganda, dilengkapi dengan alternatif
jawaban yang disebut dengan option (opsi). Opsi biasanya berkisar antara 3 sam
api 5, dari 3, 4, dan 5 ada jawaban yang benar dan yang disebut dengan kunci
jawaban sedangkan sisanya jawaban yang salah. Jawaban yang salah disebut dengan
distraktor (pengecoh).[6]
pola jawaban
soal dapat ditentukan apakah pengecoh berfungsi sebagai pengecoh dengan baik
atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh siswa berarti pengecoh
itu jelek. Sebaliknya sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik
apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi
pengikut-pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan. Dengan melihat pola jawaban soal, dapat
diketahui :
a.
taraf kesukaran soal
b.
taraf pembeda soal
c.
baik tidaknya distraktor.
Sesuatu
distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara yaitu :
a.
diterima karena sudah baik
b.
ditolak karena tidak baik
c.
ditulis kembali karena kurang baik.
Kekurangannya
mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali,
dengan perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu kesukaran yang sulit,
sehingga apabila masih dapat distraktor dapat dikatakan berfungsi baik jika
paling sedikit dipilih oleh 5 % pengikut tes. [7]
Contoh
perhitungan :
a.
Analisis distraktor yang baik, pola
diketahui sebagai berikut ;
Pilihan Jawaban
|
A
|
B
|
C*
|
D
|
O
|
Jumlah
|
Kelompok Atas
|
5
|
7
|
15
|
3
|
0
|
30
|
Kelompok Bawah
|
8
|
8
|
6
|
5
|
3
|
30
|
Jumlah
|
13
|
15
|
21
|
9
|
3
|
60
|
C* adalah
kunci jawaban.
Dari pola
jawaban soal ini dapat dicari :
1. P = 21/60 =
0,35
2. D = PA – PB
= 15/30 – 6/30 = 0,30
3. distraktor : semua distraktornya sudah berfungsi dengan baik
karena sudah dipilih oleh lebih dari 5% pengikut tes.
4. dilihat dari segi omit 9 kolom pilihan paling kanan) adalah
baik. Sebuah item dikatakan baik jika omitnya tidak lebih dari 10% pengikut
tes.
( 5% dari
pengikut tes = 5% x 60 orang = 3 orang). Sebenarnya ketentuan ini hanya berlaku
untuk tes pilihan ganda dengan 5 alternatif dan p = 0,80. tetapi demi
kepraktisan diberlakukan untuk semua.[8]
b.
Analisis distraktor yang kurang
baik, polanya sebagai berikut:
Kelompok/ pilihan
|
A*
|
B
|
C
|
D
|
Om
|
Jumlah
|
Kelompok Atas
|
2
|
1
|
9
|
2
|
1
|
15
|
Kelompok Bawah
|
1
|
4
|
5
|
4
|
1
|
15
|
Jawaban
|
3
|
5
|
14
|
6
|
2
|
30
|
*) adalah
kunci jawaban.
Setelah
dimasukan kedalam table kontingensi 2 x 5 dapat diketahui bahwa sebaran pilihan
jawaban adalah sebagai berikut:
a)
Memilih a ada 3 orang , 2 orang
kelompok atas (AT) dan 1 orang kelompok bawah (KB).
b)
Memilih b 5 orang, 1 orang dari
kelompok atas (AT) dan 4 orang dari kelompok bawah (KB).
c)
Memilih c ada 14 orang, 9 orang
kelompok atas (AT) dan 5 orang kelompok bawah
(KB).
d)
Memilih d ada 6 orang, 2 kelompok
atas (AT) dan 4 orang kelompok bawah (KB)
e)
Yang tidak memilih omit ada 2
orang, masing- masing 1 orang kelompok atas dan kelompok bawah.[9]
Jika guru menjumpai hasil pemaparan
pola jawaban seperti ini, dapat mengambil kesimpulan bahwa ada dua kemungkinan
penyebab:
a)
Butir soal yang dibuat tidak baik,
karena dapat menyesatkan hamper separuh siswa memilih jawaban c. Pilihan c
mempunyai daya tarik yang besar, seolah- olah pilihan itu yang benar, mungkin
rumusan kalimatnya, atau mungkin isi soalnya menunjukkan itu benar.
b)
Yang menarik bukan butir soalnya,
tetapi materi yang dikuasi siswa memang seperti pilihan c. Kalau guru memang
maksud yang dikehendaki ada dipilihan a, maka ketika guru mengajar, yang
diterima siswa seperti pilihan c. Jika seperti yang terjadi, guru harus
mengulang mengajar agar penguasaan materi yang dimiliki oleh siswa adalah seperti
yang tertera dalam option.[10]
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tingkat
kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat
kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Fungsi tingkat
kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk
keperluan ujian semester dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat
kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi dipergunakan butir soal yang memiliki
tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnosis biasanya
dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah.
Langkah-langkah
analisisnya adalah sebagai berikut:
a)
menjumlahkan skor masing-masing
butir soal yang dicapai oleh semua testee.
b)
menghitung indeks tingkat kesukaran
butir soal dengan rumus.
c)
memberikan interpretasi terhadap
hasil perhitungan. Cara memberikan interpretasi adalah dengan mengkonsultasikan
hasil perhitungan indeks tingkat kesukaran tersebut dengan suatu
patokan/criteria.
Analisis
fungsi distraktor dilakukan khusus untuk soal bentuk model pilihan ganda
(multiple choice item). Soal model pilihan ganda, dilengkapi dengan alternatif
jawaban yang disebut dengan option (opsi). Opsi biasanya berkisar antara 3 sam
api 5, dari 3, 4, dan 5 ada jawaban yang benar dan yang disebut dengan kunci
jawaban sedangkan sisanya jawaban yang salah. Jawaban yang salah disebut dengan
distraktor (pengecoh).
Sesuatu
distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara yaitu :
d.
diterima karena sudah baik
e.
ditolak karena tidak baik
f.
ditulis kembali karena kurang baik.
Daya pembeda
soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang
mampu (menguasai materi yang ditanyakan) dan siswa yang kurang mampu (belum menguasai materi ayng ditanyakan). Daya
pembeda soal dapat diketahuai dengan melihat besar kecilnya angka indeks daya
pembeda (IDP). Indeks daya pembeda biasanya juga ditanyakan dalam bentuk
proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal bearti semakin mampu soal
yang bersangkutan membedakan siswa yang pandai dengan yang kurang pandai.
Indeks daya pembeda berkisar -1,00 sampai dengan 1,00.
Indeks daya
pembeda soal tersebut dapat digambarkan dalam sebuah garis kontinum sebagi
berikut :
-1,00 =
tingkat daya pembeda negatif
0,00 = daya pembeda rendah
1,00= daya
pembeda tinggi
DAFTAR PUSAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2012. Dasar- Dasar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Purwanto,
Ngalim. 1988. Prinsip-prinsip dan
evaluasi teknik pengajaran. Bandung: Remadja Karya.
Sukiman. 2012.
Pengembangan Sistem Evaluasi.
Yogyakarta: Insan Madani.
Sukiman, 2008.
Pengembangan System Evaluasi PAI.
Yogyakarta: uin.
0 Comments:
Post a Comment