Header Ads

24 August 2016

analisis kuantitatif ( tingkat kesukaran, daya beda, distributor)

Hasil gambar untuk analisis kuantitatif ( tingkat kesukaran, daya beda, distributor)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh proses pembelajaran. Oleh sebab itu, guru harus melaksanakan evaluasi dan  proses analisis dari evaluasi untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan pembelajaran dalam rangka meningkatkan proses pembelajaran. Begitu pentingnya analisis soal dalam meningkatkan proses pembelajaran, guru mengadakan analisis butir soal (tingkat kesukaran, daya pembeda, distraktor).
Menurut Thorndike dan Hagen (1977), analisis terhadap soal- soal (item) tes yang telah dijawab oleh murid- murid ada dua tujuan penting.
Pertama, Jawaban-jawaban soal itu merupakan informasi diagnostic untuk meneliti pelajaran dari kelas dan kegagalan- kegagalan belajarnya, serta melanjutkan unruk membimbing kearah cara belajar yang lebih baik.
Kedua, Jawaban-jawaban terhadap soal-soal yang etrpisah dan perbaikan (review) soal-soal yang didasarkan atas jawaban-jawaban yang basis bagi penyiapan tes-tes yang lebih baik untuk tahun berikutnya.[1]
Pada makalah ini kami akan membahas mengenai analisis soal berupa Indeks Kesukaran, Daya Pembeda, Fungsi Distraktor, yang berguna sebagai pedoman bagi pendidikan dalam melakukan analisis soal terutama untuk soal objektif.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisis tes berdasarkan tingkat kesukaran?
2. Bagaimana analisis tes berdasarkan daya pembeda?
3. Bagaimana analisis tes berdasarkan fungsi distraktor?         



BAB II
PEMBAHASAN
           
2.1 Analisis Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Indeks tingkat kesukaran ini pada umumnya dinyatakan dalam bentuk proporsi yang besarnya sekitar 0,00 – 1,00. Semakin besar indeks tingkaat kesukaran yang diperoleh dari hasil perhitungan, berarti semakin mudah soal. Perhitungan indeks tingkat kesukaran ini dilakukan untuk setiap nomor butir soal. Pada prinsipnya, skor rata-rata yang diperoleh testee pada butir soal yang bersangkutan dinamakan tingkat kesukaran butir soal.
Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnosis biasanya dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah.[2]
Rumusan yang dipergunakan menganalisis tingkat kesukaran untuk soal objektif adalah seperti berikut:
ITK =  B/N
ITK     : indeks tingkat kesukaran butir soal
B         : bayaknya siswa yang menjawab benar butir soal
N         : banyaknya siswa yang mengikuti tes
Contoh: misalnya suatu ujian diikuti oleh 10 orang peta tes (testee) dengan menggunakan butir soal sebanyak 10 butir. Skor hasil ujian tersebut tertuang dalam tabel dibawah. Tentukan indeks kesukaran butir soal nomor 1, 5, dan 10!
Langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut:
a)      menjumlahkan skor masing-masing butir soal yang dicapai oleh semua testee
 
b)      menghitung indeks tingkat kesukaran butir soal dengan rumus
                        ITK =  B/N
Soal no. 1 = 7/10  = 0,7
Soal no. 5 = 5/10  = 0,5
Soal no. 10=  6/(10 ) = 0,6
c)      memberikan interpretasi terhadap hasil perhitungan. Cara memberikan interpretasi adalah dengan mengkonsultasikan hasil perhitungan indeks tingkat kesukaran tersebut dengan suatu patokan/kriteria sebagai berikut:


Indeks Tingkat kesukaran
Kategori
0,00 – 0,30
0,31 – 0,70
0,71 – 1,00
Soal tergolong sukar
Soal tergolong sedang
Soal tergolong mudah


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa soal nomor 1 diatas termasuk soal yang memiliki kategori mudah, soal nomor 5 sedang dan nomor 10 juga sedang.[3]
Sedangkan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bentuk uraian dipergunakan rumus berikut ini.
1)      Mean =
2)      TK    =                                                                      
Contoh: misalnya tes hasil belajar (THB) bentuk uraian dalam mata pelajaran Al-Qur’an Hadis yang diikuti oleh 5 orang siswa MAN dengan jumlah butir soal sebanyak 5 butir. Skor hasil tes tertuang dalam tabel dibawah. Tentukan indeks tingkat kesukaran butir soal nomor 3!
Skor untuk butir nomor
Nama testee
1
2
3
4
5
A
8
5
9
3
5
B
3
9
4
8
6
C
9
10
8
5
3
D
4
5
3
7
8
E
8
8
5
9
4

∑X1=
32
∑X2=
37
∑X3=
29
∑X4=
32
∑X5=
24


Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa soal nomor 2 diatas termasuk soal yang memiliki kategori mudah
Tindak lanjut dari hasil analisis tingkat kesukaran butir soal ini adalah sebagai berikut:
a)      Mencatat butir soal yang sudah baik (memiliki TK=cukup) dalam buku bank soal.
b)      Bagi soal yang terlalu sukar ada dua kemungkinan, yaitu: didrop/dibuang atau diteliti ulang dimana letak yang membuat soal tersebut terlalu sukar, mungkin kalimatnya yang tidak baik atau petunjuk mengerjakannya yang kurang jelas, dan sebagainya, kemudian setelah diperbaiki dipakai kembali, atau disimpan untuk kepentinganyang lain (seperti untuk tes seleksi).
c)      Untuk butir yang terlalu mudah juga ada tiga kemungkinan seperti yang dijelaskan pada poin (b) diatas.[4]
2.2 Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa  yang mampu (menguasai materi yang ditanyakan) dan siswa yang kurang mampu (belum menguasai materi ayng ditanyakan). Daya pembeda soal dapat diketahuai dengan melihat besar kecilnya angka indeks daya pembeda (IDP). Indeks daya pembeda biasanya juga ditanyakan dalam bentuk proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal bearti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan siswa yang pandai dengan yang kurang pandai. Indeks daya pembeda berkisar -1,00 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi daya pembeda suatu soal, maka semakin baik soal itu. Jika daya penbeda negatif (<0) berarti lebih banyak kelompok bawah (siswa yang kurang mampu) yang menjawab benar soal itu dibanding dengan kelompok atas (siswa yang mampu). Indeks daya pembeda soal tersebut dapat digambarkan dalam sebuah garis kontinum sebagi berikut :
-1,00 = tingkat daya pembeda negatif    
 0,00 = daya pembeda rendah   
1,00= daya pembeda tinggi

Soal yang baik adalah soal yang dapa dijawab dengan benar oleh siswa yang menguasai materi yang diteskandan tidak dapat dijawab secara benar oleh orang yang tidak menguasai materi yang diteskan. Soal yang tidak baik adalah soal yang keika digunakan muncul tiga kemungkinan :
1.      Siswa yang menguasai/ pandai dan yang tidak menguasai/ tidak pandai sama-sama bsa menjawab dengan benar.
2.      Siswa yang pandai dan yang tidak pandai sama-sama tidak menjawab dengan benar.
3.      Siswa yang pandai tidak dapat menjawab dengan benar, sebaliknya siswa yang idak pndai justru dapat menjawab dengan benar.
Untuk mengetahui indeks daya pembeda soal bentuk objektif adalah dengan menggunakan rumus berikut ini :
IDP=
IDP : indeks daya pembeda soal
BA : jumlah jawaban benar pada kelompok atas
BB : jumlah jawaban benar pada kelompok bawah
N : banyaknya siswa yang mengikuti tes
Contoh : suatu tes hail belajar (THB) dikuti oleh 10 sswa dengan menggunakan butir soalbsebanyak 10 butir. Skor hasil ter tersebut tertuang dalam tabel dibawah. Analisis aya pembeda soal nomor 4 dan 8 !








Siswa
Skor Untuk Butir Soal Nomor
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
1
1
0
1
1
1
0
0
1
1
B
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
C
1
0
1
1
0
0
1
1
1
0
D
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
E
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
F
1
0
0
1
0
0
1
1
0
1
G
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
H
0
1
0
1
0
0
1
1
0
0
I
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
J
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1

Langkah-langkah analisisnya sebagai berikut :
1.      dibuat tabel perhitungan sebagi berikut Menjumlahnya skor total yang dicapai oleh masing-masing siswa dan skor toal setiap butir soal dan sekaligu membagi siswa menjadi dua kelompok atas dan kelompok bawah. Untuk itu perlu:






Siswa
Skor untuk butir soal nomor
Skor
siswa
Kelompok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
1
1
0
1
1
1
0
1
1
1
8
A
B
0
1
1
0
1
0
1
1
0
1
6
B
C
1
0
1
1
0
0
1
0
1
0
5
B
D
1
1
1
0
0
1
1
1
1
0
7
A
E
0
0
1
0
1
1
1
1
1
1
7
A
F
1
0
0
1
0
0
1
0
0
1
4
B
G
1
1
0
1
1
1
0
0
1
0
6
B
H
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
3
B
I
1
0
1
1
1
0
1
1
0
1
7
A
J
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
8
A

2.      Membagi para siswa menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas               (kelopmpok siswa yang memperoleh skor tinggi) dan kelompok bawah (kelompok siswa yang memperoleh skor rendah) dan selanjutnya membubuhkan kode pada siswa yang masuk kelompok aas dengan kode A dan siswa kelompok bawah denagn kode B ( lihat pada tabel di atas) cara pembagian kelompok ini ada dua cara:
a.       Untuk jumlah kecil yakni  jumlah siswa kurang dari seratus, caranya adalah seluruh siswa dibag mejadi dua bagian sama besar(50%) untuk  kelompok atas dan 50 untuk kelompok bawah. Untuk mementukan siapa saja siswa yang masuk kelopmpok atas dan yang masuk kelompok bawah erlebih dahulu para siswa tersebut diurutkan dari yang memperoleh skor tertinggi hingga terrendah. Bila jumlah siswa ganjil, maka siswa yang menduduki urutan tengah-tengah dapat diikutkan kelompok atas sekaligus kelompok bawah. Contoh pembagian dri data pada tabel diatas adalah sebagi berikut :




8
8
7                         Kelompok Atas
7
7
6
6
5              kelompok bawah
4
3
b.      Apabila jumlah siswa lebih dari seratus (jumlah besar), maka kelompok atas cukup di ambil 27%nya mulai dari siswa yang memperoleh skor tertinggo dan ambil kelmpok bawah 27% juga dan diambil mulai dari siswa yang memperoleh skor terrendah.
3.      Menghitung indeks daya pbeda butis soal dengan rumus diatas dalam hal ini  kita akan menganalisis nomor 4 dan 8.

IDP =
Soal no.4 =  = -0,20
Soal no.8 =

4.      Memberikan interpretasi terhadap hasil perhitungan. Cara emberikan interpretasi adalah dengan mengkontasikan hasil perhitungan indeks tingkat daya pembeda tersebudengan suatu patokan/kreteria sebagi berikut :


Indeks Daya Pembeda
Klasifikasi
Interprestasi
Tanda negatif
<0,20
0,20-0,39
0,40-0,69
0,70-1,00
No Discrimination
Poor
Satisfactory
Good
excellent
Tidak Ada Daya Beda
Daya Beda Lemah
Daya Beda Cukup
Daya Beda Baik
Daya Beda Baik Sekali

Dengan demikian dapat dismpulkan bahwa soal nomor 4 diatas yang memiliki IDP sebesar -,0,20 ternasuk soal yang tidak memiliki daya pembeda dan soal nomor 8 dengan IDP sebesar 0,80 berarti memilki daya pembeda yang baik sekali.
Untuk mengtahui daya pembeda soal bentuk uraian adalah dengan menggunakan rumu berikut ini.

IDP =

Contoh: misalkan tes hasil belajar bentuk uraian dalam mata pelajran Al-Qur’an Hadis yang dikuti oleh 5 orang siswa MAN dengan jumlah butir soal sebanyak 5 butir. Skor hasil tes seperti tentang dalam table di bawah. Tentukan daya pembeda butir soal nomor 3.
Nama siswa
Skor untuk butir nomor
1
2
3
4
5
A
8
5
9
3
6
B
3
9
4
8
3
C
9
10
8
5
8
D
4
5
3
7
4
E
8
8
5
9
3

Langkah-langkah analisis sebagi berikut :
1.      Membuat table perjitungan untuk menenukan kelompok atas dan kelompok bawa. Untuk menentukan kelompok ini langsung melihat skor masing-masing siswa pada butir soal yang dianalisis, jadi tidak perlu melihat skor total yang di capai masing-masing siswa untuk setiap butir soal.
Nama
siswa
Skor untuk butir nomor
kelompok
1
2
3
4
5
A
8
5
9
3
6
A
B
3
9
4
8
3
B
C
9
10
8
5
8
A
D
4
5
3
7
4
B
E
8
8
5
9
3
A dan B

2.      Menghitung indeks daya pembeda dengan terlebih dahulu menghitung mean kelompok atas dan mean kelompok bawah.

MA =
MB =
IDP =

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa soal nomor 3 diatas dengan IDP sebesar 0.33 termasuk soal yang memiliki daya pembeda cukup.[5]





2. 3 Fungsi Distraktor
Analisis fungsi distraktor dilakukan khusus untuk soal bentuk model pilihan ganda (multiple choice item). Soal model pilihan ganda, dilengkapi dengan alternatif jawaban yang disebut dengan option (opsi). Opsi biasanya berkisar antara 3 sam api 5, dari 3, 4, dan 5 ada jawaban yang benar dan yang disebut dengan kunci jawaban sedangkan sisanya jawaban yang salah. Jawaban yang salah disebut dengan distraktor (pengecoh).[6]
pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh siswa berarti pengecoh itu jelek. Sebaliknya sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut-pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan.  Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui :
a.       taraf kesukaran soal
b.      taraf pembeda soal
c.       baik tidaknya distraktor.
Sesuatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara yaitu :
a.       diterima karena sudah baik
b.      ditolak karena tidak baik
c.       ditulis kembali karena kurang baik.
Kekurangannya mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya. Menulis soal adalah suatu kesukaran yang sulit, sehingga apabila masih dapat distraktor dapat dikatakan berfungsi baik jika paling sedikit dipilih oleh 5 % pengikut tes. [7]
Contoh perhitungan :                 
a.       Analisis distraktor yang baik, pola diketahui sebagai berikut ;

Pilihan Jawaban
A
B
C*
D
O
Jumlah
Kelompok Atas
5
7
15
3
0
30
Kelompok Bawah
8
8
6
5
3
30
Jumlah
13
15
21
9
3
60
C* adalah kunci jawaban.
Dari pola jawaban soal ini dapat dicari :
1. P = 21/60 = 0,35
2. D = PA – PB = 15/30 – 6/30 = 0,30
3. distraktor : semua distraktornya sudah berfungsi dengan baik karena sudah dipilih oleh lebih dari 5% pengikut tes.
4. dilihat dari segi omit 9 kolom pilihan paling kanan) adalah baik. Sebuah item dikatakan baik jika omitnya tidak lebih dari 10% pengikut tes.
( 5% dari pengikut tes = 5% x 60 orang = 3 orang). Sebenarnya ketentuan ini hanya berlaku untuk tes pilihan ganda dengan 5 alternatif dan p = 0,80. tetapi demi kepraktisan diberlakukan untuk semua.[8]
b.      Analisis distraktor yang kurang baik, polanya sebagai berikut:
Kelompok/ pilihan
A*
B
C
D
Om
Jumlah
Kelompok Atas
2
1
9
2
1
15
Kelompok Bawah
1
4
5
4
1
15
Jawaban
3
5
14
6
2
30
*) adalah kunci jawaban.
Setelah dimasukan kedalam table kontingensi 2 x 5 dapat diketahui bahwa sebaran pilihan jawaban adalah sebagai berikut:
a)      Memilih a ada 3 orang , 2 orang kelompok atas (AT) dan 1 orang kelompok bawah     (KB).
b)      Memilih b 5 orang, 1 orang dari kelompok atas (AT) dan 4 orang dari kelompok bawah (KB).
c)      Memilih c ada 14 orang, 9 orang kelompok atas (AT) dan 5 orang kelompok bawah    (KB).
d)     Memilih d ada 6 orang, 2 kelompok atas (AT) dan 4 orang kelompok bawah (KB)
e)      Yang tidak memilih omit ada 2 orang, masing- masing 1 orang kelompok atas dan kelompok bawah.[9]
Jika guru menjumpai hasil pemaparan pola jawaban seperti ini, dapat mengambil kesimpulan bahwa ada dua kemungkinan penyebab:
a)      Butir soal yang dibuat tidak baik, karena dapat menyesatkan hamper separuh siswa memilih jawaban c. Pilihan c mempunyai daya tarik yang besar, seolah- olah pilihan itu yang benar, mungkin rumusan kalimatnya, atau mungkin isi soalnya menunjukkan itu benar.
b)      Yang menarik bukan butir soalnya, tetapi materi yang dikuasi siswa memang seperti pilihan c. Kalau guru memang maksud yang dikehendaki ada dipilihan a, maka ketika guru mengajar, yang diterima siswa seperti pilihan c. Jika seperti yang terjadi, guru harus mengulang mengajar agar penguasaan materi yang dimiliki oleh siswa adalah seperti yang tertera dalam option.[10]









BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasanya dinyatakan dalam bentuk indeks. Fungsi tingkat kesukaran butir soal biasanya dikaitkan dengan tujuan tes. Misalnya untuk keperluan ujian semester dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran sedang, untuk keperluan seleksi dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran tinggi/sukar, dan untuk keperluan diagnosis biasanya dipergunakan butir soal yang memiliki tingkat kesukaran rendah/mudah.
Langkah-langkah analisisnya adalah sebagai berikut:
a)      menjumlahkan skor masing-masing butir soal yang dicapai oleh semua testee.
b)      menghitung indeks tingkat kesukaran butir soal dengan rumus.
c)      memberikan interpretasi terhadap hasil perhitungan. Cara memberikan interpretasi adalah dengan mengkonsultasikan hasil perhitungan indeks tingkat kesukaran tersebut dengan suatu patokan/criteria.
Analisis fungsi distraktor dilakukan khusus untuk soal bentuk model pilihan ganda (multiple choice item). Soal model pilihan ganda, dilengkapi dengan alternatif jawaban yang disebut dengan option (opsi). Opsi biasanya berkisar antara 3 sam api 5, dari 3, 4, dan 5 ada jawaban yang benar dan yang disebut dengan kunci jawaban sedangkan sisanya jawaban yang salah. Jawaban yang salah disebut dengan distraktor (pengecoh).
Sesuatu distraktor dapat diperlakukan dengan 3 cara yaitu :
d.      diterima karena sudah baik
e.       ditolak karena tidak baik
f.       ditulis kembali karena kurang baik.
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa  yang mampu (menguasai materi yang ditanyakan) dan siswa yang kurang mampu (belum menguasai materi ayng ditanyakan). Daya pembeda soal dapat diketahuai dengan melihat besar kecilnya angka indeks daya pembeda (IDP). Indeks daya pembeda biasanya juga ditanyakan dalam bentuk proporsi. Semakin tinggi indeks daya pembeda soal bearti semakin mampu soal yang bersangkutan membedakan siswa yang pandai dengan yang kurang pandai. Indeks daya pembeda berkisar -1,00 sampai dengan 1,00.
Indeks daya pembeda soal tersebut dapat digambarkan dalam sebuah garis kontinum sebagi berikut :
-1,00 = tingkat daya pembeda negatif    
 0,00 = daya pembeda rendah   
1,00= daya pembeda tinggi





DAFTAR PUSAKA

Arikunto, Suharsimi. 2012. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim. 1988. Prinsip-prinsip dan evaluasi teknik pengajaran. Bandung: Remadja Karya.
Sukiman. 2012. Pengembangan Sistem Evaluasi. Yogyakarta: Insan Madani.
Sukiman, 2008. Pengembangan System Evaluasi PAI. Yogyakarta: uin.






      [1] Ngalim Purwanto. 1988. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.. Hal 153
     [2] Sukiman, 2008, pengembangan system evaluasi PAI, Yogyakarta,uin. Hal. 185
     [3] Ibid. hal. 186-187
     [4] Ibid. hal 189
[5] ibid hal 188.

   [6] Sukiman. 2012 Pengembangan Sistem Evaluasi. Hal 222
   [7] Suharsimi Arikunto. 2012. Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan. Edisi 2. Hal 234
     [8]Ibid. Hal 238
    [9] Ibid. Hal 236
    [10] Ibid. Hal 237

0 Comments:

Post a Comment