Header Ads

24 August 2016

1 Dinamika Stres dan Emosi Pada Masa Kanak-Kanak Awal dan Keragaman Pola Asuh Pada Anak

Hasil gambar untuk Dinamika Stres dan Emosi Pada Masa Kanak-Kanak Awal dan Keragaman Pola Asuh Pada Anak
Dinamika Stres dan Emosi Pada Masa Kanak-Kanak Awal dan Keragaman Pola Asuh Pada Anak
Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Dosen Pengampu: Dr. Eva Lativah, M.Si.
Disusun Oleh:
Romi Romawan (13410027)
Ahmad Dwi Nur Khalim (13410115)
Siti Fatimah (13410157)
Diah Rusmala Dewi (13410239)
Minan Zuhri ( )
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013/2014
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak sebagai anggota keluarga yang tak berdaya sangatlah rentan menjadi sasaran perilaku agresif yang dilakukan oleh orang tua atau orang dewasa disekitarnya. Baik dalam bentuk kata-kata kasar ataupun sikap perilaku, yang dapat mengakibatkan anak tumbuh menjadi anak yang trauma, shingga akan menjadi stres dan emosionalnya terganggu.
Masa pada kanak-kanak adalah masa terpanjang dalam rentang kehidupan dimana individu relative tidak berdaya dan banyak bergantung pada orang lain. Terutama orang-orang terdekatnya yaitu kedua oarang tua. Pada masa kanak-kanak inilah dianggap sebagai waktu belajar untuk mencapai berbagai keterampilan dan senang mencoba hal-hal baru. Dan saat disitulah letak penting peran aktif orang tua dalam membimbing, mendidik, dan membesarkan anak-anak mereka agar tumbuh dan berkembang dengan normal serta sehat. Hal itulah pencerminan kepedulian, kasih sayang dan perhatian orang tua terhadap anak mereka, sehingga akan berkesan dan memepengaruhi jiwa dan emosional anak.
Anak tumbuh dan berkembang dengan normal dan sehat, adalah dambaan semua orang tua didunia ini. Oleh karena itu jadilah orang tua yang selalu memeperhatikan tumbuh kembang anak serta mampu mengakomodir dan memfasilitasi semua kebutuhan anak sesuai dengan usianya. Perlu diketahui bahwa anak kecil bukanlah orang dewasa yang berukuran mini. Sehingga orang tua diharuskan mamapu memasuki dunia anak-anak untuk memahami dan mengenal siapa mereka. Dengan begitu orang tua akan lebih mengetahui dan menghargai berbagai kelebihan serta kekurangan anak. Sebab itu juga maka penerapan pola asuh pada anak harus selalu diperhatikan, agar anak selalu tumbuh dan berkembang dengan baik serta merasa diperhatikan, berharga dan disayang oleh kedua orang tua.
3
B. Rumusan masalah
Bagaimana dinamika stres dan emosi pada masa kanak-kanak awal?
Apa saja ragam pola asuh dan dampaknya pada anak?
C. Tujuan
Mengetahui dinamika stres dan emosi pada masa kanak-kanak awal
Mengetahui ragam pola asuh dan dampaknya terhadap anak
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. DINAMIKA STRES PADA MASA KANAK-KANAK AWAL
1. Pengertian Stres
Stres (stress) ialah respons individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa (disebut “stressor”) yang mengancam individu dan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengalami segala bentuk stressor.
2. Faktor-faktor dalam stres
Terdapat dua faktor dalam stress,
a. Faktor-faktor kognitif
Pandangan yang disajikan lebih jelas oleh peneliti stres Richard Lazarus (1966, 1990, 1993a, 1933b0. Penilaian kognitif (cognitive appraisal)ialah istilah Lazarus yang menjelaskan interpretasi anak-anak terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan mereka sebagai sesuatu yang mengganggu, mengancam, atau menantang, dan determinasi mereka tentang apakah mereka memiliki sarana dan kemampuan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa itu secara afektif.
Menurut Lazarus anak-anak menilai peristiwa-peristiwa dengan dua langkah,
a) Penilaian Primer (primery appraisal)
Anak-anak menginterpretasikan adalah suatu peristiwa itu mengandung kerugian atau kegagalan yang sudah terjadi, suatu ancaman akan kemungkinan bahaya masa depan, atau suatu tantangan yang harus dihadapi.
 Kerugian ialah penilaian anak akan kerugian peristiwa yang sudah terjadi,
Misalnya : bila seorang anak gagal di dalam tes sekolah,
 Ancaman ialah penilaian anak akan potensi kerugian masa depan yang disebabkan oleh suatu peristiwa.
Misalnya : gagal tes dapat menurunkan guru terhadap anak dan meningkatkan kemungkinan si anak akan memperoleh nilai rapor yang rendah pada akhir tahun pelajaran.
5
 Tantangan ialah penilaian anak akan peluang untuk mengatasi keadaan-keadaan suatu peristiwa dengan bertindak sebaliknya dan pada akhirnya akan memperoleh keuntungan dari peristiwa resebut
Misalnya : anak yang gagal tes di sekolah, anak dapat mengembangkan suatu komitmen untuk tidak pernah terjerembab ke dalam situasi itu lagi dan menjadi murid ang lebih baik.
b) Secondary appraisal
Anak-anak mengevaluasi sarana dan kemampuan mereka dan menentukan seberapa efektif merek dapat menghadapi peristiwa tersebut.Penilaian ini disebut “sekunder” karena dilakukan setelah penilaian primer dan bergantung pada sejauh mana peristiwa telah dinilai sebagai sesuatu yang merugikan, mengancam, atau menantang.Menangani peristiwa memerlukan sejumlah strategi, ketrampilam, dan kemampuan berpotensi secara efektif mengelola peristiwa-peristiwa yang menegangkan.
Misalnya : pada anak yang gagal tes, bila anak belajar, bahwa orang tuanya akan memanggil guru les untuk menolongnya, anak akan lebih percaya diri di dalam menghadapi stres daripada bila orangtuanya tidak memberi dukungan.
Lazurus yakin pengalaman stress anak adalah suatu keseimbangan antara penilaian primer dan penilaian sekunder. Bila kerugian dan ancamannya tinggi, sementara tantangan, sarana, dan kemampuan rendah, biasanya stressnya akan tinggi. Bila kerugian dan dan ancaman rendah, sementara tantangan, sarana, dan kemampuan menangani cobaan itu tinggi, stress anak cenderung rendah
b. Faktor-faktor Sosial Budaya
Faktor-faktor Sosial Budaya yang terdapat di dalam stress diantaranya,
a) Stress Akulturasi
Akulturasi (acculturation) ialah perubahan kebudayaan akibat dari kontak langsung dan terus menerus antara dua kelompok budaya yang berbeda. Stress akukturasi adalah akibat negatif dari akulturasi.
6
Adanya penindasan ras dari etnis kulit putih terhadap etnis kulit hitam untuk dapat mengakulturasikan budayanya di wilayah etnis kulit hitam.
b) Stres Ekonomi Sosial
Kondisi-kondisi kehidupan yang kronis seperti perumahan yang buruk, kawasan perumahan yang berbahaya, tanggug jawab yang berat, dan masalah ekonomi adalah penyebab stress utama di dalam kehidupan orang- orang miskin.
Misalnya :perempuan kulit hitam yang mengepalai keluarga menghadapi kemiskinan 10 kali lebih tinggi dibandingkan laki-laki kulit putih yang mengepalai keluarga.
Selain itu perempuan-perempuan miskin lebih banyak mengalami kejahatan dan kekerasan dibandingkan perempuan-perempuan kelas menengah.
Kemiskinan menangguhkan sumber-sumber dukungan sosial yang memainkan peran dalam menyangga dampak-dampak stress.1
3. Anak-anak cacat
a. Prevalensi Kecacatan
Kunci rancangan undang-undang Public law 92-142 ialah pengembangan suatu program pendidikan terindividualisasi bagi setiap anak yang teridentifikasi cacat.
b. Gangguang Belajar
Anak-anak yang mengalami gangguan belajar adalah (Learning disabilities) adalah yang,
(1) tingkat kecerdasannya normal atau di atas normal,
(2) memiliki kesulitan-kesulitan di beberapa bidang akademis, tetapibiasanya tidak memperlihatkan kekurangan di bidang-bidang lain,
(3) tidak mederita beberapa kondisi atau kelainan lain yang dapat menjelaskan masalah-masalah belajar mereka.
c. Attention Hyperactivity Disorder (Hiperaktif)
1John W. Santrock, Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm.301-304
7
Ciri dari kelainan dari hiperaktif adalah suatu retang perhatian yang pendek, perhatian mudah beralih, dan tingkat kegiatan fisik yang tinggi. Anak-anak ni tidak menaruh perhatian dan memiliki kesulitan memusatkan perhatian pada apa yang sedang dilakukannya. 2
B. EMOSI YANG UMUM PADA AWAL MASA KANAK-KANAK
1. Pengertian Emosi
Menurut Englsih and English, emosi adalah “A complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandular activies” (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris)3. Emosi (emotion) sebagai perasaan atau afeksi yang melibatkan suatu campuran antara gejolak fisiologis (misalnya, denyut jantung yang cepat) dan perilaku yang tampak (misalnya, senyuman atau ringisan).4
Para psikolog telah mengklasifikasikan emosi dari beberapa klasifikasi, salah satu diantaranya adalah emosi positif dan negative,
a. Afektifitas positif (positif affectivity, PA) mengacu kepada derajat emosi yang positif, dari energy yang tinggi, antusiasme, dan kegembiraan hingga perasaan sabar, tenang dan menarik diri.
b. Afektifitas negatif (negative affectivity, NA) mengacu pada emosi yang sifatnya negative, seperti kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah, dan kesedihan.
2. Beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak, yaitu sebagai berikut:
a. Amarah
Penyebab yang paling umum amarah adalah pertengkaran mengenai permainan, tidak tercapainya keinginan dan seranangan dari anak lain. Anak mengungkapkan rasa marah dengan ledakan amarah yang ditandai dengan menangis, bertteriak, menendang, melompat-lompat, atau memukul.
2John W. Santrock, Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm.307
3Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anakdan Remaj, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2002), hlm.114-115
4John W. Santrock, Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 205
8
b. Takut
Pembiasaan, peniruan, dan ingatan tentang pengalaman yang kurang menyenangkanberperan penting dalam menimbulkan rasa taku, seperti cerita-cerita, gambar-gambar, acara radio dan televisi, dan film-film dengan unsur yang menakutkan. Pada mulanya reaksi anak terhadap rasa takut adalah panik, kemudian menjadi lebih khusus seperti lari, menghindar, dan bersembunyi, menangis, dan menghindari situasi yang menakutkan.
c. Cemburu
Anak menjadi cemburu bila ia mengira bahwa minat dan perhatian orang tua beralih kepada ornag lain didalam keluarga, biasanya adik yang baru lahir. Anak yang lebih muda dapat mengungkapkan kecemburuannya secara terbuka, atau menunjukkannya dengan kembali berperilaku seperti anak kecil, seperti mengompol, pura-pura saki, atau menjadi nakal. Perilaku ini semua bertujuan untuk menarik perhatian.
d. Ingin tahu
Yaitu perasaan ingin mengenal, mengetahui segala sesuatu atau objek-objek, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik.5
Anak mempunyai rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang baru dilihatnya, juga mngenai tubuhnya sendiri dan tubuh orang lain. Reaksi pertama adlah dalam bentuk penjelajahan sensomotorik, kemudian sebagai akibat dari tekanan sosial dan hukuman, ia bereaksi dengan bertanya.
e. Iri hati
Anak-anak sering iri hati mengenai kemampuan atau barang yang dimiliki orang lain. Iri hati ini diungkapkan dalam bermacam-macam cara, yang paling umum adalah mengeluh tentang barangnya sendiri, dengan mengungkapkan keinginan umtuk memilki barang seperti dimiliki orang lain, atau dengan dengan mengambil benda-benda yang menimbulkan iri hati.
f. Gembira
5Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2002), hlm. 167-180
9
Anak-anak merasa gembira karena sehat, situasi yang tidak layak, bunyi tiba-tiba atau yang tidak diharapkan, bencana yang ringan, membohongi orang lain, dan berhasil melakukan tugas yang dianggap sulit. Anak mengungkapkan kegembiraannya dengan tersenyum, tertawa, bertepuk tangan, melompat-lompat, atau memeluk benda atau oramg yang membuatnya bahagia.
g. Sedih
Anak-anak merasa sedih karena kehilangan segala sesuatu yang dicintainya atau yang dianggap penting bagi dirinya, apakah itu orang, binatang, atau benda mati seperti mainan. Secara khas anak mengungkapkan kesedihan dengan menangis dan dengan kehilangan minat terhadap kegiatan normalnya, termasuk makan.
h. Kasih sayang
Anak-anak belajar mencintai orang, binatang, atau benda atau yang menyenangkannya. Ia mengungkapkan kasih sayang secara lisan bila sudah besar tetapi ketika masih kecil anak menyatakannya secara fisik dengan memeluk, menepuk, dan mencium objek kasih sayangnya6.
i. Cemas
Yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya. Contoh : anak takut berada di ruangan gelap, takut hantu, dan sebagainya.
j. Phobi
Perasaan takut terhadap objek yang tidak patut ditakutinya seperti takut ulat, takut kecoa, dan takut air. Merupakan salah satu cara orang tua untuk menakut-nakuti anak agar patuh pada orangtua.
k. Perilaku Agresif
Adanya ketidak wajaran ketika anak mulai tumbuh besar dan mengembangkan gangguan (baik dalam otak sadar maupun bawah sadar) sehingga terjadi reaksi emosi marah dan kemudian menjadi agresif apabila keadaan-keadaan yang memancing kemarahan terjadi.
l. Autismus
6 Elizabeth B. Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, (Jakarta: Erlangga, 1999) hlm.116
10
masalah di awal masa kanak-kanak yang gagal menegembangkan hubungan yang normal denagn kedua orangtuanya. Anak autismus menunjukkan sikap yang tidak bersahabat dan sering lambat berbicara.
m. Ngompol (Enuresis), yaitu kencing ketika dalam keadaan tidur, terjadi karena ada penyebab emosional. Terutama bila ada seorang anak yang sudah biasa tidak ngompol tiba-tiba ngompol selagi tidur malam bila mengalami tekanan emosi berat, misalnya pindah sekolah, kehilangan ssahabat karib atau seorang yang disayanagi atau mengalami kecelakaan.7
3. Bahaya Emosional
Bahaya emosional awal masa kanak-kanak yang besar kelihatan pada dominasi emosi kurang baik, terutama amarah. Kalau anak terlalu banyak mengalami emosi-emosi yang kurang baik dan hanya sedikit mengalami emosi-emosi yang menyenangkan maka hal ini akan mengganggu pandangan hidup dan mendorong perkembangan watak yang kurang baik. Disamping itu, anak cepat mendapatkan ekspresi wajah yang membuat kelihatan masam, cempberut atau tidak senang, suatu kondisi yang mengurangi daya tarik.
Bahaya yang juga besar terhadap penyesuaian pribadi dan sosial berupa ketidakmampuan untuk melakukan emphatic complex, suatu ikatan emosional antara individu dan orang-orang yang berarti. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, anak yang ketika bayi tidak pernah mengalami perilaku akrab karena sedikitnya kesempatan untuk memperoleh hubungan yang hangat dan stabildengan ibu atau pengganti ibu, tidak dapat menyadari kegembiraan yang dapat diperoleh dari hubungan akrab ini. Dengan demikian ia tidak berusaha untuk mengadakan hubungan yang hangat dan ramah dengan orang lain, baik dengan teman-teman sebaya, ia cenderung terikat pada diri sendiri, dan ini menghambat dia untuk mengadakan hubungan sosial dengan orang lain.
Yang juga sangat berbahaya bagi perkembangan emosi yang baik adalah perkembangan emosi kasih sayang yang terlampau kuat dari satu orang,
7John F. Knight, Supaya Anak Anda Sehat, (Bandung: Publishing House: 1994), hlm.270-273
11
biasanya ibu, karena ini menyebabkan anak merasa kurang aman dan gelisah pada saat perilaku orang yang dicintai tampaknya mengancam, dalam hal tidak menyetujui perilaku yang keliru atau kalau orang yang dicintai membberikan perhatian kepada orang lain dan berkembangnya ketergantungan emosional kepada satu orang, akan menyulitkan anak untuk menyelenggarakan hubungan yang baik dengan temanteman sebayanya8.
C. RAGAM POLA ASUH PADA ANAK
Menurut pandangan Diana Baumrind (1971), yang yakin bahwa para orang tua tidak boleh menghukum atau mengucilkan, tetapi sebagai gantinya oarang tua harus mengembangkan aturan-aturan bagi anak-anak dan mencurahkan kasih sayang kepada mereka. Ia menekankan tiga tipe pengasuhan yang dikaitkan dengan aspek-aspek yang berbeda dalam perilaku sosial anak: otoriter, otoritatif, laissez-faire (permisif). Namun laissez-faira (permisif) menurut para ahli terdapat dalam dua bentuk yaitu: permissive-indulgent dan permissive-indifferent. Keempat pola pengasuhan pada masa kanak-kanak tersebut, akan kami jelaskan sebagai berikut:
1. Pengasuhan yang otoriter (authoritarian parenting)
Adalah suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan usaha. Orang tua yang otoriter menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara (bermusyawarah). Pengasuh yang otoriter diasosiasikan dengan inkompetensi sosial pada anak-anak.
Keadaan anak-anak yang dibawah payung orang tua yang otoriter seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai kegiatan, dan memiliki keterampilan komunikasi yang rendah. Sehingga dengan pola pengasuhan seperti ini (terlalu kasar) diasosiasikan dengan agresi anak.
8 Ibid, Hurlock, hlm.135
12
Sedangkan, dalam bukunya Elisabeth B. Hurlock yang berjudul Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan dijelaskan bahwa disiplin model ini merupakan model tradhisional yang berdasarkan ungkapan kuno yang mengatakan bahwa “ menghemat cambukan berarti memanjakan anak”. Orang tua dan pengasuh yang menganut model ini biasanya menetapkan peraturan-peraturan dan memaksa anak untuk mematuhi peraturan-peraturan tersebut. Tidak ada penjelasan pada anak mengapa harus patuh pada aturan-aturan itu dan anak tidak diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat tentang adil tidaknya peraturan itu atau apakah peraturan tersebut masuk akal atau tidak. Dan apabila anak melanggar peraturan-peraturan tersebut maka anak langsung dihukum tanpa mepertimbangkan sengaja atau tidaknya dalam melanggar peraturan tesebut, ironisnya hukuman tersebut seringkali kejam dan keras, karena mereka beranggapan bahwa dengan begitu dapat mencegah pelanggaran dimasa yang akan datang. Mereka juga menolak pemberian hadiah kepada anak yang telah mematuhi peraturan, karena mematuhi peraturan bagi anak dianggap sebagai kewajiban9.
Sebagai misal ketika anak tidak mau sekolah, maka orang tua yang modelnya otoriter akan berkata “pokoknya papa-mama enggak mau tahu, kamu harus segera mandi dan berangkat sekolah. Jangan membatah!” (dengan nada tinggi)
2. Pengasuhan yang otoritatif (authoritative parenting)
Mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal yang ekstensif dimungkinkan, dan orang tua memperlihatkan kehangatan serta kasih sayang kepada anak. Pengasuhan yang otoritatif diasosiasikan dengan kompetensi sosial anak-anak. Orang tua yang otoritatif, ketika menghadapi permasalahan anak tidak mau sekolah mungkin ia melingkarkan lengannya kepada anak dengan cara yang baik dan berkata “ kau tahu kan dek seharusnya tidak boleh melakukan hal itu;
9 Ibid, Hurlock, hlm.125
13
Anak-anak yang mempunyai orang tua yang otoritatif berkompeten secara sosial, percaya diri dan bertanggung jawab secara sosial.
3. Pengasuhan permisif
Pengasuhan ini terjadi dalam dua bentuk permissive-indifferent dan permisive-indulgent (Maccoby & Martin, 1983).
 Pengasuhan yang permissive-indifferent ialah suatu gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak; tipe pengasuhan ini diasosiasikan dngan inkompetensi sosial anak, khususnya kurangnya kendali diri. Orang tua ini tidak dapat menjawab pertanyaan, “Ini sudah jam 10 malam. Kau tahu dimana anak kita?”. Anak-anak memiliki keinginan yang kuat agar orang tua mereka peduli terhadap mereka; anak yang orang tuanya bergaya permissive-indifferent mengembangkan auatu perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orang tua lebih penting dari pada anak mereka. Anak-anak yang orang tuanya bergaya permisive-indifferent inkompeten secara sosial mereka memperlihatkan kontrol diri yang buruk, memiliki harga diri yang rendah, tidak membangun kemandirian dengan baik dan merasa bukan bagian penting orang tua.
Sehingga semisal terjadi permasalahan anak tidak mau sekolah maka orang tua akan cuek tanpa peduli sama sekali. Anak mau berangkat sekolah terserah, tidak sekolah juga terserah. Singkat kata bahwa orang tua seperti ini adalah orang tua yang tidak mau terlibat (cuek) dan tidak mau ambil pusing memedulikan kehidupan anaknya.
 Pengasuhan yang permissive-indulgent ialah suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap mereka. Pengasuhan yang permisive-indulgent diasosiasikan dengan inkompetensi sosial anak, khususnya kurang kendali diri. Orang tua seperti itu membiarkan anak-anak mereka melakukan apa saja yang mereka inginkan, dan akibatnya ialah anak-anak tidak pernah belajar mengendalikan perilaku mereka sendiri dan selalu mengharapkan kemauan mereka dituruti. Beberapa orang tua sengaja mengasuh anak mereka dengan cara seperti ini karena mereka
14
yakin kombinasi keterlibatan yang hangat dengan sedikit kekangan akan menghasilkan seorang anak yang kreatif, percaya diri. Seorang anak laki-laki yang saya kenal yang orang tuanya dengan sengaja mengasuhnya dengan gaya permisif-indulgent, menggusur orang tuanya ke luar dari kamar tidur orang tuanya dan mengambil alih kamar tidur itu untuk dirinya sendiri. Ia sekarang sudah berusia 18 tahun dan belum belajar mengendalikan perilakunya; ketika ia tidak memperoleh apa yang dia inginkan, ia masih memperlihatkan rasa marah. Sebagaimana yang mungkin anda duga, ia tidak begitu populer di kalangan teman-teman sebayanya. Anak-anak yang orang tuanya permissive-indulgent jarang belajar menaruh hormat pada orang lain dan mengalami kesulitan mengendalikan perilaku mereka.
Hemat kata orang tua yang menggunakan model pengasuhan semacam ini adalah orang tua yang memanja dan akan selalu menuruti segala kemauan anaknya tanpa ada tuntutan dan batasan/kontrol. Sehingga mereka cenderung membiarkan anaknya melakukan apa saja sesuai dengan keinginan mereka.
Oleh karena itu semisal ketika ada anak merengek-rengek tidak mau berangkat sekolah, maka orang tua akan mengatakan “ya sudahlah kamu gak uasah berangkat sekolah hari ini, kamu lagi malas sekolah ya? Daripada menangis terus, nonton tv aja gak papa deh”.
Keempat klasifikasi yang baru saja didiskusikan melibatkan kombinasi penerimaan dan kemauan mendengar pada satu sisi lain. Bagaimana dimensi-dimensi ini bergabung menghasilkan gaya-gaya pengasuhan yang otoriter, otoritatif, permissive-indifferent dan permissive-indulgent.
Penyesuaian pengasuhan dengan perubahan-perubahan perkembangan pada anak orang tua juga perlu menyesuaiakan perilaku mereka terhadap anak, yang didasarkan atas kedewasaan perkembangan anak. Orang tua tidak boleh memberlakukan anak berusia 5 tahun sama dengan anak yang berusia 2 tahun.
15
Anak-anak yang berusia 5 tahun dan 2 tahun memiliki kebutuhan dan kemampuan yang berbeda.
Pada tahun pertama, interaksi orang tua-anak bergerak dari kegiatan-kegiatan yang sangat terfokus pada pengasuhan rutin – memberi makan, mengganti popok, memandikan dan menidurkan – ke arah kegiatan-kegiatan yang lebih bersifat bukan pada pengasuhan seperti permainan dan pertukaran-pertukaran tatapan suara. Pada tahun kedua dan ketiga, orang tua seringkali menangani persoalan-persoalan disiplin dengan manipulasi fisik. Mereka menjauhkan anak dari kegiatan-kegiatan yang membahayakan dan menyuruh anak bermain di tempat yang diinginkan orang tua; mereka menempatkan benda-benda yang mudah pecah dan berbahaya diluar jangkauan anak-anak; merka kadang-kadang memukul dibagian pantat. Tetapi ketika anak bertumbuh lebih besar, orang tua berubah secara luas dengan memberi penalaran, nasehat moral, dan memberi atau tidak memberi hak-hak khusus. Ketika anak-anak memasuki tahun-tahun sekolah dasar, orang tua memberi sedikit saja sentuhan fisik.10
10 John W. Santrock, Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 257-259
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian Stres
Stres (stress) ialah respons individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa (disebut “stressor”) yang mengancam individu dan mempengaruhi kemampuan individu dalam mengalami segala bentuk stressor.
2. Faktor dalam stres
a. Faktor-faktor kognitif
 Penilaian Primer (primery appraisal)
 Secondary appraisal
b. Faktor-faktor Sosial Budaya
 Stress Akulturasi
 Stres Ekonomi Sosial
3. Anak-anak cacat
a. Prevalensi Kecacatan
b. Gangguang Belajar
c. Attention Hyperactivity Disorder (Hiperaktif)
4. Emosi yang umum pada awal masa kanak-kanak
a. Amarah h. iri hati
b. Takut i. gembira
c. Cemburu j. Sedih
d. Ingin tahu k. Perilaku Agresif
e. kasih sayang l. Autismus
f. Cemas m. Ngompol (Enuresis)
g. Phobi
5. Macam-macam pola asuh pada masa kanak-kanak awal
a. Pengasuhan yang otoriter (authoritarian parenting)
Adalah suatu gaya membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua dan menghormati pekerjaan usaha.
17
Dan menetapkan batas-batas yang tegas dan tidak memberi peluang yang besar kepada anak-anak untuk berbicara.
Dampaknya adalah anak seringkali cemas akan perbandingan sosial, gagal memprakarsai kegiatan, dan memiliki keterampilan komunikasi yang rendah.
b. Pengasuhan yang otoritatif (authoritative parenting)
Mendorong anak-anak agar mandiri tetapi masih menetapkan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka.
Dampaknya adalah anak menjadi berkompeten secara sosial, percaya diri dan bertanggung jawab secara sosial.
c. Pengasuhan yang permissive-indifferent
ialah suatu gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (cuek dengan kehidupan anak).
Dampaknya adalah anak memiliki kontrol diri yang buruk, memiliki harga diri yang rendah, tidak membangun kemandirian dengan baik dan merasa bukan bagian penting orang tua.
d. Pengasuhan yang permissive-indulgent
ialah suatu gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka tetapi menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap mereka (memanja).
Dampaknya adalah anak jarang belajar menaruh hormat pada orang lain dan mengalami kesulitan mengendalikan perilaku mereka serta selalu menuntut keinginanya agar dituruti.
18
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, B. Elizabeth. 1999. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
John F. Knight, 1994, Supaya Anak Anda Sehat, (Bandung: Publishing House.
John W. Santrock, 2002, Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Jakarta: Erlangga.
Syamsu Yusuf, 2002, Psikologi Perkembangan Anakdan Remaj, Bandung: Remaja Rosdakarya.

0 Comments:

Post a Comment