Header Ads

24 August 2016

MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PERKEMBANGAN MASA INFANT PERSPEKTIF : PERSEPSI, KOGNISI, SOSIAL, DAN EMOSIONAL

Hasil gambar untuk MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PERKEMBANGAN MASA INFANT PERSPEKTIF : PERSEPSI, KOGNISI, SOSIAL, DAN EMOSIONAL
MAKALAH PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
PERKEMBANGAN MASA INFANT PERSPEKTIF : PERSEPSI, KOGNISI, SOSIAL, DAN EMOSIONAL


Disusun Oleh :
1.     Ahmad Syafii (13410154)
2.     Muhimatun (13410085)
3.     Karima Nabila Fajri (13410214)
4.     Nurul Ahmad (13410234)

Dosen Pengampu : Dr. Eva Latipah, S.Ag, M.Si
NIP                        : 19780608 200604 2 032


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2014/2015


KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Psikologi Perkembangan “.Semoga jerih payah kami dicatat sebagai amal baik yang nantinya bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi seluruh mahasiswa pada umumnya.
Dalam makalah ini akan kami uraiakan tentang “PERKEMBANGAN MASA INFANT PERSPEKTIF : PERSEPSI, KOGNISI, SOSIAL, DAN EMOSIONAL” yang mungkin tidak asing lagi ditelinga kita sekalian.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dengan tulus hingga terselesaikannya tugas ini, khususnya kepada Dr. Eva Latipah, S.Ag, M.Si. kami berharap semoga tugas yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tak ada gading yang tak retak, pepatah itulah yang sekiranya tepat menggambarkan tulisan ini. Kritik dan saran yang membangun akan sangat kami harapkan dari pembaca sekalian untuk perbaikan tulisan ini.

Yogyakarta, 14 September 2014


penulis






DAFTAR ISI

Halaman Sampul..................................................................................................................
Kata Pengantar.................................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
Bab I : Pendahuluan............................................................................................................ 1
Latar Belakang.................................................................................................................... 1
Rumusan Masalah................................................................................................................ 1
Tujuan.................................................................................................................................. 1
Bab II : Pembahasan............................................................................................................ 3
Perkembangan Persepsi Pada Masa Infant........................................................................... 3
Perkembangan Kognitif Pada Masa Infant.......................................................................... 5
Perkembangan Sosial Pada Masa Infant.............................................................................. 8
Perkembangan Emosional Pada Masa Infant....................................................................... 11
Bab II : Penutup.................................................................................................................. 13
Daftar Pustaka..................................................................................................................... 14



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Sebagai makhluk hidup, sudah semestinya manusia tumbuh dan berkembang. Tumbuh yang diartikan secara fisik yaitu bertambahnya jumlah sel dalam tubuh (fisik) manusia. Sedangkan berkembang diartikan sebagai bertambah atau berubahnya keadaan psikis seseorang.
Santrock membagi perkembangan manusia menjadi 9 tahap : masa prenatal, masa bayi, masa kanak-kanak, masa anak-anak, remaja, remaja akhir, dewasa awal, dewasa tengah, dan usia lanjut.
Masa bayi adalah masa yang sangat krusial bagi manusia. Pada masa ini, manusia mengalami suatu perubahan psikis yang cukup progresif. Dimulai dari masa neonatal hingga umur 2 tahun, bayi memiliki tingkah laku psikis yang cukup menarik untuk diamati.
Dalam konteks pendidikan, selain untuk manfaat teoritis, hal ini juga memiliki manfaat praktis yaitu memahami bayi sebagai langkah awal melakukan pembelajaran terhadap anak. Dengan pengetahuan tersebut, dapat dibuat langkah-langkah strategis guna pembelajaran yang akan dilakukan menuai hasil yang diinginkan.
Berangkat dari kegelisahan tersebut, kami mencoba membuat sedikit tulisan tentang perkembangan pada masa bayi menurut perspektif : persepsi, kognisi, sosial, dan emosional.
B.     RUMUSAN MASALAH
1.     Bagaimana perkembangan masa Infant menurut perspektif persepsi?
2.     Bagaimana perkembangan masa Infant menurut perspektif kognisi?
3.     Bagaimana perkembangan masa Infant menurut perspektif sosial?
4.     Bagaimana perkembangan masa Infant menurut perspektif emosional?
C.    TUJUAN
1.     Agar mahasiswa mengetahui perkembangan masa Infant menurut perspektif persepsi.
2.     Agar mahasiswa mengetahui perkembangan masa Infant menurut perspektif kognisi.
3.     Agar mahasiswa mengetahui perkembangan masa Infant menurut perspektif sosial.
4.     Agar mahasiswa mengetahui perkembangan masa Infant menurut perspektif emosional.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    PERKEMBANGAN PERSEPSI PADA MASA INFANT.
Menurut KBBI, persepsi adalah 1) tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu; serapan: perlu diteliti -- masyarakat thd alasan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak; 2) proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya[1].
Dalam definisi lain, Persepsi (perception) adalah interpretasi tentang apa yang diindrakan atau dirasakan[2]. Misalnya, Informasi tentang peristiwa-peristiwa tertentu yang mengadakan kontak dengan telinga diinterpretasikan sebagai suara musik. Sementara peristiwa lain yang ditransmisikan ke dalam retina di interpretasikan sebagai suatu warna, pola, atau bentuk khusus.
Persepsi secara umum dibagi menjadi enam bagian[3], yaitu :
1.      Persepsi visual
Laporan hasil penelitian Robert Franz (1963) mengungkapkan, bayi pada usia 2 hingga 3 bulan lebih senang melihat pola daripada warna atau kecerahan. Misalnya mereka melihat lebih lama pada wajah, potongan benda tercetak, atau mata sapi jantan daripada piringan berwarna merah, kuning, atau putih. Hal ini menunjukkan persepsi pola tampaknya memiliki landasan yang lebih dalam, atau setidak-tidaknya dapat dicapai bayi hanya setelah pengetahuan lingkungan minimal.
Lebih dari itu, Haith (1991) membuat penelitian yang hasilnya menyatakan penglihatan bayi yang baru lahir diperkirakan  (ukuran pada bagan Snellen yang biasa untuk menguji mata).  Ini sekitar 10 hingga 30 kali lebih rendah dari penglihatan orang dewasa normal (). Akan tetapi pada usia 6 bulan, penglihatan menjadi  (menjadi lebih baik) (salapatek dan Banks, 1983).
2.      Pendengaran
Setelah bayi lahir, bayi dapat mendengar, walaupun ambang pintu sensor mereka lebih tinggi dibanding dengan ambang pintu sensor orang dewasa (Trehub, Dkk, 1991). Oleh karenanya, suatu rangsangan harus lebih nyaring untuk didengarkan oleh bayi yang baru lahir dibandingkan dengan rangsangan yang harus didengarkan oleh orang dewasa.
Dalam studi terbaru, bayi-bayi semakin pintar melokalisasi suara. Kenyataanya, bukan hanya bayi yang baru lahir yang dapat mendengar, bahkan ada kemungkinan bahwa janin pun dapat mendengar ketika masih di dalam kandungan.
Janin dapat mendengar suara pada beberapa bulan terakhir kehamilan. Untuk membuktikan tersebut, dua psikolog Decasper dan Spence (1986) melakukan penelitian dengan cara mendengarkan cerita-cerita klasik kepada janin selama 6 minggu terakhir kehamilan. Hasilnya menyebutkan bahwa ketika didengarkan, bayi-bayi itu lebih sering mengisap. Hal ini membuktikan hipotesis bahwa janin dapat mendengar.
3.      Sentuhan dan rasa sakit.
Bayi-bayi yang baru lahir ternyata memberikan respon terhadap sentuhan. Suatu kemampuan yang penting yang berkembang pada masa bayi adalah kemampuan menghubungkan informasi atas penglihatan dengan informasi yang diterima dari sentuhan. Untuk umur 1 tahun jelas dapat melakukan itu. Pada umur 6 bulan juga tampaknya juga dapat melakukannya. Namun pada bayi yang masih kecil belum dapat ditentukan apakah dapat mengkoordinasikan penglihatan dan sentuhan atau tidak.
Selain itu, rasa sakit pada bayi juga diteliti. Ketika kecil ada beberapa orang tua yang menyunat anaknya (umur 3 hari). Peningkatan tangisan dan ocehan intensif selama prosedur sunat dilakukan mengindikasikan bahwa bayi berusia 3 hari mengalami rasa sakit. Dalam eksperimen ini, waktu yang dihabiskan untuk tidur lebih banyak hingga 60 hingga 240 menit setelah sunat daripada sebelum disunat. Hal ini mengindikasikan bahwa hal itu adalah suatu mekanisme mengatasi rasa sakit yang diderita ketika sunat.
4.      Penciuman.
Bayi yang baru lahir dapat membedakan bau. Hal ini terlihat dari ekspresi wajah mereka ketika disodorkan bau terhadapnya. Dalam beberapa penelitian, mereka terlihat lebih menyukai bau vanilla dan arbei tetapi tidak menyukai bau telur dan ikan busuk. Namun dalam penelitian lain menyebutkan ketika masih berusia 2 hari, bayi membutuhkan beberapa hari untuk menyadari bau tersebut.
5.      Kecapan.
Sensitivitas terhadap rasa dapat muncul sebelum kelahiran. Dalam suatu penelitian, ketika mengisap ASI yang diolesi dengan suatu larutan yang manis, jumlah isapan bertambah. Dalam penelitian lain menyebutkan bayi-bayi yang baru lahir memperlihatkan ekspresi seperti tersenyum setelah diberi suatu larutan manis. Sebaliknya, mereka mengerutkan lidah mereka setelah diberi suatu larutan asam.
6.      Persepsi menyeluruh.
Persepsi menyeluruh adalah kemampuan mengaitkan dan menginterasikan informasi atas dua atau lebih pengalaman sensoris, seperti penglihatan dan pendengaran.  Saat ini semakin banyak peneliti yang yakin bahwa bayi memiliki dunia penglihatan dan pendengaran yang terkait.
Klaim ini ditunjukkan oleh dua perspektif teoretis :
Pandangan perspektif langsung (direct-perception view) menyatakan bahwa bayi dilahirkan dengan kemampuan menyeluruh yang memudahkan mereka memperlihatkan persepsi menyeluruh lebih awal pada masa bayi. Dengan kata lain bayi hanya mengikuti informasi sensor yang sesuai saja. Mereka tidak harus membangun suatu gambaran informasi internal melalui berbulan-bulan pengalaman sensoris dan motorik.
Pandangan kontruktivis (contructivist view). Pandangan yang dimotori oleh piaget ini berpendapat bahwa kemampuan persepsi utama (penglihatan, pendengaran, perasa dan penciuman) benar-benar terkoordinasi pada saat lahir dan bayi kecil itu tidak memiliki persepsi menyeluruh. Artinya bayi dapat memiliki persepsi menyeluruh setelah melalui interaksi sensori dan motorik berbulan-bulan. Pandangan ini berpendapat that perceptual reality must be constructed through extended learning[4]. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran piaget yang beraliran humanistik.
B.     PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA MASA INFANT.
Menurut Piaget, perkembangan pemikiran dibagi ke dalam empat tahap yang secara kualitatif sangat berbeda: sensoris motorik, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal. Disini yang dibahas kita adalah pada tahap yang menandai pemikiran bayi, yaitu tahap sensoris-motorik.
Tahap Perkembangan Sensoris-Motorik
Tahap sensorik motorik Piaget berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira usia 2 tahun, sama dengan periode masa bayi. Selama masa ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar  dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik, oleh karena itu namanya sensoris motorik.
Pada permulaan tahap sensoris-motorik, bayi memiliki lebih dari sekedar refleks yang digunakannya untuk bekerja. Pada akhir tahap ini, anak berusia 2 tahun memiliki pola-pola sensoris-motorik yang kompleks dan mulai berkomunikasi dengan suatu sistem simbol yang primitif. Tidak seperti tahap-tahap lain, tahap sensoris-motorik dibagi lagi kedalam subtahap, yang masing-masing meliputi perubahan-perubahan kualitatif tahapan organisasi sensoris-motorik. [5] Subtahap perkembangan sensoris-motorik adalah:
1.      Refleks  sederhana (simple reflexes)
Ialah subtahap sensoris-motorik pertama Piaget, yang terjadi  pada bulan pertama setelah kelahiran. Pada subtahap ini, alat dasar koordinasi sensasi dan aksi ialah melalui perilaku refleksif, seperti mencari dan mengisap, yang dimiliki bayi sejak kelahiran. Pada subtahap 1, bayi melatih seluruh refleks ini. Yang lebih penting bayi mengembangkan suatu kemampuan untuk menghasilkan perilaku yang menyerupai refleks dalam ketiadaan rangsang refleksif yang jelas.
2.      Kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi sirkuler primer 
Ialah subtahap sensoris-motorik yang kedua Piaget, yang berkembang antara usia 1 sampai 4 bulan. Pada subtahap ini, bayi belajar mengkoordinasikan sensasi dan tipe skema atau struktur- yaitu, kebiasaan-kebiasaan dan reaksi-reaksi sirkuler primer. Suatu kebiasaan adalah suatu skema yang didasarkan atas satu refleks yang sederhana, seperti mengisap, yang sama sekali telah menjadi terpisah dari rangsangan yang mendatangkannya. Misalnya, seorang bayi pada subtahap 1 akan menghispa bila secara oral dirangsang oleh suatu botol atau bila secara visual diperlihatkan botol, tetapi seorang bayi pada subtahap 2 dapat melatih skema isapan bahkan bila tidak ada botol muncul.
Reaksi sirkuler primer ialah suatu skema yang didasarkan pada usaha bayi untuk memproduksi suatu peristiwa yang menarik atau menyenangkan yang pada mulanya terjadi secara kebetulan. Dalam suatu contoh Piaget yang populer, seorang anak secara kebetulan mengisap jarinya ketika jarinya ditempatkan di dekat mulutnya, kemudian ia mencari jarinya untuk dihisap lagi, tetapi jari “tidak bekerja sama” dalam pencarian karena bayi tidak dapat mengkoordinasikan tindakan visual dan tindakan manual. Dalam tahap ini bayi mengulang-ulang kebiasaan dan reaksi itu dengan cara yang sama setiap saat. Tubuh bayi itu sendiri merupakan pusat perhatian dan tidak ada unsur-unsur lain dari luar lingkungan bayi.
3.      Reaksi sirkuler sekunder
Ialah subtahap sensoris-motorik yang ketiga Piaget, yang berkembang antara usia 4 sampai 8 bulan. Pada subtahap ini bayi semakin berorientasi atau berfokus pada benda di dunia, yang bergerak di dalam keasyikan dengan diri sendiri dalam interaksi sensoris-motorik.
Kesempatan menggoyang-goyangkan suatu mainan bayi yang bunyi kertak-kertak misalnya, dapat menakjubkan bayi, dan bayi akan mengulangi tindakan ini dalam rangka mengalami ketakjuban.  Bayi meniru beberapa tindakan sederhana orang lain, seperti berbicara atau menarik orang dewasa, dan beberapa gerakan fisik. Akan tetapi, imitasi ini terbatas pada tindakan-tindakan yang sudah dapat dihasilkan oleh bayi itu. Walaupun diarahkan kepada benda-benda di dunia, skema bayi kekurangan suatu kualitas yang direncanakan atau di sengaja, yang diarahkan kepada tujuan.
4.      Koordinasi reaksi sirkuler sekunder
Ialah subtahap sensoris-motorik yang keempat Piaget, yang berkembang antara usia 8 sampai 12 bulan. Pada subtahap ini, beberapa perubahan yang signifikan berlangsung yang meliputi koordinasi skema dan kesengajaan. Bayi dapat mengkombinasikan dan mengkombinasikan ulang skema yang telah dipelajari sebelumnya dengan cara yang terkoordinasi. Bayi dapat melihat pada suatu benda dan memegangnya secara serentak, atau secara visual memeriksa suatu mainan, seperti mainan bayi yang kalau digoyang-goyangkan menghasilkan bunyi kertak-kertak, dan menyentuhnya secara serentak dalam “ penjelajahan” sentuhan yang jelas. tindakan-tindakannya kini bahkan lebih terarah diluar dirinya dibandingkan dengan sebelumnya.
5.      Reaksi sirkuler tersier, pencarian, dan keingintahuan
Ialah subtahap sensoris-motorik yang kelima Piaget, yang berkembang antara usia 12 sampai  18 bulan. Pada subtahap ini, bayi semakin tergugah minatnya oleh berbagai hal yang ada pada benda-benda itu dan oleh banyaknya hal yang dapat mereka lakukan pada benda-benda itu. Balok dapat di buat jatuh, berputar, menabrak benda lain, beputar-putar diatas tanah, dan lain-lain. Reaksi sirkuler tersier adalah skema dimana bayi dengan tujuan tertentu menjelajahi kemungkinan-kemungkinan baru pada benda-benda dan terus-menerus mengubah apa yang dilakukan terhadap benda-benda itu dan mengamati hasilnya. Piaget mengatakan bahwa tahap ini menandai titik awal perkembangan bagi keingintahuan dan minat manusia pada sesuatu yang baru. Pada bab ini, reaksi-reaksi sirkuler yang terjadi pada tahap sebelumnya lebih diarahkan secara eksklusif untuk memproduksi peristiwa-peristiwa yang dialami bayi, tanpa ada imitasi tindakan-tinadakan baru, yang baru mulai terjadi pada subtahap 4.
6.      Internalisasi skema
Ialah subtahap sensoris-motorik yang keenam Piaget, yang berkembang antara usia 18 - 24 bulan. Pada subtahap ini fungsi mental bayi berubah dari suatu taraf sensoris-motorik murni menjadi suatu taraf simbolis, dan bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol primitif. Bagi Piaget, simbol ialah representasi peristiwa yang dialami bayi melalui sensoris gambar atau kata yang terinternalisasi dalam dirinya. Simbol-simbol primitif memungkinkan bayi memikirkan peristiwa-peristiwa konkret tanpa secara langsung melakukan atau melihatnya. Selain itu, simbol memungkinkan bayi untuk memanipulasi dan mentransformasikan peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dengan cara sederhana. Dalam suatu contoh yang disenangi Piaget, putri kecil Piagt melihat suatu kotak korek api sedang dibuka dan ditutup, suatu hari kemudian, ia meniru peristiwa itu dengan membuka dan menutup mulutnya. Ini merupakan ekspresi yang jelas tentang gambarannya terhadap peristiwa itu. Pada contoh lain, seorang anak membuka pintu pelan-pelan agar setumpuk kertas yang  diletakkan diatas lantai tidak terbang kemana-mana. Dengan jelas anak memiliki suatu gambaran atas kertas yang belum pernah ia lihat sebelumnya dan apa yang akan terjadi pada kertas itu bila pintu dibuka dengan cepat. Walaupun begitu, para ahli perkembangan masih memperdebatkan apakah anak berusia 2 tahun benar-benar memiliki gambaran urutan peristiwa semacam itu dalam pikiran mereka.[6]
C.    PERKEMBANGAN SOSIAL PADA MASA INFANT.
Perkembangan social merupakan pencapaian dalam hubungan social. Dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok , moral dan tradisi; meleburkan diri sebagai suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.
Anak dilahirkan belum bersifat social . dalam arti, dia belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Untuk mencapai kematangan social, anak harus belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain. Kemampuan ini diperoleh anak melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di lingkungannya, baik orangtua, saudara , teman dewasa atau orang dewassa lainnya.
Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh proses pelakuan atau bimbingan orang tua terhada anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan social, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari . proses bimbingan orang tua ini lazim disebut sosialisasi.
Sueann Robinson Ambron (1981) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak kearah perkembangan kepribadian social sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.
Sosialisasi dari orang tua ini sangat efektif bagi anak, karena dia masih terlalu muda dan belum memiliki pengalaman untuk membimbing perkembangannya sendiri kearah kematangan.
 Anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk tingkah laku social, melalui pergaulan atau hubungan social, baik dengan orang tua , anggoota keluarga , orang dewasa lainnya atau teman bermainnya. Pada usia anak, bentuk-bentuk tingkah laku social itu adalah sebagai berikut.[7]
1.      Pembangkangan (negativism), yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada kira-kira 18 bulan dan mencapai puncaknya pada usia tiga tahun. Berkembangnya tingkah laku negativism pada usia ini dipandang sebagai hal yang wajar. Setelah usia empat tahun, sikap membangkang/melawan secara fsik beralih menjadi sikap melawan secara verbal (menggunakan kata-kata) . sikap orang tua pada yingkah laku melawan pada usia ini, seyogianya tidak tidak memandangnya sebagai pertanda bahwa anak itu nakal, keras kepala, tolol, atau sebutan lainnya yang negative. Dalam hal ini, sebaiknya orang tua mampu memahami tentang perkembangan proses anak, yaitu bahwa secara naluriah anak itu mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi “dependent”(ketergantungan) ke posisi “independent” ( bersikap mandiri). Tingkah laku melawan merupakan salah satu bentuk dari proses perkembangan tersebut.
2.      Agresi (aggression) , yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (non verbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi ini merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya) yang dialaminya. Agresi ini mewujud dalam perilaku menyerang , seperti: memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah dan mencaci maki. Orangtua yang menghukumanak yang agresif, menyebabkan meningkatnya agresivitas anak. Oleh sebab itu orang tua sebainya berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak tersebut dengan cara mengalihkan perhatian/keinginan anak, memberikan mainan atau sesuatu yang diinginkannya (sepanjang tidak membahayakan keselamatannya), atau upaya lain yang bias meredam agresifitas anak tersebut.
3.      Berselisih/bertengkar (quarrelling), terjadi apabila seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap dan perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut barang atau mainannya.
4.      Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal ( kata-kata ejekan atau cemoohan), sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya.
5.      Persaingan (rivalry), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) oleh orang lain. Sikap persaingan ini mulai terlihat pada usia empat tahun, semangat bersaing ini berkembang lebih baik.
6.      Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok. Anak yang berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap kerjasamanya, mereka masih kuat sikap “self centered”-nya. Mulai usia tiga tahun akhir atau empat tahun , anak sudah mulai menampakkan sikap kerjasamanya dengan anak lain. Pada usia enam atau tujuh tahun, sikap kerja sama ini sudah berkembang dengan lebih baik. Pada usia ini anak mau bekerja kelompok dengan teman-temannya.
7.      Tingkah laku berkuasa (asentdant behavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi social, mendominasi atau bersikap “bossiness”. Wujud dari tingkah laku ini, seperti: meminta, menyuruh, dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
8.      Mementingkan diri sendiri (selfishness), yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginanya. Anak ingin selalu dipenuhi keinginannya danapabila ditolak, maka dia protes dengan menangis, menjerit atau marah-marah.
9.      Simpati (sympathy), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya. Seiring dengan bertambahnya usia, anak mulai dapat mengurangi sikap “selfish”-nya dan dia mulai mengembangkan sikap sosialnya, dalam hal ini rasa simpati terhadap orang lain.
Perkembangan social anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan social tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan social itu kurang kondusif, seperti perlakuan orang tua yang kasar ; seering dimarahi; acuh tak acuh; tidak memberikan bimbingan; teladan; pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama/ budi pekerti; cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti: (1) bersifat minder; (2) senang mendominasi orang lain; (3) bersifat egois; (4) senang mengisolasi diri/menyendiri; (5) kurang memiliki perasaan tenggang rasa; dan (6) kurang memperdulikan norma dalam berperilaku.
D.    PERKEMBANGAN EMOSIONAL PADA MASA INFANT.
Menurut english and english, emosi adalah “A complex feeling state accompained by characteristic motor and gradular activities”  (suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris).Emosi adalah suatu keadaan pada diri organisme atupun individu pada suatu waktu tertentu yang diwarnai dengan adanya gradasi afektif mulai dari tingkatan yang lemah sampai pada tingkatan yang kuat atau mendalam, contohnya seperti tidak terlalu kecewa dan kecewa.
Pada bayi terdapat pola emosi tertentu yang bersifat umum seperti kemarahan (menjerit, meronta,menendang mengibaskan tangan, memukul), ketakutan (takut gelap, tempat tinggi,  binatang), rasa ingin tau pada mainan atau hal-hal yang baru (menjulurkan lidah, membuka mulut, melempar, membolak-balik), kegembiraan (tersenyum tertawa, menggerakkan lengan dan kaki), afeksi ( memeluk mainan kesayangan, menium barang- barng kesayangan)[8]
Karakteristik perkembangan emosi pada bayi maupun anak :
1.      Berlangsung singkat dan berakhir tiba-tiba
2.      Terlihat lebih kuat
3.      Bersifat sementara dan dangkal
4.      Lebih sering terjadi
5.      Dapat diketahui dengan jelas dari tingkah lakunya.
Berikut perkembangan emosi pada bayi sesuai dengan usia:[9]
1.      Usia 0-8 minggu
Emosi anak sangat bertalian  dengan perasaan indrawi atau fisik  dengan kualitas perasaan : senang dan tidak senang jasmaniah. Misalnya  bayi senyum atau tertidur pulas  kalau merasa kenyang, hangat dan nyaman, menangis kalau lapar, haus.
2.      Usia 8- 1 tahun
Pada usia ini perasaan psikis sudah mulai berkembang. Anak merasa senang dan tersenyum saat melihat orang yang telah dikenalnya atua saat melihat mainan yang digantung dihadapannya. Tidak merasa senang atau  menangis terhadap benda, situasi atau orang asing contohnya menangis saat  dipangku oleh orang yang tidak dikenalinya. Pada masa ini anak mengalami diferensiasi ( penguraian ) jadi dari perasaan senang dan tidak senang menjadi perasaan-perasaan: marah, jengkel, takut, terkejut,dll.
3.      Usia 1 – 3 tahun
Gejala- gajala  perkembangan emosi  pada usia ini sebagai berikut:
a)      Emosinya sudah mulai terarah pada sesuatu (orang, benda, atau makhluk lain )
b)      Sejajar dengan perkembangan bahasa  yang sudah dimulai sejak usia 1-2 tahun maka anak dapat menyatakan perasaannya dengan menggunakan bahasa.
c)      Sifat perasaan anak pada fase ini:
·         Labil,maksudnya mudah sekali berubah contohnya sebentar menanggis kemudia ketawa
·         Mudah dipengaruhi tetapi tidakbertahan lama  dan sifatnya dangkal.
Karena emosi anak kemungkinan dapat dipengaruhi maka anak dapat turut menyanyangi, mengasihi maupun membenci sesuatu. Hal ini merupakan benih untuk timbulnya rasa sayang, benci, ataupun simpati terhadap sesuatu atau seseorang.
Berikut ini dijelaskan perkembangan ekspresi emosi pada bayi sesuai dengan usia bersumber  dari Izard (1982)[10]
Usia
Umur Ekspresi Emosi
0-1 bulan
Senyuman sosial
3 bulan
Senyum kesenangan
3- 4 bulan
Kehati –hatian
4 bulan
Keheranan
4-7 bulan
Kegembiraan, kemarahan
5-9 bulan
Ketakutan
18 bulan
Malu


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
1.      Perkembangan persepsi bayi sangat berhubungan dengan sensori yang dimiliki oleh bayi. Persepsi ini dibagi menjadi enam bagian : persepsi visual, Pendengaran, Sentuhan dan rasa sakit, Penciuman, Kecapan, Persepsi menyeluruh.
2.      jika dilihat dari perspektif kognitif, perkembangan bayi dapat dilihat dari tahap perkembangan sensorik-motorik yang meliputi : Refleks  sederhana (simple reflexes), Kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi sirkuler primer, Reaksi sirkuler sekunder, Koordinasi reaksi sirkuler sekunder, Reaksi sirkuler tersier, pencarian, dan keingintahuan, nternalisasi skema.
3.      Secara ringkas, perkembangan emosi bayi dapat dijelaskan dengan tabel berikut :
Usia
Umur Ekspresi Emosi
0-1 bulan
Senyuman sosial
3 bulan
Senyum kesenangan
3- 4 bulan
Kehati –hatian
4 bulan
Keheranan
4-7 bulan
Kegembiraan, kemarahan
5-9 bulan
Ketakutan
18 bulan
Malu
4.      Bentuk-bentuk tingkah laku sosial dalam perkembangan anak meliputi : Pembangkangan, Agresi, Berselisih, Menggoda, Persaingan, Kerja sama, Tingkah laku, berkuasa, Mementingkan diri sendiri, Simpati.


DAFTAR PUSTAKA

KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
Santrock, W. John, 2002 Live-Span Development:Perkembangan Masa Hidup, Jakarta : Erlangga
Lerner, Richard M., 2006 Handbooks Of Child Psychology Canada : John Wiley & Sons, Inc.
Jahja, Yudrik, 2012 Psikologi Perkembangan, Jakarta : Kencana
Yusuf LN, Syamsu, Psikologi pengembangan Anak & Remaja Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Mar’at, 2008 Psikologi perkembangan Bandung : PT remaja rosdakarya




[1] Lihat KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA
[2] W. John Santrock, Live-Span Development:Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta : Erlangga, 2002) hal. 152
[3] Ibid. Hal. 151
[4] Lerner, Richard M., Handbooks Of Child Psychology (Canada : John Wiley & Sons, Inc., 2006) hal. 111
[5]W. John Santrock, , Live-Span Development:Perkembangan Masa Hidup (Jakarta : Erlangga, 2002) Hal.167
[6] W. John Santrock, Live-Span Development:Perkembangan Masa Hidup (Jakarta : Erlangga, 2002) hal.168-169.
[7] Syamsu Yusuf LN , Psikologi pengembangan Anak & Remaja ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya: 2004)
[8] Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, ( Jakarta,Kencana: 2012) Hal.171.
[9] Syamsu Yusuf LN , Psikologi pengembangan Anak & Remaja ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya: 2004) hal.157
[10]Mar’at, Psikologi perkembangan (Bandung: PT remaja rosdakarya, 2008) Hal. 117

0 Comments:

Post a Comment