Header Ads

11 November 2014

MAKALAH WAWASAN AL-QUR’AN DAN HADITS TENTENG MANUSIA SEBAGAI KHALIFAH

 UNTUK PPT KLIK DISINI



Dosen Pembimbing :
Mukh. Nursikin, M.Si.
Disusun oleh :
Nuraini Latifah                   (13410131)
Jeni Istiarini                         (13410132)
Ganis Agil Ramadhan        (13410141)
Funky Febiantoni               (13410138)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI YOGYAKARTA TAHUN AJARAN
2013

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil ‘alamin  berkat limpahan rahmat taufiq dan hidayah Allah SWT, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah sederhana ini. Dan dengan anugrah yang dilimpahkan-Nya kami dapat menyusun kata demi kata sehingga dapat menjadi makalah yang diberi judul “Wawasan Al-Qur’an Dan Hadits Tentang Manusia Sebagai Khalifah”.
Dalam menyelesaikan makalah ini tentulah tidak akan berhasil tanpa petunjuk dan karunia nikmat dari Allah SWT, serta bimbingan dan bantuan dari banyak fihak. Maka dalam kesempatan yang baik ini,kami ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak Mukh. Nursikin, M.Si. selaku dosen mata kuliah Al-Qur’an-Hadits yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami  menyadari bahwa makalah  ini masih jauh dari sempurna oleh karenanya kami selalu terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi lebih sempurnanya makalah  ini. Dan mudah mudahan makalah sederhana ini dapat memberikan manfaat.



Yogyakarta, 3 November 2013









BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
            Al-qur’an mengajarkan kepercayaan bahwa manusia adalah makhluk Allah yang bertanggung  jawab dianatara semua makhluk. Dengan akal pikirannya ia meyakini sama yang disaksikan dan di dengar. Dengan hati nuraninya ia meyakini apa yang terdapat di belakang rasa ghaib, walaupun tidak terjangkau dengan mata dan telinga. Menurut al-qur’an maupun hadits seluruh umat manusia mulai dari yang pertama hingga yang terakhir adalah satu keluarga, mempunyai asal keturunan yang satu dan di bawah naungan dengan Tuhan yang satu pula. Manusia yang paling utama adalah mereka yang berbuat kebajikan dan pantang akan kejahatan. Ia melakukan kebajikan dan menolak kejahatan dengan niat yang sejujur-jujurnya.

Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah wawasan al-qur’an tentang manusia sebagai khalifah?
2.      Bagaimanakah wawasan Hadits tentang manusia sebagai khalifah?

Maksud dan Tujuan
            Agar dapat mengetahui sejauh mana wawasan al’qur’an maupun hadits tentang manusia yang dijadikan sebagai Khalifah














BAB II
PEMBAHASAN

A.    MANUSIA dalam Al-Qur’an[1]
1.      Makhluk Yang Bertanggung Jawab
Dalam Al-Qur’anul Karim Manusia disebut sebagai makhluk yang amat terpuji dan disebut pula sebagai makhluk yang amat tercela. Hal itu ditegaskan dalam berbagai ayat, bahkan ada pula yang ditegaskan dalam satu ayat. Akan tetapi, itu tidak  berarti manusia dipuji dan dicela dalam waktuyang bersamaan melainkan berarti bahwa dengan fitrah yang telah disiapkan baginya, manusia dapat menjadi makhluk sempurna dan dapat pula menjadi makhluk yang serba kurang. Karena ia dibebabni kewajiban maka ia dapat menjadi makhluk yang berbuat baik dan dapat pula menjadi makhluk yang berbuat buruk.
            Bertanggung jawab atas perbuatannya, sebagai individu dan sebagai jama’ah, seseorang tidak diharuskan memikul dosakesalahan orang lain, dan suatu umat tidak diharuskan memikul dosa kesalahan umat yang lain.
            Manusia tidak dituntut pertanggungjawaban atas apa yang tidakdiketahuinya. Ia dituntut pertanggungjawaban atas segala yang telah diketahui dan yang diberi kesempatan untuk mengetahuinya. Apa yang ada di dalam gaib itu tidak semuanya tertutup bagi pengetahuan manusia. Apa yang kepadanya diberi kesempatan untuk mengetahuinya, itulah yang akan dituntu pertanggungjawabannya.
2.      Makhluk Yang Dibebani Kewajiban
Manusia adalah makhluk yang dibebani kewajiban (mukallaf) dan bertanggung jawab.
Ia adalah bagian dari alam wujud yang menurut definisi para ahli pikir lebih tepat disebut dengan nama “makhluk yang berbicara” (Al-kaa’inun Naathiq) dan makhluk yang mempunyai nilai termulia.
3.      Roh dan Jasad
Mempercayai adanya roh merupakan salah satu keyakinan yang diajarkan Al-qur’an dan mempercayai soal-soal ghaib adalah salah satu sendi keyakinan beragaa. Semua agama ditegakkan atas dasar keyakinan itu, dan dengan keyakinan itu perasaan manusia menjad tentram. Akan tetapi kepercayaan mengenai soal-soal ghaib sebagaimana yang diajarkan Qur’an mempunyai kelebihan istimewa karena kepercayaan tersebut membekukan akal orang-orang beriman, tidak menghilangkan kewajiban yang dipikulkan kepada manusia dan tidak melenyapkan peranan akal yang sadar akan tanggungjawabnya. Kepercayaan mengenai soal-soal ghaib itu justru merupakan perwujudan dari kebenaran iman dan Islam, yaitu menyerahkan sesuatunya kepada Khaliq.
Manusia ditempatkan di muka bumi di tengah-tengah makhluk Allah yang lain. Di muka bui manusia diberi hak memperoleh penghidupan dan sebagi imbangannya ia pun dibebani kewajiban, baik terhadap Allah maupun terhadap sesama makhluk-Nya di dunia. Dalam hal itu tidak ada pertentangan antara dunia dan akhirat dan tidak ada pula hal-hal yang merusak kelezatan manusia menikami karunia allah. Sehingga membingungkan pikiran dan merobek-robek perasaan.
Upaya memperoleh keduniaan bukan suatu kesesatan ari jalan akhirat. Dalam Al-Qur’an, manusia adalah utuh, tak terpisahkan antara jasad dan tohnya, tidak terpisahkan antara urusa dunia dan akhiratnya. Dalam hal akida pun manusia tidak terpisahkan antara lahir dan batinnya, antara kenyataan dan kegaibannya.
Sebab akidah itu sendiri adalah kepercayaan kepada satu hidayat yang apa memperbaiki roh dan jasad, tanpa berlebih-lebihan dan tanpa penyelewengan dari jalan yang lurus.
Seperti dalam surat Al-Isra’: 85 mengenai roh
            Katakanlah (hai Muhammad): Roh adalah termasuk urusan Tuhan-ku kalian tidak dibei pengetahuan (mengenai itu) kecuali hanya sedikit.
4.      Jiwa (Nafs)
Manusia adalah makhluk yang mendapat bagian akal, tetapi akal manusia di bawah martaba Poietikos, baik dalam esensinya maupun dalam hal kemurniannya.
Adapun soal akal dan jiwa, Al-Qur’anul Karim menjelaskan bahwa jiwalah yang paling dekat dengan tabiat atau dengan kekuatan vital yang mencakup kemauan dan naluri, yaitu kekuatan yang dapat bekerja sadar. Banyak ayat-ayat menerangkan kekuatan hidup atau jiwa itu degan sinonim kekuatan yang dapat dirasakan di waktu tiur, atau kekuatan yang dapat berpisah dari jasad melalui kematian, kekuatan yang memberi inspirasi perbuatan durhaka dan takwa, kekuatan yang akan ituntu tanggung jawabnya atas perbuatan bak an buruk
5.      Amanat
Kata “Amanat” dikemukakan dalam Al-Qur’an pada lima tempat. Semuanya bermakna menepati janji dan bertanggung jawab. Mengena amanat yang oleh Allah ditawarkan kepada semua makhluk secara umum dan ternyata tidak ada yang sanggup memikulnya kecuali manusia.
Al-Qur’an juga menyebutkan soal fitrah manusia bersamaan dengan soal kemuliaan martabatnya dan kepemimpinannya atas semua makhluk yang lain sebagai tanda keistimewaan dan klebihannya dibanding dengan makhluk-makhluk lainnya.
6.      Taklif dan Kebebasan
Jika setiap manusia dibebani taklif, akalnya tidak mengharuskan dia elain tetap berada di dalam sau keadaa, yaitu tetap dalam keadaan berkemauan sebagaimana yang telah ditentukan Tuhan menjadi fitrahnya. Yaitu kemauan yang difitrahkan bagi manusia atas dasar ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Kebebasan yang diciptakan Tuhan adalah kebebasan yang benar dan sehat, karena kebebasan tersebut yang dapat dimengerti oleh akal yang sadar dan dapat membedakan sesuatu.
7.      Satu Keluarga
Bahwa Al-Qur’an menempatkan manusia pada kedudukan yang sebenarnya, bahwa manusia adalah anak dari eorang pria dan seorang wanita. Semua bangsa dan semua suku bangsa adalah satu keluarga dan saudara. Tak ada sesuatu yang membuat sebagian lebih utama daripada sebagian yang lain kecuali perbuatan baik dan takwa.
8.      Adam
Sejak awal penciptannya, Adalm sebagai manusia pertama, telah dipilih sebagai khalifah di bumi. Dalam Al-Qur’an, Adam adalah bapak manusia yang dijanjikan menjadi khalifah sebelum dia diciptakan, yaitu pada saat alam telah dipersiapkan untuk menyambut perkemangan penciptaan baru ini.
Pada pertengahan periode Madinah, turunlah surat Al-Baqarah yang di dalamnya diproklamasikan kekhalifahan Adam di muka bumi.
Dalam Al-Qur’an diterangkan beberapa prinsip dan dasar-dasar kepemimpinan untuk ditaati oleh manusia:[2]
a)      Persamaan dan Persaudaraan
Dalam surat Al-Hujurat: 13
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu dalam pandangan Tuhan ialah yang lebih bertakwa (memliahara diri dari kejahatan). Sesungguhnya Tuhan itu Maha Tahu dan Mengerti.
Dalam Surah Al-Hujurat: 10
Orang yang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu, damaikanlah antara kedua saudaramu itu, dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
Al-Qur’an menyebutkan bahwa seorang pemimpin dapat mengorbankan sebagian harta, waktu bahkan jiwa dan raganya untuk kepentingan kemashlahatan umat seluruhnya.
b)      Musyawarah
Prinsip musyawarah adalah sendi-sendi demokrasi yang dibangun semenjak Al-Qur’an diturunkan 15 abad yang lalu. Yang dimaksud melakukan permusyawaratan dalam urusan, terutama dalam urusan pemerintahan. Dalam surah Al-Imran: 159 dan Asy-Syura: 38.
c)      Hukum itu hanyalah pada Allah an pemimpin diamati masyarakat
Beberapa surah dalam Al-Qur’an mewajibkan kita mengembalikan segala perselisihan yang terjadi antara umat manusia, kepaa kitab dan sunnahnya. Dalam surah An-Nisa: 59
d)     Ketaatan umat kepada pemimpin
Ketaatan kepada pemimpin adalah wajib, sebab pemimpin itulah yang memikul dan menjalankan seluruh perbaikan seluruh perbaikan kesejahteraan dan kemajan di dalam masyarakat. Akan tetapi, ketaatan rakyat kepada pimpinannya adalah selam pemimpin tidak kuluar dari kewajibannya, tidak mementinhkan dirinya sendiri tidak membawa kehancuran atau permusuhan. Rasulullah bersabda: Mendengar dan taat kepada pemimpin adalah hak, selama tidak disuruh kepada maksiat, apabila disuruh kepada maksiat, maka tidak usah mendengar dan tidak usah taat.
Dalam Al-Qur’an surah Al-An’am: 165 Allah berfirman:
            Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagaian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, karena Dia hendak mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya padamu. Sesunggunhnya Tuhanmu amat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lahi Maha Penyayang.
Kemudian dalam ayat yang lain Al-Baqarah: 30
            Ingatlah keitka Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat; Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seseorang Khalifah di muka bumi.

            Dapat kita yakini bahwa manusia itu salah satu tujuan diciptakan Tuhan adalah untuk menjadi khalifah atau pemimpin di muka bumi. Pemimpin bukan dilihat dari jabatan, tetapi tergantung pada status atau kedudukan serta kemampuannya dalam mengemban dan memelihara status tersebut.
            Sehubungan dengan kemampuan manusia ini, Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah: 286
            Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat (siksa dari kejahatan) yang dikerjakannya.

HADITS

1.      Pemimpin adalah seorang manusia, yang memiliki kepribadian, yang tercermin di dalam sikap dan perilakunya melaksanakan kepemimpinan.[3]
2.      Kepribadian seorang pemimpin:
v  Mencintai kebenaran dan hanya takut kepada Allah swt.
v  Dapat dipercaya, bersedia dan mampu mempercayai orang lain.
v  Memiliki kemampuan dalam bidangnya dan berpandangan luas didasari kecerdasan (intelegensi) yang memadai.
v  Senang bergaul, ramah tamah, suka menolong dan memberi petunjuk serta terbuka pada kritik orang lain.
v  Memiliki semangat untuk maju, semangat pengabdian dan kesetiakawanan, serta kreatif dan penuh inisiatif.
v  Bertanggungjawab dalam mengambil keputusan dan konsekuen, berdisiplin serta bijaksana dalam melaksanakannya.
v  Aktif memelihara kesehatan jasmani dan rohani.
3.      Fungsi pemimpin adalah sebagai teman yang saling bantu, membantu dalam mewujudkan kegiatan yang memerelukan kerjasama.
4.      Kepemimpinan menurut hadits :
a)      Sikap Penguasa Terhadap Rakyat
ü  Dituturkan dari Ibnu ‘Umar r.a., “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,
Kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Penguasa adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawban tentang kepemipmpinannya. Istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Pelayan adalah pemimpin dalam mengelola harta majikannya dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya. Kalian semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya.‘“
(Hadits ini dituturkan oleh  Al-Bukhari dan Muslim)
ü  Dituturkan dari Abu Ya’la Ma’qil bin Yasar r.a., “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,
Tiada seorang hamba yang diberi kepercayaan Allah untuk memimpin rakyat, kemudian ketika dia meninggal dunia dalam keadaan masih menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga baginya.‘“
(Hadits ini dituturkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
b)      Penguasa yang Adil
ü  Dituturkan dari ‘Auf bin Malik r.a., “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,
Para pemimpin kalian yang terbaik adalah mereka yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian. Kalian senatiasa memohonkan rahmat buat mereka dan mereka senantiasa memohonkan rahmat buat kalian. Adapun para pemimpin kalian yang terjahat adalah mereka yang kalian benci dan mereka membenci kalian. Kalian mengutuk mereka dan mereka mengutuk kalian.‘Tanya kami, ‘Wahai Rasulullah, apakah tidak kita pecat saja mereka itu?‘ Jawab beliau, ‘Jangan, selama mereka masih mau melaksanakan shalat bersama kalian. Apabila kalian melihat perbuatan pemimpin kalian yang tidak dikehendaki, bencilah perbuatannya, tetapi jangan samapi engkau lari dari ketaatan kepadanya.‘“
(Hadits ini dituturkan oleh Muslim)
ü  Dituturkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash r.a. (bahwasanya) Rasulullah saw. bersabda,
Sungguh, orang-orang yang berlaku adil kelak di sisi Allah berada di atas mimbar dair cahaya. Mereka adalah orang-orang yang melaksanakan keadilan dalam memberikan hukuman kepada keluarha mereka dan rakyat yang mereka perintah.
(Hadits ini dituturkan oleh Muslim)
c)      Perintah Menaati Pemimpin dan Larangan Menaatinya dalam Kemaksiatan
ü  Dituturkan dari Ibnu ‘Umar r.a. dari Nabi saw. (bahwasanya) beliau bersabda,
Seorang Muslim wajib mendengar dan taat, baik dalam hal yang dia sukai maupun hal yang dia benci, kecuali jika dia diperintahkan untuk melaksanakan perbuatan maksiat. Apabila dia diperintahkan untuk melaksanakan perbuatan maksiat, dia tidak wajib mendengar dan menaatinya.
(Hadits ini dituturkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
ü  Dituturkan dari Abu Hurairah r.a. (bahwasanya) Rasulullah saw. bersabda,
Barang siapa taat kepadaku, dia benar-benar telah taat kepada Allah, dan barang siapa durhaka kepadaku, dia benar-benar durhaka kepada Allah. Barang siapa taat kepada penguasa, dia benar-benar taat kepadaku, dan barang siapa durhaka kepada penguasa, dia benar-benar durhaka kepadaku.
(Hadits ini dituturkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
d)     Memilih Pejabat yang Baik
ü  Dituturkan dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda,
Allah tidak mengutus seorang nabi dan khalifah yang menggantinya melainkan ada dua orang yang sangat dekat dengannya. Yang seorang menyuruh dan menganjurkannya untuk senantiasa berbuat baik, dan seorang lagi menyuruh dan mengajurkannya untuk senatiasa berbuat jelek. Dan orang yang terjaga adalah orang yang dijaga oleh Allah.
(Hadits ini dituturkan oleh Al-Bukhari)
ü  Dituturkan dari ‘A’isyah r.a. (bahwasanya) Rasulullah saw. bersabda,
Manakala Allah menghendaki kebajikan kepada seorang penguasa, Allah menjadikan baginya menteri (pembantu) yang jujur. Manakala penguasa itu lupa, dia akan mengungatkannya, dan manakala penguasa itu sadar, dia memnbantunya. Dan manakala Allah tidak menghendaki yang demikian itu, Allah menjadikan baginya menteri (pembantu) yang jahat. Manakala penguasa itu lupa, dia tidak mau mengingatkannya dan manakala penguasa itu sadar, dia tidak mau membantunya.
(Hadits dengan isnad hasan ini dituturkan oleh Abu Dawud)































BAB III
Penutup

A.    Analisis
Manusia bukanlah jin dan malaikat, dia tidak pasti taat, tunduk, dan menyerah tetapi juga tidak selalu jahat, membangkang dan sesat. Dia adalah manusia yang berkesadaran, berkemauan, dan berkemampuan memilih, selalu mendapat cobaan dan ujian. Dia bisa mendorong untuk melakukan kemaksiatan, lalu diingatkan oleh batinnya, berintrospeksi lalu meyesal dan bertaubat.
            Maka manusia pun mencoba untuk melakukan peranannya sebagai khalifah di bumi. Hi

B.     Kesimpulan
            Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang diciptakan untuk menjadi khalifah hingga Allah menyebutkan beberapa unsur manusia dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits dan menyebutkan beberapa fakta dan bukti-bukti. Allah pun telah mentakdirkan manusia menjadi khalifah dari keturunan Adam. Manusia memiliki kelebihan yaitu

















Daftar Pustaka


Al-Aqqad, Abbas Mahmud Firdaus, 1993, Manusia Diungkap Qur’an, Jakarta : Pustaka Firdaus
Pulungan, Drs. Syahid Muammar, 1984, Manusia dalam Al-qur’an, Surabaya : PT. Bina Ilmu
Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam,
Al-Nawawi, Imam, 2011, Riyadhushshalihat, Bandung: Mizan








[1]  Abbas Mahmud Firdaus Al-Aqqad, Manusia diungkap qur’an, Jakarta : Pustaka Firdaus, Juli 1993, Cet. Ketiga, bab I
[2] Drs. Syahid Muammar Pulungan, Manusia dalam Al-qur’an, Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1984, hal.76-84

[3] Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam

0 Comments:

Post a Comment