Header Ads

05 November 2014

KONSEP MAKRIFAT DALAM TASAWUF


A.    Pengertian Makrifat
Dari segi bahasa, Ma’rifah berasal dari kata ‘arafa, ya’rifu, ‘irfan dan ma’rifah yang artinya mengetahui atau pengalaman.[1] Dan apabila dihubungkan dengan pengalaman tasawwuf, maka istilah ma’rifah di sini berarti mengenal Allah ketika Sufi mencapai suatu maqam dalam tasawuf.
Pengertian makrifat menurut istilah ada beberapa pendapat diantaranya:
a.       Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama’ Tasawuf yang mengatakan:
اَلْمَعْرِفَةُ جَزْمُ قَلْبِ بِوُجُوْدِالْوَاجِبِ الْمَوْجُوْدِ مُتّصِفاً بِساَئِرِالْكَلِماَتِ
Artinya:
Ma’rifah adalah  ketepatan  hati (dalam memercayai hadirnya)wujud yang wajib adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaan.”
b.      Asy-Syekh Muhammad Dahlan Al-Kadiriy mengemukakan pendapat Abuth Thayyib A-Samiriy yang mengatakan:
اَلْمَعْرِفَةُ طُلُوْعِ الْحَقِّ، وَهُوَالْقَلْبُ بِمُوَاصَلَةِ الْاَنْوَارِ
Artinya:
Ma’rifah adalah hadirnya kebenaran Allah (pada sufi).... dalam keadaan hatinya selalu berhubungan dengan Nur Ilahi...”
c.       Imam Al-Qusyairy mengemukakan pendapat Abdur Rahman bin Muhammad bin Abdillah yang mengatakan:

اْلْمَعْرِفَةُ يُوْجِبُ السّكِينَةَ فيِ الْقَلْبِ كَماَ اَنَّ الْعِلْمَ يُوْجِبُ السّكُوْنَ، فَمَنِ ازْدَادَتْ مَعْرِفَتُهُ اِزْدَادَتْ سَكِيْنَتُهُ
Artinya:
“Ma’rifah membuat ketenangan dalam hati, sebagaimana ilmu pengetahuan membuat ketenangan (dalam akal pikiran). Barang siapa yang meningkat ma’rifahnya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya).[2]
Dari pendapat-pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa makrifat berarti pengetahuan, maksudnya pengetahuan tentang Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan.[3]
B.     Macam-Macam Makrifat
Secara garis besar dapat diambil sebuah kejelasannya, bahwa Ma’rifat dapat dibagi kedalam dua kategori : pertama, Ma’rifat Ta’limiyat, dan kedua Ma’rifat Laduniah.
1.      Ma’rifat Ta’limiyat
Ma’rifat Ta’limiyat merupakan istilah lain Ma’rifat yang di lontarkan oleh al-Ghazali, dapat di definisikan sebagai Ma’rifat yang dihasilkan dalam usaha memperoleh Ilmu. ta’limiyat berasal dari kata ta’lama, yuta’limu, ta’liman-ta’limiyatan yang berarti mencari pengetahuan atau dalam arti lain memperoleh ilmu pengetahuan. Sedangkan orang yang yang sedang mencari ilmu disebut muta’alim. Oleh karena itu Ma’rifat ta’limiyat yaitu berjalan untuk mengenal Allah dari jalan yang biasa, “mulai dari bawah hingga keatas”. Adapun penjelasan mengenai Ma’rifat terhadap Asma, Sifat, dan Dzat Tuhan, diuraikan dalam 99 Nama-nama Tuhan, dalam istilah lain disebut asamul al-husna. Ma’rifat ta’limiyat secara lebih luas dapat didefinisikan sebagai proses bagaimana cara mengenali Tuhan (Ma’rifat). artinya  salik (muta’alim) memerlukan metode untuk meraih Ma’rifat baik metode yang dilakukan secara khusus misalnya menjadi murid untuk melakukan  proses perjalanan ruhani (suluk) dalam tarekat sufi secara metodik, maupun metode yang dilakukan secara umum atau tarekat yang secara langsung mengkaji dari sumber-sumber Tasawuf atau mengikuti jejak langkah yang dilakukan oleh Rasulullah, Para sahabat, Tab’iin, Atba At-Tabi’in sampai ulama sekarang yang sejalan dengan al-Quran dan Hadits.
Kearah menempuh tujuan itu, salik (muta’alim) menempuh bermacam-macam cara yang dapat membawa meraka yang pada akhirnya sampai pada hadirat Allah :al-Ghazali menyebutkan cara tersebut berupa Penyucian jiwa (tazkiyat an-nafs) artinya sesorang harus melakukan penyucian jiwa terlebih dahulu. Perolehan Ma’rifat  yang merupakan hasil dari kegiatan penyucian jiwa, harus terlebih dahulu dengan metode mujahadah dan riyadhah.
2. Ma’rifat Laduniyah
          Ma’rifat laduniyah yaitu Ma’rifat yang langsung dibukakan oleh Tuhan dengan keadaan kasf, mengenal kepada-Nya. Jalannya langsung dari atas dengan menyaksikan Dzat yang Suci, kemudian turun dengan melihat sifat-sifat-Nya, kemudian kembali bergantung kepada nama-nama-Nya. Ibnu ‘Atha’illah memberi istilah lain terhadap Ma’rifat laduniyah dengan sebutan Ma’rifat orang mahjdub. Ma’rifat orang mahjdub yang diungkapkan oleh Ibnu ‘Atha’illah merupakan sebuah Ilmu yang diberikan secara langsung oleh Tuhan kepada manusia yang ada sisi kesamaannya dengan ma’rifat laduniyah. Lebih jauh, kalangan sufi tersebut menyatakan bahwa orang yang telah mengenal Allah, juga akan dianugrahi Ilmu laduni. Ilmu laduni merupakan ilmu yang di ilhamkan oleh Allah Swt. Kepada hati hamba-Nya tanpa melalui suatu perantara  (wasitaha), sebagaimana perantara yang pada umumnya dibuat untuk memperoleh ilmu pengetahuan seperti talqin dari sufi. ilmu laduni bersifat tetap dan tidak dapat hilang atau terlupakan. Seseorang yang telah dianugrahi ilmu laduni disebut dengan ‘alim sejati’ (alim yang sebenarnya).






[1] ] Tim penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabay, Studi al-Qur’an, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), h. 303.
[2] Ahmad Mustafa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hal. 254.

[3] . sudirman tebba, kecerasan sufistik, (jakarta:PRENADA SUFISTIK, 2004), hal.82.

0 Comments:

Post a Comment