SINOPSIS
ARTIKEL
Penjaminan
Mutu Satuan Pendidikan Sebagai Upaya Pengendalian
Mutu
Pendidikan Secara Nasional dalam Otonomi Pendidikan
(karya Danny Meirawan,
Tenaga Pengajar pada FPTK - Universitas Pendidikan Indonesia)
Disusun Oleh :
Nama :
Ahmad Syafii
Nim :
13410154
Jurusan :
Pendidikan Agama Islam (PAI)
Dosen Pembimbing :
Nama : Nur Munajat, M.Si.
NIP : 19680110 199903 2 001
PENDIDIKAN AGAMA
ISLAM
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN
KALIJAGA YOGYAKARTA
2013/2014
SINOPSIS ARTIKEL TENTANG PENJAMINAN MUTU ( QUALITY
ASSURANCE)
A. PENJAMINAN MUTU.
Standar mutu merupakan salah satu bagian dari
administrasi pendidikan yang tidak dapat dipisahkan. Upaya menjaga mutu
pendidikan sangat erat kaitannya dengan manajemen mutu. Dalam manajemen mutu semua
fungsi manajemen yang dijalankan oleh para manajer pendidikan di sekolah diarahkan
agar semua layanan yang diberikan semaksimal mungkin sesuai atau melebihi harapan
pelanggan. Dalam perspektif manajemen mutu,
mengendalikan mutu suatu produk setelah dihasilkan
bisa menghadapi resiko terjadinya sejumlah produk yang tidak sesuai dengan standar
yang diharapkan. Hal ini berarti bahwa proses produksi lebih mahal. Dalam
bidang pendidikan logika inipun berlaku. Oleh karena itu, diperlukan suatu
upaya pengelolaan mutu dalam bentuk jaminan atau assurance, bahwa semua
aspek yang terkait dengan layanan pendidikan yang diberikan oleh sekolah mencapai
standar mutu tertentu sehingga output yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Konsep
yang terkait dengan hal ini dalam manajemen mutu dikenal dengan Quality Assurance
atau Penjaminan Mutu.
Otonomi Daerah berdampak pada pengelolaan pendidikan
di daerah. Di satu sisi, upaya otonomi pendidikan akan berpengaruh positif terhadap
berkembangnya sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berbasis kepada kebutuhan
dan tantangan-tantangan yang dihadapi sekolah. Di sisi lain, keragaman potensi dan
sumberdaya daerah dapat menyebabkan mutu keluaran sekolah sangat bervariasi. Oleh
karena itu, upaya standardisasi mutu harus menjadi fokus perhatian dalam upaya
menjaga mutu pendidikan secara nasional.
Untuk itu diperlukan suatu upaya standarisasi
pendidikan nasional yang disebut dengan quality assurance atau
penjaminan mutu.
Dalam undang-undang no 20 tahun 2003 disebutkan
bahwa pendidikan dilaksanakan melalui satu sistem pendidikan nasional yang mengusahakan
tercapainya tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia.
Implikasinya adalah bahwa dalam pendidikan
nasional perlu adanya suatu standarisasi yang dikonsepkan dalam PP no. 19
tentang Standar Nasional Pendidikan, untuk berbagai jenis dan jenjang satuan
pendidikan.
Dalam artikel yang ditulis oleh Danny Meirawan
(Tenaga Pengajar pada FPTK - Universitas Pendidikan Indonesia), dia menyebutkan
bahwa dalam Dalam manajemen mutu, ada dua konsep tentang mutu atau quality, yaitu
konsep klasik dan konsep modern. Konsep klasik bersifat absolut, sementara
konsep modern bersifat relatif.
Dalam perspektif klasik, mutu ditentukan suatu
produk ditentukan oleh suatu produsen, konsep ini mutu menunjukkan kepada sifat
yang menggambarkan derajat “baik” nya suatu barang atau jasa yang diproduksi
atau dipasok oleh suatu lembaga. sedangkan dalam persektif modern, mutu
ditentukan oleh konsumen. dalam konsep ini mutu menunjukkan kepada sifat suatu
produk apakah memuaskan konsumen atau tidak .
Filosofi klasik ini telah berubah menjadi filosofi
modern yang lebih tepat. Mutu suatu barang atau jasa tidak ditentukan dari
dalam (produsen), namun lebih ditekankan dari luar (konsumen).
Implikasi terhadap pendidikan adalah, sekolah
yang dianalogikan sebagai produsen jasa, maka mutu sekolah haruslah ditentukan oleh
pelanggannya, yakni siswa dan stakeholders (orang tua, masyarakat penyandang
dana dan pemakai lulusan ), bukan oleh produsen yaitu sekolah itu sendiri. Hal ini
berarti bahwa sekolah yang bermutu adalah sekolah yang mampu memberikan layanan
atau jasa pendidikan yang sesuai atau melebihi harapan dan kepuasan para
pelanggannya.
Dalam usaha memberikan layanan jasa pendidikan
yang sesuai atau melebihi harapan dan kepuasan para pelanggannya itu,
pendidikan (sekolah) harus memenuhi standar mutu atau nilai mutu. Untuk
menentukan standar mutu suatu sekolah, diperlukan kriteria-kriteria pada
masing-masing dimensi mutu. Menurut Sanusi (1990), dimensi-dimensi itu meliputi
dimensi hasil belajar, dimensi mengajar,bahan kajian, dan dimensi pengelolaan. Dimensi
hasil belajar dapat dipandang sebagai mutu output sedangkan dimensi pengelolaan
dan mutu mengajar sebagai mutu proses, sementara dimensi bahan kajian sebagai
mutu input. Berbagai dimensi tersebut dapat dipandang sebagai sumber-sumber
mutu sekaligus sebagai fokus mutu dalam penjaminan mutu sekolah.
B. MANAJEMEN MUTU.
Standar mutu merupakan sistem dalam manajemen
mutu. Manajemen mutu itu sendiri diarahkan dalam rangka : a) memenuhi kebutuhan
konsumen secara konsisten, dan b) mencapai peningkatan secara terus menerus
dalam setiap aspek aktivitas organisasi.
Tujuan utama dari sistem manajemen mutu adalah
untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam proses produksi dengan cara mengusahakan
agar setiap langkah yang dilaksanakan
selama proses produksi diawasi sejak permulaan
proses produksi itu. Dalam manajemen mutu, sistem ini memiliki keunggulan yaitu
produk
yang dihasilkan terjamin mutunya, karena pencegahan
kesalahan dalam proses produksi dilakukan secara ketat. Meskipun dalam jangka pendek
untuk memulai penerapan sistem manajemen mutu seperti ini relatif mahal, karena
harus tersedia berbagai sumber daya khususnya sumber daya manusia yang andal, namun
dalam jangka panjang sistem ini sangat menguntungkan, karena dapat mencegah
atau memperkecil kegagalan dalam proses produksi.
Tujuan utama dari manajemen mutu adalah
meningkatkan mutu pekerjaan, memperbaiki produktivitas dan efisiensi melalui
perbaikan kinerja dan peningkatan mutu kerja agar menghasilkan produk yang
memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen. Jadi, manajemen mutu bukanlah
seperangkat peraturan dan ketentuan yang kaku dan harus diikuti, melainkan seperangkat
prosedur dan proses untuk memperbaiki kinerja dan meningkatkan mutu kerja.
Pada praktek manajemen mutu, dalam rangka memproduksi
barang atau jasa, pertimbangan, aspirasi, dan keinginan pelanggan harus
diperhitungkan. Selain itu semua faktor yang terkait dengan proses produksi
harus dikelola sedemikian rupa sehingga menjamin produk yang dihasilkan serta
memenuhi bahkan melebihi keinginan dan harapan pelanggan. Penerapan pendekatan manajemen
itu tidak lagi memerlukan pengendalian mutu setelah produk dihasilkan, melainkan
semua sumber daya dan faktor yang terkait dengan proses produksi dikelola agar terjamin
dihasilkannya produk yang bermutu, yakni produk yang sesuai atau melebihi
keinginan, harapan, dan kebutuhan pelanggan.
Keberhasilan penerapan manajemen mutu dalam
bidang industri, membuat banyak organisasi lain kemudian ingin mencoba
menerapkan manajemen mutu ini terhadap bidang mereka, termasuk pendidikan.
Dalam penerapakannya, dunia pendidikan mencoba memodifikasi manajemen mutu
tersebut agar sesuai dengan wilayah garapannya. Dalam bidang pendidikan, manajemen
mutu merupakan cara mengatur semua sumber daya pendidikan yang diarahkan agar semua
orang yang terlibat di dalamnya melaksanakan tugas dengan penuh semangat dan berpartisipasi
dalam perbaikan pelaksanaan pekerjaan sehingga menghasilkan jasa yang sesuai atau
melebihi kebutuhan konsumen.
Dalam proses penerapan ini, menuntut terjadi
perubahan atau modifikasi tersebut. Menurut herman (1995), modifikasi tersebut
setidaknya dilakukan dalam tiga elemen :
1. Filosofi. Sekolah dalam
hal ini dipandang sebagai produsen yang memasok produk terhadap konsumen (
stakeholders). Mutu jasa yang dihasilkan ditentukan oleh seberapa jauh dia
memenuhi atau melebihi kepuasan pelanggan. Oleh karena itu feedback dari
pelanggan ( stakeholders) sangat diperlukan dan penting untuk dijadikan dasar
dalam menentukan derajat mutu yang harus dicapai.
2. Tujuan. Tujuan lembaga
pendidikan adalah memproduksi jasa yang didistribusikan kepada semua pelanggan.
Setiap aktivitas yang menjadi jasa yang diproduksi harus diberikan dalam
tingkatan mutu yang lebih tinggi.
3. Proses. Dari feedback dari
pelanggan yang dijadikan derajat acuan pencapaian mutu, lembaga pendidikan harus
menggunakan sumber daya manusia yang terdidik yang baik dengan sistem dan pengembangan
produksi jasa yang memiliki nilai tambah yang memungkinkan pelanggan memperoleh
kepuasan yang tinggi.
Dalam penerapan sistem penjaminan mutu, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah membuat pembakuan mutu. Dalam dunia
industri, hal ini telah dilakukan secara internasional oleh suatu lembaga yang
bernama International Organization for Standardization yang berpusat di
Geneva, Swiss. Berdasarkan baku mutu yang telah dikembangkan organisasi ini, kemudian
dilakukan sertifikasi kepada berbagai lembaga industri, dan diberikan sertifikat
yang dikenal dengan nama ISO 9000 (International Standard Organization 9000).
Penerapan standar ISO 9000 ini dapat pula diterapkan dalam pendidikan.
Negara-negara maju seperti inggris dan amerika telah melakukan penerapan model
ini dalam pendidikan. Dalam penerapan ini landasan filosofi berlandaskan pada
mutu sekolah harus menjadi bagian dari manajemen mutu. Atas dasar filosofi ini,
sistem yang menjamin dihasilkannya produk, yaitu jasa pendidikan, yang sesuai dengan
atau melebihi harapan pelanggan bis a dilakukan dengan pengukuran dan kalibrasi
yang tepat.
Dalam proses penerapan manajemen mutu ini,
langkah-langkah yang dilakukan saling berkaitan. Langkah dalam proses
penjaminan mutu ini terdiri dari 7 langkah yaitu yaitu
1. penetapan standar.
2. pengujian/audit mengenai sistem
pendidikan yang sedang berlangsung.
3.
penyimpulan tentang ada tidaknya kesenjangan antara sistem yang ada
dengan standar yang ditetapkan.
4. Bila terdapat kesenjangan
maka akan ditempuh langkah identifikasi kebutuhan dalam upaya untuk memenuhi standar
yang ditetapkan.
5. dilanjutkan dengan pengembangan
sistem perbaikan dan
6. memadukan sistem perbaikan
dengan sistem yang sedang berlangsung.
7. bila tidak terdapat
kesenjangan akan ditempuh pengkajian ulang kesesuaian standar dengan sistem secara
berkelanjutan.
Dalam penerapan proses manajemen mutu ini harus
didasarkan pada prinsip :
1. mutu bukan tanggung jawab
pimpinan, namun tanggung jawab semua pihak dalam organisasi.
2. Berprinsip pada mencegah
kesalahan lebih utama daripada memperbaiki kesalahan tersebut.
3. Keberhasilan dari
penerapan manajemen mutu sangat dipengaruhi oleh iklim dari organisasi. Bila
dalam organisasi terdapat komunikasi antar tim yang kompak, maka akan
berpengaruh terhadap keberhasilan penerapan manajemen mutu ini. Sehingga setiap
pihak dapat mengetahui apa yang harus dilakukan, bagaimana, kapan, dimana dan
dengan siapa komunikasi harus dilakukan.
C. CONTOH BEBERAPA PRAKTIK
PENJAMINAN MUTU.
1.
New South Wales School Review.
New South Wales Department of School Education, Australia, menerapkan suatu sistem penjaminan
mutu sekolah dengan nama Quality Assurance School Review. Sistem ini diterapkan
dalam upaya mendukung peningkatan kualitas sekolah dalam berbagai aspek, dengan
tujuan untuk menjamin bahwa sekolah yang bersangkutan memiliki keefektifan yang
tinggi dalam mencapai tujuan dan hasil belajar siswa. Sistem penjaminan mutu
ini dilaksanakan melalui Directorate of Quality Assurance, Department
of School Education, NSW.
Dalam pengembangannya, terdapat tiga komponen
sistemik dari penjaminan mutu yaitu:
a.
Komponen Belajar dan Mengajar meliputi: lingkungan belajar, proses
belajar siswa, proses mengajar, perencanaan dan penerapan mengajar, penugasan
dan pelaporan, serta penilaian dan refleksi.
b.
Kepemimpinan dan Budaya meliputi: kepemimpinan kontekstual, kepemimpinan
untuk perubahan, kepemimpinan inklusif, kepemimpinan untuk belajar, konteks budaya,
mengembangkan rasa memiliki, budaya belajar, budaya peningkatan,
c.
Pengembangan Sekolah dan Tatalaksana meliputi: tujuan sekolah, penetapan
prioritas, perencanaan, tatalaksana peningkatan yang terencana, tatalaksana
perubahan fundamental.
2.
Quality Assurance Framework di Hong Kong.
Di Hong Kong penerapan penjaminan mutu sekolah
di kenal dengan nama Kerangka kerja penjaminan mutu pendidikan sekolah (School
Education Quality Assurance Framework). Dalam kerangka ini mutu sekolah
ditekankan dari aspek pengembangan (School Improvement) dan
akuntabilitas. Pelaksanaannya terbagi menjadi dua kegiatan utama, yaitu melalui
evaluasi diri sekolah (School Self Evaluation) dan inspeksi penjaminan
mutu ( Quality Assurance Inspection).
Indikator-indikator kinerja yang dijadikan acuan
dalam penilaian yang dilakukan dalam
proses penjaminan mutu meliputi 4 domein
(ranah), yaitu :
a.
Manajemen dan organisasi, yang meliputi aspek-aspek kepemimpinan, perencanaan
dan administrasi, pengelolaan staf, pengelolaan biaya, sumber daya dan pemeliharaannya,
dan evaluasi diri.
b.
Pembelajaran, yang meliputi aspek-aspek kurikulum, pengajaran, proses
belajar siswa, dan penilaian.
c.
Dukungan kepada siswa dan etos sekolah yang meliputi aspek-aspek bimbingan,
pengembangan pribadi dan sosial siswa, dukungan bagi siswa yang memiliki kebutuhan
khusus, hubungan dengan orang tua dan masyarakat, dan iklim sekolah.
d.
Prestasi belajar, yang meliputi aspek-aspek kinerja akademis dan non
akademis.
3.
Penjaminan mutu di indonesia.
Dalam artikel yang ditulis oleh Danny Meirawan
(Tenaga Pengajar pada FPTK - Universitas Pendidikan Indonesia) ini, dijelaskan
dua contoh penerapan penjaminan mutu di indonesia, yaitu di level perguruan
tinggi dan sekolah menengah kejuruan.
a.
Akreditasi di perguruan tinggi.
Salah satu contoh Quality Assurance di
Perguruan Tinggi diambil pada bidang teknologi yang tertuang dalam Quality
Assurance Handbook (83-88, 2000). Dalam handbook ini terdapat 11 unsur yang
diukur, yaitu:
1)
Pembinaan dan Pengembangan Lembaga
2)
Disain Jenjang dan Kurikulum serta Unsur-unsurnya secara Eksplisit
3)
Sumber Daya Keuangan, Administrasi dan Sarana Fisik
4)
Seleksi, evaluasi dan Pengembangan Tenaga Pengajar.
5)
Seleksi Peserta Didik
6)
Dukungan dan Tuntutan Bagi Peserta Belajar
7)
Praktikum dan Kerja Praktek
8)
Penilaian
9)
Pelaporan Prestasi Peserta Belajar
10) Sistem Pengembangan
11) Peningkatan kurikulum yang
berkelanjutan.
4.
Monitoring dan Evaluasi (ME) di Sekolah Kejuruan.
Dalam hal sekolah jurusan, salah satu
penjaminan mutu disandarkan pada kebutuhan industri. Untuk memenuhi standar
industri, sekolah seharusnya mengkondisikan pembelajaran seperti dalam pola
industri. Sehingga akan terbentuk karyawan yang siap kerja sesuai dengan
atmosfer dunia kerja. Untuk hal itu, pendekatan yang dilakukan dalam
pembelajaran adalah Competency Based Training. Maksudnya adalah, siswa
diberikan pola pembelajaran yang disesuaikan dengan kompetensi keahlian bidang
kerja yang akan diterjuninya nanti.
Untuk membentuk pola pembelajaran yang sesuai
dengan dunia kerja, maka dibagi tugas berdasarkan jenis-jenis layanannya yaitu
:
a.
Bagi guru dan karyawan:
1) Kepemimpinan
2) Manajemen sekolah
3) Pembinaan iklim sekolah
b.
Bagi siswa:
1) Implementasi kurikulum dan
implementasinya
2) Kegiatan ekstrakurikuler
3) Pengembangan pribadi siswa
c.
Pengembangan bakat dan minat Bagi orang tua dan masyarakat penyandang
dana:
1) Pembinaan pribadi siswa
(agama dan akhlak)
2) Pembentukan budaya belajar
3) Pengembangan bakat dan
minat
d.
Pengembangan kemampuan akademik Bagi pemakai lulusan:
1) Pembentukan kompetensi
lulusan
2) Pembentukan etos kerja dan
motif berprestasi lulusan
Sehingga, dengan pembagian wilayah job
description masing-masing akan terbentuk pola pendidikan yang solid dan
outputnya mampu disaingkan dalam pasar dunia.
KRITIK DAN SARAN
Dari pemaparan diatas, pola penjaminan mutu
yang disodorkan oleh penulis artikel adalah pola penjaminan mutu ISO 9000
dimana terjadi perubahan paradigma. Maksudnya, sebelumnya penjaminan mutu yang
berparadigma, bahwa sekolah yang membuat sendiri derajat mutu yang harus
dicapai, sekarang bergeser ke arah konsumen. Konsumen (stakeholder) yang
nantinya akan memanfaatkan outputlah yang menjadi patokan standarisasi
penjaminan mutu.
Hal itu sangat menarik, kami sebagai penganalisa
cukup tertarik dan antusias terhadap sistem penjaminan mutu yang disodorkan
oleh penulis artikel. Karena menurut hemat kami dengan diberlakukannya
standarisasi mutu pendidikan yang dilakukan atas inspirasi dari standarisasi
mutu dunia industri, akan membawa dampak yang signifikan terhadap perkembangan
pendidikan di indonesia.
Dengan penerapan ini, sekolah-sekolah yang
notabene berada di pinggiran akan sejajar dalam permutuannya dibanding
sekolah-sekolah perkotaan. Karena dengan standarisasi mutu pendidikan ini,
lulusan (output) yang dihasilkan mampu disejajarkan dengan lulusan dari negara
lain. Sehingga dalam pasar bebas nantinya (indonesia direncanakan akan
mengikuti pasar bebas tahun 2015) indonesia memiliki lulusan yang mampu
dipersaingkan dengan lulusan negara-negara maju lainnya, sehingga indonesia
tidak hanya dipandang sebagai negara ladang buruh namun diharapkan berpindah
menjadi negara ladang profesional, ahli ataupun konsultan.
Namun bukan berarti gading tanpa retak. Usulan
ini juga memiliki beberapa kekurangan. Terutama nanti bila dilihat dari
perspektif sumber daya yang ada. Pertama, jika standarisasi mutu pendidikan ini
dilakukan, maka akan terjadi kesenjangan antara sekolah-sekolah di pedesaan
dengan sekolah-sekolah di perkotaan karena perbedaan sumberdaya yang ada, baik
sumberdaya materiil, maupun sumberdaya moriil. Karena sekolah-sekolah pedesaan
dianggap kurang mampu mengikuti kewajiban-kewajiban dari standarisasi ini
terkait dengan kekurangan sumberdaya yang ada. Oleh karena itu, untuk
menanggulangi hal ini, diperlukan upaya dari pemerintah untuk memberikan
bantuan yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing sekolah. Artinya
bantuan yang diberikan itu bukan sama dalam bentuk angkanya (nominalnya), namun
sama dalam bentuk nilainya (tingkat kebutuhannya).
Kedua, dimungkinkan terjadi tindak kecurangan
atau penyalahgunaan wewenang oleh oknum-oknum tertentu. Oleh karena itu,
penerapan ide ini harus benar-benar disandarkan pada kebutuhan konsumen (
stakeholder ), bukan dari intervensi oknum-oknum tertentu yang akan memanfaatkan
keadaan yang ada. Untuk itu diperlukan pengawasan yang ketat dari pihak
pemerintah juga pihak masyarakat bila ingin mewujudkan ide ini.
Dari itu semua, hal terpenting yang harus diperhatikan
oleh semua pihak adalah komunikasi yang lancar dan berkesinambungan. Selama
ini, antara pihak pemerintah, sekolah maupun masyarakat seakan-akan berjalan
sendiri-sendiri, kurang adanya koordinasi antar masing-masing pihak. Oleh
karena itu komunikasi yang intens mutlak diperlukan adanya.
Sehingga setelah semua berjalan semestinya, akan mampu memberikan arti
yang lebih terhadap pendidikan di indonesia. Terjadi perubahan ke arah kebaikan
yang cukup signifikan baik pada penjaminan mutu pendidikan pada khususnya,
maupun pada administrasi pendidikan pada umumnya.
Harapan terbesar tentunya, indonesia mampu
menjadi produsen tenaga-tenaga profesional (bukan hanya karyawan atau buruh
seperti saat ini) yang cakap dibidangnya. Yang nantinya akan mampu dipersaingkan
dalam pasar global yang akan di ikuti tahun 2015, semoga. Wallahu a’lam.
0 Comments:
Post a Comment