Pancasila dan Keberlanjutan NKRI
Oleh Siswono Yudo Husodo
NEGARA
kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri yang amat unik dan spesifik. Berbeda
dengan Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Yunani, yang menjadi suatu negara
bangsa karena kesamaan bahasa. Atau Australia, India, Sri Lanka, Singapura,
yang menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Atau Jepang, Korea, dan
negara-negara di Timur Tengah, yang menjadi satu negara karena kesamaan ras.
Indonesia
menjadi satu negara bangsa meski terdiri dari banyak bahasa, etnik, ras, dan
kepulauan. Hal itu terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu; nyaris kesamaan
wilayah selama 500 tahun Kerajaan Sriwijaya dan 300 tahun Kerajaan Majapahit
dan sama-sama 350 tahun dijajah Belanda serta 3,5 tahun oleh Jepang.
Negara
kebangsaan kita juga terbentuk atas upaya besar founding fathers, yang tanpa
kenal lelah keluar masuk penjara memantapkan rasa kebangsaan Indonesia yang
resminya lahir pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Negara kebangsaan Indonesia
lahir melalui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan UUD 1945 yang
ditetapkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, yang pada bagian pembukaannya memuat
Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila merupakan sublimasi dari pandangan
hidup dan nilai-nilai budaya yang menyatukan masyarakat kita yang beragam suku,
ras, bahasa, agama, pulau, menjadi bangsa yang satu, Indonesia.
Itulah
sebabnya, meski UUD 1945 telah diamandemen empat kali, bagian pembukaan ini
tetap tidak berubah, karena jika berubah berarti membentuk negara baru, bukan
yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Paradigma fungsi
Sosiolog
Talcott Parsons dalam buku Social System menyatakan, jika suatu masyarakat
ingin tetap eksis dan lestari, ada empat paradigma fungsi (function paradigm)
yang harus terus dilaksanakan oleh masyarakat bersangkutan.
Pertama,
pattern maintenance, kemampuan memelihara sistem nilai budaya yang dianut
karena budaya adalah endapan perilaku manusia. Budaya masyarakat itu akan
berubah karena terjadi transformasi nilai dari masyarakat terdahulu ke
masyarakat kemudian, tetapi dengan tetap memelihara nilai-nilai yang
dianggapnya luhur, karena tanpa hal itu akan terbentuk masyarakat baru yang
lain.
Kedua,
kemampuan masyarakat beradaptasi dengan dunia yang berubah dengan cepat.
Sejarah membuktikan banyak peradaban masyarakat yang telah hilang karena tidak
mampu beradaptasi dengan perubahan dunia. Masyarakat yang mampu menyesuaikan
diri dengan perubahan serta memanfaatkan peluang yang timbul akan unggul.
Ketiga,
adanya fungsi integrasi dari unsur-unsur masyarakat yang beragam secara
terus-menerus sehingga terbentuk kekuatan sentripetal yang kian menyatukan
masyarakat itu.
Keempat,
masyarakat perlu memiliki goal attainment atau tujuan bersama yang dari masa ke
masa bertransformasi karena terus diperbaiki oleh dinamika masyarakatnya dan
oleh para pemimpinnya.
Jika
negara kebangsaan Indonesia terbentuk oleh kesamaan sejarah masa lalu, maka ke
depan perlu dimantapkan oleh kesamaan cita-cita, pandangan, harapan, dan tujuan
tentang masa depannya.
Pudarnya ideologi Pancasila
Sebuah
negara bangsa membutuhkan Weltanschauung atau landasan filosofis. Atas dasar
Weltanschauung itu, disusunlah visi, misi, dan tujuan negara. Tanpa itu, negara
bergerak seperti layangan putus, tanpa pedoman.
Dalam
perspektif negara bangsa, empat function paradigm Parson yang harus terus
dilaksanakan masyarakat Indonesia agar dapat hidup dan berkembang, kerangka
sistemiknya termanifestasikan (terkristalisasi) dalam Pancasila yang merupakan
Weltanschauung bangsa Indonesia.
Akhir-akhir
ini, terasa pamor Pancasila sedang menurun. Pancasila juga dapat dipandang
sebagai ideologi negara kebangsaan Indonesia. Mustafa Rejai dalam buku
Political Ideologies menyatakan, ideologi itu tidak pernah mati, yang terjadi
adalah emergence (kemunculan), decline (kemunduran), dan resurgence of
ideologies (kebangkitan kembali suatu ideologi). Tampaknya, sejak awal
reformasi hingga saat ini sedang terjadi declining (kemunduran) pamor ideologi
Pancasila seiring meningkatnya liberalisasi dan demokratisasi dunia.
Sosialisasi
Pancasila di masa lalu, di mana yang mengikuti penataran memperoleh sertifikat
dan menjadi persyaratan dalam promosi jabatan, telah menjadikan Pancasila
hafalan, dan tidak mewujud secara substansial pada perikehidupan sehari-hari
masyarakatnya.
Membangkitkan kembali ideologi Pancasila
Dalam
buku The Meaning of The 20th Century, Kenneth E Boulding menyatakan,
"Kebenaran yang diakui benar oleh semua orang bukan ideologi yang patut
diperjuangkan. Kebenaran yang diakui benar oleh sebagian orang adalah ideologi
yang patut diperjuangkan".
Agar
Pancasila sebagai ideologi bangsa tetap mempunyai semangat untuk diperjuangkan,
kita perlu menerima kenyataan belum diterimanya Pancasila oleh semua pihak.
Dunia juga tampak belum yakin pada kelangsungan dan kemajuan sebuah negara
bangsa bernama Indonesia.
Pancasila
perlu disosialisasikan agar dipahami oleh dunia sebagai landasan filosofis
bangsa Indonesia dalam mempertahankan eksistensi dan mengembangkan dirinya
menjadi bangsa yang sejahtera dan modern.
Sebagai
ideologi nasional, ia harus diperjuangkan untuk diterima kebenarannya melewati
batas-batas negara bangsa kita sendiri. Tentu bentuk perjuangan ideologi pada
waktu ini berbeda dengan zaman berbenturannya nasionalisme dengan imperialisme,
sosialisme dengan kapitalisme, dan antara demokrasi dengan totaliterianisme.
Keberhasilan Pancasila sebagai suatu ideologi akan diukur dari terwujudnya
kemajuan yang pesat, kesejahteraan yang tinggi, dan persatuan yang mantap dari
seluruh rakyat Indonesia.
Ke
depan, bangsa kita perlu berani menjadi seperti bangsa Amerika Serikat yang
ingin menyebarkan ideologi demokrasi ke seluruh penjuru dunia.
Dalam pidato pelantikan untuk masa jabatan kedua
(2005-2009) pada 20 Januari 2005 lalu, Presiden George Walker Bush mengatakan,
kebijakan bangsa Amerika adalah terus mencari dan mendukung pertumbuhan gerakan
dan institusi demokrasi di segala bangsa dan budaya, dengan tujuan utama
mengakhiri tirani dunia.
Bangsa AS mampu melakukan itu hari ini karena
ideologi nasionalnya, demokrasi yang berintikan liberty (kebebasan), fraternity
(persaudaraan), dan egality (kesetaraan), telah berhasil menempatkan AS sebagai
negara bangsa terkemuka di dunia. Keberhasilan
AS di berbagai bidang kehidupan
bukan saja telah melegitimasikan posisinya sebagai negara yang dirujuk dan
dihormati, tetapi juga menempatkannya sebagai sumber inspirasi serta teladan
banyak bangsa.
Hanya dengan mencapai kondisi bangsa yang maju,
sejahtera, dan bersatu sajalah Indonesia
dapat menjadi salah satu rujukan dunia. Saat itulah Pancasila berpotensi untuk diterima oleh
bangsa-bangsa lain di dunia. Saya berpendapat, kondisi itu adalah hal yang
mungkin terjadi yang perlu diwujudkan; menjadi mission sacre kita sebagai suatu
bangsa.
Tugas
kaum terpelajarlah untuk mengartikulasikan keinginan rakyat untuk maju dengan
mewarnai Pancasila yang memiliki rumusan tajam di segala bidang untuk menjawab
tantangan yang sedang dihadapi bangsa dan negara kita. Konsepsi dan praktik
kehidupan yang Pancasilais terutama harus diwujudkan dalam keseharian kaum
elite, para pemimpin, para penguasa, para pengusaha, dan kaum terpelajar
Indonesia untuk menjadi pelajaran masyarakat luas.
Siswono
Yudo Husodo Ketua Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila
Sumber: Kamis, 02 Juni 2005
JAKARTA - Mungkin
tak banyak warga negeri ini yang tahu, berapa persisnya jumlah suku bangsa di
Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) ternyata telah melakukan survei mengenai
jumlah suku bangsa tersebut. Kepala BPS, Rusman Heriawan, dalam rapat dengar
pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (3/2), menyampaikan bahwa dari
hasil sensus penduduk terakhir, diketahui bahwa Indonesia terdiri dari 1.128
suku bangsa.
"Suku bangsa menjadi salah satu poin sensus terbaru BPS. Sebelumnya memang sudah ada, tapi tidak terlalu spesifik. BPS mulai melakukan sensus suku bangsa ini secara detail, dan akhirnya diketahui bahwa Indonesia memiliki 1.128 suku bangsa," kata Rusman.
Tidak seperti poin sensus lainnya, guna mengetahui jumlah suku bangsa di Indonesia ini, BPS mengaku harus bekerja lebih ekstra. Karena kata Rusman, petugas sensus harus bersentuhan dengan keberagaman suku dan adat istiadat di seluruh penjuru negeri ini.
"Bahkan, petugas kami pernah dikenakan hukum adat di Kalimantan Timur saat melakukan sensus. Karena dianggap menyalahi ketentuan adat, petugas sensus kami diwajibkan membayar denda. Denda adat itu wajib dibayar, padahal karena jumlahnya yang sangat besar, BPS dan Pemda pun tidak sanggup melunasinya," papar Rusman pula.
Setiap saatnya, kata Rusman lagi, sensus penduduk yang dilakukan BPS akan terus dikembangkan untuk mengetahui hal-hal spesifik lainnya di Indonesia. Untuk itulah katanya, BPS terus berupaya mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak, mulai dari kementerian hingga pemerintah daerah. (afz/jpnn)
"Suku bangsa menjadi salah satu poin sensus terbaru BPS. Sebelumnya memang sudah ada, tapi tidak terlalu spesifik. BPS mulai melakukan sensus suku bangsa ini secara detail, dan akhirnya diketahui bahwa Indonesia memiliki 1.128 suku bangsa," kata Rusman.
Tidak seperti poin sensus lainnya, guna mengetahui jumlah suku bangsa di Indonesia ini, BPS mengaku harus bekerja lebih ekstra. Karena kata Rusman, petugas sensus harus bersentuhan dengan keberagaman suku dan adat istiadat di seluruh penjuru negeri ini.
"Bahkan, petugas kami pernah dikenakan hukum adat di Kalimantan Timur saat melakukan sensus. Karena dianggap menyalahi ketentuan adat, petugas sensus kami diwajibkan membayar denda. Denda adat itu wajib dibayar, padahal karena jumlahnya yang sangat besar, BPS dan Pemda pun tidak sanggup melunasinya," papar Rusman pula.
Setiap saatnya, kata Rusman lagi, sensus penduduk yang dilakukan BPS akan terus dikembangkan untuk mengetahui hal-hal spesifik lainnya di Indonesia. Untuk itulah katanya, BPS terus berupaya mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak, mulai dari kementerian hingga pemerintah daerah. (afz/jpnn)
Sumber: jawa pos nationa
network, 3 february 2010
Dikutip dari website http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=57455,
hari selasa, tanggal 26 maret 2013, jam 11.15.
0 Comments:
Post a Comment