Header Ads

05 December 2014

Pancasila dan Keberlanjutan NKRI

Bahan Kuliah ke-4
Pancasila dan Keberlanjutan NKRI
Oleh Siswono Yudo Husodo
NEGARA kebangsaan Indonesia terbentuk dengan ciri yang amat unik dan spesifik. Berbeda dengan Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Yunani, yang menjadi suatu negara bangsa karena kesamaan bahasa. Atau Australia, India, Sri Lanka, Singapura, yang menjadi satu bangsa karena kesamaan daratan. Atau Jepang, Korea, dan negara-negara di Timur Tengah, yang menjadi satu negara karena kesamaan ras.
Indonesia menjadi satu negara bangsa meski terdiri dari banyak bahasa, etnik, ras, dan kepulauan. Hal itu terwujud karena kesamaan sejarah masa lalu; nyaris kesamaan wilayah selama 500 tahun Kerajaan Sriwijaya dan 300 tahun Kerajaan Majapahit dan sama-sama 350 tahun dijajah Belanda serta 3,5 tahun oleh Jepang.
Negara kebangsaan kita juga terbentuk atas upaya besar founding fathers, yang tanpa kenal lelah keluar masuk penjara memantapkan rasa kebangsaan Indonesia yang resminya lahir pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Negara kebangsaan Indonesia lahir melalui proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan UUD 1945 yang ditetapkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, yang pada bagian pembukaannya memuat Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila merupakan sublimasi dari pandangan hidup dan nilai-nilai budaya yang menyatukan masyarakat kita yang beragam suku, ras, bahasa, agama, pulau, menjadi bangsa yang satu, Indonesia.
Itulah sebabnya, meski UUD 1945 telah diamandemen empat kali, bagian pembukaan ini tetap tidak berubah, karena jika berubah berarti membentuk negara baru, bukan yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Paradigma fungsi
Sosiolog Talcott Parsons dalam buku Social System menyatakan, jika suatu masyarakat ingin tetap eksis dan lestari, ada empat paradigma fungsi (function paradigm) yang harus terus dilaksanakan oleh masyarakat bersangkutan.
Pertama, pattern maintenance, kemampuan memelihara sistem nilai budaya yang dianut karena budaya adalah endapan perilaku manusia. Budaya masyarakat itu akan berubah karena terjadi transformasi nilai dari masyarakat terdahulu ke masyarakat kemudian, tetapi dengan tetap memelihara nilai-nilai yang dianggapnya luhur, karena tanpa hal itu akan terbentuk masyarakat baru yang lain.
Kedua, kemampuan masyarakat beradaptasi dengan dunia yang berubah dengan cepat. Sejarah membuktikan banyak peradaban masyarakat yang telah hilang karena tidak mampu beradaptasi dengan perubahan dunia. Masyarakat yang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan serta memanfaatkan peluang yang timbul akan unggul.
Ketiga, adanya fungsi integrasi dari unsur-unsur masyarakat yang beragam secara terus-menerus sehingga terbentuk kekuatan sentripetal yang kian menyatukan masyarakat itu.
Keempat, masyarakat perlu memiliki goal attainment atau tujuan bersama yang dari masa ke masa bertransformasi karena terus diperbaiki oleh dinamika masyarakatnya dan oleh para pemimpinnya.
Jika negara kebangsaan Indonesia terbentuk oleh kesamaan sejarah masa lalu, maka ke depan perlu dimantapkan oleh kesamaan cita-cita, pandangan, harapan, dan tujuan tentang masa depannya.
Pudarnya ideologi Pancasila
Sebuah negara bangsa membutuhkan Weltanschauung atau landasan filosofis. Atas dasar Weltanschauung itu, disusunlah visi, misi, dan tujuan negara. Tanpa itu, negara bergerak seperti layangan putus, tanpa pedoman.
Dalam perspektif negara bangsa, empat function paradigm Parson yang harus terus dilaksanakan masyarakat Indonesia agar dapat hidup dan berkembang, kerangka sistemiknya termanifestasikan (terkristalisasi) dalam Pancasila yang merupakan Weltanschauung bangsa Indonesia.
Akhir-akhir ini, terasa pamor Pancasila sedang menurun. Pancasila juga dapat dipandang sebagai ideologi negara kebangsaan Indonesia. Mustafa Rejai dalam buku Political Ideologies menyatakan, ideologi itu tidak pernah mati, yang terjadi adalah emergence (kemunculan), decline (kemunduran), dan resurgence of ideologies (kebangkitan kembali suatu ideologi). Tampaknya, sejak awal reformasi hingga saat ini sedang terjadi declining (kemunduran) pamor ideologi Pancasila seiring meningkatnya liberalisasi dan demokratisasi dunia.
Sosialisasi Pancasila di masa lalu, di mana yang mengikuti penataran memperoleh sertifikat dan menjadi persyaratan dalam promosi jabatan, telah menjadikan Pancasila hafalan, dan tidak mewujud secara substansial pada perikehidupan sehari-hari masyarakatnya.
Membangkitkan kembali ideologi Pancasila
Dalam buku The Meaning of The 20th Century, Kenneth E Boulding menyatakan, "Kebenaran yang diakui benar oleh semua orang bukan ideologi yang patut diperjuangkan. Kebenaran yang diakui benar oleh sebagian orang adalah ideologi yang patut diperjuangkan".
Agar Pancasila sebagai ideologi bangsa tetap mempunyai semangat untuk diperjuangkan, kita perlu menerima kenyataan belum diterimanya Pancasila oleh semua pihak. Dunia juga tampak belum yakin pada kelangsungan dan kemajuan sebuah negara bangsa bernama Indonesia.
Pancasila perlu disosialisasikan agar dipahami oleh dunia sebagai landasan filosofis bangsa Indonesia dalam mempertahankan eksistensi dan mengembangkan dirinya menjadi bangsa yang sejahtera dan modern.
Sebagai ideologi nasional, ia harus diperjuangkan untuk diterima kebenarannya melewati batas-batas negara bangsa kita sendiri. Tentu bentuk perjuangan ideologi pada waktu ini berbeda dengan zaman berbenturannya nasionalisme dengan imperialisme, sosialisme dengan kapitalisme, dan antara demokrasi dengan totaliterianisme. Keberhasilan Pancasila sebagai suatu ideologi akan diukur dari terwujudnya kemajuan yang pesat, kesejahteraan yang tinggi, dan persatuan yang mantap dari seluruh rakyat Indonesia.
Ke depan, bangsa kita perlu berani menjadi seperti bangsa Amerika Serikat yang ingin menyebarkan ideologi demokrasi ke seluruh penjuru dunia.
Dalam pidato pelantikan untuk masa jabatan kedua (2005-2009) pada 20 Januari 2005 lalu, Presiden George Walker Bush mengatakan, kebijakan bangsa Amerika adalah terus mencari dan mendukung pertumbuhan gerakan dan institusi demokrasi di segala bangsa dan budaya, dengan tujuan utama mengakhiri tirani dunia.
Bangsa AS mampu melakukan itu hari ini karena ideologi nasionalnya, demokrasi yang berintikan liberty (kebebasan), fraternity (persaudaraan), dan egality (kesetaraan), telah berhasil menempatkan AS sebagai negara bangsa terkemuka di dunia. Keberhasilan AS di berbagai bidang kehidupan bukan saja telah melegitimasikan posisinya sebagai negara yang dirujuk dan dihormati, tetapi juga menempatkannya sebagai sumber inspirasi serta teladan banyak bangsa.
Hanya dengan mencapai kondisi bangsa yang maju, sejahtera, dan bersatu sajalah Indonesia dapat menjadi salah satu rujukan dunia. Saat itulah Pancasila berpotensi untuk diterima oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Saya berpendapat, kondisi itu adalah hal yang mungkin terjadi yang perlu diwujudkan; menjadi mission sacre kita sebagai suatu bangsa.
Tugas kaum terpelajarlah untuk mengartikulasikan keinginan rakyat untuk maju dengan mewarnai Pancasila yang memiliki rumusan tajam di segala bidang untuk menjawab tantangan yang sedang dihadapi bangsa dan negara kita. Konsepsi dan praktik kehidupan yang Pancasilais terutama harus diwujudkan dalam keseharian kaum elite, para pemimpin, para penguasa, para pengusaha, dan kaum terpelajar Indonesia untuk menjadi pelajaran masyarakat luas.
Siswono Yudo Husodo Ketua Yayasan Pendidikan dan Pembina Universitas Pancasila
Sumber: Kamis, 02 Juni 2005

JAKARTA - Mungkin tak banyak warga negeri ini yang tahu, berapa persisnya jumlah suku bangsa di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) ternyata telah melakukan survei mengenai jumlah suku bangsa tersebut. Kepala BPS, Rusman Heriawan, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (3/2), menyampaikan bahwa dari hasil sensus penduduk terakhir, diketahui bahwa Indonesia terdiri dari 1.128 suku bangsa.

"Suku bangsa menjadi salah satu poin sensus terbaru BPS. Sebelumnya memang sudah ada, tapi tidak terlalu spesifik. BPS mulai melakukan sensus suku bangsa ini secara detail, dan akhirnya diketahui bahwa Indonesia memiliki 1.128 suku bangsa," kata Rusman.

Tidak seperti poin sensus lainnya, guna mengetahui jumlah suku bangsa di Indonesia ini, BPS mengaku harus bekerja lebih ekstra. Karena kata Rusman, petugas sensus harus bersentuhan dengan keberagaman suku dan adat istiadat di seluruh penjuru negeri ini.

"Bahkan, petugas kami pernah dikenakan hukum adat di Kalimantan Timur saat melakukan sensus. Karena dianggap menyalahi ketentuan adat, petugas sensus kami diwajibkan membayar denda. Denda adat itu wajib dibayar, padahal karena jumlahnya yang sangat besar, BPS dan Pemda pun tidak sanggup melunasinya," papar Rusman pula.

Setiap saatnya, kata Rusman lagi, sensus penduduk yang dilakukan BPS akan terus dikembangkan untuk mengetahui hal-hal spesifik lainnya di Indonesia. Untuk itulah katanya, BPS terus berupaya mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak, mulai dari kementerian hingga pemerintah daerah. (afz/jpnn)

Sumber: jawa pos nationa network, 3 february 2010

Dikutip dari website http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=57455, hari selasa, tanggal 26 maret 2013, jam 11.15. 

0 Comments:

Post a Comment