Header Ads

11 December 2014

PSIKOLOGI : INTELIGENSIA

DAFTAR ISI


Contents



 

Intelegensi merupakan sifat kecerdasan jiwa, dimana tingkat intelegensi seseorang berbeda-beda. Dengan perbedaan tingkat intelegensi inilah, bagaimana seseorang dalam menghadapi dan menyelesaikan persoalan juga akan berbeda-beda. Juga dalam seseorang menerima dan merenspon informasi berbeda-beda. Maka dari itu, pengetahuan akan intelegensi seseorang perlu di ketahui sedini mungkin. Hal ini dimaksudkan agar dalam memberikan informasi kepada seorang anak sesuai dengan tingkat kecerdasannya. Lebih jauh lagi agar dalam menyekolahkan anak tersebut sesuai dengan tingkat kecerdasannya. Jika seorang anak tergolong ber I.Q. rendah maka sebaiknya ditempatkan di sekolah luar biasa(SLB).
Tingkat intelegensi seseorang dapat diketahui dengan melakukan tes intelegensi. Banyak sekali model tes yang dilakukan oleh para psikolog. Diantara yang paling banyak dilakukan adalah metode Binet –Simon. Dengan melakukan tes intelegensi, tingkat I.Q. seseorang dapat diketahui.
Perlu diketahui bahwa sering kali kita menyamakan antara intelegensi dengan I.Q., padahal keduanya berbeda. Intelegensi adalah seluruh kemampuan untuk aktifitas mental, sedangkan I.Q. adalah angka atau ukuran yang memperlihatkan bagaimana seseorang mengerjakan tes tertentu dibandingkan dengan orang lain yang umurnya sama.



 

BAB II
EMBAHASAN

INTELEGENSI

Definisi

Jawaban tentang definisi Intelegensi di kalangan psikolog berbeda-beda. Banyak diantara para ilmuwan perilaku ini akan memberikan penjelasan bahwa intelegensi merupakan suatu kemampuan umum yang satu kesatuan. Sedangkan sebagian ilmuwan yang lain akan berpendapat bahwa intelegensi bergantung pada banyaknya kemampuan yang saling berpisah.
Charles Spearmen (1863-1945) berpendapat bahwa intelegensi merupakan satu kemampuan tunggal. Dia menyimpulkan bahwa semua tugas dan prestasi mental hanya menuntut dua macam kualitas saja: intelegensi umum dan keterampilan individu dalam hal tertentu. Sedangkan L.L. Thurstone (1887-1955) mengatakan bahwa intelegensi umum merupakan aspek terpisah-pisah dari intelegensi. Dia menyatakan dengan tegas bahwa intelegensi umum yang dikemukakan oleh Spearman itu  pada dasarnya terdiri oleh 7 kemampuan yang dapat dibedakan dengan jelas, yaitu: (1) untuk menjumlah, mengurangi, mengalikan, membagi, (2) menulis dan berbicara dengan mudah, (3) memahami dan mengerti kata yang diucapkan,(4) memperoleh kesan akan sesuatu, (5) mampu mengambil pelajaran dari pengalaman lampau, (6) dengan tepat dapat melihat  dan mengerti hubungan benda dalam ruang, (7) mengenali objek dengan cepat dan tepat.[1]
William Stern menyatakan bahwa intelegnsi ialah kesanggupan jiwa untuk dapat menyesuaikan diri dengan cepat dan tepat dalam suatu situasi yang baru. Sedangkan menurut Alfred Binnet, pencipta metode tes intelegensi Binnet-Simon,  mendefinisikan bahwa intelegensi terdiri oleh tiga komponen, yaitu:
1)      Direction, yaitu kemampuan untuk memusatkan pada suatu masalah yang harus diecahkan.
2)      Adaptation, yaitu kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya atau fleksibel dalam menghadapi masalah.
3)      Critism, yaitu kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi atau terhadap dirinya sendiri.
Ciri-ciri intelegensi:
1)      intelegensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berfikir secara rasional(dapat diamati secara langsung).
2)      Intelegensi tercermin dari tindakan yang terarah pada penyesuaian diri terhadap lingkungan dan masalah yang timbul daripadanya,
 V. Nees menyatakan bahwa intelegensi ialah sifat kecerdasan jiwa. Menurut arah dan hasilnya intelegensi ada 2 macam:
1)      Integensi praktis, ialah intelegensi untuk dapat mengatasi suatu situasi yang sulit dalam suatu kerja, yang berlangung secara cepat dan tepat.
2)      Intelegensi teoritis, ialah intelegensi untuk dapat mendapatkan suatu fikiran penyelesaian soal atau masalah dengan cepat dan tepat.
Faktor yang mempengaruhi intelegensi:
a)      Pembawaan, ialah segala kesanggupan kita yang telah kita bawa sejak lahir, dan yang tidak sama pada tiap orang.
b)      Kemasakan, ialah saat munculnya suatu  daya  jiwa kita yang kemudian berkembang dan mencapai saat puncaknya.
c)      Pembentukan, ialah segala faktor luar yang mempenaruhi intelegensi di masa perkembangannya.
d)     Minat. Inilah yang merupakan motor penggerak dari intelegensi kita.
Perbuatan yang disebut intelegensi apabila:
a)      Mempunyai taraf kesukaran
b)      Sesuatudenga tujuan perbuatannya
c)      Sifat aslinya
d)     Mengandung abstraksi
e)      Disertai pengendalian perasaan
f)       Diizinkan oleh masyarakat.
g)      Memerlukan pemusatan perhatian

Bisa tidaknya intelegensi dikembangkan

Menurut Binet dan William Stern, intelegensi dapat dikembangkan.
Prof. Kohnstamm, berpendapat bahwa intelegensi itu dapat dikembangkan, tetapi harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Dan hanya mengenai segi kwalitasnya saja. Syarat-syaratnya adalah:
a)      Bahwa pengembangan itu harus pada batas kemampuan saja. Pengembangan tidak dapat melebihi batas itu. Dan setiap orang mempunyai baas-batas yang berlainan.
b)      Terbatas juga pada mutu intelegensi. Artinya seseorang tidak akan selesai mengerjakan sesuatu di atas mutu intelegensinya.
c)      Perkembangan intelegensi, bergantung pula kepada cara berfikir uang metodis.

Instuisi
Instuisi ialah  salah satu cara berfikir yang prosesnya setengah tidak disdari. Hasilnya timbul secara spontan dan mengandung kebenaran. Intuisi diambil dari kata intueri artinya menembus.
Instuisi ini tidak melalui tingkat-tingat di dalam berfikir, dan untuk ini tidak ada pembuktian. Karena sifatnya yang spontan, maka instuisi disebut suatu pekerjaan insting, karena itu irrasional. Seorang anak atau wanita memiliki insting yang tajam. Misalnya, seseorang wanita secara instuisi tahu bahwa orang  yang mengajak berbicara itu adalah orang yang akan berbuat jahat kepadanya. Karena itu ia berusaha menjauhinya. Anak-anak juga memiliki insting yang tinggi, bahwa orang yang mendorognya itu adalah orang yang sebenarnya tidak suka padanya. Dan ia menangis tanpa jalaran.

Uji intelegensi

Untuk mengetahui tingkat intelegensi atau kecerdasan sesorang, maka dilakukanlah tes intelgensi. Banyak model tes intelegensi yang di pakai oleh para psikolog, diantaranya akan dijelaskan dibawah ini.
1.      Test intelegensi Alfred Binet(1857-1911), merupakan psikolog prancis yang pertama kali menciptakan ukuran intelegensi yang praktis. Bersama temannya, Alfred Binnet mempelajari dan mengevaluasi model uji intelegensi Francis Galton, seorang ilmuwan perilaku inggris. Binet dan temannya mengevaluasi fungsi-fungsi kognitif, ketajaman bayangan, lamanya dan kualitas dari pemusatan perhatian, ingatan, penilaian estetis dan moral, pemikiran logis, dan pengertian menyeluruh mengenai bahasa.
Tahun 1904, proyek Binet tentang ukuran intelegensi mulai mendapat dukungan di mana-mana. Oleh pemerintah Perancis Binet diminta untuk ikut dalam komisi yang sedang mempelajari soal pendidikan bagi anak-anak cacat mental. Tes ini dimaksudkan agar anak –anak yang diketahui memiliki cacat mental akan dimasukkan ke sekolah luar biasa.[2]
2.      Tes Binnet-Simon. Tes yang diciptakan Alfred Binet dan Theodore Simon pada tahun 1908 di Prancis. Metode tes karya Alfred Binnet dan Theodore Simon inilah yang dikenal dengan nama Tes Binet-Simon. Tes ini merupakan tes yang paling umum dilakukan dalam uji intelegensi.
3.      Test Binet Simon yang diperbaiki oleh Bobertag. Test ini digunakan untuk menyelidiki intelegensi anak antara 3 sampai dengan 15 tahun. Untuk anak usia 3 tahun, pertanyaan tidak bersangkutan dengan ilmu atau pelajaran sekolah. Pertanyaan tersebut antara lain:
a)      Menyangkut nama-nama keluarga.
b)      Menyebut nama-nama barang dalam gambar.
c)      Menyebut kembali bilangan dari dua angka dan sebagainya.
Sedangkan anak usia 5 tahun keatas sudah diberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan pelajarannya. Misalnya, kepada anak usia 7 tahun diberikan pertanyaan-pertanyaan untuk anak usia 7 tahun. Kalau tidak semuanya benar maka keadanya diberikan pertanyaan usia 6 tahun, demikian setereusnya sampai  semua pertanyaan dapat dijawab dengan benar semua, berturut-turut diberikan pertanyaan untuk anak yang berumur selanjutnya, dan terus demikian sehingga sampai daftar pertanyaan  yang olehnya satupun  tidak ada yang benar. Dari hasil nya itu dapatlah kita menentukan umur kecerdasan anak itu.
Contoh misal anak 7 tahun diberikan pertanyaan: mula-mula diberikan daftar pertanyaan untuk anak yang berumur 7 tahun. Tetapi ia tidak dapat mengerjakan sesuatu daftar pertanyaan bagi anak usia 5 tahun, maka perhitungannya:
5th : xxxxx=5th
6th : -xxxx=4/5th
7th : - x -x-=2/5th
8th : - - - x-=1/5th
9th:- - - - - =5th
---------------------------
Umur kecerdasan anak itu adalah 62/5 tahun. Padahal anak tersebut usia 7 th. Jadi anak itu ketinggalan umur intelegensinya 3/5 tahun
 Keterangan:
X : tanda jawaban benar
- : tanda jawaban salah
Bilangan-bilangan disebelah kanan menunjukan umur intelegensi.
Untuk tiap umur, anak diberi 5 buah peranyaan.
Untuk pertanyaan yang oleh anak itu dapat dijawab dengan benar semuanya, maka umur intelegensinya adalah sama dengan umur anak yang sebenarnya, yang sesuai dengan daftar pertanyaan untuk testa itu.
Menentukan umur intelegensi  adalah dengan membandingkan umur sebenarnya, dari anak yang ditest dengan umur intelegensi anak itu.
Contoh lisan: anak yang dites juga beumur 7 tahun. Dan hasil test
6th : xxxxx=6th
7th : xxx-x=4/5th
8th : x-x-x=3/5th
9th : - -x - -=1/5th
10th : - - - - - =-th
-------------------------------------------
Umur intelgensi anak itu: 73/5. Jadi anak itu mempunyai kelebihan kecerdasan 3/5 tahun
4.      Test Binet Simon pula, yang diperbaki oleh Terman dan Merril. Test ini membagi angka umur intelegensi anak dengan angka umur anak yang sebenarnya, misal:
Umur intelegensi anak itu: 62/5 tahun.
Umur intelegensi yang sebenarnya: 7 tahun
Maka I.Q. anak itu ialah 62/5 dibagi 7 yaitu32/35. Anak itu kurang normal dan sebagainya.
5.      Test Binet Simon pula yang telah diperbaiki oleh William Stern. Menggunakan pengkalian umur intelegensi anak dengan 100. Yang kemudian ditetapkan:
a)      Anak yang I.Q. nya kurang dari 100, adalah kurang normal.
b)      Anak yang I.Q. nya 100, anak normal.
c)      Anak yang I.Q. nya lebih dari 100, supernormal.
Contoh:
Anak 7 tahun
5th : xxxxx =5th
6th : - xx - x=3/5th
7th : x - - - x=2/5th
8th : - - x - - =1/5th
9th : - - - - - = - th
-------------------------------------------
Umur intelegensi anak tersebut : 6 1/5 tahun
 Jadi I.Q. anak tersebut: 6 1/5:7x100=88 4/7
Anak itu subnormal.
 Ingat rumus I.Q. William Stern = umur intelegensi  x 100
        umur sebenarnya
Dalam bahasa aslinya= mental age : calender Age x100
6.      Brignest test buatan Masselon. Atau disebut juga three word test, yaitu kepada orang yang ditest, diberikan tiga kata, kemudian orang itu disuruh membuat kalimat-kalimat logis sebanyak-banyaknya denga tiga kat tersebut.
7.      Telegram test, yaitu membuat suatu berita dengan telegram
8.      Definitie test, yaitu mendeinisikan sesuatu
9.      Wiggly test, yaitu menysun kembali balok-balok kecil yang semula tersusun menjadi misalnya sebuah menara. Dengan sebagainya yang sudah diceraikan. Waktu untuk menyusun kembalinya itu dicatat dengan teliti.
10.  Stein quits Test, yaitu mengamati suatu benda dengan sebaik-baiknya. Sesudah itu benda tersebut dirusak. Orang percobaan itu harus menyusun kembali, sehingga sisa-sisa benda itu berbentuk benda seperti semula.
11.  Absurdity test, yaitu mencari kemustahilan di dalam cerita
12.  Medalion test, yaitu menyelesaikan gambar yang baru sebagian atau belum selesai
13.  Education(Schollastik) mental test, yaitu test yang biasanya dibeikan di sekolah-sekolah. Misalnya, ulangan, dikte,  ujian, dan sebagainya.[3]

Dari senua hasil test tersebut dapat diambil 6 golongan intelegensi, yaitu:
1.      Pandai.
2.      Normal.
3.      Bosoh, ialah orang yang hanya mencapai intelegensi yang sama derajatnya dengan intelegensi anak-anak
4.      Bebal, ialah orang yang hanya mencapai intelegensi setingkat dengan anak umur 10 tahun.
5.      Dungu, ialah orang yang hanya mencapai intelegensi setingkat denga anak umur 7 tahun.
6.      Idiot, ialah orang yang hanya mencapai intelegensi setingkat dengan anak umur 2 tahun.
Kekurangan  penyelidikan intelegensi dengan test, yaitu:
1.      Terlalu bersifat verbal(bahasa). Hal ini adalah suatu kesulitan bagi anak yang ditest
2.      Terlalu bersifat ujian. Hal ini adalah kurang teliti dan juga nasib-nasiban.
3.      Test ini didapat dari golongan anak tertentu. Yang kemudian dipergunakan untuk umum. Untuk ini diingatlah faktor-faktor yang mempengaruhi intelegensi, pada pertanyaan yang lalu.
4.      Pertanyaan pada setiap umur hanya sedikit(5 buah). Hal ini menebabkan adanya untung-untunga yang besar kemungkinannya.[4]
Arti I.Q.
Lewis Terman (1877-1956), seorang psikolog Amerika yang bekerja pada Universitas Stanford, membuat revisi skala Binet-Simon. Dia mengusahakan agar tes tersebut dapat diterima di Amerika, dan ternyata tes tersebut dapat diterima secara luas di Amerika  pada 1961. Pada saat itu  Terman menggunakan istilah Intelligence Quotient disingkat I.Q.. I.Q. merupakan petunjuk dalam bentuk angka-angka yang menggambarkan atau menjabarkan secara relatif hasil pelaksanaan satu tes. I.Q. membandingkan prestasi seseorang dengan orang lain yang umurnya sama.[5]
Jadi jangan samakan I.Q. dengan intelegensi. Intelegensi adalah seluruh kemampuan untuk aktifitas mental, sedangkan I.Q. adalah angka atau ukuran yang memperlihatkan bagaimana seseorang mengerjakan tes tertentu dibandingkan dengan orang lain yang umurnya sama.[6]
Guna hasil test bagi dunia pendidikan:
1.      Tidak boleh dianggap bahwa test ini satu-satunya alat untuk dapat dipakai dalam usaha mengetahui  pribadi anak.
2.      Test harus dipandang sebagai satu start, bukan sebagai finish. Artinya, sesudah anak ditest, anak harus dikembangkan, bukan untuk diketahui kemudian dibiarkan.
3.      Ingat, bahwa anak memiliki saat-saat kemasakkannya sendiri-sendiri secara individual.[7]












BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian tentang intelegensi di atas, maka dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa intlegensi seseorang itu berbeda-beda. Ada yang tingkat intelegensinya tinggi, ada yang normal, dan ada pula yang rendah.
Cara mengetahui tingkat intelegensi seseorang dapat dilakukan dengan melakukan tes intelegensi. Banyak metode tes yang dilakukan oleh para psikolog untuk mengetahui tingkat intelegensi seseorang, salah satu yang paling umum dan terkenal adalah metode Binet-Simon. Hasil tes intelegensi akan menghasilkan angka-angka atau tingkat kecerdasan yang dikenal dengan istilah Intelligence Quotient atau I.Q.. Berdasarkan hasil tes intelegensi dapat disimpulkan bahwa:
d)     Anak yang I.Q. nya kurang dari 100, adalah kurang normal.
e)      Anak yang I.Q. nya 100, anak normal.
f)       Anak yang I.Q. nya lebih dari 100, supernormal.
Dari senua hasil test tersebut dapat diambil 6 golongan intelegensi, yaitu:
1.      Pandai.
2.      Normal.
3.      Bosoh, ialah orang yang hanya mencapai intelegensi yang sama derajatnya dengan intelegensi anak-anak
4.      Bebal, ialah orang yang hanya mencapai intelegensi setingkat dengan anak umur 10 tahun.
5.      Dungu, ialah orang yang hanya mencapai intelegensi setingkat denga anak umur 7 tahun.
6.      Idiot, ialah orang yang hanya mencapai intelegensi setingkat dengan anak umur 2 tahun.


Daftar Pustaka     


Annastasi, Anne dan Urbina, Susana. 1997. Tes Psikologi Edisi Ketujuh, terjemahan Drs. Robertus Hariono S. Imam, M.A. Jakarta: PT. Indeks.
L. Davidoff, Linda. 1981. Psikologi Suatu Pengantar,  terjemahan Drs. Mari Juniati. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sujanto, Drs. Agus. 1993. Psikologi Umum. Jakarta: CV. Bumi Aksara.




[1] Linda L. Davidof, yang dialih bahasakan oleh Dra. Mari Juniati, Psikologi Satu Pengantar(Jakarta:penerbit Erlangga,1991), 96.
[2] Linda L. Davidof, yang dialih bahasakan oleh Dra. Mari Juniati, Psikologi Satu Pengantar(Jakarta:penerbit Erlangga,1991), 98-99.
[3] Drs. Agus Sujanto. Psikologi Umum(Jakarta: CV. Bumi Aksara, 1993), 63-65.

[4] Drs. Agus Sujanto. Psikologi Umum(Jakarta: CV. Bumi Aksara, 1993), 65.
[5] Linda L. Davidof, yang dialih bahasakan oleh Dra. Mari Juniati, Psikologi Satu Pengantar(Jakarta:penerbit Erlangga,1991), 100.
[6] Linda L. Davidof, yang dialih bahasakan oleh Dra. Mari Juniati, Psikologi Satu Pengantar(Jakarta:penerbit Erlangga,1991), 101.

[7] Drs. Agus Sujanto. Psikologi Umum(Jakarta: CV. Bumi Aksara, 1993), 66. 

0 Comments:

Post a Comment