Header Ads

17 December 2014

KHULAFAURRASYIDIN : POLITIK

Nama                                 : Ahmad Syafii
Kelas                                  : D
Semester/jurusan               : I/PAI
TARBIYAH UIN SUKA YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN


A.    LATAR BELAKANG
Nabi muhammad sebagai seorang nabi dan rasul, memiliki tugas yang cukup banyak. menjadi seorang nabi dan rasul, pembuat hukum, pemimpin agama, hakim, komandan pasukan dan kepala pemerintahan sipil, semua menjadi tanggung jawabnya. Namun setelah beliau tidak ada,  masalah muncul, yakni siapa yang pantas menjadi pengganti peran beliau?
Masalah kekhalifahan menjadi masalah pertama yang dihadapi oleh umat islam. bahkan permasalahan itu masih menjadi persoalan hingga sekarang.  Salah seorang sejarawan terkemuka, Al-Syahrastani mengungkapkan, “tidak pernah ada persoalan yang lebih berdarah kecuali tentang kekhalifahan(imamah)”.
Nabi sendiri tidak meninggalkan anak laki-laki. Juga tidak menunjuk dengan jelas siapa penerus estafet perjuangannya. Dia hanya meninggalkan seorang putri yaitu fathimah ra. Yang menikah dengan ali bin abi thalib. Dengan tidak adanya penunjukan  secara jelas ini, menimbulkan perselisihan dan pertegangan dalam menentukan siapa yang layak dan seharusnya menjadi pemimpin.
B.     PERUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah sistem suksesi Khulafaurrasyidin ?
2.      Bagaimana wujud perpolitikan masa Khulafaurrasyidin ?












BAB II
PEMBAHASAN


A.    KHALIFAH ABU BAKAR AS-SHIDDIQ
1.      Proses pemilihan
Nabi Muhammad SAW telah selesai mengerjakan tugas menyampaikan wahyu Ilahi selama lebih kurang 23 tahun. Meninggal dunia pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 11 Hijriyah, bertepatan dengan 8 Juni tahun 632 Masehi.
Beliau tidak berwasiat mengenai siapa yang akan menjadi pengganti beliau sesudah wafat, atau setidaknya memberi petunjuk bagaimana cara-cara memilih pengganti beliau itu. Rupanya hal itu diserahkan kepada kebijaksanaan umat islam saja sesuai dengan keadaan umat islam pada masa itu. Maka pada hari wafatnya nabi Muhammad Saw. Spontan sahabat terkemuka, berkumpul untuk membahas siapakah yang pantas menjadi penerus Nabi.
Setidaknya ada 2 kelompok yang menginginkan golongannya menjadi pemimpin bagi islam. Pertama ialah golongan Muhajjirin. Mereka mengklaim bahwa merekalah yang paling pantas menjadi pemimpin, dengan alasan mereka berasal dari suku yang sama dengan Nabi. Juga mereka adalah suku pertama yang mengakui kenabian. Kelompik kedua yaitu golongan Anshar. Mereka beranggapa bahwa jika mereka tidak memberikan perlindungan kepada nabi dan agama islam yang masih lemah, maka nabi dan agama islam akan musnah. Karena semakin memuncaknya perselisihan yang ada. Akhirnya, diadakan sebuah rapat membahas tentang siapa yang pantas memegang tampuk kepemimpinan. Perkumpulan itu dinamakan Tsaqifah Bani Sa’idah.
Dalam rapat itu kaum anshar mecalonkan Sa’ad bin Ubaidah (orang Madinah), untuk menjadi khalifah, sedangkan orang-orang Muhajjirin mencalonkan Abu Bakar, Umar bin Khattab atau Abu Abaidah Ibnu Jarrah.
Sedangkan Ali tidak di calonkan mengingat Ali masih sangat muda kala itu. Selain itu juga beliau tidak mengikuti rapat tersebut karena sedang mengurus jenazah Rasulullah. Setelah perdebatan yang cukup tajam, akhirnya di pilihlah Abu Bakar menjadi khalifah.
2.      Sistem pemerintahan
Pada masa itu, sistem yang digunakan oleh Abu Bakar ialah sentral. Artinya fungsi legislatif, eksekutif, juga yudikatif ada ditangan seorang Khalifah. Namun demikian Abu Bakar pasti selalu mengajak sahabat-sahabat yang lainnya untuk bermusyawarah. Sedangkan untuk urusan luar Madinah dia membagi-bagi menjadi beberapa wilayah/provinsi dan setiap provinsi dia menugaskan seorang amir (gubernur)
3.      Usaha yang dilakukan.
Pada masa pemerintahannya banyak diwarnai dengan peperangan Riddah (murtad). Banyak suku-suku yang ingin memisahkan diri dari islam. Terutama suku yang berada di luar Hijaz. Hal ini disebabkan karena susahnya komunikasi, tidak terorganisirnya dakwah dengan baik, juga Hijaz yang menjadi pusat aktivitas Islam baru sepenuhnya memeluk islam setelah satu atau dua tahun setelah wafatnya Nabi.
Selain itu suku-suku di daerah Yaman, Yamamah, dan Oman tidak mau membayar zakat ke Madinah. Wafatnya nabi menjadi alasannya. Selain itu juga kecemburuan mereka terhadap bangkitnya hegemoni Hijaz membuat mereka menolak.
Namun demikian, Abu Bakar hanya memberikan dua pilihan, tunduk atau diperangi. Khalid Al-Walid yang menjadi panglima perang mampu membasmi semua pemberontakan. Dimulai dari suku Thayyi, suku asad, suku Thulayhah, hingga pemberantasan nabi palsu, Musaylamah.
4.      Perluasan wilayah.
Perang berkepanjangan antar Romawi dan Persia membuat keduanya lelah. Salah satu efek yang ditimbulkan adalah pajak yang tinggi bagi rakyatnya guna membiayai perang. Hal itu menurunkan loyalitas dari rakyat.
Setelah kemenangan meraka di Mu’tah, Bizantium menarik pasukannya meninggalkan benteng-benteng mereka diperbatasan. Selain itu juga Heraklius menghentikan bantuannya ke suku-suku di sebelah selatan laut Mati dan di jalur Madinah-Gaza.
Setidaknya ada 3 alasan kenapa islam mampu memperluas wilayahnya ke daerah Arab utara khusunya pasca wafatnya Nabi. Pertama karena semangat bangsa arab itu sendiri, terutama yang suku-suku yang menjadi jajahan Romawi. Mereka memandang bahwa para penakhluk Arab sebagai saudara sendiri, karena darah keturunannya lebih dekat dengan mereka daripada bangsa asing itu.
Kedua karena tingginya beban pajak yang mereka dapatkan. Peperangan yang berkepanjangan antara Romawi dan Persia membuat daerah jajahan mereka harus bersusah payah membayar pajak yang tinggi guna membiayai peperangan tersebut. Hal itu mendorong suku-suku yang menjadi jajahan ingin keluar dari kekangan tersebut. Mereka beranggapan bahwa islam memiliki beban pajak yang lebih sedikit. sehingga setelah ditakhlukkan mereka dapat beribadah dengan tenang.
Ketiga karena faktor taktik perang yang brilian. Yaitu penerapan tekhnik militer padang pasir Asia Barat dan Afrika Utara. Dengan menggunakan sistem berkuda dan unta, pasukan Arab mampu mengalahkan pasukan Romawi.
Pasukan islam yang dipimpin oleh Khalid bergerak dari Hirah (Maret 634) ke barat melalui gurun pasir menuju oasis di Dumah Jandal (sekarang Al-Ajwf). Setelah itu, pasukan melanjutkan perjalanan melintasi Bathn Al-Sirr ( sekarang Wadi Sirhan) menuju Bushra. Bushra merupakan pintu gerbang pertama menuju Suriah. Alasan mengapa mereka menuju Suriah adalah karena pada waktu itu ada sekelompok pasukan islam yang sedang bertempur di Suriah. Abu Bakar memerintahkan sejumlah pasukan untuk membantu mereka.
Secara mengejutkan pasukan islam muncul di Damaskus dan langsung berhadapan dengan pasukan Bizantium. Beberapa serangan mulai dilakukan. Akhirnya berhasil membuka semua daerah Suriah dan memuluskan perjalanan perluasan ke daerah Palestina.
5.      Akhir masa pemerintahan.
Masa pemerintahan Abu Bakar berakhir setelah Abu Bakar meninggal dunia pada hari senin, 23 Agustus 624 M. Setelah kurang lebih 15 hari berbaring di tempat tidur. Dia berusia 63 tahun dan kekhalifahan berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.
B.     KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB.
1.      Proses pemilihan
Ketika terbaring sakit, khalifah abu bakar secara diam-diam melakukan tinjauan terhadap tokoh-tokoh terkemuka untuk dimintai pendapatnya mengenai calon penggantinya. Diantaranya kepada Abdurrahman ibn Auf dan Utsman bin Affan. pilihan Abu Bakar jatuh kepada Umar. Namun demikian ada beberapa yang merasa keberatan dengan keputusan tersebut. Namun demikian akhirnya umar lah yang paling tepat dalam menduduki kursi kekhalifahan.
2.      Usaha-usaha yang dilakukan
Administrasi kekuasaan yang dilakukan oleh umar yakni dengan membagi wilayah islam menjadi delapan provinsi, yaitu : Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Kemudian membangun pengadilan guna memisahkan fungsi yudikatif dan eksekutif dari satu pihak. Hal ini bertujuan agar keadilan benar-benar dapat ditegakkan.
3.      Perluasan wilayah.
Pada masa umar perluasan wilayah tetap dilanjutkan. Namun umar mengganti panglima perang yang semula khalid Al-Walid, kemudian digantikan oleh Abu Ubaydah, seorang sahabat nabi yang terkemuka, pejabat pemerintahan teokrasi Madinah. Alasan mengapa Khalid diganti kepemimpinannya bukan karena Umar tidak suka dengan Khalid. Namun Khalifah Umar beralasan bahwa  penggantian ini bertujuan agar umat islam dalam menegakkan agama islam tidak serta merta hanya bertumpu pada Khalid Al-Walid. Mengingat Khalid yang sangat tangkas pada masa itu.[1]
Penyerangan terus dilakukan hingga mencapai daerah Jerussalem, Palestina. Masjid Al-Aqsha yang menjadi tempat singgah Nabi ketika Isra’ Mi’raj akhirnya dapat dikuasai dari bangsa Romawi. Namun demikian bukan kecongkakan yang di tunjukkan Umar. Namun sifat tenggang rasa dengan membiarkan mereka yang bukan islam apabila ingin tinggal bersama.
 Penakhlukan daerah-daerah yang berada disekitar Arab membuat citra islam menjadi semakin melambung di mata dunia. Selain itu juga hal itu menambah rasa kepercayaan diri bagi pihak islam untuk kedepannya.
setelah daerah Palestina terkuasai, perluasan wilayah terus dilakukan hingga Mesir. Ada beberapa alasan yang menarik minat orang-orang Arab untuk menguasai lembah Nil tersebut. Diantaranya, posisi Mesir yang strategis, letaknya yang berada diantara Suriah dan Hijaz. Tanah dari sekitar sungai Nil yang subur, sehingga mampu menumbuhkan berbagai macam biji-bijian. Karena itu daerah itu menjadi lumbung Konstantinopel. Selain itu dengan ibukotanya yang berada di Iskandariyah yang menjadi pusat Byzantium, juga negeri ini menjadi pintu masuk ke Afrika Utara, semakin menambah tinggi motivasi orang-orang Arab untuk menakhlukkan kawasan tersebut.
Dalam ekspansi ke Mesir ini di pimpin oleh seorang panglima bernama Amr ibn Ash. Dalam ekspansinya diklaim sebagai bermotif agama, yang sebenarnya lebih bermotif politis dan ekonomis. [2]
Benteng pertama yang digempur oleh pasukan Arab adalah Al-Farama (Pelusium). Sebuah kota menuju Mesir Timur. Benteng ini akhirnya runtuh seterah digempur lebih kurang satu bulan. sebelah timur laut kairo menjadi sasaran berikutnya. Setelah itu akhirnya kota-kota lain ikut menyusul. Dan akhirnya benteng terkuat Babilonia juga ikut runtuh.
Untuk wilayah timur perluasan berpusat di Syiria. Dengan dipimpin gubernur bernama Muawiyyah bin Abi Sofyan, pasukan islam berhasil menguasai wilayah asia kecil dan negeri Cyprus. Atas perlindungan pasukan islam, masyarakat Asia kecil dan negeri Cyprus bersedia membayar pajak sesuai dengan yang mereka bayar kepada Romawi.
4.      Akhir pemerintahan
Khalifah Umar memerintah sekitar 10 tahun 6 bulan. Masa jabatannya berakhir karena dia dibunuh oleh seorang budak Persia bernama Abu Lu’luah secara tragis. Umar ditikam dari belakang ketika sedang shalat subuh.
C.    KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN
1.      Proses pemilihan
Sebelum khalifah Umar meninggal, dia sempat berpesan agar nanti penerus kekhalifahan diantara 6 orang. Yaitu Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.[3] Namun agar menjaga tidak terjadi jumlah suara yang sama, maka khalifah Umar memerintahkan anaknya Abdullah bin Umar ikut andil dalam pemilihan khalifah tersebut. Namun dia tidak boleh dipilih atau di jadikan khalifah. Dari hasil musyawarah itu ternyata utsman mendapat 4 suara, sedangkan ali mendapat 3 suara[4]. Maka sah lah Utsman menjadi khalifah yang ke-3.
2.      Usaha yang telah dilakukan.
Pada masanya, Utsman membagi islam menjadi 10 provinsi dan setiap provinsi dipimpin oleh seorang gubernur (amir). Untuk kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan Penassehat Syuro. Sedangkan kekuasaan eksekutif dan yudikatif tetap masing-masing dipegang oleh khalifah dan pengadilan (qadhi).
3.      Perluasan wilayah.
Pada masa khalifah Utsman, perluasan dilanjutkan ke arah timur dan barat. Ke timur islam mampu meruntuhkan kerajaan Persia. Ke arah barat, islam mampu menguasai Mesir. Dengan Jatuhnya Mesir membuat pasukan islam semakin mudah masuk ke daerah Afrika yang lebih jauh.  Pasukan islam berhasil menguasai daerah Pentapolis dan Barkah yang berada di daerah bagian barat Afrika. Selain itu juga menerima penyerahan suku-suku Berber di Tripoli, hal ini ditandai dengan penyerahan upeti-upeti sebagai tanda tunduk kepada islam.
Sebelum menakhlukkan Iskandariyah, pasukan islam yang di pimpin oleh Abdullah membuat sebuah terobosan baru dalam permiliteran islam. Mereka membuat armada laut pertama islam, armada laut inilah yang semakin membuat solid kekuatan islam. Kemenangan armada laut pertama ialah ketika menguasai Siprus (Qubus). Daerah ini dikuasai mengingat daerah ini yang cukup dekat dengan Suriah sehingga dianggap berbahaya. Juga Siprus ini menjadi pulau pertama yang dikuasai islam.[5]
4.      Akhir masa pemerintahan.
Pada akhir pemerintahannya banyak sekali terjadi pemberontakan terhadap pemerintahan Utsman. beberapa alasan mengapa hal itu bisa terjadi diantaranya[6]:
a.       Tuduhan para pejabat yang dipecat oleh Utsman. mereka mengklaim bahwa Utsman melakukan tindak nepotisme dengan mengangkat keluarganya sendiri. Namun apabila ditelisik lebih dalam, ternyata tuduhan itu tidak terbukti. Sebagai contoh masalah Sa’ad pejabat di Kufah. Ketika dia ada permasalah dengan bagian keuangan. Dia lalu mengganti Saad dengan Walid bin Uqbah yang ternyata masih keluarga dekat. Namun dalam perjalanannya ternyata Walid bin Uqbah melakukan tindak kriminal. Apabila benar Utsman melakukan nepotisme, maka seharusnya Utsman masa bodoh dengan kasus Walid. Namun kenyataanya tidak. hal itu cukup membuktikan bahwa utsman tidak Nepotisme.
b.      Kemudian Utsman dituduh sebagai penguasa yang boros, korupsi untuk dibagikan ke saudaranya. Hal itu jelas-jelas hanya bohong belaka. karena utsman malah menshadaqahkan semua hartanya kecuali dua ekor unta untuk kendaraan haji.
c.       Utsman juga dituduh menggunakan padang rumput untuk keperluan pribadi. Hal itu jelas karena Utsman sebagai kepala negara berhak dan bertanggung jawab mengatur padang rumput sebagai milik negara. Yakni digunakan untuk memelihara unta dan kuda perang.
d.      Dan tuduhan yang terbesar adalah Utsman membakar Al-Quran. Mereka menuduh bahwa utman berusaha menghilangkan sejumlah ayat Al-Quran dengan membakarnya. UTSMAN langsung bereaksi dengan mengundang semua pejabat pemerintah ketika haji agar datang ke Madinah dan menyampaikan keluhan yang ada. Ternyata tidak ada yang menyampaikan keluhannya. Jelas bahwa hal itu hanya kebohongan belaka.
keadaan menjadi semakin parah. Banyak terjadi pemberontakan disana-sini. Beberapa sebab yang melatarbelakangi pemberontakan tersebut diantaranya,  pertama sejarah persaingan antara Bani Umayyah dengan Bani Hasyim. Kedua karena adanya kelompok dalam islam yang tidak memeluk islam dengan penuh kesadaran melainkan karena tujuan-tujuan tertentu. Ketiga karena lemahnya karakter kepemimpinan khalifah Utsman dimana khalifah Utsman memiliki sifat sederhana, saleh dan lemah lembut. Hal itu kurang cocok dengan kondisi perpolitikan pada saat itu yang membutuhkan sosok yang tegas.
Dan puncak dari ketegangan itu ialah ketika segerombolan pemberontak mengepung rumah Utsman dan membunuhnya. Khalifah Utsman wafat sebagai syahid pada hari Jum’at tanggal 17 Dzulhijjah 655 M.
D.    KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB
1.      Sistem pemerintahan.
Ketika pengangkatannya keadaan masyarakat sedang mencekam. Karena para pemberontak masih menguasai Madinah kala itu. Mereka memaksa para sahabat diantaranya ada Thalhah dan Zubeir untuk membai’at Ali.
Karena keadaan yang mencekam itu maka Ali berusaha meredam keadaan dengan memindahkan pemerintahannya ke Kuffah. Dalam keadaan yang seperti ini, Ali malah menempuh kebijakan yang lainnya. Ali mengganti seluruh pejabat gubernur dengan harapan para pemberontak mau tunduk kembali. Beberapa sahabat sebenarnya sudah menyarankan untuk tidak melakukan hal itu sebelum keadaan stabil. Namun Ali tetap bersikeras melakukan hal itu. Salah satu gubernur yang di ganti adalah Muawiyyah digantikan oleh Usman bin Hanif. Banyak sahabat memberikan saran agar tidak melakukan hal itu mengingat kecakapan Muawiyyah dalam menjalankan tugasnya, namun khalifah Ali tetap bersikeras untuk menurunkannya. Hal itulah yang membuat semakin tajam persaingan dan permusuhan antara Ali dan Muawiyyah.
Selama pemerintahannya Ali lebih banyak menitikberatkan pada pembenahan negara yang dalam keadaan konflik ini. Bukan pada perluasan wilayah. Selain itu ali juga mengkoordinir polisi dan membagi tugas-tugasnya.
2.      Akhir masa pemerintahan.
Khalifah Ali telah mencopot jabatan dari Muawiyyah sebagai gubernur Syam. Namun dalam kenyataanya Muawiyyah tetap bersikeras memegang jabatannya itu. Maka bersiaplah Ali memeranginya. Akan tetapi ketika akan berangkat, datanglah berita bahwa ada sekelompok pasukan dari Makkah dengan dipimpin oleh Thalhah, Zubeir dan ‘Aisyah yang ingin menuntut agar segera ditemukan pembunuh dari khalifah Utsman. karena hal itu maka khalifah Ali mengurungkan niatnya dan menuju ke Bashrah untuk menenangkan situasi yang terjadi. Mengingat mereka telah menguasai Bashrah.
Sebelum pertempuran Ali sebenarnya telah mengajukan perundingan namun malah di tolak oleh pasukan Ali sendiri. Akhirnya pecahlah perang tersebut yang diberinama perang Jamal (Unta) karena ‘Aisyah yang mengendarai unta kala itu.
Pertempuran itu berakhir dengan kemenangan di pihak Ali. Thalhah dan Zubeir terbunuh dalam peperangan itu. Sedangkan ‘Aisyah dapat ditawan dan dikembalikan ke mekkah dengan tetap menghormatinya. Serta dinasihatinya agar jangan lagi mencampuri urusan politik negeri.
Perang Jamal berakhir, namun bukan berarti perpecahan dalam umat islam berakhir. Karena masih ada satu kelompok lagi yakni kelompok Muawiyyah. Mereka tidak terima dengan pencopotan Muawiyyah sebagai gubernur Syam. Mereka bahkan menuduh bahwa Ali turut campur dalam pembunuhan khalifah Utsman.
Setelah Ali mendapat kabar bahwa Muawiyyah telah siap lengkap akan memeranginya, maka Ali bersegera mengerahkan tentara-tentaranya guna menangkis serangan itu. Di daerah Siffein, di sebelah barat sungai Euphraat, bertemulah pasukan ali dengan pasukan Muawiyyah. Lalu terjadilah pertempuran itu. Pertempuran itu dinamakan perang Seiffein.[7]
Dalam pertempuran itu sebenarnya Ali hampir menang, namun dari pihak Muawiyyah melakukan tipu muslihat dengan menusuk mushaf (Qur’an) dengan ujung tombak mereka, lalu dinaikkannya sebagai pertanda hendak berdamai. Sebenarnya Ali tidak menyetujui tentang tahkim (perundingan) ini, namun derasnya permintaan dari pasukannya maka akhirnya ali menerima tahkim tersebut.
dari kejadian itu terpecahlah pihak Ali menjadi dua bagian. Yakni pertama yang setia dengan keputusan Ali dan mereka inilah yang dinamakan kaum Syiah. Sedangkan kedua kaum yang tidak sepaham dengan penerimaan perundingan tersebut kaum Khawarij.
Kemudian diutuslah perwakilan masing-masing pihak untuk melakukan perundingan. Dari pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan dari pihak Muawiyyah diwakili oleh Amr ibn Ash.
Dalam perundingan itu ditarik kesimpulan ”bahwa Ali dan Muawiyyah, keduanya harus melepaskan klaim sebagai khalifah dan harus dipilih orang lain untuk menjabat sebagai khalifah”. Dari perundingan tersebut sebenarnya membahas tentang kedudukan Muawwiyah di Syiria. Namun dari kesimpulan tersebut  malah secara tidak langsung menjadikan posisi Muawiyyah dan Ali itu sama, pada sisi lain keputusan tersebut berarti menurunkan Ali dari kursi kekhalifahan.
Setelah itu, Amr bin Ash dengan liciknya menyilahkan Abu Musa Al-Asy’ari untuk terlebih dahulu menyampaikan pidatonya. Dalam pidatonya isinya menerangkan bahwa demi kemaslahatan umat muslim maka kepemimpinan di serahkan kepada  umat islam dan Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah. Namun pada giliran pidato Amr bin Ash malah menerangkan bahwa ia menerima dan menguatkan keberhentian Ali dan menetapkan Muawiyyah sebagai Amirul Mu’minin.
Maka marahlah pihak Ali atas kejadian tersebut. Maka terjadi banyak perlawanan dari pihak Ali, seperti perlawanan yang dilakukan oleh Muhamad bin abu Bakar yang sebenarnya diangkat menjadi gubernur mesir oleh Ali. Namun akhirnya mati terbunuh dari peperangannya.
Dari kaum Khawarij yang tidak setuju dengan diadakannya tahkim, ada 3 orang yang berpendapat bahwa perpecahan itu didalangi oleh 3 orang, yaitu Ali bin Abi Thalib, Muawiyyah dan Amr bin Ash. Oleh karena itu mereka sepakat membunuh masing-masing dari tiga orang tersebut. Ibnu Muljam membunuh Ali, Al-Barak membunuh Muawiyyah, Umar bin Bakir membunuh Amr bin Ash.
Namun dari ketiga tersebut, hanya Ali lah yang terbunuh. Ali bin Abi thalib ditikam oleh ibnu Muljam dengan pedang beripuh racun, dalam masjid Kufah ketika Ali bin Abi thalib hendak shalat subuh. Maka meninggallah Ali bin Abi thalib sesudah memerintah selama empat tahun sembilan bulan. Tepatnya tanggal 17 ramadhan tahun 40 hijriyah (661 M).



























BAB III
PENUTUP



A.    KESIMPULAN
Dari sedikit materi diatas dapat disimpulkan :
NO.
URAIAN
ABU BAKAR AS-SHIDDIQ
UMAR BIN ABI THALIB
UTSMAN BIN AFFAN
ALI BIN ABI THALIB
1.       
Sistem pemilihan
Musyawarah
Musyawarah
Voting
Musyawarah
2.       
Sistem pemerintahan
Legislatif, eksekutif,yudikatif berada di bawah komando khalifah
Khalifah memegang fungsi legislatif dan eksekutif, peradilan (qadhi) memegang fungsi yudikatif.
fungsi eksekutif dipegang oleh Khalifah, fungsi legislatif dipegang oleh dewan penasehat syuro, fungsi yudikatif dipegang oleh peradilan (qadhi)
fungsi eksekutif dipegang oleh Khalifah, fungsi legislatif dipegang oleh dewan penasehat syuro, fungsi yudikatif dipegang oleh peradilan (qadhi)
3.       
Akhir pemerintahan
Meninggal dunia
Dibunuh oleh Abu Lu’luah
Dibunuh oleh para pemberontak
Dibunuh oleh ibnu Muljam








DAFTAR PUSTAKA



A.    Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam, Jakarta: Widjaya, 1992.

A.    Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, 2, 3, Terj. Mukhtar Yahya dan Sanusi Latief, Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000.

K. Ali, Studi Sejarah Islam, Terj. Adang Affandi, Yogyakarta: Binacipta, 1995.

Philiph K. Hitti, History of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: Serambi, 2008.




[1]) A. Latif Osman: Ringkasan Sejarah Islam, (Jakarta: Widjaya, 1992) Hlm

[2]) Philiph K. Hitti: History of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: Serambi, 2008) Hlm
[3]) K. Ali: Studi Sejarah Islam, Terj. Adang Affandi, (Yogyakarta: Binacipta, 1995) Hlm
[4]) K. Ali: Studi Sejarah Islam, Terj. Adang Affandi, (Yogyakarta: Binacipta, 1995) Hlm
[5]) Philiph K. Hitti: History of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, (Jakarta: Serambi, 2008) Hlm
[6]) K. Ali: Studi Sejarah Islam, Terj. Adang Affandi, (Yogyakarta: Binacipta, 1995) Hlm
[7]) A. Latif Osman: Ringkasan Sejarah Islam, (Jakarta: Widjaya, 1992) Hlm

0 Comments:

Post a Comment