Kelas :
D
Semester/jurusan :
I/PAI
TARBIYAH UIN SUKA YOGYAKARTA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Nabi muhammad sebagai seorang nabi dan rasul, memiliki tugas yang
cukup banyak. menjadi seorang nabi dan rasul, pembuat hukum, pemimpin agama,
hakim, komandan pasukan dan kepala pemerintahan sipil, semua menjadi tanggung
jawabnya. Namun setelah beliau tidak ada,
masalah muncul, yakni siapa yang pantas menjadi pengganti peran beliau?
Masalah kekhalifahan menjadi masalah pertama yang dihadapi oleh
umat islam. bahkan permasalahan itu masih menjadi persoalan hingga sekarang. Salah seorang sejarawan terkemuka, Al-Syahrastani
mengungkapkan, “tidak pernah ada persoalan yang lebih berdarah kecuali tentang
kekhalifahan(imamah)”.
Nabi sendiri tidak meninggalkan anak laki-laki. Juga tidak menunjuk
dengan jelas siapa penerus estafet perjuangannya. Dia hanya meninggalkan
seorang putri yaitu fathimah ra. Yang menikah dengan ali bin abi thalib. Dengan
tidak adanya penunjukan secara jelas
ini, menimbulkan perselisihan dan pertegangan dalam menentukan siapa yang layak
dan seharusnya menjadi pemimpin.
B.
PERUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimanakah sistem suksesi Khulafaurrasyidin ?
2.
Bagaimana wujud perpolitikan masa Khulafaurrasyidin ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KHALIFAH ABU BAKAR AS-SHIDDIQ
1.
Proses pemilihan
Nabi
Muhammad SAW telah selesai mengerjakan tugas menyampaikan wahyu Ilahi selama
lebih kurang 23 tahun. Meninggal dunia pada tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 11 Hijriyah,
bertepatan dengan 8 Juni tahun 632 Masehi.
Beliau
tidak berwasiat mengenai siapa yang akan menjadi pengganti beliau sesudah
wafat, atau setidaknya memberi petunjuk bagaimana cara-cara memilih pengganti
beliau itu. Rupanya hal itu diserahkan kepada kebijaksanaan umat islam saja sesuai
dengan keadaan umat islam pada masa itu. Maka pada hari wafatnya nabi Muhammad
Saw. Spontan sahabat terkemuka, berkumpul untuk membahas siapakah yang pantas
menjadi penerus Nabi.
Setidaknya
ada 2 kelompok yang menginginkan golongannya menjadi pemimpin bagi islam.
Pertama ialah golongan Muhajjirin. Mereka mengklaim bahwa merekalah yang paling
pantas menjadi pemimpin, dengan alasan mereka berasal dari suku yang sama
dengan Nabi. Juga mereka adalah suku pertama yang mengakui kenabian. Kelompik
kedua yaitu golongan Anshar. Mereka beranggapa bahwa jika mereka tidak
memberikan perlindungan kepada nabi dan agama islam yang masih lemah, maka nabi
dan agama islam akan musnah. Karena semakin memuncaknya perselisihan yang ada.
Akhirnya, diadakan sebuah rapat membahas tentang siapa yang pantas memegang
tampuk kepemimpinan. Perkumpulan itu dinamakan Tsaqifah Bani Sa’idah.
Dalam
rapat itu kaum anshar mecalonkan Sa’ad bin Ubaidah (orang Madinah), untuk
menjadi khalifah, sedangkan orang-orang Muhajjirin mencalonkan Abu Bakar, Umar bin
Khattab atau Abu Abaidah Ibnu Jarrah.
Sedangkan
Ali tidak di calonkan mengingat Ali masih sangat muda kala itu. Selain itu juga
beliau tidak mengikuti rapat tersebut karena sedang mengurus jenazah Rasulullah.
Setelah perdebatan yang cukup tajam, akhirnya di pilihlah Abu Bakar menjadi
khalifah.
2.
Sistem pemerintahan
Pada
masa itu, sistem yang digunakan oleh Abu Bakar ialah sentral. Artinya fungsi
legislatif, eksekutif, juga yudikatif ada ditangan seorang Khalifah. Namun
demikian Abu Bakar pasti selalu mengajak sahabat-sahabat yang lainnya untuk
bermusyawarah. Sedangkan untuk urusan luar Madinah dia membagi-bagi menjadi
beberapa wilayah/provinsi dan setiap provinsi dia menugaskan seorang amir
(gubernur)
3.
Usaha yang dilakukan.
Pada
masa pemerintahannya banyak diwarnai dengan peperangan Riddah (murtad). Banyak
suku-suku yang ingin memisahkan diri dari islam. Terutama suku yang berada di
luar Hijaz. Hal ini disebabkan karena susahnya komunikasi, tidak
terorganisirnya dakwah dengan baik, juga Hijaz yang menjadi pusat aktivitas Islam
baru sepenuhnya memeluk islam setelah satu atau dua tahun setelah wafatnya Nabi.
Selain
itu suku-suku di daerah Yaman, Yamamah, dan Oman tidak mau membayar zakat ke Madinah.
Wafatnya nabi menjadi alasannya. Selain itu juga kecemburuan mereka terhadap
bangkitnya hegemoni Hijaz membuat mereka menolak.
Namun
demikian, Abu Bakar hanya memberikan dua pilihan, tunduk atau diperangi. Khalid
Al-Walid yang menjadi panglima perang mampu membasmi semua pemberontakan.
Dimulai dari suku Thayyi, suku asad, suku Thulayhah, hingga pemberantasan nabi
palsu, Musaylamah.
4.
Perluasan wilayah.
Perang
berkepanjangan antar Romawi dan Persia membuat keduanya lelah. Salah satu efek
yang ditimbulkan adalah pajak yang tinggi bagi rakyatnya guna membiayai perang.
Hal itu menurunkan loyalitas dari rakyat.
Setelah
kemenangan meraka di Mu’tah, Bizantium menarik pasukannya meninggalkan
benteng-benteng mereka diperbatasan. Selain itu juga Heraklius menghentikan
bantuannya ke suku-suku di sebelah selatan laut Mati dan di jalur Madinah-Gaza.
Setidaknya
ada 3 alasan kenapa islam mampu memperluas wilayahnya ke daerah Arab utara
khusunya pasca wafatnya Nabi. Pertama karena semangat bangsa arab itu sendiri,
terutama yang suku-suku yang menjadi jajahan Romawi. Mereka memandang bahwa
para penakhluk Arab sebagai saudara sendiri, karena darah keturunannya lebih
dekat dengan mereka daripada bangsa asing itu.
Kedua
karena tingginya beban pajak yang mereka dapatkan. Peperangan yang
berkepanjangan antara Romawi dan Persia membuat daerah jajahan mereka harus
bersusah payah membayar pajak yang tinggi guna membiayai peperangan tersebut.
Hal itu mendorong suku-suku yang menjadi jajahan ingin keluar dari kekangan
tersebut. Mereka beranggapan bahwa islam memiliki beban pajak yang lebih
sedikit. sehingga setelah ditakhlukkan mereka dapat beribadah dengan tenang.
Ketiga
karena faktor taktik perang yang brilian. Yaitu penerapan tekhnik militer
padang pasir Asia Barat dan Afrika Utara. Dengan menggunakan sistem berkuda dan
unta, pasukan Arab mampu mengalahkan pasukan Romawi.
Pasukan
islam yang dipimpin oleh Khalid bergerak dari Hirah (Maret 634) ke barat
melalui gurun pasir menuju oasis di Dumah Jandal (sekarang Al-Ajwf). Setelah
itu, pasukan melanjutkan perjalanan melintasi Bathn Al-Sirr ( sekarang Wadi
Sirhan) menuju Bushra. Bushra merupakan pintu gerbang pertama menuju Suriah.
Alasan mengapa mereka menuju Suriah adalah karena pada waktu itu ada sekelompok
pasukan islam yang sedang bertempur di Suriah. Abu Bakar memerintahkan sejumlah
pasukan untuk membantu mereka.
Secara
mengejutkan pasukan islam muncul di Damaskus dan langsung berhadapan dengan
pasukan Bizantium. Beberapa serangan mulai dilakukan. Akhirnya berhasil membuka
semua daerah Suriah dan memuluskan perjalanan perluasan ke daerah Palestina.
5.
Akhir masa pemerintahan.
Masa
pemerintahan Abu Bakar berakhir setelah Abu Bakar meninggal dunia pada hari
senin, 23 Agustus 624 M. Setelah kurang lebih 15 hari berbaring di tempat
tidur. Dia berusia 63 tahun dan
kekhalifahan berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.
B.
KHALIFAH UMAR BIN KHATTAB.
1.
Proses pemilihan
Ketika
terbaring sakit, khalifah abu bakar secara diam-diam melakukan tinjauan
terhadap tokoh-tokoh terkemuka untuk dimintai pendapatnya mengenai calon
penggantinya. Diantaranya kepada Abdurrahman ibn Auf dan Utsman bin Affan.
pilihan Abu Bakar jatuh kepada Umar. Namun demikian ada beberapa yang merasa
keberatan dengan keputusan tersebut. Namun demikian akhirnya umar lah yang
paling tepat dalam menduduki kursi kekhalifahan.
2.
Usaha-usaha yang dilakukan
Administrasi
kekuasaan yang dilakukan oleh umar yakni dengan membagi wilayah islam menjadi
delapan provinsi, yaitu : Makkah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah,
Palestina, dan Mesir. Kemudian membangun pengadilan guna memisahkan fungsi
yudikatif dan eksekutif dari satu pihak. Hal ini bertujuan agar keadilan
benar-benar dapat ditegakkan.
3.
Perluasan wilayah.
Pada
masa umar perluasan wilayah tetap dilanjutkan. Namun umar mengganti panglima
perang yang semula khalid Al-Walid, kemudian digantikan oleh Abu Ubaydah,
seorang sahabat nabi yang terkemuka, pejabat pemerintahan teokrasi Madinah. Alasan
mengapa Khalid diganti kepemimpinannya bukan karena Umar tidak suka dengan Khalid.
Namun Khalifah Umar beralasan bahwa penggantian
ini bertujuan agar umat islam dalam menegakkan agama islam tidak serta merta
hanya bertumpu pada Khalid Al-Walid. Mengingat Khalid yang sangat tangkas pada
masa itu.[1]
Penyerangan
terus dilakukan hingga mencapai daerah Jerussalem, Palestina. Masjid Al-Aqsha yang
menjadi tempat singgah Nabi ketika Isra’ Mi’raj akhirnya dapat dikuasai dari
bangsa Romawi. Namun demikian bukan kecongkakan yang di tunjukkan Umar. Namun
sifat tenggang rasa dengan membiarkan mereka yang bukan islam apabila ingin
tinggal bersama.
Penakhlukan daerah-daerah yang berada
disekitar Arab membuat citra islam menjadi semakin melambung di mata dunia. Selain
itu juga hal itu menambah rasa kepercayaan diri bagi pihak islam untuk
kedepannya.
setelah
daerah Palestina terkuasai, perluasan wilayah terus dilakukan hingga Mesir. Ada
beberapa alasan yang menarik minat orang-orang Arab untuk menguasai lembah Nil tersebut.
Diantaranya, posisi Mesir yang strategis, letaknya yang berada diantara Suriah dan
Hijaz. Tanah dari sekitar sungai Nil yang subur, sehingga mampu menumbuhkan
berbagai macam biji-bijian. Karena itu daerah itu menjadi lumbung Konstantinopel.
Selain itu dengan ibukotanya yang berada di Iskandariyah yang menjadi pusat Byzantium,
juga negeri ini menjadi pintu masuk ke Afrika Utara, semakin menambah tinggi
motivasi orang-orang Arab untuk menakhlukkan kawasan tersebut.
Dalam
ekspansi ke Mesir ini di pimpin oleh seorang panglima bernama Amr ibn Ash.
Dalam ekspansinya diklaim sebagai bermotif agama, yang sebenarnya lebih
bermotif politis dan ekonomis. [2]
Benteng
pertama yang digempur oleh pasukan Arab adalah Al-Farama (Pelusium). Sebuah
kota menuju Mesir Timur. Benteng ini akhirnya runtuh seterah digempur lebih
kurang satu bulan. sebelah timur laut kairo menjadi sasaran berikutnya. Setelah
itu akhirnya kota-kota lain ikut menyusul. Dan akhirnya benteng terkuat Babilonia
juga ikut runtuh.
Untuk
wilayah timur perluasan berpusat di Syiria. Dengan dipimpin gubernur bernama Muawiyyah
bin Abi Sofyan, pasukan islam berhasil menguasai wilayah asia kecil dan negeri Cyprus.
Atas perlindungan pasukan islam, masyarakat Asia kecil dan negeri Cyprus bersedia
membayar pajak sesuai dengan yang mereka bayar kepada Romawi.
4.
Akhir pemerintahan
Khalifah
Umar memerintah sekitar 10 tahun 6 bulan. Masa jabatannya berakhir karena dia
dibunuh oleh seorang budak Persia bernama Abu Lu’luah secara tragis. Umar
ditikam dari belakang ketika sedang shalat subuh.
C.
KHALIFAH UTSMAN BIN AFFAN
1.
Proses pemilihan
Sebelum
khalifah Umar meninggal, dia sempat berpesan agar nanti penerus kekhalifahan
diantara 6 orang. Yaitu Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqqash, Thalhah bin
Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.[3]
Namun agar menjaga tidak terjadi jumlah suara yang sama, maka khalifah Umar memerintahkan
anaknya Abdullah bin Umar ikut andil dalam pemilihan khalifah tersebut. Namun
dia tidak boleh dipilih atau di jadikan khalifah. Dari hasil musyawarah itu
ternyata utsman mendapat 4 suara, sedangkan ali mendapat 3 suara[4].
Maka sah lah Utsman menjadi khalifah yang ke-3.
2.
Usaha yang telah dilakukan.
Pada
masanya, Utsman membagi islam menjadi 10 provinsi dan setiap provinsi dipimpin
oleh seorang gubernur (amir). Untuk kekuasaan legislatif dipegang oleh Dewan
Penassehat Syuro. Sedangkan kekuasaan eksekutif dan yudikatif tetap
masing-masing dipegang oleh khalifah dan pengadilan (qadhi).
3.
Perluasan wilayah.
Pada
masa khalifah Utsman, perluasan dilanjutkan ke arah timur dan barat. Ke timur
islam mampu meruntuhkan kerajaan Persia. Ke arah barat, islam mampu menguasai
Mesir. Dengan Jatuhnya Mesir membuat pasukan islam semakin mudah masuk ke
daerah Afrika yang lebih jauh. Pasukan
islam berhasil menguasai daerah Pentapolis dan Barkah yang berada di daerah
bagian barat Afrika. Selain itu juga menerima penyerahan suku-suku Berber di Tripoli,
hal ini ditandai dengan penyerahan upeti-upeti sebagai tanda tunduk kepada
islam.
Sebelum
menakhlukkan Iskandariyah, pasukan islam yang di pimpin oleh Abdullah membuat
sebuah terobosan baru dalam permiliteran islam. Mereka membuat armada laut
pertama islam, armada laut inilah yang semakin membuat solid kekuatan islam.
Kemenangan armada laut pertama ialah ketika menguasai Siprus (Qubus). Daerah
ini dikuasai mengingat daerah ini yang cukup dekat dengan Suriah sehingga
dianggap berbahaya. Juga Siprus ini menjadi pulau pertama yang dikuasai islam.[5]
4.
Akhir masa pemerintahan.
Pada
akhir pemerintahannya banyak sekali terjadi pemberontakan terhadap pemerintahan
Utsman. beberapa alasan mengapa hal itu bisa terjadi diantaranya[6]:
a.
Tuduhan para pejabat yang dipecat oleh Utsman. mereka mengklaim
bahwa Utsman melakukan tindak nepotisme dengan mengangkat keluarganya sendiri.
Namun apabila ditelisik lebih dalam, ternyata tuduhan itu tidak terbukti.
Sebagai contoh masalah Sa’ad pejabat di Kufah. Ketika dia ada permasalah dengan
bagian keuangan. Dia lalu mengganti Saad dengan Walid bin Uqbah yang ternyata
masih keluarga dekat. Namun dalam perjalanannya ternyata Walid bin Uqbah melakukan
tindak kriminal. Apabila benar Utsman melakukan nepotisme, maka seharusnya Utsman
masa bodoh dengan kasus Walid. Namun kenyataanya tidak. hal itu cukup
membuktikan bahwa utsman tidak Nepotisme.
b.
Kemudian Utsman dituduh sebagai penguasa yang boros, korupsi untuk
dibagikan ke saudaranya. Hal itu jelas-jelas hanya bohong belaka. karena utsman
malah menshadaqahkan semua hartanya kecuali dua ekor unta untuk kendaraan haji.
c.
Utsman juga dituduh menggunakan padang rumput untuk keperluan
pribadi. Hal itu jelas karena Utsman sebagai kepala negara berhak dan
bertanggung jawab mengatur padang rumput sebagai milik negara. Yakni digunakan
untuk memelihara unta dan kuda perang.
d.
Dan tuduhan yang terbesar adalah Utsman membakar Al-Quran. Mereka
menuduh bahwa utman berusaha menghilangkan sejumlah ayat Al-Quran dengan
membakarnya. UTSMAN langsung bereaksi dengan mengundang semua pejabat
pemerintah ketika haji agar datang ke Madinah dan menyampaikan keluhan yang
ada. Ternyata tidak ada yang menyampaikan keluhannya. Jelas bahwa hal itu hanya
kebohongan belaka.
keadaan
menjadi semakin parah. Banyak terjadi pemberontakan disana-sini. Beberapa sebab
yang melatarbelakangi pemberontakan tersebut diantaranya, pertama sejarah persaingan antara Bani
Umayyah dengan Bani Hasyim. Kedua karena adanya kelompok dalam islam yang tidak
memeluk islam dengan penuh kesadaran melainkan karena tujuan-tujuan tertentu.
Ketiga karena lemahnya karakter kepemimpinan khalifah Utsman dimana khalifah Utsman
memiliki sifat sederhana, saleh dan lemah lembut. Hal itu kurang cocok dengan
kondisi perpolitikan pada saat itu yang membutuhkan sosok yang tegas.
Dan
puncak dari ketegangan itu ialah ketika segerombolan pemberontak mengepung
rumah Utsman dan membunuhnya. Khalifah Utsman wafat sebagai syahid pada hari
Jum’at tanggal 17 Dzulhijjah 655 M.
D.
KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB
1.
Sistem pemerintahan.
Ketika
pengangkatannya keadaan masyarakat sedang mencekam. Karena para pemberontak
masih menguasai Madinah kala itu. Mereka memaksa para sahabat diantaranya ada Thalhah
dan Zubeir untuk membai’at Ali.
Karena
keadaan yang mencekam itu maka Ali berusaha meredam keadaan dengan memindahkan
pemerintahannya ke Kuffah. Dalam keadaan yang seperti ini, Ali malah menempuh
kebijakan yang lainnya. Ali mengganti seluruh pejabat gubernur dengan harapan
para pemberontak mau tunduk kembali. Beberapa sahabat sebenarnya sudah
menyarankan untuk tidak melakukan hal itu sebelum keadaan stabil. Namun Ali tetap
bersikeras melakukan hal itu. Salah satu gubernur yang di ganti adalah Muawiyyah
digantikan oleh Usman bin Hanif. Banyak sahabat memberikan saran agar tidak
melakukan hal itu mengingat kecakapan Muawiyyah dalam menjalankan tugasnya,
namun khalifah Ali tetap bersikeras untuk menurunkannya. Hal itulah yang
membuat semakin tajam persaingan dan permusuhan antara Ali dan Muawiyyah.
Selama
pemerintahannya Ali lebih banyak menitikberatkan pada pembenahan negara yang
dalam keadaan konflik ini. Bukan pada perluasan wilayah. Selain itu ali juga
mengkoordinir polisi dan membagi tugas-tugasnya.
2.
Akhir masa pemerintahan.
Khalifah
Ali telah mencopot jabatan dari Muawiyyah sebagai gubernur Syam. Namun dalam
kenyataanya Muawiyyah tetap bersikeras memegang jabatannya itu. Maka bersiaplah
Ali memeranginya. Akan tetapi ketika akan berangkat, datanglah berita bahwa ada
sekelompok pasukan dari Makkah dengan dipimpin oleh Thalhah, Zubeir dan ‘Aisyah
yang ingin menuntut agar segera ditemukan pembunuh dari khalifah Utsman. karena
hal itu maka khalifah Ali mengurungkan niatnya dan menuju ke Bashrah untuk
menenangkan situasi yang terjadi. Mengingat mereka telah menguasai Bashrah.
Sebelum
pertempuran Ali sebenarnya telah mengajukan perundingan namun malah di tolak
oleh pasukan Ali sendiri. Akhirnya pecahlah perang tersebut yang diberinama
perang Jamal (Unta) karena ‘Aisyah yang mengendarai unta kala itu.
Pertempuran
itu berakhir dengan kemenangan di pihak Ali. Thalhah dan Zubeir terbunuh dalam
peperangan itu. Sedangkan ‘Aisyah dapat ditawan dan dikembalikan ke mekkah
dengan tetap menghormatinya. Serta dinasihatinya agar jangan lagi mencampuri
urusan politik negeri.
Perang
Jamal berakhir, namun bukan berarti perpecahan dalam umat islam berakhir.
Karena masih ada satu kelompok lagi yakni kelompok Muawiyyah. Mereka tidak
terima dengan pencopotan Muawiyyah sebagai gubernur Syam. Mereka bahkan menuduh
bahwa Ali turut campur dalam pembunuhan khalifah Utsman.
Setelah
Ali mendapat kabar bahwa Muawiyyah telah siap lengkap akan memeranginya, maka Ali
bersegera mengerahkan tentara-tentaranya guna menangkis serangan itu. Di daerah
Siffein, di sebelah barat sungai Euphraat, bertemulah pasukan ali dengan
pasukan Muawiyyah. Lalu terjadilah pertempuran itu. Pertempuran itu dinamakan
perang Seiffein.[7]
Dalam
pertempuran itu sebenarnya Ali hampir menang, namun dari pihak Muawiyyah melakukan
tipu muslihat dengan menusuk mushaf (Qur’an) dengan ujung tombak mereka, lalu
dinaikkannya sebagai pertanda hendak berdamai. Sebenarnya Ali tidak menyetujui
tentang tahkim (perundingan) ini, namun derasnya permintaan dari pasukannya
maka akhirnya ali menerima tahkim tersebut.
dari
kejadian itu terpecahlah pihak Ali menjadi dua bagian. Yakni pertama yang setia
dengan keputusan Ali dan mereka inilah yang dinamakan kaum Syiah. Sedangkan
kedua kaum yang tidak sepaham dengan penerimaan perundingan tersebut kaum Khawarij.
Kemudian
diutuslah perwakilan masing-masing pihak untuk melakukan perundingan. Dari
pihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari, sedangkan dari pihak Muawiyyah diwakili
oleh Amr ibn Ash.
Dalam
perundingan itu ditarik kesimpulan ”bahwa Ali dan Muawiyyah, keduanya harus
melepaskan klaim sebagai khalifah dan harus dipilih orang lain untuk menjabat
sebagai khalifah”. Dari perundingan tersebut sebenarnya membahas tentang
kedudukan Muawwiyah di Syiria. Namun dari kesimpulan tersebut malah secara tidak langsung menjadikan posisi
Muawiyyah dan Ali itu sama, pada sisi lain keputusan tersebut berarti
menurunkan Ali dari kursi kekhalifahan.
Setelah
itu, Amr bin Ash dengan liciknya menyilahkan Abu Musa Al-Asy’ari untuk terlebih
dahulu menyampaikan pidatonya. Dalam pidatonya isinya menerangkan bahwa demi
kemaslahatan umat muslim maka kepemimpinan di serahkan kepada umat islam dan Ali diturunkan dari jabatannya
sebagai khalifah. Namun pada giliran pidato Amr bin Ash malah menerangkan bahwa
ia menerima dan menguatkan keberhentian Ali dan menetapkan Muawiyyah sebagai Amirul
Mu’minin.
Maka
marahlah pihak Ali atas kejadian tersebut. Maka terjadi banyak perlawanan dari
pihak Ali, seperti perlawanan yang dilakukan oleh Muhamad bin abu Bakar yang
sebenarnya diangkat menjadi gubernur mesir oleh Ali. Namun akhirnya mati
terbunuh dari peperangannya.
Dari
kaum Khawarij yang tidak setuju dengan diadakannya tahkim, ada 3 orang yang
berpendapat bahwa perpecahan itu didalangi oleh 3 orang, yaitu Ali bin Abi
Thalib, Muawiyyah dan Amr bin Ash. Oleh karena itu mereka sepakat membunuh
masing-masing dari tiga orang tersebut. Ibnu Muljam membunuh Ali, Al-Barak membunuh
Muawiyyah, Umar bin Bakir membunuh Amr bin Ash.
Namun
dari ketiga tersebut, hanya Ali lah yang terbunuh. Ali bin Abi thalib ditikam
oleh ibnu Muljam dengan pedang beripuh racun, dalam masjid Kufah ketika Ali bin
Abi thalib hendak shalat subuh. Maka meninggallah Ali bin Abi thalib sesudah
memerintah selama empat tahun sembilan bulan. Tepatnya tanggal 17 ramadhan
tahun 40 hijriyah (661 M).
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari sedikit materi diatas dapat disimpulkan :
NO.
|
URAIAN
|
ABU BAKAR AS-SHIDDIQ
|
UMAR BIN ABI THALIB
|
UTSMAN BIN AFFAN
|
ALI BIN ABI THALIB
|
1.
|
Sistem pemilihan
|
Musyawarah
|
Musyawarah
|
Voting
|
Musyawarah
|
2.
|
Sistem pemerintahan
|
Legislatif, eksekutif,yudikatif berada di bawah komando khalifah
|
Khalifah memegang fungsi legislatif dan eksekutif, peradilan
(qadhi) memegang fungsi yudikatif.
|
fungsi eksekutif dipegang oleh Khalifah, fungsi legislatif
dipegang oleh dewan penasehat syuro, fungsi yudikatif dipegang oleh peradilan
(qadhi)
|
fungsi eksekutif dipegang oleh Khalifah, fungsi legislatif
dipegang oleh dewan penasehat syuro, fungsi yudikatif dipegang oleh peradilan
(qadhi)
|
3.
|
Akhir pemerintahan
|
Meninggal dunia
|
Dibunuh oleh Abu Lu’luah
|
Dibunuh oleh para pemberontak
|
Dibunuh oleh ibnu Muljam
|
DAFTAR PUSTAKA
A.
Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam, Jakarta: Widjaya,
1992.
A.
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, 2, 3, Terj. Mukhtar
Yahya dan Sanusi Latief, Jakarta: Al-Husna Zikra, 2000.
K. Ali, Studi
Sejarah Islam, Terj. Adang Affandi, Yogyakarta: Binacipta, 1995.
Philiph K.
Hitti, History of The Arabs, Terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi, Jakarta: Serambi, 2008.
0 Comments:
Post a Comment