“TEORI NON
POSITIVISTIK : FALSIFIKASI KARL RAYMOND POPPER”
DISUSUN OLEH :
NAMA : AHMAD SYAFII
NIM : 13410154
SEMESTER : II (GENAP)
DOSEN PENGAMPU : Dr. Usman, SS., M.AG.
NIP : 19610304 199203 1 001
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN
KALIJAGA YOGYAKARTA
2013/2014
KATA
PENGANTAR
Segala
puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat,
serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
yang kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah “FILSAFAT ILMU “.Semoga jerih payah kami
dicatat sebagai amal baik yang nantinya bisa bermanfaat bagi kami khususnya dan
bagi seluruh mahasiswa pada umumnya.
Dalam
makalah ini akan kami uraiakan tentang “TEORI NON POSITIVISTIK
: FALSIFIKASI KARL RAYMOND POPPER” yang mungkin tidak asing lagi ditelinga kita
sekalian.
Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telahmembantu dengan
tulus hingga terselesaikannya tugas ini, khususnya kepada Dr. Usman, SS., M.AG.Akhirnya
kami berharap semoga tugas yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta,
5 Maret 2014
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG.
Ilmu atau dalam bahasa inggris disebut science,
berasal dari bahasa yunani scientia – scire yang berarti mengetahui.
Sinonim yang paling kuat dari kata tersebut adalah episteme.
Kata tahu (pengetahuan) secara umum menandakaan
suatu pengetahuan tertentu. Dalam arti sempit, pengetahuan bersifat pasti.
Berbeda dengan iman, pengetahuan didasarkan atas pengalaman dan pemahaman
sendiri.
Berbeda dengan pengetahuan, ilmu tidak pernah
mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri. Sebaliknya ilmu
menandakan seluruh kesatuan ide yang mengacu ke obyek yang sama dan saling
berkaitan secara logis karena itu, koherensi sistematik adalah hakikat ilmu.
Dalam diskurs ilmu, penarikan kebenaran suatu
teori ramai di perbincangkan oleh para filosof. Bagaimana induksi juga deduksi
menjadi perbincangan hangat dalam proses pembangunan ilmu pengetahuan.
Karl Raymond Popper merupakan salah satu
penggagas teori kebenaran nonpositivistik. Dengan falsifikasinya, Karl Raymond
Popper berusaha mengkritisi kebenaran teori positivisme logis lingkaran Wina.
Walaupun nantinya teorinya akan dikritik oleh filosof lainnya, namun teori
falsifikasi masih tetap menjadi bahan pembahasan yang cukup menarik.
B. RUMUSAN MASALAH ?
1.
Bagaimana biografi dari karl raymond Popper?
2.
Bagaimaan konsep falsifikasi dari karl raymond Popper?
3.
Bagaimana konsep deMarkasi dari karl raymond Popper?
4.
Bagaimana kelemahan epistemologi karl raymond Popper?
C. TUJUAN.
1.
Mahasiswa mengetahui biografi dari karl raymond Popper.
2.
Mahasiswa mengetahui konsep falsifikasi dari karl raymond Popper.
3.
Mahasiswa mengetahui konsep deMarkasi dari karl raymond Popper
4.
Mahasiswa mengetahui kelemahan epistemologi karl raymond Popper.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
BIOGRAFI KARL RAYMOND POPPER.
Kary raymond Popper adalah seorang filosof ilmu
pengetahuan yang cukup terkenal. Lahir di Wina tanggal 28 juli 1902. Dia lahir
di keluarga yahudi protestan. Ayahnya, Dr. Simon Siegmund Carl Popper, seorang
pengacara yang sangat berminat pada filsafat. Perpustakaannya yang luas
mencakup kumpulan karya filsuf-filsuf besar agaknya mempengaruhi karl Popper
mewarisi minatnya pada filsafat dalam problem sosial dari sang ayah.[1]
Pada umur16 tahun, Karl Popper meninggalkan
sekolahnya “ realgymnasium”, dengan alasan bahwa pelajaran-pelajarannya sangat
membosankan. Lalu menjadi pendengar bebas pada universitas Wina dan baru tahun
1922 dia diterima sebagai mahasiswa. Pada tahun 1925, Popper mengikuti kursus
lanjutan di Institut Pedagogi, cabang dari Universitas Wina dan pada masa itu
pula ia bertemu dengan calon istrinya.
Masa itu merupakan masa kegoncangan bagi
austria. Kemaharajaan austria hancur akibat perang dunia I. di Wina terjadi
kelaparan yang mengakibatkan kerusuhan, sedangkan inflasi pun menggila. Karena
itu dia menjadi anggota perkumpulan para murid sekolah menengah yang beralinan
sosialis. Selama dua atau tiga bulan pada tahun 1919 ia menganggap dirinya
seorang komunis.
Tetapi ia kecewa dengan komunis dan juga
marxisme. Di Wina terjadi penembakan terhadap segerombol kaum sosialis muda
yang berkat hasutan kaum komunis membantu beberapa orang komunis melarikan diri
dari ruang tahanan di Markas polisi di Wina. Dalam peristiwa itu beberapa orang
sosialis dan komunis tewa. Popper merasa bersalah. Sebagai seorang komunis ia
merasa ikut bertanggung jawab terhadap peristiwa itu. Sebab dalam prinsipnya
teori marxis menuturkan bahwa perjuangan kelas ditingkatkan, untuk mempercepat
datangnya sosialisme. Dengan begitu pada umur 17 tahun, Popper menjadi seorang
anti marxis.
Perjumpaannya dengan marxisme diakuinya sebagai
salah satu peristiwa penting dalam perkembangan intelektualnya. Darinya ia
menari pelajaran tentang kebijaksanaan ucapan sokrates “ saya tahu bahwa
saya tidak tahu”. Hal itu memberikannya pencerahan tentang filsafat dalam
hidupnya, hal itu menyadarkannya tentang perbedaan antara pikiran dogmatis dan
kritis.
Pada tahun 1928, Popper meraih gelar Doktor
dengan judul disertasi : Masalah Psikologi dalam Psikologi Pemikiran.[2]
Popper merasa tidak puas dengan disertasinya dan memilih untuk mempelajari
bidang epistemologi yang dipusatkan pada pengembangan teori ilmu pengetahuan.
Hanya setelah ujian memperoleh gelar doktor, Popper
melihat saling hubungan antara gagasan-gagasannya yang terdahulu. Ia memahami
mengapa begitu kuatlah teori ilmu yang keliru yang berkuasa sejak bacon- yaitu
teori bahwa ilmu-ilmu alam merupakan ilmu-ilmu induktif dan bahwa induksi
merupakan suatu proses meneguhkan atau memebenarkan teori-teori dengan
pengamatan atau eksperimen yang berulang-ulang. Alasannya ialah bahwa para
ilmuwan harus menarik garis pemisah antara kegiatan ilmiah mereka bukan hanya
dari pseudo-ilmu, melainkan juga dari teologi dan metafisika, dan mereka telah
menerima dari bacon metode induktif sebagai kriterium deMarkasi mereka.
Sedangkan sudah bertahun-tahun, Popper menggenggam kriterium deMarkasi yang
lebih baik, yaitu : testabilitas atau falsifiabilitas.
Pandangan ini sangat bertentang dengan
pandangan kelompok Wina, yang positivis, dan karenanya dalam persoalan
epistimologi bersifat idealis menurut tradisi Berkeley dan Mach. Berkat
dorongan Herbert Feigl, seorang anggota kelompok Wina, yang menganggap
pandangan-pandangan Popper penting dan revolusioner, Popper mulai menggarap
gagasan-gagasannya kedalam bentuk sebuah buku, berjudul “ dua problem pokok
dalam teori ilmu”. Karena buku itu dianggap terlalu panjang, akhirnya
diterbitkan suatu naskah baru yang terdiri dari intisarinya yang berjudul logik
der forschung (logika penemuan ilmiah).
B. FALSIFIKASI.
Dalam konteks penolakan terhadap induktivisme
para pendukung teori falsifikasi menyatakan bahwa setiap penelitian ilmiah
dituntun oleh teori tertentu yang mendahuluinya. Karena itu, semua keyakinan
bahwa kebenaran teori-teori ilmiah dicapai melalui kepastian hasil observasi,
sungguh-sungguh ditolak. Teori merupakan hasil rekayasa intelek manusia yang
kreatif dan bebas untuk mengatasi problem-problem yang dihadapinya dalam
kehidupan sehari-hari. Teori-teori itu kemudian diuji dengan
eksperimen-eksperimen atau observasi-observasi. Teori yang tidak dapat bertahan
terhadap suatu eksperimen harus dinyatakan gagal dan digantikan oleh teori
spekulatif lain. Itu berarti, ilmu pengetahuan berkembang melalui kesalahan dan
kekeliruan, melalui hipotesis dan refutasi.
Menurut teori falsifikasi, ada teori yang dapat
dibuktikan salah berdasarkan hasil observasi dan eksperimen. Ilmu pengetahuan
tidak lain dari rangkaian hipotesis-hipotesis yang dikemukakan secara tentatif
untuk menjelaskan tingkah laku manusia atau kenyataan dalam alam semesta.
Tetapi tidak setiap hipotesis dapat begitu saja diklasifikasikan di bawah ilmu
pengetahuan. Hipotesis yang layak disebut sebagai teori atau hokum ilmiah harus
memenuhi syarat fundamental berikut: hipotesis itu harus terbuka terhadap
kemungkinan falsifikasi. Contoh:
1. Tidak pernah turun hujan pada hari-hari Rabu
2. Semua substansi akan memuai jika dipanaskan
Pernyataan (1) dapat difalsifikasikan karena
dengan suatu observasi kita dapat menunjukkan bahwa pada hari Rabu terntentu
ada hujan. Pernyataan (2) pun dapat difalsifikasi karena melalui observasi kita
dapat memperlihatkan bahwa ada substansi tertentu tidak memuai jika dipanaskan.
Pernyataan berikut ini tidak memenuhi syarat yang dikemukakan oleh Popper dan
konsekuensinya tidak dapat difalsifikasikan;
1. Baik pada hari hujan maupun tidak hujan saya
datang
Tidak ada suatu pernyataan observasi yang
secara logis dapat menyangkal pernyataan (1). Pernyataan ini benar,
bagaimanapun keadaan cuaca. Pernyataan di atas ini tidak dapat difalsifikasikan[3],
sebab semua kemungkinan yang akan terjadi atau diturunkan dari pernyataan di
atas, tetap benar.
Falsifikasi merupakan metode yang digunakan
oleh Popper untuk menolak gagasan dari lingkaran Wina tentang metode verifikasi
induktif. Alasan penolakan Popper ini, karena dalam rangka membedakan ilmu yang
bermakna dan tidak bermakna masih menjunjung tinggi induksi. Beberapa kritik
yang dikemukakan Popper terhadap prinsip verifikasi: Pertama, prinsip
verifikasi tidak pernah mungkin untuk menyatakan kebenaran hukum-hukum umum.
Menurut Popper, hukum-hukum umum dan ilmu pengetahuan tidak pernah dapat
diverifikasi. Karena itu, seluruh ilmu pengetahuan alam (yang sebagian besar
terdiri dari hukum-hukum umum tidak bermakna, sama seperti metafisika); kedua,
sejarah membuktikan bahwa ilmu pengetahuan juga lahir dari pandangan-pandangan
metafisis. Karena itu Popper menegaskan bahwa suatu ucapan metafisis bukan saja
dapat bermakna tetapi dapat benar juga, walaupun baru menjadi ilmiah setelah
diuji; ketiga, untuk menyelidiki bermakna atau tidaknya suatu ucapan atau
teori, lebih dulu harus kita mengerti ucapan atau teori itu. Solusi yang
diberikan oleh Popper terhadap problem induksi ternyata mengarahkan
perhatiannya secara lebih serius kepada problem deMarkasi, atau problem batas
antara pengetahuan yang ilmiah dan pengetahuan yang bukan ilmiah.
C. PROBLEM DEMARKASI.
Berangkat dari skeptisme Popper terhadap satus
ilmiah dari teori-teori yang ada. Contohnya teori newton, teori yang sangat
mapan seperti itu saja dapat runtuh, bisa salah. Tak satupun pengetahuan yang
bersifat mutlak.
Dilai pihak, Popper melihat teori-teori seperti
teori Mark tentang sejarah, teori Freud tentang psikoanalisa, teori alfred
aldler yang disebut “psikologi individual” seolah-olah orang mengesankan para
pengagumnya oleh daya penjelasan yang terkandung didalamnya. Dengan mempelajari
teori-teori itu, orang seperti memperoleh wahyu yang membuka mata terhadap
kebenaran baru yang semula tersembunyi. Seolah-olah dunia penuh verifikasi atas
teori-teori tersebut.
Popper akhirnya menemukan sudut pandang lain.
Berangkat dari terkesannya Popper terhadap teori relativitas Einstein, Popper
mulai membangun garis pemikirannya. Teori gravitasi einstein mengajukan ramalan
yang penuh resika untuk difalsifikasikan. Inilah yang mengesankan Popper.
Jika teori Mark, Freud, dan Adler mencari
pembenaran teori mereka, einstein mencari eksperimen-ekperimen crucial (gawat),
yang kesesuaiannya dengan ramalannya tidak mengukuhkan teorinya secara positif,
sementara ketidaksesuaiannya, seperti yang dia tetapkan, akan memfalsifikasi
teorinya. Ini dianggap Popper sebagai sikap ilmiah sejati, yang sama sekali berbeda
dari dogmatis yang terus-menerus menuntut untuk menemukan “verifikasi” bagi
teori kesayangannya.
Dengan begitu Popper sampai pada kesimpulan
bahwa sikap ilmiah adalah sikap kritis yang tidak mencari verifikasi atas
teorinya, melainkan tes-tes yang akan merefutasinya, meski tak akan
mengukuhkannya.
Dengan kata lain Popper hendak merumuskan
sebuah kriteria deMarkasi antara ilmu dan non ilmu (metafisika). Kriteria deMarkasi
yang digunakan oleh Popper adalah kriteria falsifiabilitas (kemampuan dan
kemungkinan disalahkan atau disangkal). Setiap pernyataan ilmiah pada dasarnya
mengandung kemampuan disangkal, jadi ilmu pengetahuan empiris harus bisa diuji
secara deduktif dan terbuka kepada kemungkinan falsifikasi empiris. Contoh:
1.
Akan terjadi atau tidak terjadi hujan di sini esok
2.
Akan terjadi hujan di sini esok
Pernyataan
(1) tidak bersifat empiris oleh karena tidak dapat disangkal. Sedangkan
pernyataan (2) bersifat empiris karena dapat disangkal.
Kriteria deMarkasi Popper didasarkan pada suatu
asimetri logis antara verifiabilitas dan falsifiabilitas[4].Pernyataan
universal tidak bersumber dari pernyataan tunggal, tetapi sebaliknya bisa
bertentangan dengannya. Dengan logia deduktif, maka generalisasi empiris atau
pernyataan universal dapat diuji dan disangkal secara empiris, tetapi tidak
dapat dibenarkan. Hal ini berarti bahwa hokum-hukum ilmiah pada dasarnya dapat
diuji, kendatipun tidak dapat dibenarkan atau dibuktikan secara induktif.
D. KELEMAHAN EPISTEMOLOGI
KARL RAYMOND POPPER
Para pendukung teori falsifikasi menolak pandangan induktivisme bahwa
ilmu pengetahuan selalu berangkat dari observasi-observasi, karena menurut
pendukung teori falsifikasi setiap penelitian ilmiah dituntun oleh teori
tertentu yang mendahuluinya. Teori ini kemudian diuji dengan
eksperimen-eksperimen atau observasi, bila ada teori yang tidak bertahan akan
dinyatakan gagal dan harus diganti oleh teori spekulatif lainnya. Namun, apa
yang dikritik oleh pendukung teori falsifikasi ini sekaligus menjadi kelemahan
mereka. Pertama, karena pernyataan-pernyataan observasi sangat tergantung pada
teori dan dapat salah. Dan sering terjadi justru pernyataan-pernyataan observasi
yang salah. Karena itu, tidak benar bahwa pernyataan observasi selau benar
sedangkan hipotesis atau teori mengandung kemungkinan salah. Bisa jadi bahwa
teori yang difalsifikasi bertahan sedangkan pernyataan observasi itu yang salah
dan disingkirkan. Kedua, menurut pendukung teori falsifikasi, hipotesis yang
tidak bertahan terhadap pernyataan-pernyataan eksperimen dan observasi harus
mundur karena tidak lagi penting. Akan tetapi pandangan ini tidak sesuai dengan
kenyataan histories, karena ada hipotesis yang dikemukakan dan tidak konsisten
sesuai dengan pernyataan observasi, tetapi tidak pernah ditolak. Kuhn juga
mengkritik Popper yang berpendapat bahwa aktivitas-aktivitas ilmiah berpusat
pada falsifikasi atau menguji teori; kemudian, dengan berpegang pada
pernyataan-pernyataan observasi seorang ilmuwan bertugas menguji semua teori
atau hipotesis. Kuhn mengkritik karena menurutnya, para ilmuwan yang
berkecimpung dalam “normal science” bukan lagi penguji teori tetapi pemecah
masalah dan kesulitan hidup. Dalam kemapaman paradigma itu tidak ada lagi
pertentangan antara paradigma. Karena paradigma yang telah diterima dipakai
sebagai landasan dan pedoman untuk praksis kehidupan. Dengan demikian Kuhn
memberikan suatu sumbangan yang besar kepada manusia, bahwa ilmu pengetahuan
dan aktivitas-aktivitas ilmiah tidak mempunyai tujuan dalam dirinya sediri,
melainkan bertugas melayani manusia. Selain itu Kuhn juga mengkritik Popper
yang dianggapnya telah memutarbalikkan kenyataan dengan menguraikan terjadinya
ilmu empiris melalui jalan hipotesis disusul upaya falsifikasi. Melawan Popper,
Kuhn mendasarkan pada sejarah ilmu, ia berpendapat bahwa terjadinya
perubahan-perubahan yang berarti tidak pernah terjadi berdasarkan upaya empiris
untuk membuktikan salah suatu teori/sistem melainkan berlangsung melalui
revolusi-revolusi ilmiah . Yang dimaksud dengan revolusi ilmiah,”Segala
perkembangan nonkumulatif di mana paradigma yang telebih dahulu ada diganti
dengan tak terdamaikan lagi, keseluruhan ataupun sebagian, dengan yang baru.”
Bachelard juga turut memberikan kritik baik kepada Popper: bahwa tidak ada
suatu norma umum dan transhistoris untuk menentukan kebenaran dalam ilmu
pengetahuan, kebenaran pengetahuan ilmiah tidak berasal dari suatu pendasaran
logis atau filosofis, tetapi bergantung pada duduknya persoalan suatu ilmu pada
saat tertentu dalam perkembangan historisnya. Karena itu, usaha untuk menarik
garis pemisah antara ucapan-ucapan ilmiah dan non-ilmiah oleh kelompok Wina dan
Karl Popper tidak relevan menurut Bachelard.[5]
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1.
Kary raymond Popper adalah seorang filosof ilmu pengetahuan yang cukup
terkenal. Lahir di Wina tanggal 28 juli 1902. Dia lagir di keluarga yahudi
protestan. Ayahnya, Dr. simon siegmund carl Popper, seorang pengacara yang
sangat berminat pada filsafat. Perpustakaannya yang luas mencakup kumpulan
karya filsuf-filsuf besar agaknya mempengaruhi karl Popper mewarisi minatnya
pada filsafat dalam problem sosial dari sang ayah.
2.
Menurut Popper sikap ilmiah adalah sikap kritis yang tidak mencari
verifikasi atas teorinya, melainkan tes-tes yang akan merefutasinya, meski tak
akan mengukuhkannya. Inilah yang disebut dengan falsifikasi.
3.
Popper hendak merumuskan sebuah kriteria deMarkasi antara ilmu dan non
ilmu (metafisika). Kriteria deMarkasi yang digunakan oleh Popper adalah
kriteria falsifiabilitas (kemampuan dan kemungkinan disalahkan atau disangkal).
Setiap pernyataan ilmiah pada dasarnya mengandung kemampuan disangkal, jadi
ilmu pengetahuan empiris harus bisa diuji secara deduktif dan terbuka kepada
kemungkinan falsifikasi empiris.
4.
Kelemahan-kelemahan teori falsifikasi Popper :
a.
karena pernyataan-pernyataan observasi sangat tergantung pada teori dan
dapat salah.
b.
ada hipotesis yang dikemukakan
dan tidak konsisten sesuai dengan pernyataan observasi, tetapi tidak pernah
ditolak
DAFTAR PUSTAKA.
taryadi Alfons, EPISTEMOLOGI
PEMECAHAN MASALAH menurut Karl R. Popper, (Jakarta : gramedia
pustaka utama, 1991) hlm. 1
K.R. Popper, “The Logic of Scientific Discovery (logika
penemuan ilmiah) terj. (yogyakarta : pustaka pelajar ,2008) hlm 41.
http://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/kritik-atas-teori-falsifikasi-Popper/
[1] Alfons taryadi,
EPISTEMOLOGI PEMECAHAN MASALAH menurut Karl R. Popper, (Jakarta : gramedia
pustaka utama, 1991) hlm. 1
[3] K.R. Popper, “The Logic of Scientific Discovery (logika penemuan ilmiah) terj. (yogyakarta : pustaka pelajar ,2008) hlm 41.
[4] Diakses dari http://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/goresan-pena-sahabatku-paul-kalkoy/karl-r-popper-dan-falsifikasi/#_ftn4 pada hari rabu, 5 maret 2014 pukul 09.56 WIB
[5] Diakses dari http://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/kritik-atas-teori-falsifikasi-popper/ pada hari rabu, 5 maret 2014 pukul 10.00 WIB
0 Comments:
Post a Comment