“HAKIKAT PENDIDIKAN DALAM PENDEKATAN RELIGIUS,
ISLAM DAN HOLISTIK INTEGRATIF”
Disusun
oleh :
1.
Ahmad Syafii (13410154)
2.
Yekti
Nugroho (13410011)
3.
Arfan
Kurnia Prakarsa ()
Dosen Pengampu : Dr. Sabaruddin, M.Si.
NIP : 19680405 199403 1 003
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Segala
puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat,
serta hidayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
yang kami susun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Ilmu Pendidikan “.Semoga
jerih payah kami dicatat sebagai amal baik yang nantinya bisa bermanfaat bagi
kami khususnya dan bagi seluruh mahasiswa pada umumnya.
Dalam
makalah ini akan kami uraiakan tentang “HAKIKAT PENDIDIKAN DALAM PENDEKATAN
RELIGIUS, ISLAM DAN HOLISTIK INTEGRATIF” yang mungkin tidak asing lagi
ditelinga kita sekalian.
Kami
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telahmembantu dengan
tulus hingga terselesaikannya tugas ini, khususnya kepada Bapak ..............Akhirnya
kami berharap semoga tugas yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 04 maret 2014
penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG.
Pendidikan merupakan kegiatan yang
sangat penting bagi penyiapan anak-anak untuk menghadapi kehidupannya di masa
mendatang. Bahkan gajala proses pendidikan ini sudah ada sejak manusia ada,
meskipun proses pelaksanaanya masih sangat sederhana. Namun hal ini merupakan fenomena
bahwa proses pendidikan sejak dahulu kala sudah ada. Karena begitu sederhananya
proses pendidikan pada jaman dahulu kala itu maka dirasa orang tidak menyadari
bahwa apa yang dilakukan itu adalah proses pendidikan.
Akhir-akhir
ini, terjadi reduksi besar-besaran terhadap makna pendidikan dari sudut pandang
agama, dalam hal ini agama islam. Agama sebagai kacamata dalam melihat
pendidikan seakan-akan tabu dalam menilai progresivitas pendidikan. pendidikan
hanya dipandang sebagai kegiatan rutinitas antara pendidik dan peserta didik
belaka.
Oleh karena itu, makalah ini
dimunculkan guna memberikan penyegaran baru terhadap hakikat sebenarnya dari
pendidikan tersebut. Selain itu juga diharapkan ada integrasi positif antara
semua bagian sehingga dapat benar-benar tercapai tujuan utama dari pendidikan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
hakikat pendidikan dari pendekatan religius?
2.
Bagaimana
hakikat pendidikan dari pendekatan islam?
3.
Bagaimana
hakikat pendidikan dari pendekatan holistik integratif?
C.
Tujuan
1.
Mahasiswa
dapat mengetahui hakikat pendekaan dari pendekatan religius.
2.
Mahasiswa
dapat mengetahui hakikat pendekaan dari pendekatan islam.
3.
Mahasiswa
dapat mengetahui hakikat pendekaan dari pendekatan holistik integratif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pendekatan Religius
Pendekatan religius / religionisme dianut oleh
pemikir-pemikir yang melihat hakikat manusia sebagai makhluk yang religius.
Namun demikian kemajuan ilmu pengetahuan yang sekuler tidak menjawab terhadap
kehidupan yang bermoral.
Pendekatan religi yaitu suatu pendekatan untuk
menyusun teori-teori pendidikan dengan bersumber dan berlandaskan pada ajaran
agama. Di dalamnya berisikan keyakinan dan nilai-nilai tentang kehidupan yang
dapat dijadikan sebagai sumber untuk menentukan tujuan, metode bahkan sampai
dengan jenis-jenis pendidikan.
Cara kerja pendekatan religi berbeda dengan pendekatan
sains maupun filsafat dimana cara kerjanya bertumpukan sepenuhnya kepada akal
atau ratio, dalam pendekatan religi, titik tolaknya adalah keyakinan
(keimanan). Pendekatan religi menuntut orang meyakini dulu terhadap segala
sesuatu yang diajarkan dalam agama, baru kemudian mengerti, bukan sebaliknya.
Terkait dengan teori pendidikan Islam, Ahmad Tafsir
(1992) dalam bukunya “ Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam” mengemukakan
dasar ilmu pendidikan Islam yaitu Al-Quran, Hadis dan Akal. Al-Quran diletakkan
sebagai dasar pertama dan Hadis Rasulullah SAW sebagai dasar kedua. Sementara
akal digunakan untuk membuat aturan dan teknis yang tidak boleh bertentangan
dengan kedua sumber utamanya (Al-Qur’an dan Hadis), yang memang telah terjamin
kebenarannya. Dengan demikian, teori pendidikan Islam tidak merujuk pada
aliran-aliran filsafat buatan manusia, yang tidak terjamin tingkat
kebenarannya.
Berkenaan dengan , World Conference on Muslim Education
(Hasan Langgulung, 1986) merumuskan bahwa : “ Education should aim at
balanced growth of the total personality of man through Man’s spirit,
intelellect the rational self, feelings and bodily senses. Education should
therefore cater for the growth of man in all its aspects, spirituals,
intelectual, imaginative, physical, scientific, linguistic, both individually
and collectively, and motivate all these aspects toward goodness and attainment
of perfection. The ultimate aim of Muslim Education lies in the realization of
complete submission to Allah on the level of individual, the community and
humanity at large.”
Sementara itu, Ahmad Tafsir (1992) merumuskan tentang
tujuan umum pendidikan Islam yaitu muslim yang sempurna dengan ciri-ciri : (1)
memiliki jasmani yang sehat, kuat dan berketerampilan; (2) memiliki kecerdasan
dan kepandaian dalam arti mampu menyelesaikan secara cepat dan tepat; mampu
menyelesaikan secara ilmiah dan filosofis; memiliki dan mengembangkan sains;
memiliki dan mengembangkan filsafat dan (3) memiliki hati yang takwa kepada
Allah SWT, dengan sukarela melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi
larangannya dan hati memiliki hati yang berkemampuan dengan alam gaib.
Dalam teori pendidikan Islam, dibicarakan pula tentang
hal-hal yang berkaitan dengan substansi pendidikan lainnya, seperti tentang
sosok guru yang islami, proses pembelajaran dan penilaian yang islami, dan
sebagainya. (selengkapnya lihat pemikiran Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu
Pendidikan dalam Persfektif Islam)
Mengingat kompleksitas dan luasnya lingkup pendidikan,
maka untuk menghasilkan teori pendidikan yang lengkap dan menyeluruh kiranya
tidak bisa hanya dengan menggunakan satu pendekatan saja. Oleh karena itu,
diperlukan pendekatan holistik dengan memadukan ketiga pendekatan di atas yang
terintegrasi dan memliki hubungan komplementer, saling melengkapi antara satu
dengan yang lainnya. Pendekatan semacam ini biasa disebut pendekatan
multidisipliner
B. Pendekatan Islam
Pendekatan
ini memandang bahwa ajaran islam yang
bersumberkan kitab suci alquran dan sunah nabi menjadi sumber inspirasi dan
inspirasi pendidikan islam.
Secara
prinsipil, Allah SWT telah memberikan petunjuk bagaimana agar manusia yang
diciptakan sebagai makhluk yang memiliki struktur dan kontur psikis dan fisik
yang palincg sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, sebagaimana
surah at-tin ayat 4:
لَقَدْ
خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
“sesungguhnya
aku telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
dapat
berkembang kearah pola kehidupan yang bertakwa kepada khaliqnya, tidak
menyimpang ke jalan kehidupan yang ingkar jalan-nya.
Allah memberikan dua alternatif
pilihan, yaitu jalan hidup yang benar, atau jalan hidup yang sesat untuk dipilih oleh manusia melalui pertimbangan akal
pikirannya. Yang dibantu oleh fungsi-fungsi psikologis lainnya.
Bila ia memilih jalan kebenaran, maka dijamin oleh
allah akan memperoleh kebahagiaan hidup dunia-akhirat dan bila memilih jalan
sesat, maka ia diancam oleh allah dengan siksaannya yang menyengsarakan
hidupnya didunia dan akhirat.
Firman allah dalam
surat asy-syams ayat 7-10:
وَنَفْسٍ
وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ
مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)
“demi jiwa dan apa yang belum pernah dan
apa yang menyempurnakannya, maka dia memberikan, ilham kepadanya dengan
keingkarannya (kepada allah) dan ketakwaanya (kepada allah) sungguh beruntung
orang yang membersihkan jiwanya dan rugi orang yang mengotorinya.”
Firman allah surah
al-balad ayat 10 :
وَهَدَيْنَاهُ
النَّجْدَيْنِ
“
dan kami menunjukkan manusia dua jalan”
Firman
allah surah al-insan ayat :
إِنَّا
هَدَيْنَاهُ السَّبِيلَ إِمَّا شَاكِرًا وَإِمَّا كَفُورًا
Sesungguhnya
kami telah menunjukkan (manusia) jalan itu, adakalanya mensyukurinya
(mengikutinya) dan adakalanya ia mengkufurinya (mengingkari)”
Ayat-ayat tersebut adalah sebagai
contoh sumber inspirasi dan motivasi dalam proses pendidikan islam yang
berpandangan optimisme. Manusia dengan petunjuk allah melalui kitab sucinya
yang diturunkan kepada rasulnya dapat merubah jiwa manusia dari syirik (paganisme), kesesatan dan kegelapan menuju kea
rah hidup bahagia yang penuh dengan optimisme dan dinamika hidup sepanjang
hayat .
Untuk mencapai tujuan tersebut, allah menganugerahkan kepada tiap
diri manusia suatu kemampuan yang berupa fitrah diniyyah yang tetap tak
berubah, yang dapat dipengaruhi perkembangannya oleh perkembangan islam.
Bagaimana agar pengaruh pendidikan itu efektif adalah bergantung pada sikap dan
perilaku pendidik itu sendiri. Sikap dan perilaku pendidik berpusat pada
kelemah lembutan dan rasa kasih sayang. Dari sikap ini akan timbul rasa dekat
diri manusia didik kepada pendidik. Apa lagi jika disertai rasa simpatik pendidik
yang manifestasinya dengan cara memberi kemudahan dan menggembirakan hati
mereka bukan mempersulit atau menakut-nakuti sehingga menimbulkan antipatik
Prinsip demikian telah diterapkan nabi
saw dalam mendidik kaumnya dimekkah dan di madinah. Prinsip ini terbukti sangat
efektif dalam proses mempengaruhi manusia. Sehingga dalam rentang waktu 22
tahun 22 bulan 22 hari, nabi saw berhasil membentuk masyarakat islam yang
berdasar ukhuwah Islamiyah yang kokoh dalam wadah Negara islam yang thayyibah
dibawah ampunan allah yang membahagiakan umat Muhammad saat itu. Semua penyakit
mental dalam segala bentuknya lenyap dari jiwa dan hati umat islam. Dalam jiwa
yang bersih dari penyakit mental itulah moralitas islam dapat berkembang dan
mempengaruhi pola hubungan manusia dengan tuhannya, dengan sesama manusia dan
dengan alam sekitarnya. Abul a’la al-maududy mendiskripsikan perkembangan
moralitas islam itu kedalam tiga ciri kehidupan
sebagai berikut [1]:
1.
Keridhaan allah menjadi
tujuan hidup muslim dan keridhaan allah menjadi sumber pembakuan moral yang
tinggi serta menjadi jalan evolusi moral kemanusiaan yang dengan sikap yang
berorientasi kepada keridhaan allah, memberikan sangsi moral untuk mencintai
allah dan pada gilirannya mendorong manusia mentaati hukum moral dan tanpa
paksaan dari luar.
2.
Seluruh lingkungan
kehidupan manusia
Setidaknya ada 3
komponen utama yang mendasari proses pendidikan menurut sudut pandang islam[2]
:
1.
Manusia adalah makhluk
homo educandus, yakni makhluk yang dapat dididik dan mendidik belajar - mengajar),
dapat dipengaruhi dan mempengaruhi. artinya, manusia dalam perkembangannya
selain memiliki potensi bawaan dan pengaruh lingkungan.seperti hadits nabi :
كُل
مَولودٍ يُولدُ عَلَى الفطرة فَأبوَاهُ يهودَانِهِ أوْ يُنَصرَانِهِ، أوْ
يمجسَانِهِ
Setiap anak lahir adalah dalam keadaan fitrah. Maka
kedua orang tuanya lah yang menjadikan anak beragama Yahudi, atau Nasrani atau
bahkan beragama Majusi (HR.Muslim).
2.
Produktifitas kerja
seseorang sangat tergantung pada kualitas jasmaninya sebagaimana pepatah Arab
menyatakan al-aqlal-salimfial-jismal-salim. Jasmani yang sehat akan membuat
orang dapat melakukan aktifitas dengan gesit dan lincah, karena didukung oleh
kondisi jasmani yang prima Sebab jika keadaan jasmani tidak sehat, tentu akan
berpengaruh pada daya juang kerja yang tidak maksimal.
Pendidikan yang diberikan kepada anak didik,
seyogyanya tidak semata-mata hanya menumbuhkembangkan potensi akal dan budi
saja. Akan tetapi, diupayakan sedapat mungkin mempertimbangkan pendidikan
jasmani agar anak dapat menjaga kondisi tubuhnya selalu fit sepanjang hari.
3.
Long life Education
Hadist yang membicarakan tentang pendidikan sepanjang
hayat adalah :
Pada dasarnya, ilmu selalu
mengaIami perkembangan. Karenanya, manusia dalam mencari ilmu tidak dibatasi
usianya. Kapan pun manusia dapat menimba ilmu pengetahuan baik ilmu umum maupun
ilmu agama. Bahkan tidak saja dimulai dari ayunan, tetapi dalam kandunganpun,
pendidikan sudah dapat dimulai. Dalam konsep pendidikan dikenal dengan
pendidikan pra-natal
C. Pendekatan Holistik
Integratif
Pendekatan-pendekatan
reduksionisme melihat proses pendidikan peserta didik dan keseluruhan termasuk
lembaga-lembaga pendidikan, menampilkan pandangan ontologis maupun metafisis
tertentu mengenai hakikat pendidikan. Teori-teori tersebut satu persatu
sifatnya mungkin mendalam secara Vertikal namun tidak melebar secara
horizontal.
Peserta
didik, anak manusia, tidak hidup secara terisolasi tetapi dia hidup dan
berkembang di dalam suatu masyarakat tertentu, yang berbudaya, yang mempunyai
visi terhadap kehidupan di masa depan, termasuk kehidupan pasca kehidupan.
Pendekatan
reduksionisme terhadap hakikat pendidikan, maka dirumuskan suatu pengertian
operasional mengenai hakikat pendidikan. Hakikat pendidikan adalah suatu proses
menumbuh kembangkan eksistensi peserta didik yang memasyarakat, membudaya,
dalam tata kehidupan yang berdimensi lokal, nasional dan global.
Rumusan operasional mengenai hakikat pendidikan tersebut di atas mempunyai
komponen-komponen sebagai berikut :
1.
Pendidikan merupakan suatu proses berkesinambungan.
Proses
berkesinambungan yang terus menerus dalam arti adanya interaksi dalam
lingkungannya. Lingkungan tersebut berupa lingkungan manusia, lingkungan
sosial, lingkungan budayanya dan ekologinya. Proses pendidikan adalah proses
penyelamatan kehidupan sosial dan penyelamatan lingkungan yang memberikan
jaminan hidup yang berkesinambungan.
Proses
pendidikan yang berkesinambungan berarti bahwa manusia tidak pernah akan
selesai.
2.
Proses pendidikan berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia.
Eksistensi
atau keberadaan
manusia adalah suatu keberadaan interaktif. Eksistensi manusia selalu berarti
dengan hubungan sesama manusia baik yang dekat maupun dalam ruang lingkup yang
semakin luas dengan sesama manusia di dalam planet bumi ini. Proses pendidikan
bukan hanya mempunyai dimensi lokal tetapi juga berdimensi nasional dan global.
3.
Eksistensi manusia yang memasyarakat.
Proses
pendidikan adalah proses mewujudkan eksistensi manusia yang memasyarakat. Jauh
Dewey mengatakan bahwa tujuan pendidikan tidak berada di luar proses pendidikan
itu tetapi di dalam pendidikan sendiri karena sekolah adalah bagian dari
masyarakat itu sendiri. Apabila pendidikan di letakkan di dalam tempatnya yang
sebenarnya ialah sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia
yang pada dasarnya adalah kehidupan bermoral.
4.
Proses pendidikan dalam masyarakat yang membudaya.
Inti
dari kehidupan bermasyarakat adalah nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut perlu
dihayati, dilestarikan, dikembangkan dan
dilaksanakan oleh seluruh anggota masyarakatnya. Penghayatan dan pelaksanaan
nilai-nilai yang hidup, keteraturan dan disiplin para anggotanya. Tanpa
keteraturan dan disiplin maka suatu kesatuan hidup akan bubar dengan sendirinya
dan berarti pula matinya suatu kebudayaan.
5.
Proses bermasyarakat dan membudaya mempunyai dimensi-dimensi waktu dan ruang.
Dengan
dimensi waktu, proses tersebut mempunyai aspek-aspek historisitas, kekinian dan
visi masa depan. Aspek historisitas berarti bahwa suatu masyarakat telah
berkembang di dalam proses waktu, yang menyejarah, berarti bahwa
kekuatan-kekuatan historis telah menumpuk dan berasimilasi di dalam suatu
proses kebudayaan. Proses pendidikan adalah proses pembudayaan. Dan proses pembudayaan adalah
proses pendidikan. Menggugurkan pendidikan dari proses pembudayaan merupakan
alienasi dari hakikat manusia dan dengan demikian alienasi dari proses
humanisasi. Alienasi proses pendidikan dari kebudayaan berarti menjauhkan
pendidikan dari perwujudan nilai-nilai moral di dalam kehidupan manusia.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN.
1.
Pendekatan
religi yaitu suatu pendekatan untuk menyusun teori-teori pendidikan dengan
bersumber dan berlandaskan pada ajaran agama. Di dalamnya berisikan keyakinan
dan nilai-nilai tentang kehidupan yang dapat dijadikan sebagai sumber untuk
menentukan tujuan, metode bahkan sampai dengan jenis-jenis pendidikan.
2.
Pendekatan
islam berpandangan bahwa pendidikan adalah sebuah proses pemanfaatan fitrah
manusia yang telah di berikan oleh Allah swt kepada manusia, sesuai dengan
salah satu firman Allah dalam al-quran yang menjelaskan bahwa manusia tercipta
dengan fitrahnya. Pendidikan merupakan sebuah proses eksplorasi fitrah tersebut
untuk menjadi lebih baik, menjadi kebenaran dan bukan sebaliknya.
3.
Pendekatan
holistik integratif berpandangan bahwa pendidikan merupakan sebuah proses utuh
Dan berkesinambungan dalam proses pencarian hakikat kehidupan. Berangkat dari
kegelisahan bahwa reduksionalisme memandang pendidikan dari hanya salah satu
bagian tertentu secara dalam, namun tidak melebar, pendekatan ini mencoba
memaknai ulang kembali bahwa pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan
dan utuh.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin. 1994.Ilmu Pendidikan Islam (Suatu Tinjauan
Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner. Jakarta : Bumi Akasara.
Abuddinata, 2009.Ilmu Pendidikan Islam dengan
Pendekatan Multidisipliner, Jakarta : Rajawali Pers.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam. Bandung: Rosda
Karya.
Ali, Nizar, Kependidikan
Islam Dalam Perspektif Hadits, JURNAL PENELITIAN AGAMA VOL XVII NO. 1
JANUARI-APRIL 2008
0 Comments:
Post a Comment